Ayah:
TAFSIR SURAT AN-NUR (Cahaya)
TAFSIR SURAT AN-NUR (Cahaya)
Madaniyah
Ayah: 1 #
{سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (1)}.
"(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan, dan Kami wa-jibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya." (An-Nur: 1).
#
{1} أي: هذه {سورةٌ} عظيمةُ القَدْرِ، {أنْزَلْناها}: رحمةً منَّا بالعباد، وحفظناها من كلِّ شيطان، {وفَرَضْناها}؛ أي: قدَّرنا فيها ما قدَّرنا من الحدود والشهادات وغيرها، {وأنزلنا فيها آياتٍ بيِّناتٍ}؛ أي: أحكاماً جليلةً وأوامر وزواجر وحِكماً عظيمة؛ {لعلَّكم تذكَّرون}: حين نبيِّنُ لكم، ونُعْلِمُكم ما لم تكونوا تعلمون.
(1) Maksudnya, ini ﴾ سُورَةٌ ﴿ "satu surat" yang sangat besar keagungannya. ﴾ أَنزَلۡنَٰهَا ﴿ "Yang Kami turunkan," sebagai rahmat dari Kami bagi segenap hamba, dan Kami pelihara dari (campur tangan) semua setan. ﴾ وَفَرَضۡنَٰهَا ﴿ "Dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya," maksudnya Kami telah menentukan kadar ukuran dalam hal hukuman-hukuman pidana, persaksian dan lainnya. ﴾ وَأَنزَلۡنَا فِيهَآ ءَايَٰتِۭ بَيِّنَٰتٖ ﴿ "Dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas" yakni hukum-hukum yang jelas, untaian perintah dan larangan serta hikmah-hikmah yang agung. ﴾ لَّعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ﴿ "Agar kamu selalu mengingatinya," tatkala Kami menerangkannya kepada kalian dan mengajarkan kepada kalian hal-hal yang belum kalian mengerti.
Kemudian Allah mulai menjelaskan hukum-hukum yang telah dimaksud. Allah berfirman,
Ayah: 2 #
{الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (2)}.
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan Hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh kumpulan orang-orang yang beriman." (An-Nur: 2).
#
{2} هذا الحكم في الزاني والزانية البكرين: أنَّهما يُجلد كلٌّ منهما مائة جلدةٍ، وأما الثيِّب؛ فقد دلَّت السنة الصحيحة المشهورة أنَّ حدَّه الرجم. ونهانا تعالى أن تأخُذَنا رأفةٌ بهما في دين الله تمنعُنا من إقامة الحدِّ عليهما، سواء رأفة طبيعيَّة، أو لأجل قرابة أو صداقة أو غير ذلك، وأنَّ الإيمان موجبٌ لانتفاء هذه الرأفة المانعة من إقامة أمرِ الله؛ فرحمتُه حقيقةً بإقامة الحدِّ عليه، فنحنُ وإن رَحِمْناه لِجَرَيان القدر عليه؛ فلا نَرْحَمُه من هذا الجانب. وأمَرَ تعالى أن يَحْضُرَ عذابَ الزانيين {طائفةٌ}؛ أي: جماعة من المؤمنين؛ ليشتهر ويحصُلَ بذلك الخزي والارتداع، وليشاهدوا الحدَّ فعلاً؛ فإنَّ مشاهدة أحكام الشرع بالفعل مما يَقْوى به العلم، ويستقرُّ بها الفهم، ويكونُ أقربَ لإصابة الصواب؛ فلا يزادُ فيه ولا ينقص. والله أعلم.
(2) Ini adalah hukum mengenai pelaku zina lelaki dan perempuan yang lajang. Yaitu mereka berdua dipukul sebanyak seratus kali pukulan. Adapun orang yang pernah melewati masa pernikahan (lelaki ataupun wanita), menurut petunjuk kandungan Sunnah yang shahih lagi populer, hukumannya yaitu rajam.[12] Allah تعالى melarang kita terpengaruh oleh rasa iba kepada me-reka berdua di dalam menegakkan agama Allah, yang akan meng-hambat kita menjalankan hukuman pidana atas mereka berdua, baik rasa kasihan alami atau karena ada jalinan kekerabatan, per-sahabatan atau hubungan lainnya (dengan tertuduh). Hanya ke-imananlah yang dapat melenyapkan perasaan yang menghalangi pelaksanaan hukum Allah itu. Rasa sayang kepadanya yang hakiki itu adalah dengan menegakkan hukum kepadanya. Kita ini, ken-datipun merasa kasihan kepadanya lantaran terjadinya takdir semacam itu kepadanya, namun kita tidak boleh mengungkapkan belas kasih kepadanya dari sisi ini. Allah memerintahkan supaya proses penegakan hukum dua orang pezina itu dihadiri oleh ﴾ طَآئِفَةٞ ﴿ "sekumpulan orang-orang," Mukmin. Supaya diketahui oleh khalayak dan terpenuhilah sasaran untuk menghinakan (pelaku) dan menciptakan suasana kehati-hatian (dari tindakan itu), dan hendaklah mereka benar-benar menyaksi-kannya secara nyata. Sesungguhnya, menyaksikan pelaksanaan hukum syariat secara langsung termasuk faktor yang berpotensi menguatkan ilmu dan meresapkan pemahaman, serta akan men-dekatkan kepada kebenaran, tidak ditambah-tambah ataupun di-kurangi. Wallahu a'lam.
Ayah: 3 #
{الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (3)}.
"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perem-puan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang Mukmin." (An-Nur: 3).
#
{3} هذا بيان لرذيلة الزنا، وأنه يدنِّس عِرْض صاحبه وعِرْض مَنْ قارَنَه ومازَجَه ما لا يفعله بقيةُ الذنوب، فأخبر أن الزاني لا يُقْدِمُ على نكاحه من النساء إلا أنثى زانيةٌ تناسب حالُه حالَها، أو مشركةٌ بالله لا تؤمن ببعثٍ ولا جزاءٍ، ولا تلتزمُ أمر الله. والزانيةُ كذلك لا ينكِحُها إلا زانٍ أو مشركٌ. {وحُرِّم ذلك على المؤمنين}؛ أي: حرم عليهم أن يُنْكِحُوا زانياً أو يَنْكِحُوا زانيةً. ومعنى الآية أنَّ مَن اتَّصف بالزِّنا من رجل أو امرأة، ولم يَتُبْ من ذلك؛ أن المُقْدِمَ على نكاحِهِ مع تحريم الله لذلك لا يخلو إمَّا أنْ لا يكون ملتزماً لحكم الله ورسولِهِ؛ فذاك لا يكون إلاَّ مشركاً، وإمَّا أنْ يكون ملتزماً لحكم الله ورسولِهِ، فأقدم على نكاحِهِ، مع علمه بزناه؛ فإنَّ هذا النكاح زنا، والناكح زانٍ مسافح؛ فلو كان مؤمناً بالله حقًّا؛ لم يُقْدِمْ على ذلك. وهذا دليلٌ صريحٌ على تحريم نكاح الزانية حتى تتوبَ، وكذلك نكاح الزاني حتى يتوبَ؛ فإنَّ مقارنة الزوج لزوجته والزوجة لزوجها أشدُّ الاقترانات والازدواجات، وقد قال تعالى: {احشُروا الذين ظلموا وأزواجَهم}؛ أي: قرناءهم، فحرَّم اللهُ ذلك لما فيه من الشرِّ العظيم، وفيه من قِلَّةِ الغَيْرَةِ وإلحاق الأولاد الذين ليسوا من الزوج، وكون الزاني لا يعفها بسبب اشتغاله بغيرها؛ مما بعضُه كافٍ في التحريم. وفي هذا دليلٌ أنَّ الزاني ليس مؤمناً كما قال النبي - صلى الله عليه وسلم -: «لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمنٌ» ؛ فهو وإنْ لم يكن مشركاً،؛ فلا يُطْلَقُ عليه اسم المدح الذي هو الإيمانُ المطلق.
(3) Ini merupakan keterangan mengenai bejatnya perzinaan. Mengotori kehormatan pelakunya dan harga diri orang yang me-nyertai dan berinteraksi dengannya. Sebuah implikasi buruk yang tidak ditimbulkan oleh dosa-dosa yang lain. Allah mengabarkan bahwa seorang lelaki yang berzina tidak boleh menikahi wanita kecuali wanita yang berzina. Kondisi lelaki itu sejalan dengan seluk-beluk si wanita. Atau (menikahi) seorang wanita musyrik (yang menyekutukan Allah), tidak mengimani Hari Kebangkitan maupun Pembalasan, tidak konsisten dengan perintah Allah. Begitu pula,wanita yang berzina, tidak akan dinikahi kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. ﴾ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang Mukmin," maksudnya, diharamkan atas mereka untuk menikahkan seorang lelaki yang berbuat zina (dengan anak perempuannya atau anak perempuan yang berada di bawah perwaliannya) maupun mengawini seorang perempuan pezina. Pengertian dari ayat ini, siapa saja yang menyandang sifat perzinaan, baik lelaki ataupun perempuan dan belum bertaubat dari tindakan itu, bahwa orang yang menikah dengannya, kendati ada larangan dari Allah, tidak lepas dari kondisi, tidak berpegang teguh dengan hukum Allah dan RasulNya, orang ini tidak lain seorang yang musyrik, atau orang itu sosok yang berpegang teguh dengan hukum Allah dan RasulNya, lalu melangkah untuk me-langsungkan pernikahan dengannya, padahal mengetahui tindak perzinaan yang dilakukan (calonnya), maka sesungguhnya per-nikahan ini merupakan perzinaan. Lelaki yang menikahi seorang (wanita) pezina lagi pengobral nafsu bejat, seandainya dia beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya dia tidak mau mencobanya. Keterangan ini merupakan bukti tegas atas pengharaman me-nikahi wanita pezina, sampai dia bertaubat. Begitu pula (larangan) menikahkan lelaki pezina, sehingga bertaubat. Sesungguhnya bentuk kebersamaan antara suami dengan istrinya atau istri dengan suaminya merupakan interaksi dan perpaduan yang sangat kuat. Allah تعالى berfirman, ﴾ ٱحۡشُرُواْ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ وَأَزۡوَٰجَهُمۡ ﴿ "(Kepada malaikat diperintahkan), 'Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman sejawat mereka'." (Ash-Shaffat: 22), yaitu para istri yang menemani mereka. Karena itu, Allah meng-haramkan praktik prostitusi ini. Melihat kandungan kejelekannya yang sangat besar. Dan pada perbuatan perzinaan terkandung sebagian dari minimnya kecemburuan (dari pasangan), serta me-nasabkan anak-anak yang bukan berasal dari suaminya, dan ke-adaan suami pezina yang tidak menjaga kehormatan istrinya karena sibuk dengan pelacur lain termasuk sebagian yang membuatnya diharamkan. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa seseorang yang melaku-kan perbuatan zina bukanlah seorang Mukmin (yang sempurna imannya). Senada dengan sabda Nabi, لَا يَزْنِي الزَّانِيْ حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ. "Tidaklah seorang pezina saat berzina dalam keadaan beriman (sem-purna)."[13]
Ayah: 4 - 5 #
{وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)}.
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nur: 4-5).
#
{4} لما عظَّم تعالى أمر الزنا بوجوب جلدِهِ وكذا رَجْمِهِ إن كان محصناً، وأنَّه لا تجوز مقارنته ولا مخالطته على وجهٍ لا يَسْلَم فيه العبدُ من الشرِّ؛ بيَّن تعالى تعظيم الإقدام على الأعراض بالرمي بالزِّنا، فقال: {والذين يرمونَ المحصناتِ}؛ أي: النساء الأحرار العفائف، وكذلك الرجال، لا فرق بين الأمرين، والمرادُ بالرمي الرميُ بالزنا؛ بدليل السياق. {ثم لم يأتوا}: على ما رموا به {بأربعة شهداء}؛ أي: رجال عدول يشهدون بذلك صريحاً {فاجْلُدوهم ثمانينَ جلدةً}: بسوطٍ متوسطٍ يؤلِمُ فيه، ولا يبالِغُ بذلك حتى يُتْلِفَه؛ لأن القصد التأديب لا الإتلاف. وفي هذا تقريرُ حدِّ القذف، ولكن بشرط أن يكون المقذوف كما قال تعالى محصناً مؤمناً، وأما قذف غير المحصن؛ فإنَّه يوجِبُ التعزير، {ولا تَقْبَلوا لهم شهادةً أبداً}؛ أي: لهم عقوبة أخرى، وهو أنَّ شهادة القاذف غير مقبولة، ولو حُدَّ على القَذْفِ، حتى يتوبَ؛ كما يأتي. {وأولئكَ هم الفاسقونَ}؛ أي: الخارجون عن طاعة الله، الذين قد كَثُرَ شرُّهم، وذلك لانتهاك ما حرَّم الله، وانتهاك عِرْضِ أخيه، وتسليط الناس على الكلام بما تكلَّم به، وإزالة الأخوة التي عقدها الله بين أهل الإيمان، ومحبَّة أن تَشيعَ الفاحشةُ في الذين آمنوا. وهذا دليلٌ على أن القذف من كبائر الذنوب.
(4) Setelah membesarkan masalah perzinaan dengan (pe-netapan) kewajiban hukuman cambuk (seratus kali), dan dengan penegakan hukum rajam bila pelaku adalah muhshan (sudah pernah menikah), serta (larangan) tidak boleh mengadakan hubungan dan pergaulan bersamanya dalam bentuk apa pun yang mana seseorang tidak selamat dari (imbas) kejelekannya, Allah تعالى menerangkan bahaya besar yang muncul dari kelancangan menjatuhkan harga diri orang lain dengan tuduhan perzinaan. Allah berfirman, ﴾ وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ﴿ "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik," yaitu wanita-wanita merdeka yang terjaga kehormatannya. Demikian juga berlaku pada lelaki-lelaki (yang baik-baik). Tidak ada bedanya antara kedua belah pihak. Yang dimaksudkan dengan kata menuduh (di sini) yakni tuduhan berzina. Berdasarkan susu-nan kalimat ayat ini yaitu, ﴾ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ ﴿ "kemudian mereka tidak menda-tangkan," atas tuduhan yang mereka lontarkan ﴾ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ ﴿ "empat orang saksi," yaitu para lelaki yang adil (bersih) yang mempersaksi-kannya secara meyakinkan ﴾ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ ﴿ "maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera," dengan cambuk ukuran sedang yang dapat membekaskan rasa sakit pada tubuhnya, (namun) tidak berlebihan dalam memukul, sehingga bisa membinasakan-nya. Pasalnya, tujuannya adalah mengenakan sanksi, bukan mem-binasakan. Dalam ayat ini tertuang penetapan hukuman atas tuduhan zina (yang dilancarkan kepada orang lain). Dengan catatan, pihak yang tertuduh sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, seorang yang berstatus muhshan (sudah pernah menikah) lagi Mukmin. Se-dangkan menuduh orang yang belum pernah menikah, maka me-nyebabkan hukuman ta'zir (sangsi yang ditetapkan penguasa). ﴾ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ ﴿ "Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya," maksudnya mereka dikenai hukuman lain-nya, yakni persaksian qadzif (orang yang menuduh) tidak diterima. Kendatipun dia telah menjalani hukuman atas tuduhannya se-hingga bertaubat, sebagaimana yang akan dipaparkan. ﴾ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ﴿ "Dan mereka itulah orang-orang yang fasik," yaitu orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah, yang kejelekan mereka telah merajalela. Realita yang demikian ini di-sebabkan oleh pelanggaran mereka terhadap hal-hal yang diha-ramkan oleh Allah, penodaan terhadap kehormatan saudaranya, menggiring orang-orang untuk memperbincangkan apa yang dia katakan, pemutusan tali persaudaraan yang sudah Allah canang-kan di antara para kaum Mukminin, tendensitas terhadap penye-baran tindakan keji di tengah kaum Mukminin. Hal ini menjadi bukti bahwa perbuatan qadzaf (menuduh orang lain berzina) me-rupakan bagian dari dosa besar.
#
{5} وقوله: {إلاَّ الذين تابوا من بعدِ ذلك وأصْلَحوا فإنَّ الله غفورٌ رحيمٌ}: فالتوبة في هذا الموضع أن يُكَذِّبَ القاذفُ نفسه، ويقرَّ أنَّه كاذبٌ فيما قال، وهو واجبٌ عليه أن يُكَذِّبَ نفسه، ولو تيقَّن وقوعَه؛ حيث لم يأتِ بأربعة شهداءَ؛ فإذا تاب القاذف وأصلح عَمَلَه وبدَّل إساءته إحساناً؛ زال عنه الفسقُ، وكذلك تُقبل شهادتُه على الصحيح؛ {فإنَّ الله غفورٌ رحيمٌ}، يغفِرُ الذنوبَ جميعاً لمن تاب وأناب. وإنَّما يُجْلَدُ القاذف إذا لم يأت بأربعة شهداء إذا لم يكن زوجاً؛ فإنْ كان زوجاً؛ فقد ذُكِرَ بقوله:
(5) FirmanNya, ﴾ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ وَأَصۡلَحُواْ ﴿ "Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya)," bertaubat dalam tema ini, dalam bentuk qadzif (penuduh) menyatakan dusta dirinya sendiri, dan mengungkapkan pengakuan bahwa dirinya (dahulu) telah berkata dusta tentang apa yang pernah disampai-kan. Dia wajib menyatakan kedustaan dirinya, meskipun dia yakin kebenaran peristiwanya. Lantaran dia tidak berkutik untuk meng-hadapkan empat orang saksi. Jika qadzif (penuduh) bertaubat dan mengoreksi amalannya serta merubah perbuatan buruknya dengan kebaikan, maka predikat kefasikan lepas darinya. Begitu pula, persaksiannya diterima (kembali) menurut pendapat yang paling shahih. ﴾ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ﴿ "Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," mengampuni dosa-dosa secara keseluruhan bagi orang yang bertaubat dan kembali (ke jalan yang benar). Qadzif (pelaku tuduhan) dikenai hukuman dera bila tidak sanggup mendatangkan empat saksi dan ia bukan suami (wanita tertuduh). Tetapi bila si penuduh adalah suaminya, maka (hukum-nya) telah disebutkan dalam FirmanNya,
Ayah: 6 - 10 #
{وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ (10)}.
"Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan Nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihin-darkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas Nama Allah, bahwa sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. Dan andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atas dirimu dan (andaikata) Allah (bukan) Penerima Taubat lagi Mahabijak-sana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan)." (An-Nur: 6-10).
Persaksian-persaksian suami atas (tuduhan perzinaan) istri-istri berfungsi menahan (penegakan) hukum hudud atas dirinya, karena jamaknya, seorang suami tidak boleh lancang untuk menu-duh istri (berzina) yang mana perkara yang menodai citra istrinya akan menodai suami itu sendiri kecuali jika dia seorang yang jujur, dan karena dia juga mempunyai hak dalam masalah ini, serta ke-khawatiran terjadinya penisbatan anak-anak yang bukan berasal darinya, dan kekhawatiran lainnya dari hukum-hukum yang hilang pada selainnya. Allah berfirman,
#
{6 ـ 7} {والذين يرمون أزواجهم}؛ أي: الأحرار لا المملوكات {ولم يكن لهم}: على رَمْيِهِم بذلك {شهداءُ إلاَّ أنفسُهُم}: بأن لم يُقيموا شهداء على ما رموهم به، {فشهادةُ أحدِهم أربعُ شهاداتٍ بالله إنَّه لَمِنَ الصادقين}: سماها شهادةً لأنها نائبةٌ منابَ الشهود؛ بأن يقولَ: أشهدُ بالله أنِّي لمن الصادقين فيما رميتُها به. {والخامسةُ أنَّ لعنةَ الله عليه إن كان من الكاذبين}؛ أي: يزيد في الخامسة مع الشهادة المذكورة مؤكِّداً تلك الشهادات بأن يَدْعُوَ على نفسه باللعنة إنْ كان كاذباً؛ فإذا تَمَّ لعانُه؛ سقط عنه حدُّ القذف. وظاهرُ الآياتِ ولو سمَّى الرجلَ الذي رماها به؛ فإنَّه يسقطُ حقُّه تَبَعاً لها. وهل يُقام عليها الحدُّ بمجرَّد لعان الرجل ونكولها أم تُحبس؟ فيه قولانِ للعلماء، الذي يدلُّ عليه الدليل أنه يُقام عليها الحدُّ؛ بدليل قوله: {ويدرؤوا عنها العذابَ أن تَشْهَدَ ... } إلى آخره؛ فلولا أنَّ العذاب ـ وهو الحدُّ ـ قد وَجَبَ بلعانِهِ؛ لم يكن لعانها دارئاً له.
(6-7) ﴾ وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ أَزۡوَٰجَهُمۡ ﴿ "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)," yaitu orang-orang yang merdeka, bukan para budak. ﴾ وَلَمۡ يَكُن لَّهُمۡ ﴿ "padahal mereka tidak mempunyai," atas tuduhan mereka tentang perzinaan itu ﴾ شُهَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمۡ ﴿ "saksi-saksi selain diri mereka sendiri," mereka tidak dapat menghadirkan para saksi atas apa yang mereka tuduhkan, ﴾ فَشَهَٰدَةُ أَحَدِهِمۡ أَرۡبَعُ شَهَٰدَٰتِۭ بِٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ﴿ "maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan Nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar." Allah menyebutnya dengan persaksian karena dia menggantikan posisi para saksi. Dengan cara mengatakan, "Saya bersaksi dengan Nama Allah, bahwa saya adalah termasuk orang-orang yang jujur dalam perkara yang saya tuduhkan kepadanya." ﴾ وَٱلۡخَٰمِسَةُ أَنَّ لَعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ إِن كَانَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ﴿ "Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta," maksudnya dia menambahkan pada kali yang kelima, bersama persaksian yang telah disebutkan guna menguatkan persaksian-persaksian sebelumnya, dengan mendoakan (buruk) atas dirinya dengan laknat bila dia berdusta. Bila proses pelaknatannya (li'an) telah berlangsung, maka hukuman qadzaf (menuduh orang lain berzina) menjadi gugur darinya. Zahir ayat-ayat ini, walaupun sang suami menyebutkan nama lelaki yang mana dia menuduh istrinya (melakukan perzinaan) dengan lelaki itu, maka haknya pun menjadi gugur karena meng-ikuti keadaan si wanita. Apakah akan dijatuhkan hukuman terhadap wanita tersebut hanya dengan dasar tuduhan dan peringatan kepada si wanita atau ia harus dipenjarakan? Mengenai hal ini para ulama mempunyai dua pendapat: Pendapat yang ditunjukkan oleh dalil adalah bahwa hukuman pidana harus ditegakkan terhadap wanita tersebut, dengan dalil, ﴾ وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡهَا ٱلۡعَذَابَ أَن تَشۡهَدَ ....﴿ "Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya…," sampai selesai. Kalau bukan karena azab itu –had– telah wajib dilaksanakan disebabkan laknatnya, niscaya lak-natnya (sang istri) tidak menjadi penolak laknat suami.
#
{8 ـ 9} {ويدرؤوا عنها}؛ أي: يدفع عنها العذاب إذا قابلتْ شهادات الزوج بشهاداتٍ من جنسها؛ {أن تَشْهَدَ أربعَ شهاداتٍ بالله إنَّه لَمِنَ الكاذبين}، وتزيدُ في الخامسة مؤكِّدةً لذلك أن تدعُوَ على نفسها بالغضب، فإذا تمَّ اللِّعان بينهما؛ فُرِّقَ بينَهما [إلى] الأبد، وانتفى الولد الملاعن عنه. وظاهر الآيات يدلُّ على اشتراط هذه الألفاظ عند اللِّعان منه ومنها، واشتراط الترتيب فيها، وأنْ لا يُنْقَصَ منها شيءٌ ولا يبدَّل شيء بشيء، وأنَّ اللعان مختصٌّ بالزوج إذا رمى امرأته، لا بالعكس، وأنَّ الشبه في الولد مع اللعان لا عبرةَ به؛ كما لا يعتبر مع الفراش، وإنما يعتبر الشبه حيث لا مرجِّح إلاَّ هو.
(8-9) ﴾ وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡهَا ﴿ "Istrinya itu dihindarkan dari (hukuman)," hukuman pidana (yang akan ia terima) tertolak bila ia menandingi persaksian suaminya dengan kesaksian yang serupa ﴾ أَن تَشۡهَدَ أَرۡبَعَ شَهَٰدَٰتِۭ بِٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ﴿ "yaitu dia bersumpah empat kali atas Nama Allah, bahwa sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta," dan pada sumpah yang kelima, guna meyakinkan, dia me-nambahkan panjatan doa (buruk) atas dirinya dengan kemurkaan Allah (akan menimpanya) jika suaminya termasuk orang-orang yang benar. Bila prosesi li'an antara mereka berdua telah terlak-sana, maka mereka berdua dipisahkan [untuk] selama-lamanya. Anaknya pun sudah tidak dinisbatkan lagi kepada laki-laki tersebut (mantan suaminya). Zahir dari ayat-ayat tersebut menandakan disyaratkannya penggunaan lafazh-lafazh ini dalam li'an , baik dari suami ataupun istri, dan disyaratkan tertib (pula) dalam melafazhkannya, tidak dikurangi dan tidak dirubah sebagian teksnya dengan ungkapan lain, dan sesungguhnya li'an ini khusus berlaku bagi suami bila dia menuduh istrinya melakukan perzinaan, bukan sebaliknya (istri menuduh suami). Keserupaan wajah pada jabang bayi tidak bisa dijadikan pedoman, sebagaimana tidak dijadikan pedoman lagi terjadinya hubungan badan (sebelumnya). Kemiripan (wajah) dijadikan pedoman saat tidak ada faktor penguat kecuali itu saja.
#
{10} {ولولا فضلُ الله عليكم ورحمتُه وأنَّ الله تَوَّابٌ حكيمٌ}: وجواب الشرط محذوفٌ يدلُّ عليه سياق الكلام؛ أي: لأحلَّ بأحد المتلاعنين الكاذب منهما ما دعا به على نفسه، ومن رحمتِهِ وفضلِهِ ثبوتُ هذا الحكم الخاصِّ بالزوجين؛ لشدَّة الحاجة إليه، وأنْ بيَّنَ لكم شدَّة الزِّنا وفظاعته وفظاعة القذف به، وأنْ شَرَعَ التوبة من هذه الكبائر وغيرها.
(10) ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ ﴿ "Dan andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atas dirimu, dan (andaikata) Allah (bukan) Penerima Taubat lagi Mahabijaksana," jawaban dari syarat itu tersembunyi. Ia sudah ditunjukkan oleh konteks pembicaraan, yakni, "Aku akan menimpakan kepada salah seorang yang telah berdusta dari keduanya sesuatu yang telah mereka doakan atas dirinya". Dan berkat rahmat Allah dan karuniaNya, terdapat pe-netapan hukum li'an ini khusus untuk suami istri, karena memang sangat dibutuhkan. Allah telah menerangkan kengerian praktik zina, dan kebe-jatannya serta buruknya menuduh orang lain berzina, dan Allah telah mensyariatkan bertaubat dari dosa besar ini dan dari dosa yang lain
Ayah: 11 - 26 #
{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ (11) لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (12) لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ (13) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (14) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (15) وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (16) يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (17) وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (18) إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (19) وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (20) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (21) وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (22) إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24) يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (25) الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (26)}.
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu mendapat-kan azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, 'Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.' Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia dan akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu sesuatu yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal ia pada sisi Allah adalah besar. Dan me-ngapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, 'Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha-suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.' Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti lang-kah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan per-buatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa me-reka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Se-sungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka mendapat-kan laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenar-nya). Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang di-tuduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Mereka mendapatkan ampunan dan rizki yang mulia (surga)." (An-Nur: 11-26).
Ketika secara umum telah disebutkan besarnya persoalan tuduhan berzina, maka penjelasan itu menjadi pembuka kisah ini yang menimpa wanita yang (termasuk) paling mulia, Ummul Mukminin (Aisyah) i. Ayat-ayat ini turun pada peristiwa ifki (dusta) yang sudah terkenal, termuat dalam kitab-kitab Shahih, Sunan dan Musnad.[14] Intinya, Nabi pada sebagian peperangan pergi bersama istrinya Aisyah, seorang wanita yang jujur, putri seorang yang jujur (Abu Bakar ash-Shiddiq). Kalung Aisyah hilang, maka dia pun (sibuk) berkutat untuk mencarinya. Sementara orang-orang telah memberangkatkan tunggangan dan sekedup yang ada di atasnya, tanpa merasa kehilangan Aisyah. Tentara pun terus berlalu. Kemudian Aisyah kembali ke tempat asalnya, dan yakin apabila mereka (pasukan kaum Muslimin) tidak mendapatkannya, maka mereka akan kembali (ke tempatnya). Mereka ternyata melanjutkan perjalanan. Sementara Shafwan bin al-Mu`aththal as-Sulami (termasuk pemuka sahabat), istirahat di belakang rombongan dan tertidur, lantas melihat Aisyah dan mengenalnya. Lalu dia merendahkan tunggangannya, dan Aisyah pun menaikinya tanpa ada pembicaraan di antara mereka berdua. Kemudian dia datang dengan menuntun untanya, setelah para tentara istirahat di siang hari. Tatkala sebagian orang munafik yang menyertai Nabi dalam perjalanan ini menyaksikan kedatangan Shafwan dalam kondisi demikian (bersama Aisyah), maka mereka menyebarkan isu hingga berkembang, menghembuskan pembicaraan, hingga mereka pun saling menyampaikan pembicaraan ini (kepada yang lain). Sampai berakibat sebagian kaum Mukminin terpengaruh, (bahkan) menjadi buah bibir mereka. Wahyu pun tak kunjung datang kepada Rasu-lullah dalam jangka waktu yang lama. Setelah beberapa waktu, barulah berita ini sampai kepada Aisyah. Dia sangat sedih sekali. Akhirnya, Allah menurunkan (ayat tentang) kesucian dirinya dengan turunnya ayat-ayat ini, memberikan nasihat kepada kaum Mukminin dan menganggap besar persoalan ini, serta menyampaikan pesan-pesan yang sangat bermanfaat.
#
{11} فقوله تعالى: {إنَّ الذين جاؤوا بالإفكِ}؛ أي: الكذب الشنيع، وهو رمي أم المؤمنين، {عصبةٌ منكُم}؛ أي: جماعة منتسِبون إليكم يا معشر المؤمنين، منهم المؤمن الصادقُ في إيمانه، لكنَّه اغترَّ بترويج المنافقين، ومنهم المنافق. {لا تَحْسَبوه شرًّا لكم بل هو خيرٌ لكم}: لِما تضمَّنَ ذلك تبرئةَ أمِّ المؤمنين ونزاهتَها والتنويهَ بذِكْرها، حتى تناول عمومُ المدح سائرَ زوجاتِ النبيِّ - صلى الله عليه وسلم -، ولِما تضمَّن من بيان الآياتِ المضطرِّ إليها العباد، التي ما زال العملُ بها إلى يوم القيامة؛ فكل هذا خيرٌ عظيمٌ، لولا مقالَةُ أهل الإفك، لم يحصل بذلك ، وإذا أراد الله أمراً؛ جعل له سبباً، ولذلك جَعَلَ الخطابَ عامًّا مع المؤمنين كلهم، وأخبر أنَّ قَدْحَ بعضِهم ببعض كقدح في أنفسهم؛ ففيه أنَّ المؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم وتعاطُفِهم واجتماعِهم على مصالحهم كالجسدِ الواحدِ، والمؤمنُ للمؤمن كالبنيانِ يشدُّ بعضُه بعضاً؛ فكما أنَّه يكره أن يَقْدَحَ أحدٌ في عرضه؛ فليكرهْ مِنْ كلِّ أحدٍ أن يَقْدَحَ في أخيه المؤمن الذي بمنزلة نفسه، وما لم يصل العبدُ إلى هذه الحالة؛ فإنَّه من نَقْصِ إيمانه وعدم نُصحه. {لكلِّ امرئٍ منهم ما اكْتَسَبَ من الإثم}: وهذا وعيدٌ للذين جاؤوا بالإفك، وأنَّهم سيُعاقبون على ما قالوا من ذلك، وقد حدَّ النبيُّ - صلى الله عليه وسلم - منهم جماعةً، {والذي تَوَلَّى كِبْرَهُ}؛ أي: معظم الإفك، وهو المنافقُ الخبيثُ عبد الله بن أُبيّ بن سَلول لعنه الله. {له عذابٌ عظيمٌ}: ألا وهو الخلودُ في الدرك الأسفل من النار.
(11) Firman Allah, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu," yaitu kedustaan yang keji, berupa tuduhan kepada Ummul Mukminin, ﴾ عُصۡبَةٞ مِّنكُمۡۚ ﴿ "adalah dari golongan kamu juga," maksudnya sekelompok orang yang menisbat-kan diri kepada kalian, wahai kaum Mukminin. Di antara mereka, ada seorang Mukmin yang sejati dalam keimanannya, akan tetapi termakan oleh isu yang dihembuskan oleh orang-orang munafik. Sebagian lagi adalah orang-orang munafik. ﴾ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّٗا لَّكُمۖ بَلۡ هُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ ﴿ "Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu," karena mengandung (keterangan) tentang rehabilitasi nama Ummul Mukminin dari tuduhan keji, kesucian pribadi dan pengangkatan citranya. Pujian yang umum ini pun mencakup juga seluruh istri Nabi. (Kejadian ini baik buat kalian) lantaran memuat (juga) penge-tengahan ayat-ayat yang sangat dibutuhkan oleh para hamba, yang akan terus berlaku sampai Hari Kiamat. Ini semua merupakan kebaikan yang sungguh besar, seandai-nya tidak ada isu komentar yang dilontarkan penyulut berita dusta ini, niscaya kebaikan-kebaikan itu tidak teraih. Bilamana Allah menghendaki suatu perkara, maka Dia akan menciptakan sebab kausalitas ke arahnya. Oleh karena itu, Allah menjadikan arah pembicaraan bersifat umum bagi seluruh kaum Mukminin. Allah mengabarkan bahwa celaan kepada sebagian kaum Mukminin hakikatnya seperti mencela dirinya sendiri. Dalam ayat ini, terdapat keterangan bahwasanya kaum Muk-minin dalam kecintaan, kasih sayang, kelembutan dan kebersama-an mereka sesuai dengan kemaslahatan mereka ibarat jasad yang satu, dan seorang Mukmin dengan orang Mukmin lainnya, bak bangunan yang saling menguatkan. Sebagaimana seseorang tidak suka menodai kehormatannya sendiri, maka hendaknya dia tidak menyukai siapa pun melukai kehormatan saudaranya yang Mukmin yang sudah seperti dirinya sendiri. Bila ternyata seorang hamba belum sampai kepada keadaan ini, maka sesungguhnya itu terjadi karena imannya kurang dan tidak mau bersikap baik terhadap dirinya. ﴾ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ ﴿ "Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya." Ini adalah ancaman bagi orang-orang yang telah membawa cerita dusta, bahwa mereka akan dihu-kum sesuai dengan materi yang telah mereka katakan. Nabi telah menjatuhkan hukum had kepada sebagian mereka. ﴾ وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ ﴿ "Dan siapa (di antara mereka) yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu," yakni penyulut berita dusta, seorang munafik yang keji, 'Abdullah bin Ubay bin Salul, semoga laknat Allah tertuju kepadanya, ﴾ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "baginya azab yang besar." Ketahuilah, azabnya adalah kekal abadi di neraka yang paling bawah.
#
{12} ثم أرشدَ الله عباده عند سماع مثل هذا الكلام، فقال: {لولا إذْ سَمِعْتُموه ظنَّ المؤمنون والمؤمناتُ بأنفسِهم خيراً}؛ أي: ظنَّ المؤمنون بعضُهم ببعضٍ خيراً، وهو السلامة مما رُمُوا به، وأنَّ ما معهم من الإيمان المعلوم يَدْفَعُ ما قيل فيهم من الإفك الباطل. {وقالوا} بسبب ذلك الظَّنِّ: {سبحانك}؛ أي: تنزيهاً لك من كلِّ سوء، وعن أن تَبتليَ أصفياءك بالأمور الشنيعة. {هذا إفكٌ مبينٌ}؛ أي: كذبٌ وبهتٌ من أعظم الأشياء وأبينها؛ فهذا من الظنِّ الواجب حين سماع المؤمن عن أخيه المؤمن مثلَ هذا الكلام، وأن يبرِئَه بلسانِهِ، ويكذِّبَ القائل لذلك.
(12) Kemudian Allah memberikan petunjuk kepada para hambaNya bila mendengar perkataan seperti ini. FirmanNya, ﴾ لَّوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ظَنَّ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمۡ خَيۡرٗا ﴿ "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri," maksudnya kaum Mukminin me-nyangka sebagian mereka dengan prasangka yang baik, yaitu bebas dari tuduhan mereka. Sesungguhnya keimanan yang mereka punya akan menyingkirkan tuduhan dusta yang batil tentang mereka. ﴾ وَقَالُواْ ﴿ "Dan mereka mengatakan," karena prasangka tersebut, ﴾ سُبۡحَٰنَكَ ﴿ "Mahasuci Engkau," yakni untuk menyucikanMu dari segala keje-lekan serta menyucikanMu dari penetapan ujian kepada hamba-hambaMu yang setia dengan segala perbuatan yang keji. ﴾ هَٰذَآ إِفۡكٞ مُّبِينٞ ﴿ "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata," maksudnya dusta dan kebohongan termasuk perkara yang paling besar dan paling jelas. Ini adalah prasangka yang wajib dilakukan tatkala seorang Mukmin mendengar saudaranya seiman tertimpa tuduhan sema-cam ini, menjauhkannya dari lisannya dan mendustakan orang yang telah melontarkan itu.
#
{13} {لولا جاؤوا عليه بأربعة شهداءَ}؛ أي: هلاَّ جاء الرامون على ما رَمَوْا به بأربعة شهداء؛ أي: عدول مرضيين، {فإذْ لم يأتوا بالشهداءِ فأولئك عندَ اللهِ هم الكاذبونَ}: وإن كانوا في أنفسِهم قد تيقَّنوا ذلك؛ فإنَّهم كاذبونَ في حكم الله؛ لأنَّه حرَّمَ عليهم التكلُّم بذلك من دون أربعة شهود، ولهذا قال: {فأولئك عند الله هم الكاذبون}: ولم يَقُلْ: فأولئك هم الكاذبون، وهذا كلُّه من تعظيم حرمةِ عِرْضِ المسلم؛ بحيثُ لا يجوز الإقدام على رميِهِ من دون نِصاب الشهادة بالصدق.
(13) ﴾ لَّوۡلَا جَآءُو عَلَيۡهِ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَۚ ﴿ "Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu?" maksudnya, mengapa orang-orang yang telah menuduh tidak mendatangkan empat orang saksi, yaitu saksi-saksi yang adil lagi dipercaya. ﴾ فَإِذۡ لَمۡ يَأۡتُواْ بِٱلشُّهَدَآءِ فَأُوْلَٰٓئِكَ عِندَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ ﴿ "Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta," walaupun mereka itu yakin dengan hal tersebut, namun sesungguhnya mereka termasuk telah mendusta-kan hukum Allah. Karena Allah telah melarang mereka untuk mengatakan yang demikian tanpa ada empat saksi. Karena itu, Allah mengatakan, ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ عِندَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ ﴿ "Mereka itu pada sisi Allah adalah orang-orang yang dusta," dan Allah tidak mengatakan, "Me-reka adalah para pendusta." Ini semua adalah untuk memuliakan kehormatan seorang Muslim, lantaran tidak boleh lancang untuk menuduh tanpa membawa saksi yang jujur.
#
{14} {ولولا فضلُ اللهِ عليكم ورحمتُهُ في الدُّنيا والآخرة}: بحيث شملكم إحسانُه فيهما في أمر دينكم ودنياكم {لَمَسَّكُم فيما أفَضْتُم}؛ أي: خضتم {فيه}: من شأن الإفك {عذابٌ عظيمٌ}: لاستحقاقِكم ذلك بما قلتُم، ولكن من فضل الله عليكم ورحمتِهِ أن شَرَعَ لكم التوبةَ، وجعل العقوبةَ مطهِّرةً للذنوب.
(14) ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ ﴿ "Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia dan akhirat," di mana kebaikan Allah telah melingkupi kalian di dunia dan akhirat pada urusan agama dan dunia kalian ﴾ لَمَسَّكُمۡ فِي مَآ أَفَضۡتُمۡ ﴿ "niscaya kamu ditimpa karena pembicaraan kamu," maksudnya karena kalian larut (dalam pembicaraan itu) فِيهِ ﴿ "di dalamnya," berkaitan de-ngan berita bohong itu ﴾ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿ "azab yang besar," kalian pantas mendapatkannya disebabkan ucapan yang telah kalian katakan. Akan tetapi, karena karunia Allah dan rahmatNya atas kalian, maka Dia mensyariatkan taubat atas kalian dan menjadikan hukuman sebagai pembersih dosa kalian.
#
{15} {إذ تَلَقَّوْنَه بألسِنَتِكم}؛ أي: تلقَّفونه ويُلقيه بعضُكم إلى بعض وتستوشون حديثَه وهو قولٌ باطلٌ. {وتقولون بأفواهِكُم ما ليس لكم به علمٌ}: والأمران محظوران؛ التكلُّم بالباطل، والقولُ بلا علم. {وتحسبونَه هيِّناً}: فلذلك أقدمَ عليه مَن أقدمَ مِن المؤمنين الذين تابوا منه. وتطهَّروا بعد ذلك. {وهو عندَ الله عظيمٌ}: وهذا فيه الزجرُ البليغ عن تعاطي بعض الذُّنوب على وجه التهاون بها؛ فإنَّ العبدَ لا يُفيدُه حسبانُه شيئاً، ولا يخفِّف من عقوبتِهِ الذنب، بل يضاعِفُ الذنب، ويسهلُ عليه مواقعتُه مرةً أخرى.
(15) ﴾ إِذۡ تَلَقَّوۡنَهُۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ ﴿ "(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut," maksudnya kalian menerima, meng-gunjingkannya antara kalian dan menggencarkan pembicaraan itu, padahal merupakan perkataan yang batil. ﴾ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ لَكُم بِهِۦ عِلۡمٞ ﴿ "Dan kamu katakan dengan mulutmu sesuatu yang tidak kamu ketahui sedikit pun juga." Dua perkara ini terlarang; pembicaraan yang batil dan berkata tanpa dasar ilmu. ﴾ وَتَحۡسَبُونَهُۥ هَيِّنٗا ﴿ "Dan kamu menganggap-nya suatu yang ringan saja." Oleh sebab itu, orang yang lancang telah berani melakukannya dari kalangan kaum Mukminin yang telah bertaubat darinya, dan mereka membersihkan diri setelahnya. ﴾ وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٞ ﴿ "Padahal ia pada sisi Allah adalah besar." Ini mengan-dung peringatan yang keras tentang membiasakan berbuat seba-gian dosa dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele. Sesungguhnya, persepsi seorang hamba tidak memberikan man-faat baginya sama sekali dan tidak (pula) meringankan hukuman dosanya, bahkan akan melipatgandakan dosanya dan dimudahkan untuk tergelincir melakukannya lagi.
#
{16} {ولولا إذ سمِعْتُموه}؛ أي: وهلاَّ إذ سمعتُم أيها المؤمنون كلامَ أهل الإفك، {قلتم}: منكرين لذلك معظِّمين لأمرِه: {ما يكونُ لنا أن نتكَلَّمَ بهذا}؛ أي: ما ينبغي لنا وما يليقُ بنا الكلامُ بهذا الإفك المبين؛ لأنَّ المؤمن يمنعُه إيمانُه من ارتكاب القبائح. {هذا بهتانٌ}؛ أي: كذب {عظيمٌ}.
(16) ﴾ وَلَوۡلَآ إِذۡ سَمِعۡتُمُوهُ ﴿ "Dan mengapa kamu tidak pada waktu men-dengar berita bohong itu," maksudnya, tidakkah kalian, wahai kaum Mukminin ketika mendengar berita bohong itu ﴾ قُلۡتُم ﴿ "kalian kata-kan," untuk mengingkari hal itu dan menganggapnya sebagai persoalan yang besar, ﴾ مَّا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّتَكَلَّمَ بِهَٰذَا ﴿ "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita mengatakan ini," maksudnya, tidak patut dan tidak layak bagi kami untuk mengucapkan perkataan yang sangat jelas kedusta-annya ini. Karena seorang Mukmin, keimanannya akan mencegah dirinya untuk melakukan kenistaan-kenistaan ini. ﴾ هَٰذَا بُهۡتَٰنٌ ﴿ "Ini adalah dusta," kebohongan ﴾ عَظِيمٞ ﴿ "yang besar."
#
{17} {يعِظُكم اللهُ أن تعودوا لمثلِهِ}؛ أي: لنظيره من رمي المؤمنين بالفُجور؛ فالله يعِظُكم وينصحُكم عن ذلك، ونعم المواعظ والنصائح من ربِّنا؛ فيجبُ علينا مقابلتُها بالقبول والإذعان والتسليم والشُّكر له على ما بيَّن لنا، أنَّ الله نِعِمَّا يَعِظُكم به. {إنْ كنتُم مؤمنينَ}: دلَّ ذلك على أنَّ الإيمان الصادق يمنعُ صاحبه من الإقدام على المحرَّمات.
(17) ﴾ يَعِظُكُمُ ٱللَّهُ أَن تَعُودُواْ لِمِثۡلِهِۦٓ ﴿ "Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali melakukan yang seperti itu," yaitu perbuatan serupa, seperti menuduh kaum Mukminin dengan perbuatan jahat. Allah menasihati dan memperingatkan kalian dari perkara itu. Sebaik-baik nasihat dan peringatan adalah dari Rabb kita. Maka wajib atas kita untuk meresponnya dengan penuh penerimaan, tulus, tunduk, pasrah dan rasa syukur atas keterangan yang sudah dijelaskan kepada kita. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Dzat yang memberi nasihat kepada kalian ﴾ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "jika kalian orang-orang yang beriman." Ini mengindikasikan bahwa keimanan yang benar akan menghalangi pemiliknya dari melakukan perbuatan haram.
#
{18} {ويبيِّن اللهُ لكم الآياتِ}: المشتملة على بيان الأحكام والوعظِ والزجر والترغيب والترهيب، يوضِّحُها لكم توضيحاً جليًّا. {والله عليم (حكيم) }؛ أي: كامل العلم، عامُّ الحكمة؛ فمن علمِهِ وحكمتِهِ أن علَّمكم من علمه، وإنْ كان ذلك راجعاً لمصالحكم في كلِّ وقت.
(18) ﴾ وَيُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۚ ﴿ "Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu," yang mencakup keterangan hukum-hukum, nasihat, ancaman, anjuran dan peringatan, dan menjelaskan kepada kalian dengan sejelas-jelasnya ﴾ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui lagi (Mahabijaksana)[15]," maksudnya, ilmuNya sempurna dan sifat hikmahNya merata. Di antara (cerminan) ilmu dan hikmahNya, bahwa Allah mengajarkan kalian sebagian ilmuNya, walaupun hal ini, kembali pada maslahat yang akan kalian rasakan pada setiap waktu.
#
{19} {إنَّ الذين يحبُّونَ أن تشيعَ الفاحشةُ}؛ أي: الأمور الشنيعة المستَقْبَحة، فيحبُّون أن تشتهر الفاحشة {في الذين آمنوا لهم عذابٌ أليمٌ}؛ أي: موجع للقلب والبدن، وذلك لغشِّه لإخوانه المسلمين، ومحبة الشرِّ لهم، وجراءته على أعراضهم؛ فإذا كان هذا الوعيد لمجرَّد محبَّة أن تشيعَ الفاحشةُ واستحلاء ذلك بالقلب؛ فكيف بما هو أعظمُ من ذلك من إظهارِهِ ونقلِهِ؟ وسواء كانت الفاحشةُ صادرةً أو غير صادرةٍ، وكل هذا من رحمة الله لعباده المؤمنين، وصيانة أعراضهم؛ كما صان دماءهم وأموالهم، وأمرهم بما يقتضي المصافاة، وأن يحبَّ أحدُهم لأخيه ما يحبُّ لنفسه، ويكرَهَ له ما يكرَهُ لنفسه. {والله يعلم وأنتم لا تعلمون}: فلذلك علَّمكم، وبيَّن لكم ما تجهلونَه.
(19) ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar," yaitu perkara yang keji lagi buruk, lalu mereka menyukai kejelekan lebih menyebar ﴾ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ﴿ "di kalangan orang-orang yang beriman, maka mereka mendapatkan azab yang pedih," yaitu, azab yang memedihkan hati dan badan, lantaran tipuan mereka terhadap saudaranya sesama kaum Muslimin, gembira dengan keburukan yang menimpa mereka dan lancang menodai kehormatan mereka. Bilamana ancaman ini ditujukan hanya atas perasaan senang agar kekejian tersebar dan menikmatinya dengan hati mereka, lalu bagaimana (hukumannya) atas perbuatan yang lebih parah dari itu, dengan memunculkan dan menyebarkannya? Sama saja, apa-kah kekejian itu terjadi ataupun tidak terjadi. Semua ini berasal dari rahmat Allah untuk para hambaNya yang beriman, menjaga kehormatan-kehormatan mereka, sebagaimana Allah telah menjaga harta dan darah mereka, menyuruh mereka untuk menjalin soli-daritas, agar salah seorang di antara mereka mencintai kebaikan untuk saudaranya yang dia sukai bagi dirinya, serta membenci keburukan untuk saudaranya yang dia benci buat dirinya. ﴾ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Oleh karena itu, Allah memberitahu kalian dan menerangkan ke-pada kalian dengan apa yang tidak kalian ketahui.
#
{20} {ولولا فضلُ الله عليكم}: قد أحاط بكم من كلِّ جانب {ورحمتُهُ} عليكم، {وأنَّ الله رءوفٌ رحيم}: لما بيَّن لكم هذه الأحكام والمواعظ والحِكَم الجليلة، ولمَا أمهلَ من خالف أمره، ولكنَّ فضلَه ورحمتَه، وأنَّ ذلك وصفه اللازم أثر لكم من الخيرِ الدنيويِّ والأخرويِّ ما لن تحصوه أو تعدُّوه.
(20) ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ ﴿ "Dan sekiranya tidaklah karena karu-nia Allah kepada kamu semua," yang telah melingkupi kalian dari segala sisi ﴾ وَرَحۡمَتُهُۥ ﴿ "dan rahmatNya," atas kalian ﴾ وَأَنَّ ٱللَّهَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ﴿ "dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang," niscaya Allah tidak menerangkan hukum-hukum, nasihat-nasihat, hikmah-hikmah yang berharga, dan niscaya Dia tidak akan memberikan kesem-patan bagi orang-orang yang menyelisihi perintahNya, akan tetapi (semuanya) karena karunia dan rahmat Allah. Inilah sifat yang melekat pada Allah yang membuahkan kebaikan dunia dan akhirat bagi kalian yang tidak dapat kalian hitung dan kalian membilang-nya.
#
{21} ولما نهى عن هذا الذنب بخصوصِهِ؛ نهى عن الذُّنوب عموماً، فقال: {يا أيُّها الذين آمنوا لا تتَّبِعوا خطواتِ الشيطانِ}؛ أي: طرقَه ووساوسَه. وخطواتُ الشيطان يدخُلُ فيها سائرُ المعاصي المتعلِّقة بالقلب واللسان والبدن. ومن حكمتِهِ تعالى أن بيَّن الحُكْمَ ـ وهو النهي عن اتِّباع خطوات الشيطان ـ والحِكْمة ـ وهو بيانُ ما في المنهيِّ عنه من الشرِّ المقتضي والداعي لتركه ـ، فقال: {ومَن يَتَّبِعْ خُطُواتِ الشيطانِ فإنَّه}؛ أي: الشيطان {يأمُرُ بالفحشاءِ}؛ أي: ما تستفحشُه العقول والشرائعُ من الذُّنوب العظيمة مع ميل بعض النفوس إليه، {والمنكَرِ}: وهو ما تُنْكِرُهُ العقولُ ولا تعرِفُه؛ فالمعاصي التي هي خُطُوات الشيطان لا تَخْرُجُ عن ذلك، فنهى الله عنها العبادَ نعمةً منه عليهم أن يشكُروه ويَذْكُروه؛ لأنَّ ذلك صيانةٌ لهم عن التدنُّس بالرذائل والقبائح؛ فمن إحسانِهِ عليهم أنْ نهاهم عنها كما نهاهم عن أكل السموم القاتلة ونحوها. {ولولا فضلُ اللهِ عليكُم ورحمتُهُ ما زكى منكُم من أحدٍ أبداً}؛ أي: ما تطهَّر من اتِّباع خطواتِ الشيطانِ؛ لأنَّ الشيطان يسعى هو وجندُه في الدعوة إليها وتحسينِها، والنفس ميالةٌ إلى السوء أمَّارةٌ به، والنقصُ مستولٍ على العبدِ من جميع جهاتِهِ، والإيمانُ غير قويٍّ؛ فلو خُلِّي وهذه الدواعي؛ ما زكى أحدٌ بالتطهُّرِ من الذُّنوب والسيئات والنماء بفعل الحسنات؛ فإنَّ الزكاء يتضمَّن الطهارة والنماء، ولكنَّ فضلَه ورحمتَه أوجبا أن يتزكَّى منكم من تزكَّى، وكان من دعاء النبيِّ - صلى الله عليه وسلم -: «اللهمَّ! آتِ نفسي تَقْواها، وزكِّها أنت خيرُ من زَكَّاها، أنت وَلِيُّها ومولاها». ولهذا قال: {ولكنَّ الله يزكِّي مَن يشاءُ}: من يعلمُ منه أن يتزكَّى بالتزكية، ولهذا قال: {والله سميعٌ عليمٌ}.
(21) Setelah melarang dosa ini secara khusus, Allah juga melarang (kalian) dari dosa secara umum. Dia berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan," maksudnya jalan-jalan dan godaan-godaannya. Langkah-langkah setan ini mencakup seluruh perbuatan maksiat yang berhubungan dengan hati, lisan, dan badan. Di antara hikmah Allah تعالى, dalam menerangkan hukum ini –yakni larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan– adalah, penjelasan mengenai kejelekan yang ditimbulkan dan motivator untuk meninggalkan larangan itu. Allah berfirman, ﴾ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَإِنَّهُۥ ﴿ "Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia," yaitu setan ﴾ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ ﴿ "menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji," yaitu segala perbuatan yang dianggap jelek oleh akal dan syariat berupa dosa-dosa besar disertai adanya kecon-dongan hati kepadanya ﴾ وَٱلۡمُنكَرِۚ ﴿ "dan yang mungkar" yaitu segala yang diingkari oleh akal dan tidak dikenal (sebagai perbuatan baik). Jadi, perbuatan-perbuatan maksiat yang merupakan langkah-langkah setan, tidak keluar dari bingkai ini. Maka Allah melarang hambaNya dari hal tersebut sebagai wujud kenikmatanNya atas mereka, supaya bersyukur dan mengingatNya. Karena yang demi-kian merupakan tameng penjagaan bagi mereka dari noda, kenis-taan, dan kejelekan-kejelekan mereka. Dan termasuk dari kebaikan Allah atas mereka, adalah melarang mereka dari semua itu seba-gaimana Allah melarang mereka dari (makan) racun-racun pem-bunuh dan semacamnya. ﴾ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدٗا ﴿ "Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak se-orang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya," maksudnya tidak ada seorang pun yang bersih (selamat) dari mengikuti langkah-langkah setan. Karena setan ber-sama tentaranya itu akan selalu berupaya untuk menyeru kepada-nya dan memolesnya menjadi indah. Sementara itu, jiwa selalu cenderung kepada keburukan dan menyeru kepadanya. Keku-rangan terus menguasai diri seorang hamba dari segala penjuru, sementara iman tidak kuat. Bila ia dibiarkan terpengaruh oleh faktor-faktor itu, niscaya tidak ada seorang pun yang suci dengan membersihkan diri dari dosa-dosa dan kejelekan-kejelekannya serta (tidak mampu) meningkatkan amal kebaikannya. Sesungguhnya penyucian diri itu memuat unsur pembersihan dan peningkatan diri. Akan tetapi, karunia dan rahmatNya-lah yang menjadikan seseorang menyucikan dirinya. Termasuk doa nabi, اَللّٰهُمَّ آتِ نَفْسِيْ تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا، أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. "Ya Allah, berikanlah kepada diriku ketakwaan, dan sucikanlah ia, karena Engkau-lah sebaik-baik yang menyucikannya. Engkau adalah pe-nolong dan penguasanya."[16] Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَآءُۗ ﴿ "Tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya," yaitu orang yang Allah ketahui akan membersihkan diri dengan menyucikan jiwanya. Oleh sebab itu, Allah تعالى berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
#
{22} {ولا يَأتَلِ}؛ أي: لا يحلف {أولو الفضل منكُم والسَّعة أن يُؤتوا أولي القُربى والمساكينَ والمهاجرينَ في سبيل الله وَلْيَعْفوا وَلْيَصْفَحوا}: كان من جملة الخائضينَ في الإفك مِسْطَح بن أُثاثة، وهو قريبٌ لأبي بكرٍ الصديق رضي الله عنه، وكان مسطحٌ فقيراً من المهاجرين في سبيل الله، فحلفِ أبو بكرٍ أن لا يُنْفِقَ عليه؛ لقولِهِ الذي قال، فنزلتْ هذه الآيةُ [ينهاه] عن هذا الحَلِفَ المتضمِّن لقطع النفقة عنهُ، ويحثُّه على العفو والصفح، ويَعِدُهُ بمغفرةِ الله إنْ غَفَرَ له، فقال: {ألا تُحبُّونَ أن يَغْفِرَ اللهُ لكم واللهُ غفورٌ رحيمٌ}: إذا عامَلْتُم عبيدَه بالعفو والصفح؛ عاملكم بذلك، فقال أبو بكرٍ لمَّا سمع هذه الآية: بلى والله؛ إني لأحبُّ أن يَغْفِرَ الله لي، فَرَجَّعَ النفقةَ إلى مِسْطَحٍ. وفي هذه الآيةِ دليلٌ على النفقة على القريب، وأنَّه لا تُتْرَكُ النفقةُ والإحسانُ بمعصية الإنسان، والحثُّ على العفو والصفح ولو جرى منه ما جرى من أهل الجرائم.
(22) ﴾ وَلَا يَأۡتَلِ ﴿ "Dan janganlah bersumpah," maksudnya me-ngeluarkan sumpah ﴾ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ ﴿ "orang-orang yang mempunyai kelebihan dan ke-lapangan di antara kamu bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada." Di antara orang yang larut dalam berita dusta ini adalah Misthah bin Utsasah, dia masih kerabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Misthah seorang yang fakir dari golongan Muhajirin di jalan Allah. Abu Bakar bersumpah untuk tidak memberikan nafkah lagi kepada Misthah, karena ia telah mengatakan kabar dusta. Maka turunlah ayat ini, [Allah melarangnya] dari sumpah (yang mengandung substansi) menghentikan pemberian nafkah baginya, menganjurkan Abu Bakar untuk memaafkan dan berlapang dada dan menjanjikan kepadanya ampunan bila ia berkenan mema-afkannya. Lalu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ﴿ "Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Bila kalian memperlakukan ham-baNya dengan sikap maaf dan lapang dada, niscaya Allah akan memperlakukan kalian seperti itu. Mendengar ayat ini, Abu Bakar berkata, "Ya, demi Allah, sungguh aku benar-benar senang bila Allah mengampuniku." Selanjutnya, Abu Bakar kembali memberi-kan nafkah kepada Misthah. Dalam ayat ini, termuat dalil tentang pemberian nafkah ke-pada kerabat, dan bahwa pemberian nafkah dan curahan kebaikan (dari seseorang) tidak boleh diputus disebabkan perbuatan maksiat yang dia lakukan, serta anjuran untuk memberikan maaf dan ber-lapang dada, walaupun para pelaku kejelekan tersebut (masih terus) melakukan kejelekannya.
#
{23} ثم ذكر الوعيدَ الشديدَ على رمي المحصنات، فقال: {إنَّ الذين يَرْمونَ المحصناتِ}؛ أي: العفائف عن الفجور {الغافلاتِ}: اللاتي لم يَخْطُرْ ذلك بقلوبهنَّ، {المؤمناتِ لُعِنوا في الدُّنيا والآخرة}: واللعنةُ لا تكونُ إلاَّ على ذنبٍ كبيرٍ، وأكَّد اللعنة بأنها متواصلة عليهم في الدارين. {ولهم عذابٌ عظيمٌ}: وهذا زيادةٌ على اللعنة، أبعدَهم عن رحمتِهِ وأحلَّ بهم شدَّة نقمتِهِ، وذلك العذاب يوم القيامة.
(23) Kemudian Allah menyebutkan ancaman yang keras atas tindakan penuduhan kepada para wanita Mukminah yang menjaga kehormatannya (dari zina). Allah berfirman, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik," maksudnya wanita-wanita yang menjaga kehormatannya dari perbuatan maksiat (zina) ٱلۡغَٰفِلَٰتِ ﴿ "yang lengah," yang tidak terlintas dalam hati mereka ﴾ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ لُعِنُواْ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ ﴿ "lagi beriman (berbuat zina) mereka mendapat laknat di dunia dan akhirat," laknat tidak jatuh kecuali pada perbuatan dosa besar. Kemudian, Allah menegaskan jatuhnya laknat dengan (memberitahukan) bahwa laknat tersebut berlangsung kontinyu pada mereka di dunia dan akhirat, ﴾ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "dan mereka mendapatkan azab yang besar." Ini sebagai tambahan atas laknat. Allah menjauhkan mereka dari rahmatNya dan menurunkan dahsyatnya hukumanNya kepada mereka. Inilah azab yang terjadi pada Hari Kiamat.
#
{24} {يوم تشهدُ عليهم ألسِنَتُهم وأيديهم وأرْجُلُهم بما كانوا يعملونَ}: فكلُّ جارحةٍ تشهدُ عليه بما عَمِلَتْه، يُنْطِقُها الذي أنطق كلَّ شيءٍ؛ فلا يمكنه الإنكار، ولقد عدل في العباد مَنْ جَعَلَ شهودَهم من أنفسهم.
(24) ﴾ يَوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَيۡهِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ﴿ "Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap amal yang dahulu mereka kerjakan," maksudnya setiap anggota badan bersaksi atas amal yang telah dilakukannya. Dzat yang membuat-nya berbicara adalah Dzat yang memberikan kemampuan komuni-kasi kepada segala sesuatu (yaitu Allah), sehingga tidak mungkin ia dapat mengingkarinya. Allah telah berbuat adil kepada hamba-Nya dengan menjadikan saksi dari diri mereka sendiri.
#
{25} {يومئذٍ يوفِّيهم الله دينَهُمُ الحقَّ}؛ أي: جزاءهم على أعمالهم الجزاء الحقَّ الذي بالعدل والقسط؛ يجدون جزاءها موفَّراً لم يفقدوا منها شيئاً، {وقالوا يا وَيْلَتَنا مالِ هذا الكتابِ لا يغادرُ صغيرةً ولا كبيرةً إلاَّ أحصاها وَوَجَدوا ما عَمِلوا حاضراً ولا يَظْلِمُ ربُّكَ أحداً}، {ويعلمونَ} في ذلك الموقف العظيم {أنَّ اللهَ هو الحقُّ المبينُ}، فيعلمون انحصار الحقِّ المبين في الله تعالى؛ فأوصافُه العظيمةُ حقٌّ، وأفعالُه هي الحقُّ، وعبادتُه هي الحقُّ، ولقاؤه حقٌّ، [ووعدُه] ووعيدُه حقٌّ، وحكمه الدينيُّ والجزائيُّ حقٌّ، ورسلُه حقٌّ؛ فلا ثَمَّ حقٌّ إلاَّ في الله، وما مِن الله.
(25) ﴾ يَوۡمَئِذٖ يُوَفِّيهِمُ ٱللَّهُ دِينَهُمُ ٱلۡحَقَّ ﴿ "Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya," maksudnya Allah memberi balasan atas perbuatan mereka dengan penuh keadilan dan tidak berat sebelah. Mereka mendapatkan balasan yang penuh, sedikit pun tidak ada yang dirasa hilang oleh mereka. ﴾ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلۡكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا 49 ﴿ "Dan mereka berkata, 'Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia (pasti) mencatat semuanya,' dan mereka mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun." (Al-Kahfi: 49). ﴾ وَيَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan tahulah mereka," di tempat yang dahsyat itu ﴾ أَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ ٱلۡمُبِينُ ﴿ "bahwa Allah-lah yang benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)," mereka mengetahui bahwa kebenaran yang nyata terbatas pada Allah تعالى saja, sifat-sifatNya yang agung adalah benar, perbuatan-perbuatanNya merupakan kebenaran, peribadahan kepadaNya adalah kebenaran, pertemuan denganNya (juga) benar, [janjiNya] dan ancamanNya adalah benar, hukum agama dan ketetapan balasanNya benar, RasulNya adalah benar, dan tidaklah di sana ada kebenaran melainkan pada Dzat Allah dan segala sesuatu yang datang dariNya.
#
{26} {الخبيثاتُ للخبيثين والخبيثونَ للخبيثاتِ}؛ أي: كلُّ خبيثٍ من الرجال والنساء والكلماتِ والأفعال مناسبٌ للخبيثِ وموافقٌ له ومقترنٌ به ومشاكلٌ له، وكلُّ طيبٍ من الرجال والنساءِ والكلماتِ والأفعال مناسبٌ للطيِّبِ وموافقٌ له ومقترنٌ به ومشاكلٌ له؛ فهذه كلمةٌ عامةٌ وحصرٌ لا يخرجُ منه شيءٌ، من أعظم مفرداتِهِ أنَّ الأنبياء، خصوصاً أولي العزم منهم، خصوصاً سيدهم محمد - صلى الله عليه وسلم -، الذي هو أفضلُ الطيِّبين من الخلق على الإطلاق، لا يناسِبُهم إلاَّ كلُّ طيبٍ من النساء؛ فالقدح في عائشة رضي الله عنها بهذا الأمر قدحٌ في النبيِّ - صلى الله عليه وسلم -، وهو المقصودُ بهذا الإفك من قصد المنافقين؛ فمجرَّدُ كونِها زوجةً للرسول - صلى الله عليه وسلم - يعلمُ أنَّها لا تكون إلاَّ طيبةً طاهرةً من هذا الأمر القبيح؛ فكيف وهي ما هي صديقةُ النساء وأفضلُهن وأعلمُهن وأطيبُهن حبيبةُ رسول ربِّ العالمين التي لم ينزِلِ الوحيُ عليه وهو في لحافِ زوجةٍ من زوجاتِهِ غيرها ؟! ثم صرَّح بذلك بحيثُ لا يبقى لمبطلٍ مقالاً، ولا لشكٍّ وشبهةٍ مجالاً، فقال: {أولئك مبرَّؤونَ مما يقولونَ}: والإشارةُ إلى عائشة رضي الله عنها أصلاً، وللمؤمناتِ المحصناتِ الغافلاتِ تبعاً لها. {مغفرةٌ}: تستغرق الذنوب. {ورزقٌ كريمٌ}: في الجنة صادرٌ من الربِّ الكريم.
(26) ﴾ ٱلۡخَبِيثَٰتُ لِلۡخَبِيثِينَ وَٱلۡخَبِيثُونَ لِلۡخَبِيثَٰتِۖ ﴿ "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wa-nita-wanita yang keji (pula)," maksudnya, setiap yang keji dari kaum lelaki dan wanita (berupa) kata-kata dan perbuatan-perbuatan akan bersesuaian, sejalan dan serupa dengan yang keji. Dan setiap yang baik, dari kalangan lelaki dan wanita (berupa) kata-kata dan perbuatan-perbuatan akan selaras, bertalian dan menyerupai de-ngan kebaikan. Ini adalah ungkapan umum, dan pembingkaian yang tidak ada sesuatu pun yang keluar darinya. Dan komponen-nya yang paling agung adalah bahwa para nabi, (khususnya dari kalangan ulul 'azmi, terutama penghulu mereka, Nabi Muhammad, yang merupakan sebaik-baik insan secara mutlak) mereka tidak sederajat kecuali dengan wanita-wanita yang baik. Jadi, mencoreng kehormatan Aisyah dengan tuduhan ini (perzinaan) berarti telah mencoreng Nabi. Sebenarnya, beliaulah yang dibidik oleh orang-orang munafik dengan dusta mereka. Dengan status Aisyah sebagai istri Rasulullah semata sudah dapat diketahui bahwa Aisyah adalah wanita yang baik lagi bersih dari perkara nista itu. Bagaimana mungkin (fitnah) itu terjadi sedangkan dia adalah wanita yang paling besar kepercayaannya (kepada Nabi), paling utama, paling berilmu dan terbaik, seorang kekasih bagi utusan Allah yang tidak pernah terjadi wahyu ditu-runkan kepada beliau ketika berada dalam selimut bersama para istri-istri selain dia?![17] Kemudian Allah menegaskan hal ini, di mana tidak menyisa-kan komentar lagi bagi para penolak, dan tidak ada ruang untuk ragu-ragu dan syubhat. Allah berfirman, ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ ﴿ "Me-reka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)," pada asalnya, isyarat ini mengarah kepada Aisyah, sedangkan para wanita Mukminah yang baik-baik, yang tidak pernah berpikir untuk berbuat tak senonoh ikut masuk ke dalam konteksnya yaitu mendapatkan ﴾ مَّغۡفِرَةٞ ﴿ "ampunan," yang meng-hapuskan semua dosa ﴾ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ ﴿ "dan rizki yang mulia," di surga, yang berasal dari Rabb Yang Mahamulia.
Ayah: 27 - 29 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (27) فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (28) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (29)}.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sehingga meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sehingga kamu men-dapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, 'Kembali (saja)lah,' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atas-mu memasuki rumah yang disediakan tidak untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan." (An-Nur: 27-29).
#
{27} يُرشد الباري عبادَه المؤمنين أن لا يدخُلوا بيوتاً غير بيوتهم بغيرِ استئذانٍ؛ فإنَّ في ذلك عدَّةَ مفاسدَ: منها: ما ذكرهُ الرسولُ - صلى الله عليه وسلم -: حيث قال: «إنَّما جُعِلَ الاستئذانُ من أجل البصرِ» ؛ فبسبب الإخلال به يقع البصر على العوراتِ التي داخل البيوت؛ فإنَّ البيت للإنسان في ستر عورةِ ما وراءه بمنزلة الثوبِ في ستر عورةِ جسدِهِ. ومنها: أنَّ ذلك يوجب الرِّيبةَ من الداخل، ويتَّهم بالشرِّ سرقةٍ أو غيرها؛ لأنَّ الدُّخول خفيةً يدلُّ على الشرِّ، ومنع الله المؤمنين من دخول غير بيوتهم {حتى تَسْتَأنِسوا }؛ أي: تستأذنوا، سمى الاستئذانَ استئناساً؛ لأنَّ به يحصُلُ الاستئناس، وبعدمه تحصُل الوحشةُ، {وتُسَلِّموا على أهلها}: وصفة ذلك ما جاء في الحديث: «السلام عليكم، أأدخل؟». {ذلكم}؛ أي: الاستئذان المذكور {خيرٌ لكم لعلَّكم تَذَكَّرون}: لاشتماله على عدَّة مصالح، وهو من مكارم الأخلاق الواجبة؛ فإن أذن؛ دخل المستأذن.
(27) Allah mengarahkan para hambaNya yang Mukmin untuk tidak memasuki rumah orang lain tanpa izin, karena hal ini menyebabkan beberapa bahaya: Pertama, hadits yang disebutkan oleh Rasulullah, إِنَّمَا جُعِلَ الْاِسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ الْبَصَرِ. "Sesungguhnya diberlakukannya meminta izin (bagi kalian) untuk alasan (penjagaan) pandangan."[18] Lantaran meremehkan perkara ini, pandangan mata menge-nai aurat-aurat (hal-hal yang tidak patut diketahui) dalam rumah. Sesungguhnya rumah itu bagi seorang manusia dalam menjaga auratnya, seperti kedudukan baju dalam menjaga aurat tubuhnya. Kedua, orang yang masuk tanpa izin akan memunculkan kecurigaan, ia akan disangka buruk sebagai pencuri dan lainnya. Karena masuk dengan sembunyi-sembunyi menunjukkan kejelekan. Allah melarang kaum Mukminin untuk memasuki selain rumah mereka ﴾ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ ﴿ "sehingga kalian meminta izin." Meminta izin (untuk masuk) dinamakan isti`nas karena, melalui izin akan meng-hasilkan keramahan, sedangkan ketiadaannya akan mengakibatkan kekakuan. ﴾ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ﴿ "Dan memberi salam kepada penghuninya," mekanismenya sebagaimana yang tertuang dalam salah satu hadits, اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ، أَأَدْخُلُ؟ "Assalamu alaikum, apakah saya boleh masuk?"[19] ذَٰلِكُمۡ ﴿ "Yang demikian itu," izin yang telah disinggung ﴾ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ﴿ "lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat," karena me-ngandung beberapa maslahat, termasuk budi pekerti mulia yang wajib dilakukan. Bila diizinkan, maka orang yang meminta izin itu boleh masuk ke dalam.
#
{28} {فإن لم تجدوا فيها أحداً}: فلا تدخلوا فيها {حتى يُؤْذَنَ لكم وإن قيلَ لكم ارجِعوا فارجِعوا}؛ أي: فلا تمتنعوا من الرُّجوع ولا تغضبوا منه؛ فإنَّ صاحب المنزل لم يمنَعْكم حقًّا واجباً لكم، وإنَّما هو متبرعٌ؛ فإنْ شاء أذن أو منع؛ فأنتم لا يأخذ أحدكم الكبرُ والاشمئزازُ من هذه الحال؛ {هو أزكى لكم}؛ أي: أشدُّ لتطهيركم من السيئاتِ وتنميتكم بالحسنات. {والله بما تعملونَ عليم}: فيجازي كلَّ عامل بعملِهِ من كثرةٍ وقلَّةٍ وحسنٍ وعدمِهِ.
(28) ﴾ فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ فِيهَآ أَحَدٗا ﴿ "Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya," maka janganlah kalian masuk ke dalamnya ﴾ حَتَّىٰ يُؤۡذَنَ لَكُمۡۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ٱرۡجِعُواْ فَٱرۡجِعُواْۖ ﴿ "sehingga kamu mendapat izin. Dan jika dikata-kan kepadamu, 'Kembali (saja)lah,' maka hendaklah kamu kembali," mak-sudnya jangan kalian menampik untuk kembali dan jangan kalian marah karena tidak diizinkan. Karena, pemilik rumah tidak sedang menghalangi hak kalian yang harus dipenuhi. Pemberian izin sifat-nya sukarela. Terserah dia, mau memberi izin atau menolaknya. Maka, janganlah sampai terbawa oleh kesombongan dan perasaan antipati dengan keadaan seperti ini. ﴾ هُوَ أَزۡكَىٰ لَكُمۡۚ ﴿ "Itu lebih bersih bagimu," maksudnya lebih maksimal untuk membersihkan dari kejelekan dan menambah kebaikan-kebaikan kalian. ﴾ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Dia akan membalas setiap orang sesuai dengan apa yang diamalkannya, tergantung banyak atau sedikit, baik atau jeleknya.
#
{29} هذا الحكم في البيوت المسكونة سواء كان فيها متاعٌ للإنسان أم لا، وفي البيوت غير المسكونة التي لا متاع فيها للإنسان، وأما البيوتُ التي ليس فيها أهلُها، وفيها متاعُ الإنسان المحتاج للدخول إليه، وليس فيها أحدٌ يتمكَّن من استئذانه، وذلك كبيوت الكراء وغيرها؛ فقد ذكرها بقوله: {ليس عليكم جُناحٌ}؛ أي: حرجٌ وإثمٌ؛ دلَّ على أنَّ الدُّخول من غير استئذان في البيوت السابقة أنه محرَّم وفيه حرج {أن تدخُلوا بيوتاً غير مسكونةٍ فيها متاعٌ لكم}: وهذا من احترازاتِ القرآن العجيبةِ؛ فإنَّ قولَه: {لا تدخُلوا بيوتاً غير بيوتكم}: لفظٌ عامٌّ في كل بيت ليس ملكاً للإنسان، أخرج منه تعالى البيوتَ التي ليست ملكَه وفيها متاعُهُ وليس فيها ساكنٌ، فأسقط الحرج في الدُّخول إليها. {والله يعلم ما تُبدونَ وما تكتُمون}: أحوالَكم الظاهرةَ والخفيَّة، وعلم مصالِحَكُم؛ فلذلك شَرَعَ لكم ما تحتاجون إليه وتضطرُّون من الأحكام الشرعيَّة.
(29) Hukum ini berlaku di rumah yang dihuni, baik di da-lamnya terdapat perabotan seseorang ataupun tidak. Juga berlaku di rumah yang tidak dihuni yang di dalamnya tidak tersimpan barang miliknya. Adapun rumah yang tidak berpenghuni, yang di dalamnya terdapat barang keperluan orang yang masuk ke dalam-nya sementara tiada seorang pun yang dapat dimintai izin, –demi-kian ini seperti rumah-rumah yang kosong dan sejenisnya–. Maka Allah telah menyebutkannya dalam FirmanNya, ﴾ لَّيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ ﴿ "Tidak ada dosa atasmu," maksudnya (tidak ada) hukuman dan kesa-lahan. Hal ini menunjukkan bahwa memasuki rumah-rumah yang telah disebutkan sebelumnya (yang berpenghuni) tanpa izin hu-kumnya haram dan menimbulkan kesalahan. ﴾ أَن تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ مَسۡكُونَةٖ فِيهَا مَتَٰعٞ لَّكُمۡۚ ﴿ "Memasuki rumah yang disedia-kan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu." Ini termasuk bentuk pengecualian yang mengagumkan dalam al-Qur`an, karena Firman Allah, ﴾ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ ﴿ "Janganlah kamu memasuki rumah selain rumah kamu," adalah lafazh umum, mencakup setiap rumah yang bukan hak milik seseorang. Allah mengecualikan dari rumah-rumah ini, rumah yang bukan hak milik seseorang, tetapi di dalamnya terdapat barang keperluannya, dan tidak berpenghuni. Allah memperbolehkan memasukinya. ﴾ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا تَكۡتُمُونَ ﴿ "Dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan," yaitu keadaan kalian yang nampak ataupun tidak, dan mengetahui kemaslahatan kalian. Karenanya, Allah mensya-riatkan untuk kalian hukum-hukum syar'i yang kalian butuhkan dan perlukan.
Ayah: 30 #
{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30)}.
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendak-lah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya,' yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (An-Nur: 30).
#
{30} أي: أرشدِ المؤمنين وقُلْ لهم: الذين معهم إيمانٌ يمنعُهم من وقوع ما يُخِلُّ بالإيمان {يغضُّوا من أبصارِهم}: عن النظر إلى العورات وإلى النساء الأجنبيَّات وإلى المُرْدانِ، الذين يُخاف بالنظرِ إليهم الفتنة وإلى زينة الدُّنيا التي تفتنُ وتوقِعُ في المحذور. {ويحفَظُوا فروجَهم}: عن الوطء الحرام في قُبُل أو دُبُر أو ما دونَ ذلك وعن التمكين من مسِّها والنظر إليها. {ذلك}: الحفظُ للأبصار والفروج {أزكى لهم}: أطهرُ وأطيبُ وأنمى لأعمالهم؛ فإنَّ من حَفِظَ فرجَه وبصرَه؛ طَهُرَ من الخَبَثِ الذي يتدنَّس به أهلُ الفواحش، وزَكَتْ أعمالُه بسبب تركِ المحرَّم الذي تطمعُ إليه النفس وتدعو إليه؛ فمن تَرَكَ شيئاً لله؛ عوَّضَه الله خيراً منه، ومن غضَّ بصره عن المحرم أنار الله بصيرتَه، ولأنَّ العبد إذا حَفِظَ فرجَه وبصرَه عن الحرام ومقدّماته مع دواعي الشهوة؛ كان حفظُه لغيرِهِ أبلغَ، ولهذا سمَّاه الله حفظاً؛ فالشيء المحفوظُ إن لم يجتهدْ حافظُهُ في مراقبتِهِ وحفظِهِ وعمل الأسباب الموجبة لحفظِهِ؛ لم يَنْحَفِظْ، كذلك البصر والفرج إن لم يجتهدِ العبدُ في حفظِهِما؛ أوقعاه في بلايا ومحنٍ. وتأمَّل كيف أمر بحفظِ الفرج مطلقاً لأنَّه لا يُباح في حالةٍ من الأحوال، وأما البصرُ؛ فقال: {يَغُضُّوا مِنْ أبصارِهم}: أتى بأداة مِنْ الدالَّة على التبعيض؛ فإنَّه يجوز النظر في بعض الأحوال لحاجةٍ؛ كنظر الشاهدِ والمعامل والخاطبِ ونحو ذلك. ثم ذكَّرهم بعلمِهِ بأعمالهم ليجتهِدوا في حفظ أنفسِهِم من المحرَّمات.
(30) Maksudnya, berilah pengarahan dan katakan kepada kaum Mukminin, yang masih mempunyai keimanan yang dapat mencegah mereka terjerumus dalam perbuatan yang menodai keimanan mereka, ﴾ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ ﴿ "Hendaklah mereka menahan pandangannya," dari melihat aurat-aurat (hal-hal yang tak pantas dilihat) dan wanita-wanita asing (yang bukan mahram) dan anak-anak kecil yang rupawan, yang ditakutkan terjadi fitnah bila me-lihatnya, atau (menahan) dari melihat perhiasan dunia yang dapat memperdayai dan menjerumuskan pada perkara yang diharamkan ﴾ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ﴿ "dan memelihara kemaluannya," dari perbuatan jimak yang haram, baik lewat jalan depan (qubul) ataupun jalan belakang (dubur) atau selainnya, dan usaha untuk memegang dan melihat kepadanya (kemaluan). ﴾ ذَٰلِكَ ﴿ "Yang demikian itu," yaitu menjaga pandangan dan ke-maluan ﴾ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ ﴿ "adalah lebih suci bagi mereka," lebih suci, lebih baik serta lebih meningkatkan amal-amal mereka. Karena sesungguh-nya orang yang menjaga kemaluan dan pandangannya, akan ter-sucikan dari kejelekan yang mengotori para pelaku kemaksiatan, amalan-amalan mereka menjadi bersih lantaran telah meninggalkan sesuatu yang haram, yang disukai oleh hawa nafsu secara bawaan dan mengajak ke sana. Barangsiapa yang meninggalkan suatu kejelekan karena Allah, niscaya Allah akan memberikan ganti baginya dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Barangsiapa yang menjaga pandangannya dari perkara haram, maka Allah akan menyinari mata hatinya. Dan lantaran seorang hamba jika dia berhasil menjaga kema-luan dan pandangannya dari perkara haram dan pencetus rang-sangan syahwat, maka penjagaannya terhadap perkara lainnya, akan lebih maksimal. Karenanya, Allah menyebutnya dengan istilah hifzh (penjagaan). Sesuatu yang terjaga, jika pemiliknya tidak serius dalam mengawasinya dan menjaganya, dan menempuh usaha-usaha yang akan membantu pemeliharaannya, maka tidak akan dapat terpelihara. Begitu pula pandangan dan kemaluannya, bila tidak ada usaha dari seorang hamba untuk menjaga keduanya, maka akan menjatuhkan dirinya kepada malapetaka dan musibah. Perhatikanlah, bagaimana Allah memerintahkan penjagaan kemaluan secara mutlak, karena ia tidak boleh (ditelantarkan) dalam keadaan apa pun. Sementara itu, berkaitan dengan pandangan, Allah berfirman, ﴾ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ ﴿ "Hendaklah mereka menahan seba-gian pandangannya." Allah menggunakan kata yang menunjukkan arti sebagian, karena dalam keadaan tertentu diperbolehkan untuk melihat (sesuatu yang diharamkan) untuk suatu kebutuhan, seperti melihatnya ketika menjadi saksi, orang yang mengoperasi, pemi-nang dan lain sebagainya. Kemudian Allah mengingatkan mereka tentang ilmuNya terhadap amal-amal mereka, supaya mereka berusaha secara maksimal dalam menjaga diri mereka dari hal-hal yang diharamkan.
Ayah: 31 #
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)}.
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah me-reka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan ja-nganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pela-yan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui per-hiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu berun-tung'." (An-Nur: 31).
#
{31} لما أمر المؤمنين بغضِّ الأبصار وحفظ الفروج؛ أمر المؤمناتِ بذلك، فقال: {وقُل للمؤمنات يَغْضُضْنَ من أبصارِهِنَّ}: عن النظر إلى العورات والرجال بشهوةٍ ونحو ذلك من النظر الممنوع. {ويَحْفَظْنَ فروجَهُنَّ}: من التمكين من جماعها أو مسِّها أو النظر المحرَّم إليها، {ولا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ}: كالثياب الجميلة والحلي وجميع البدن كلِّه من الزينة. ولما كانت الثيابُ الظاهرة لا بدَّ لها منها؛ قال: {إلاَّ ما ظَهَرَ منها}؛ أي: الثياب الظاهرة التي جرتِ العادةُ بلبسها إذا لم يكنْ في ذلك ما يدعو إلى الفتنة بها، {وَلْيَضْرِبْنَ بخُمُرِهِنَّ على جيوبهنَّ}: وهذا لكمال الاستتار. ويدلُّ ذلك على أن الزينةَ التي يحرُمُ إبداؤها يدخل فيها جميعُ البدن كما ذكرنا. ثم كرَّر النهي عن إبداء زينتهن؛ ليستثني منه قوله: {إلاَّ لِبُعولَتِهِنَّ}؛ أي: أزواجهنَّ، {أو آبائهنَّ أو آباء بعولتهنَّ}: يشمل الأبَ بنفسه والجدَّ وإنْ علا، [{أو أبنائهنَّ أو أبناءِ بُعُولَتِهِنّ}: ويدخل فيه الأبناء، أو أبناء البعولة مهما نزلوا]، {أو إخوانهنَّ أو بني إخوانهنَّ}: أشقاء أو لأب أو لأم. {أو بني أخواتِهِنَّ أو نسائهنَّ}؛ أي: يجوز للنساء أن يَنْظُرَ بعضُهُنَّ إلى بعض مطلقاً، ويُحتمل أنَّ الإضافة تقتضي الجنسية؛ أي: النساء المسلمات اللاتي من جنسكنَّ؛ ففيه دليلٌ لِمَنْ قال: إنَّ المسلمةَ لا يجوزُ أن تَنْظُرَ إليها الذِّمِّيَّةُ، {أو ما ملكتْ أيمانُهُنَّ}: فيجوز للمملوك إذا كان كلُّه للأنثى أن يَنْظُرَ لسيِّدَتِه ما دامت مالكةً له كلَّه؛ فإذا زال الملكُ أو بعضُه؛ لم يجزِ النظر، {أو التابعينَ غيرِ أولي الإرْبَةِ من الرجال}؛ أي: [أو] الذين يَتْبَعونَكم ويتعلَّقون بكم من الرجال الذين لا إربةَ لهم في هذه الشهوة؛ كالمعتوه الذي لا يدري ما هنالك، وكَالْعِنِّين الذي لم يبقَ له شهوةٌ لا في فرجه ولا في قلبه؛ فإنَّ هذا لا محذورَ من نظرِهِ. {أو الطفل الذين لم يَظْهَروا على عوراتِ النساءِ}؛ أي: الأطفال الذين دونَ التمييزِ؛ فإنَّه يجوز نَظَرُهم للنساء الأجانب، وعلَّل تعالى ذلك بأنَّهم {لم يظهروا على عورات النساءِ}؛ أي: ليس لهم علمٌ بذلك، ولا وجدتْ فيهم الشهوةُ بعدُ، ودلَّ هذا أنَّ المميِّز تستترُ منه المرأةُ؛ لأنَّه يظهرُ على عوراتِ النساء. {ولا يَضْرِبنَ بأرجلهنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخفينَ من زينتهنَّ}؛ أي: لا يَضْرِبْنَ الأرض بأرجُلِهِنَّ ليصوِّتَ ما عليهنَّ من حلي كخلاخل وغيرها، فَتُعْلَمَ زينتُها بسببه، فيكونَ وسيلةً إلى الفتنة. ويؤخَذُ من هذا ونحوه قاعدةُ سدِّ الوسائل، وأن الأمر إذا كان مباحاً ولكنَّه يفضي إلى محرم أو يُخاف من وقوعه؛ فإنَّه يمنع منه. فالضَّرْبُ بالرجل في الأرض الأصلُ أنَّه مباحٌ، ولكن لما كان وسيلةً لعلم الزينة؛ منع منه. ولما أمر تعالى بهذه الأوامر الحسنة، ووصَّى بالوصايا المستحسنة، وكان لا بدَّ من وقوع تقصيرٍ من المؤمن بذلك؛ أمر الله تعالى بالتوبة، فقال: {وتوبوا إلى الله جميعاً أيُّها المؤمنون}، [لأن المؤمنَ يدعوه إيمانه إلى التوبة]. ثم علَّق على ذلك الفلاح، فقال: {لعلَّكم تفلحونَ}: فلا سبيلَ إلى الفلاح إلاَّ بالتوبة، وهي الرجوع مما يكرهُهُ الله ظاهراً وباطناً إلى ما يحبُّه ظاهراً وباطناً. ودلَّ هذا أنَّ كلَّ مؤمن محتاجٌ إلى التوبة؛ لأنَّ الله خاطب المؤمنين جميعاً. وفيه الحثُّ على الإخلاص بالتوبة في قوله: {وتوبوا إلى الله}؛ أي: لا لمقصد غير وجهه من سلامةٍ من آفات الدُّنيا أو رياءٍ وسمعة، أو نحو ذلك من المقاصد الفاسدة.
(31) Setelah memerintahkan kaum Mukminin untuk me-nundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka, Allah pun memerintahkan para wanita Mukminah dengannya. Allah ber-firman, ﴾ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ ﴿ "Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya'," dari melihat aurat-aurat dan lelaki dengan penuh syahwat dan pandangan lain yang terlarang. ﴾ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ ﴿ "Dan menjaga kemaluannya," dari (ke-sempatan) untuk dapat menyetubuhinya, menyentuh dan melihat yang diharamkan kepadanya. ﴾ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ ﴿ "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya," seperti pakaian yang indah, perhiasan-perhiasan dan seluruh tubuhnya termasuk dalam pengertian per-hiasan (zinah). Manakala baju luar harus mereka kenakan, maka Allah berfirman, ﴾ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ ﴿ "kecuali yang (biasa) nampak darinya," baju luar yang biasa dipakai, selama tidak memicu munculnya fitnah. ﴾ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ ﴿ "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya," demikian ini agar lebih sempurna dalam me-nutupi. Ini menunjukkan bahwa perhiasan yang haram untuk ditam-pakkan adalah mencakup seluruh tubuh wanita sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya. Kemudian Allah mengulang kembali larangan menampakkan perhiasan, guna mengecualikan sebagiannya. Firman Allah, ﴾ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ ﴿ "kecuali kepada suami mereka," terhadap para suami mereka ﴾ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ ﴿ "atau ayah mereka, atau ayah suami mereka," yang mencakup bapak itu sendiri, kakek dan seterusnya ﴾ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ ﴿ "atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka," termasuk anak laki-lakinya atau anak-anak suaminya dan seterus-nya dari keturunan mereka ﴾ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ ﴿ "atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka," saudara kandung, atau saudara seayah atau seibu, ﴾ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ ﴿ "atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka," maksudnya boleh bagi para wanita untuk melihat kepada wanita yang lain secara mutlak. Dimungkinkan juga idhafah (penyandaran) 'wanita mereka' menunjukkan pengertian jenis wanita tertentu, yaitu wanita Muslimah yang berasal dari jenis kalian. Di dalam-nya, terdapat dalil bagi ulama yang berpendapat: "Sesungguhnya (aurat) seorang wanita Muslimah tidak boleh dilihat oleh wanita dzimmiyah (non Muslim). ﴾ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ ﴿ "Atau budak-budak yang mereka miliki," se-hingga dibolehkan bagi budak lelaki (bila seluruh jiwanya milik seorang wanita), untuk melihat kepada tuan wanitanya selama wanita tersebut memilikinya secara keseluruhan. Namun, bila ke-pemilikannya hilang atau hanya sebagian saja, maka dia tidak di-perbolehkan untuk melihatnya. ﴾ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ ﴿ "Atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)," maksudnya [atau] orang-orang yang mengikuti kalian, bergantung kepada kalian, baik dari kaum lelaki yang tidak mem-punyai gejolak nafsu terhadap syahwat ini, semisal orang gila yang tidak sadar dengan apa yang terjadi, atau lelaki impoten yang sudah tidak mempunyai birahi lagi, baik pada kemaluan ataupun hatinya, semua jenis lelaki ini tidak dilarang untuk dilihat. ﴾ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ ﴿ "Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita," maksudnya, anak-anak yang belum memasuki usia tamyiz (kurang dari tujuh tahunan. Pent.), mereka boleh melihat para wanita. Allah mengemukakan illatnya bahwa mereka ﴾ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ ﴿ "belum mengerti tentang aurat wanita," maksudnya belum mengerti tentang aurat wanita, dan belum muncul nafsu syahwat pada mereka. Jadi, ini menunjukkan bahwa seorang wanita harus menutup auratnya dari pandangan seorang anak yang sudah memasuki usia tamyiz, karena ia telah memahami aurat wanita. ﴾ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ ﴿ "Dan janganlah mereka me-mukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan," maksudnya janganlah mereka menghentakkan kaki mereka ke tanah agar perhiasan-perhiasan yang ada di kaki mereka bersuara semisal gelang kaki dan sejenisnya, hingga diketahui perhiasannya disebabkannya sehingga menjadi media menuju fitnah. Dapat dipetik dari ayat ini dan ayat lain yang serupa, kaidah Sadd al-Wasa`il (keharusan menutup akses kepada kejelekan). Se-sungguhnya sebuah perkara yang mubah, akan tetapi dapat meng-hantarkan kepada perbuatan haram atau ditakutkan akan terjadi perbuatan yang dilarang, maka perkara tersebut terlarang. Meng-hentakkan kaki ke tanah, pada asalnya boleh, namun lantaran ia menjadi jalan tersibaknya perhiasan, maka ia dilarang. Usai memerintahkan sekumpulan perintah yang baik dan mewasiatkan wasiat-wasiat yang indah, sudah tentu akan terjadi kelalaian dalam pelaksanaannya dari seorang Mukmin dalam masalah itu, maka Allah memerintahkan mereka untuk bertaubat. Allah berfirman, ﴾ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ﴿ "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang beriman," [karena seorang Mukmin, keimanannya mengajak kepada taubat]. Kemudian Allah mengaitkan kebahagiaan dengannya. Allah berfirman, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ﴿ "Supaya kamu beruntung," sehingga tidak ada jalan menuju kebe-runtungan kecuali dengan taubat, yaitu, kembali dari hal-hal yang dibenci oleh Allah, baik lahir atau yang batin menuju perkara-per-kara yang Dia cintai, baik secara lahir maupun batin. Keterangan ini menandakan bahwa setiap Mukmin membutuhkan taubat, lan-taran Allah telah mengarahkan pembicaraan kepada seluruh kaum Mukminin. Dalam ayat ini (juga) termuat anjuran untuk berbuat ikhlas dalam bertaubat pada FirmanNya, ﴾ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ ﴿ "maka ber-taubatlah kamu sekalian kepada Allah," maksudnya bukan untuk tujuan selain wajahNya, berupa keselamatan dari gangguan-gangguan keduniaan, riya`, sum`ah, atau orientasi-orientasi rusak lain.
Ayah: 32 - 33 #
{وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32) وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ (33)}.
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perem-puan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Mahaluas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendak-lah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakanNya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keun-tungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka se-sungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu." (An-Nur: 32-33).
#
{32} يأمر تعالى الأولياء والأسيادَ بإنكاح مَنْ تحتَ ولايَتِهِم من الأيامى، وهم مَنْ لا أزواجَ لهم من رجالٍ ونساءٍ ثِيْبٍ وأبكارٍ، فيجب على القريب وولي اليتيم أن يزوِّجَ مَنْ يحتاجُ للزواج ممَّن تجبُ نفقته عليه، وإذا كانوا مأمورين بإنكاح مَنْ تحتَ أيديهم؛ كان أمرُهم بالنِّكاح بأنفسهم من باب أولى. {والصالحين من عبادِكُم وإمائِكُم}: يُحتمل أنَّ المرادَ بالصالحين صلاحُ الدين، وأنَّ الصالح من العبيد والإماءِ ـ وهو الذي لا يكون فاجراً زانياً ـ مأمورٌ سيِّده بإنكاحه جزاءً له على صلاحِهِ وترغيباً له فيه، ولأنَّ الفاسد بالزِّنا منهيٌّ عن تزوُّجه، فيكون مؤيِّداً للمذكور في أول السورة أنَّ نِكاح الزاني والزانية محرمٌ حتى يتوبَ، ويكون التخصيصُ بالصلاح في العبيد والإماء دونَ الأحرارِ؛ لكثرة وجود ذلك في العبيد عادة. ويُحتمل أنَّ المرادَ بالصَّالحين الصَّالحين للتزوُّج المحتاجين إليه من العبيد والإماء، يؤيِّدُ هذا المعنى أنَّ السيِّد غير مأمورٍ بتزويج مملوكِهِ قبل حاجتِهِ إلى الزواج، ولا يبعُدُ إرادةُ المعنييْنِ كليهما. والله أعلم. وقوله: {إن يكونوا فقراءَ}؛ أي: الأزواج والمتزوِّجين، {يُغْنِهِمُ الله من فضلِهِ}: فلا يمنعكم ما تتوهَّمون من أنَّه إذا تزوَّج افتقر بسبب كَثْرَةِ العائلة ونحوه. وفيه حثٌّ على التزوُّج ووعدٌ للمتزوِّج بالغنى بعد الفقر. {والله واسعٌ}: كثير الخير عظيمُ الفضل. {عليمٌ}: بمن يستحقُّ فضلَه الدينيَّ والدنيويَّ أو أحدَهما ممَّن لا يستحقُّ، فيعطي كلًّا ما علمه، واقتضاه حكمه.
(32) Allah تعالى memerintahkan para wali dan tuan-tuan untuk menikahkan orang-orang yang ada dalam perwaliannya dari golongan ayama (orang-orang yang sendirian). Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai pasangan, lelaki atau perem-puan, janda atau perawan. Maka, wajib bagi kerabatnya dan wali anak yatim itu untuk menikahkan orang yang membutuhkan per-nikahan dari orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan si wali. Bila mereka diperintahkan untuk menikahkan orang-orang yang berada di bawah tanggungan mereka, maka perintah kepada mereka untuk menikah lebih utama lagi. ﴾ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآئِكُمۡۚ ﴿ "Dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan." Dimungkin-kan bahwa maksud dari orang-orang yang layak (menikah) adalah yang baik agamanya. Yang dimaksud dengan "orang-orang yang shalih (layak menikah)" adalah kebaikan agama (mereka), dan bahwa orang shalih, baik dari budak lelaki atau budak wanita –yang tidak melakukan perbuatan jahat dan zina– pemiliknya diperintahkan untuk menikahkannya sebagai balasan atas kebaikannya dan an-juran kepadanya dalam perkara tersebut. Karena orang yang sudah rusak yang disebabkan zina, dilarang untuk dinikahi. Sehingga menjadi pendukung terhadap ketetapan yang telah disebutkan di permulaan surat, bahwasanya pernikahan lelaki pezina dan perem-puan pezina diharamkan sampai dia bertaubat. Jadi, pengkhususan sifat keshalihan (kelayakan) adalah pada diri budak lelaki dan budak wanita saja, bukan untuk orang yang merdeka, lantaran banyak ditemukan perzinaan di kalangan hamba. Dimungkinkan pula maksud dari 'orang-orang yang shalih' adalah orang-orang yang sudah pantas menikah, lagi membutuh-kannya, baik para budak laki-laki dan perempuan. Pengertian ini ditopang oleh realita bahwa seorang tuan tidak diperintahkan untuk menikahkan budaknya sebelum membutuhkan perkawinan. Tidak terlalu kabur cakupan dua makna ini sekaligus (pada ayat ini). Wallahu a'lam. Firman Allah, ﴾ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ ﴿ "Jika mereka miskin," yaitu para suami dan orang yang telah m e n i k a h ﴾ يُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ ﴿ "niscaya Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya," sehingga janganlah menjadi penghalang apa yang kalian dugakan bahwa bila dia me-nikah nanti, maka akan jatuh miskin sebab banyaknya tanggungan dan lainnya. Pada ayat ini terkandung anjuran untuk menikah dan janji Allah kepada orang yang menikah dengan kecukupan setelah kondisi kefakirannya. ﴾ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ ﴿ "Dan Allah Mahaluas," banyak ke-baikanNya dan agung karuniaNya, ﴾ عَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Mengetahui," tentang orang-orang yang berhak menerima karuniaNya, yang bersifat agama dan duniawi atau (berhak mendapat) salah satunya dari orang-orang yang tidak berhak. Maka masing-masing diberi-kan sesuai dengan apa yang diketahuiNya dan (sesuai) dengan tuntutan hukumNya.
#
{33} {وليستعفِفِ الذين لا يَجِدون نكاحاً حتى يُغنيهم الله من فضلِهِ}: هذا حكم العاجز عن النِّكاح، أمره الله أن يستعففَ؛ أنْ يكفَّ عن المحرَّم ويفعلَ الأسبابَ التي تكفُّه عنه، من صرف دواعي قلبه بالأفكارِ التي تخطُرُ بإيقاعِهِ فيه، ويفعل أيضاً كما قال النبيُّ - صلى الله عليه وسلم -: «يا معشر الشباب! من استطاعَ منكم الباءةَ؛ فليتزوَّجْ، ومنْ لم يستَطِعْ؛ فعليه بالصَّوم، فإنَّه له وجاء». وقوله: {الذين لا يَجِدون نكاحاً}؛ أي: لا يقدرون نكاحاً: إما لفقرهم، أو فقر أوليائهم وأسيادهم، أو امتناعهم من تزويجهم، وليس لهم قدرةٌ على إجبارهم على ذلك. وهذا التقدير أحسنُ من تقدير مَنْ قَدَّر لا يجدونَ مهر نكاح، وجعلوا المضاف إليه نائباً منابَ المضاف؛ فإنَّ في ذلك محذورين: أحدهما: الحذفُ في الكلام، والأصل عدم الحذف. والثاني: كون المعنى قاصراً على مَنْ له حالان: حالةُ غنى بمالِهِ، وحالةُ عُدْم، فيخرُجُ العبيد والإماءُ ومَنْ إنكاحُهُ على وليِّهِ كما ذكرنا، {حتى يُغْنِيَهُمُ اللهُ من فضلِهِ}: وعدٌ للمستعفف أنَّ الله سَيُغْنِيه وييسِّرُ له أمره، وأمرٌ له بانتظار الفرج؛ لئلا يشقَّ عليه ما هو فيه. وقوله: {والذين يبتغونَ الكتاب مما مَلَكَتْ أيمانكُم فكاتِبوهم إن علمتُم فيهم خيراً}؛ أي: من ابتغى وطلب منكم الكتابةَ وأن يَشْتَرِي نفسَه من عبيدٍ وإماءٍ؛ فأجيبوه إلى ما طلب، وكاتبوه، {إنْ علمتُم فيهم}؛ أي: في الطالبين للكتابة {خيراً}؛ أي: قدرة على التكسُّب وصلاحاً في دينه؛ لأنَّ في الكتابة تحصيلَ المصلحتين: مصلحة العِتْق والحريَّة، ومصلحة العوض الذي يبذُلُه في فداء نفسه، وربما جدَّ واجتهد وأدرك لسيِّده في مدَّة الكتابة من المال ما لا يحصُلُ في رقِّه، فلا يكون ضررٌ على السيِّد في كتابتِهِ، مع حصول عظيم المنفعة للعبد؛ فلذلك أمر الله بالكتابة على هذا الوجه أمرَ إيجابٍ؛ كما هو الظاهر، أو أمر استحبابٍ على القول الآخر، وأمر بمعاوَنَتِهِم على كتابَتِهِم؛ لكونهم محتاجين لذلك؛ بسبب أنَّهم لا مال لهم، فقال: {وآتوهم من مال الله الذي آتاكم}؛ يدخل في ذلك أمر سيده الذي كاتبه أن يعطيه من كتابته أو يسقط عنه منها وأمر الناس بمعونتهم، ولهذا جعل الله للمكاتبين قسطاً من الزكاة ورغب في إعطائه بقوله: {من مال الله الذي آتاكم}؛ أي: فكما أن المال مال الله، وإنَّما الذي بأيديكم عطيَّةٌ من الله لكم ومحضُ مِنَّة؛ فأحسنوا لعباد الله كما أحسن الله إليكم. ومفهومُ الآية الكريمة أنَّ العبد إذا لم يطلبِ الكتابة؛ لا يؤمَرُ سيِّدُه أن يبتدئ بكتابته، وأنَّه إذا لم يعلم منه خيراً؛ بأن عَلِمَ منه عكَسَه: إمَّا أنَّه يعلم أنه لا كَسْبَ له، فيكون بسبب ذلك كَلًّا على الناس ضائعاً، وإمَّا أن يخافَ إذا عُتِق وصار في حريَّةِ نفسِهِ أن يتمكَّن من الفسادِ؛ فهذا لا يؤمر بكتابتِهِ، بل ينهى عن ذلك؛ لما فيه من المحذور المذكور. ثم قال تعالى: {ولا تكرِهوا فتياتكم}؛ أي: إماءكم {على البِغاءِ}؛ أي: أن تكون زانيةً؛ {إنْ أردنَ تحصُّناً}: لأنه لا يُتَصَوَّر إكراهُها إلاَّ بهذه الحال، وأما إذا لم تُرِدْ تحصُّناً؛ فإنها تكونُ بغيًّا يجبُ على سيِّدها منعُها من ذلك، وإنما هذا نهيٌ لما كانوا يستعمِلونه في الجاهليَّة من كون السيِّد يُجْبِرُ أمَتَه على البغاءِ؛ ليأخذ منها أجرة ذلك، ولهذا قال: {لِتَبْتَغوا عَرَضَ الحياةِ الدُّنيا}: فلا يَليقُ بكم أن تكونَ إماؤكم خيراً منكم وأعفَّ عن الزِّنا وأنتم تفعلونَ بهنَّ ذلك لأجل عَرَضِ الحياة؛ متاع قليل يَعْرِضُ ثم يزولُ؛ فكسبُكم النزاهةَ والنظافةَ والمروءةَ بقطع النظر عن ثوابِ الآخرة وعقابِها أفضلُ من كسبِكُم العَرَضَ القليل الذي يُكْسِبُكُمُ الرذالةَ والخسَّة. ثم دعا مَنْ جرى منه الإكراه إلى التوبة، فقال: {وَمَن يُكْرِهْهُنَّ فإنَّ الله من بعدِ إكراهِهِنَّ غفورٌ رحيمٌ}: فْليتُبْ إلى الله، ولْيقلعْ عما صدر منه مما يُغْضِبُه؛ فإذا فَعَلَ ذلك؛ غَفَرَ الله ذنوبَه ورَحِمَه؛ كما رَحِمَ نفسه بفكاكها من العذاب، وكما رَحِمَ أمَتَهُ بعدم إكراهِها على ما يضرُّها.
(33) ﴾ وَلۡيَسۡتَعۡفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ ﴿ "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, se-hingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya." Hukum ini bagi orang yang tidak mampu untuk menikah. Allah memerintah-kannya menjaga kehormatan, menahan diri dari perbuatan yang haram, dan menempuh cara-cara yang menghalangi dirinya dari perbuatan buruk itu, seperti menepis dorongan-dorongan hatinya dari pikiran-pikiran yang terbetik untuk menjerumuskan dirinya ke dalamnya. (Hendaknya) juga mengerjakan seperti yang disam-paikan oleh Nabi, يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. "Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah sanggup untuk me-nikah maka menikahlah, dan barangsiapa belum mampu, hendaknya dia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya."[20] Firman Allah, ﴾ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا ﴿ "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin," maksudnya tidak mampu menikah, karena miskin, atau kepapaan para wali atau tuan mereka, atau penolakan para wali dan sayyid untuk menikahkan mereka, sementara mereka tidak memiliki kemampuan untuk memaksa para wali dan tuan melakukannya. Penafsiran ini lebih baik daripada penafsiran mereka yang menafsirkannya 'tidak mendapatkan mahar nikah'. (Dengan kete-rangan ini) mereka telah menjadikan mudhaf 'ilaih (benda yang disandari) sebagai na`ib manab al-mudhaf (pengganti kedudukan mudhaf). Sesungguhnya dalam perlakuan ini mengandung dua larangan: Pertama, membuang (suatu bagian) dalam perkataan. Padahal, pada asalnya, tidak boleh terjadi pembuangan. Yang kedua: Makna (penafsiran itu) hanya terbatas pada orang yang mempunyai dua keadaan: Keadaan kecukupan harta, dan keadaan tiada berharta. Akibatnya, budak lelaki, perempuan dan orang-orang yang pernikahannya berada dalam hak wali tidak masuk dalam konteks ini, sebagaimana telah kami sebutkan, ﴾ حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ ﴿ "sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya," seba-gai janji terhadap orang yang menjaga dirinya, bahwa Allah akan mencukupi (kebutuhan)nya dan memudahkan urusannya, dan perintah baginya untuk menunggu jalan keluar agar keadaannya itu tidak membuatnya merasa keberatan. Firman Allah, ﴾ وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيهِمۡ خَيۡرٗاۖ ﴿ "Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka," maksudnya barangsiapa ingin dan me-minta kepada kalian mukatabah (perjanjian pembebasan dengan syarat penebusan), budak lelaki atau perempuan, maka sambutlah permintaannya, dan buatlah perjanjian. ﴾ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيهِمۡ ﴿ "Jika kamu mengetahui pada mereka," yaitu orang-orang yang meminta untuk diadakan perjanjian ﴾ خَيۡرٗاۖ ﴿ "ada kebaikan," yaitu kemampuan untuk mencari penghasilan dan kebaikan aga-manya. Karena, pada proses perjanjian ini terdapat dua maslahat: Maslahat pembebasan dan kemerdekaan, dan maslahat transaksi yang akan ia berikan kepada sang pemilik untuk menebus dirinya. Barangkali ia akan giat dan bersungguh-sungguh dan mendapat-kan (sejumlah) uang untuk tuannya yang tidak dia peroleh (bagi tuannya) ketika masih menjadi budak, sehingga tidak merugikan pemiliknya dalam masalah perjanjian ini, disertai manfaat yang sangat besar yang diperoleh budak tersebut. Karenanya, Allah memerintahkan perjanjian ini dalam bentuk perintah yang wajib sebagaimana terlihat dari zahirnya, atau perintah tersebut bersifat sunnah menurut pendapat yang lain. Dan Allah memerintahkan untuk membantu mereka (menyelesaikan) perjanjiannya. Pasalnya, mereka itu termasuk orang-orang yang membutuhkan pertolongan, lantaran tidak mempunyai harta. Allah berfirman, ﴾ وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِيٓ ءَاتَىٰكُمۡۚ ﴿ "Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakanNya kepada-mu." Masuk dalam kategori ini adalah perintah kepada tuannya yang mengadakan perjanjian agar memberinya sedikit (keringanan) dari perjanjiannya atau menggugurkan sebagian pembayarannya dan memerintahkan orang-orang untuk menolong mereka. Karena itu, Allah menetapkan bagian zakat bagi budak-budak yang telah membuat perjanjian dan menganjurkan penyerahannya dengan FirmanNya, ﴾ مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِيٓ ءَاتَىٰكُمۡۚ ﴿ "Dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu," maksudnya sebagaimana harta adalah milik Allah, kekayaan yang ada pada tangan kalian hanyalah anugerah dari Allah untuk kalian dan murni sebagai karuniaNya, maka berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Dia telah berbuat baik kepada kalian. Makna tersirat dari ayat yang mulia ini bahwa seorang budak apabila dia tidak meminta mukatabah (perjanjian kebebasan), maka tuannya tidak diperintahkan untuk memulai perjanjian tersebut, dan bahwa apabila dia tidak mengetahui kebaikan padanya, dengan cara, mengetahui latar belakangnya yang tidak baik, mengetahui si budak tidak dapat mencari uang, hingga menyebabkannya men-jadi benalu bagi orang lain dan terseok-seok. Atau dia khawatir bila dimerdekakan, maka (dalam kebebasannya ini) ia akan me-nyebabkan kerusakan. Maka si pemilik tidak diperintahkan untuk membuat perjanjian dengannya. Bahkan dilarang untuk melaku-kannya, karena mengandung bahaya yang telah disebutkan. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَلَا تُكۡرِهُواْ فَتَيَٰتِكُمۡ ﴿ "Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu," yakni, dari budak-budak pe-rempuan kalian ﴾ عَلَى ٱلۡبِغَآءِ ﴿ "untuk melakukan pelacuran," maksudnya untuk menjadi wanita pezina ﴾ إِنۡ أَرَدۡنَ تَحَصُّنٗا ﴿ "sedang mereka sendiri menginginkan kesucian," karena pemaksaan terhadapnya tidak dapat dibayangkan kecuali dalam keadaan seperti ini. Namun bila tidak ada keinginan untuk menjaga dirinya, maka sesungguhnya wanita tersebut seorang pelacur yang wajib atas tuannya untuk melarang-nya dari perbuatan itu. Sesungguhnya larangan ini disebabkan kebiasaan yang mereka kerjakan di masa Jahiliyah, yaitu seorang pemilik budak memaksa budak wanitanya untuk melakukan zina, agar memperoleh upah dari perbuatan tersebut. Karenanya, Allah berfirman, ﴾ لِّتَبۡتَغُواْ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ ﴿ "Karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi," maka tidak pantas bagi kalian bila budak kalian lebih baik daripada diri kalian, dan lebih menjaga diri dari perbuatan zina daripada kalian. Sementara itu kalian melakukannya pada mereka demi meraih keuntungan duniawi dan kenikmatan sedikit yang datang lalu akan sirna. Penghasilan kalian dengan cara mulia, bersih dan baik, (terlepas dari keberadaan balasan akhirat) adalah lebih utama daripada usaha kalian memperoleh kenikmatan yang sepele yang akan menghasilkan kehinaan dan kerendahan bagi kalian. Kemudian Allah menyeru orang yang melakukan pemaksaan untuk bertaubat, seraya berfirman, ﴾ وَمَن يُكۡرِههُّنَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ مِنۢ بَعۡدِ إِكۡرَٰهِهِنَّ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ﴿ "Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu." Hendaknya dia bertaubat kepada Allah, melepaskan diri dari segala yang muncul darinya yang menimbulkan kemurka-anNya. Bila dia melakukan hal ini, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan akan menyayanginya, sebagaimana dia telah menyayangi dirinya sendiri dengan membebaskannya dari azab, karena ia telah memberikan kasih sayang kepada budaknya de-ngan tidak memaksanya untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya.
Ayah: 34 #
{وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَمَثَلًا مِنَ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ (34)}.
"Dan sungguh Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (An-Nur: 34).
#
{34} هذا تعظيمٌ وتفخيمٌ لهذه الآيات التي تلاها على عبادِهِ؛ ليعرفوا قَدْرَها ويقوموا بحقِّها، فقال: {ولقد أنْزَلْنا إليكم آياتٍ مُبَيِّناتٍ}؛ أي: واضحاتِ الدّلالةِ على كلِّ أمر تحتاجون إليه من الأصول والفُروع؛ بحيث لا يبقى فيها إشكالٌ ولا شبهةٌ. {و}: أنزلنا إليكم أيضاً {مَثَلاً من الذين خَلَوْا من قَبْلِكُم}: من أخبار الأوَّلين؛ الصالح منهم والطَّالح، وصفة أعمالهم، وما جرى لهم وجرى عليهم؛ تعتبِرونَه مثالاً ومعتَبَراً لمن فَعَلَ مثل أعمالهم أنْ يُجازى مثل ما جُوزوا. {وموعظةً للمتَّقين}؛ أي: وأنزلنا إليكم موعظةً للمتَّقين؛ من الوعدِ والوعيدِ والترغيبِ والترهيبِ؛ يتَّعِظُ بها المتَّقون، فيكفُّون عما يكره الله إلى ما يحبُّه الله.
(34) Ini merupakan bentuk pengagungan dan pemuliaan terhadap ayat-ayat yang telah dibacakan kepada para hambaNya, supaya mereka mengetahui kedudukannya dan menjalankan hak-nya. Allah berfirman, ﴾ وَلَقَدۡ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكُمۡ ءَايَٰتٖ مُّبَيِّنَٰتٖ ﴿ "Dan sungguh Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan," yaitu petunjuk yang jelas terhadap setiap perkara yang kalian butuhkan, baik perkara yang ushul ataupun yang furu', sehingga tidak tersisa satu masalah rancu dan syubhat pun di dalamnya. ﴾ و َ ﴿ "Dan" Kami turunkan kepada kalian juga ﴾ مَثَلٗا مِّنَ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۡ ﴿ "contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu," berupa kisah orang-orang terdahulu, baik yang shalih ataupun yang dur-haka, sifat-sifat amal perbuatan mereka, peristiwa baik yang terjadi pada mereka atau malapetaka yang menimpa mereka. Kalian me-renungkannya sebagai bahan permisalan dan sumber pelajaran bagi orang yang melakukan hal serupa dengan amal mereka sehingga akan dibalas dengan apa yang telah mereka terima. ﴾ وَمَوۡعِظَةٗ لِّلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa," maksudnya, Kami telah menurunkan buat kalian nasihat bagi orang-orang yang bertakwa, berupa janji (baik), ancaman, anjuran dan peringatan, sebagai nasihat bagi orang yang bertakwa, sehingga mereka akan menahan diri dari sesuatu yang Allah benci kepada sesuatu yang Allah cintai.
Ayah: 35 #
{اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (35)}.
"Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpa-maan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing siapa yang Dia kehen-daki kepada cahayaNya, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (An-Nur: 35).
#
{35} {الله نورُ السمواتِ والأرض}: الحسيُّ والمعنويُّ. وذلك أنَّه تعالى بذاتِهِ نورٌ، وحجابه نورٌ، الذي لو كَشَفَه لأحرقت سُبُحاتُ وجهِهِ ما انتهى إليه بصره من خلقه، وبه استنار العرشُ والكرسيُّ والشمسُ والقمر والنورُ، وبه استنارت الجنةُ. وكذلك [النُّور] المعنويُّ يرجِعُ إلى الله؛ فكتابه نورٌ، وشرعُه نورٌ، والإيمانُ والمعرفةُ في قلوب رسله وعباده المؤمنين نورٌ؛ فلولا نورُهُ تعالى؛ لتراكمتِ الظُّلمات، ولهذا كلُّ محلٍّ يفقد نورَه؛ فثمَّ الظُّلمة والحصرُ. {مَثَلُ نورِهِ}: الذي يهدي إليه، وهو نورُ الإيمان والقرآن في قلوب المؤمنين {كمشكاةٍ}؛ أي: كوَّة {فيها مصباحٌ}: لأنَّ الكوَّة تجمع نورَ المصباح بحيث لا يتفرَّق. ذلك {المصباح في زُجاجةٍ الزجاجةُ}: من صفائها وبهائها، {كأنَّها كوكبٌ دُرِّيٌّ}؛ أي: مضيء إضاءة الدرِّ، {يوقَدُ}: ذلك المصباح الذي في تلك الزجاجة الدُّرِّيَّةِ {من شجرةٍ مباركةٍ زيتونةٍ}؛ أي: يوقَد من زيت الزيتون، الذي نارُه من أنور ما يكون {لا شرقيَّةٍ}: فقط؛ فلا تصيبُها الشمس آخر النهار {ولا غربيَّةٍ}: فقط؛ فلا تصيبها الشمس [آخر] النهار. وإذا انتفى عنها الأمران؛ كانت متوسطةً من الأرض؛ كزيتون الشام؛ تصيبُه الشمس أول النهار وآخره، فَيَحْسُنُ ويَطيبُ ويكونُ أصفى لزيتها، ولهذا قال: {يكادُ زيتُها}: من صفائه {يضيءُ ولو لم تمسَسْهُ نارٌ}: فإذا مسَّتْه النار؛ أضاء إضاءةً بليغةً. {نورٌ على نورٍ}؛ أي: نور النار ونور الزيت. ووجه هذا المثل الذي ضربه الله وتطبيقُه على حالةِ المؤمن ونورِ الله في قلبه أنَّ فطرتَه التي فُطِرَ عليها بمنزلة الزيتِ الصافي؛ ففطرتُه صافيةٌ مستعدَّة للتعاليم الإلهية والعمل المشروع؛ فإذا وصل إليه العلم والإيمان؛ اشتعل ذلك النور في قلبه بمنزلة اشتعال النار في فتيلةِ ذلك المصباح، وهو صافي القلب من سوء القصدِ وسوء الفهم عن الله، إذا وصل إليه الإيمان؛ أضاء إضاءةً عظيمةً لصفائِهِ من الكُدورات، وذلك بمنزلة صفاء الزُّجاجة الدُّرِّيَّةِ، فيجتمع له نورُ الفطرة ونورُ الإيمان ونورُ العلم وصفاء المعرفة نورٌ على نورِهِ. ولما كان هذا من نور الله تعالى، وليس كلُّ أحدٍ يَصْلُحُ له ذلك؛ قال: {يهدي الله لنورِهِ مَن يشاءُ}: ممَّن يعلم زكاءه وطهارته، وأنه يزكي معه وينمو. {ويضرِبُ الله الأمثالَ للناس}: ليعقلوا عنه ويفهموا؛ لطفاً منه بهم، وإحساناً إليهم، وليتَّضِحَ الحقُّ من الباطل؛ فإنَّ الأمثال تقرِّبُ المعاني المعقولة من المحسوسة، فيعلمها العبادُ علماً واضحاً. {والله بكلِّ شيءٍ عليم}: فعلمُهُ محيطٌ بجميع الأشياء، فَلْتَعْلَموا أنَّ ضربهَ الأمثالَ ضَرْبُ مَنْ يعلمُ حقائقَ الأشياء وتفاصيلها وأنَّها مصلحةٌ للعباد؛ فليكن اشتغالُكُم بتدبُّرها وتعقُّلها لا بالاعتراض عليها ولا بمعارضتها؛ فإنَّه يعلم وأنتم لا تعلمونَ.
(35) ﴾ ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ ﴿ "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi," yang inderawi dan non inderawi. Demikian itu, karena Dzat Allah sendiri adalah cahaya, tiraiNya merupakan cahaya, bila Allah menyingkapnya, niscaya pancaran (sinar) wajah-Nya akan membakar makhluk-makhluk sejauh pandangan mata-Nya memandang. Dengan (cahaya)Nya, maka Arasy, al-Kursi, matahari dan bulan bercahaya. Surga menjadi terang dengan (ca-haya)Nya. Begitu pula [cahaya] yang non inderawi yang kembali bersumber kepada Allah. KitabNya adalah cahaya, syariatNya adalah cahaya, iman dan ma'rifah yang ada di dalam hati para Rasul dan para hambaNya yang beriman adalah cahaya. Sekiranya tidak ada cahaya Allah, maka kegelapan-kegelapan akan bertumpuk-tumpuk. Oleh karena itu, semua tempat yang kehilangan cahayaNya, maka di sanalah kegelapan dan pemasungan. ﴾ مَثَلُ نُورِهِۦ ﴿ "Perumpa-maan cahaya Allah," yang memandu kepadaNya; yaitu cahaya iman dan al-Qur`an dalam hati orang-orang Mukmin ﴾ كَمِشۡكَوٰةٖ ﴿ "seperti sebuah lubang (yang tak tembus)," lubang dinding ﴾ فِيهَا مِصۡبَاحٌۖ ﴿ "yang di dalamnya ada pelita besar," karena lubang dinding menghimpun cahaya dari lampu sehingga tidak tercerai-berai, membias. Hal itu karena ﴾ ٱلۡمِصۡبَاحُ فِي زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ ﴿ "pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu," lantaran kejernihan dan keindahannya ﴾ كَأَنَّهَا كَوۡكَبٞ دُرِّيّٞ ﴿ "seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara," maksudnya bersinar seperti batu mutiara ﴾ يُوقَدُ ﴿ "yang dinyalakan," lampu tersebut yang terdapat di dalam kaca yang bening dinyalakan ﴾ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ زَيۡتُونَةٖ ﴿ "dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun," maksudnya dinyalakan dengan minyak zaitun yang cahayanya merupakan cahaya yang paling cemerlang ﴾ لَّا شَرۡقِيَّةٖ ﴿ "tidak di sebelah timur (se-suatu)," saja, hingga tidak terkena (pancaran) matahari di akhir siang ﴾ وَلَا غَرۡبِيَّةٖ ﴿ "tidak pula di sebelah barat(nya)," saja, hingga tidak terkena matahari [di akhir][21] siang. Bila dua kondisi tersebut tidak ada, maka ia berada di tengah dari bumi, seperti zaitun dari wilayah Syam, yang terkena matahari pada permulaan siang dan penghujungnya, sehingga bertambah baik dan bagus serta berdampak pada perolehan minyaknya yang lebih jernih. Karena itu, Allah mengatakan, ﴾ يَكَادُ زَيۡتُهَا ﴿ "Yang mi-nyaknya (saja) hampir-hampir," karena kejernihannya ﴾ يُضِيٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٞۚ ﴿ "menerangi, walaupun tidak disentuh api," lalu bila terkena api, maka akan semakin menerangi. ﴾ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ ﴿ "Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis)," cahaya dari api dan cahaya dari minyak. Sisi (persamaan) dari permisalan ini yang mana Allah memi-salkan dan menerapkannya pada keadaan seorang Mukmin yang mana cahaya Allah yang berada dalam hatinya, bahwasanya fitrah Mukmin itu yang mana dia diciptakan dalam bentuknya adalah seperti kedudukan minyak yang sangat jernih. Fitrah Mukmin itu jernih, telah siap untuk (menerima) ajaran-ajaran ilahi dan amal yang disyariatkan. Lalu, apabila ilmu dan iman telah menembus hatinya, maka cahaya yang ada dalam hatinya akan menyala se-bagaimana nyala api di lentera yang ada di dalam lampu tersebut. Hatinya jernih dari tujuan jelek dan pemahaman yang jelek tentang Allah. Bila keimanan telah sampai kepadanya, niscaya akan menyi-nari dengan pancaran yang besar karena sterilitasnya dari kotoran-kotoran. Hal ini ibarat beningnya kaca yang bersinar, sehingga akan terkumpullah padanya cahaya fitrah, cahaya iman, cahaya ilmu dan beningnya ma'rifah, cahaya di atas cahaya yang lain. Tatkala ini berasal dari cahaya Allah, sementara tidak setiap orang pantas menerimanya, maka Allah berfirman, ﴾ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ ﴿ "Allah membimbing siapa yang Dia kehendaki kepada cahayaNya," dari orang-orang yang diketahui kesucian dan kebersihannya, dia bersih dan tumbuh bersamaNya. ﴾ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ ﴿ "Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia," supaya mereka berpikir dan dapat memahami, sebagai (cerminan) kelembutan dari Allah dan kebaikanNya kepada mereka, supaya semakin jelas kebenaran dari kebatilan. Karena permisalan-permisalan dapat mendekatkan makna yang masih abstrak kepada makna yang dapat dicerna panca indera. Sehingga para hamba mengetahuinya de-ngan sejelas-jelasnya. ﴾ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Ilmunya mencakup segala sesuatu, supaya kalian mengetahui bahwa permisalan yang dipaparkan adalah permisalan oleh Dzat yang mengetahui hakikat-hakikat permasalahan dan perinciannya, dan itu merupakan kemaslahatan bagi para hamba. Maka hendaknya kesibukan kalian (diungkapkan) dengan cara menghayati dan selalu berhubungan dengannya, bukan dengan cara berpaling dan menentangnya. Karena sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.
Tatkala cahaya iman dan al-Qur`an itu, kebanyakan faktor-faktornya teraih di dalam masjid, maka Allah menyebutkannya guna mengangkat arti pentingnya. Allah berfirman,
Ayah: 36 - 38 #
{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ (36) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38)}.
"(Cahaya itu) di masjid-masjid yang telah diperintahkan Allah untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya, di sana dia bertasbih kepada Allah, pada waktu pagi dan waktu petang. (Yaitu) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah me-nambah karuniaNya kepada mereka. Dan Allah memberi rizki ke-pada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas." (An-Nur: 36-38).
#
{36} أي: يُتَعَبَّدُ لله {في بيوتٍ}: عظيمةٍ فاضلةٍ هي أحبُّ البقاع إليه، وهي المساجد، {أذِنَ الله}؛ أي: أمر ووصَّى {أن تُرْفَعَ ويُذْكَرَ فيها اسمُه}: هذان مجموع أحكام المساجد، فيدخُلُ في رفعها بناؤها وكنسُها وتنظيفُها من النجاسات والأذى وصونُها عن المجانين والصبيانِ الذين لا يتحرَّزون عن النجاسات وعن الكافرِ وأن تُصان عن اللغوِ فيها ورفع الأصواتِ بغير ذِكْرِ الله. {ويُذْكَرَ فيها اسمُه}: يدخُلُ في ذلك الصلاة كلُّها؛ فرضُها ونفلُها، وقراءةُ القرآن، والتسبيحُ، والتهليلُ، وغيره من أنواع الذِّكر، وتعلُّم العلم وتعليمُه، والمذاكرةُ فيها، والاعتكافُ، وغيرُ ذلك من العباداتِ التي تُفْعَلُ في المساجد، ولهذا كانت عِمارةُ المساجد على قسمين: عمارةُ بنيانٍ وصيانةٍ لها، وعمارةٌ بذكرِ اسم الله من الصلاة وغيرها، وهذا أشرف القسمين، ولهذا شُرِعَتِ الصلواتُ الخمس والجمعةُ في المساجد وجوباً عند أكثر العلماء واستحباباً عند آخرين.
(36) Maksudnya peribadahan karena Allah dilakukan ﴾ فِي بُيُوتٍ ﴿ "di masjid-masjid," yang agung dan penuh keutamaan, ia ada-lah tempat yang paling Allah cintai, yaitu masjid-masjid ﴾ أَذِنَ ٱللَّهُ ﴿ "yang telah Allah perintahkan," maksudnya Allah menyuruh dan memerintahkan ﴾ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ ﴿ "untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya," dua hal ini merupakan himpunan hukum-hukum masjid. Termasuk tindakan memuliakannya adalah, mem-bangunnya, menyapunya, membersihkannya dari segala najis dan kotoran, menjaganya dari orang-orang gila, anak-anak yang tidak bisa memelihara diri dari najis, dan dari orang kafir, serta harus dijaga dari perkara-perkara yang melalaikan, dan teriakan suara selain dzikir kepada Allah, ﴾ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ ﴿ "disebut namaNya di dalamnya," termasuk dalam maknanya adalah seluruh shalat, baik yang wajib ataupun yang sunnah, membaca al-Qur`an, bertasbih, tahlil, dan macam-macam dzikir yang lain, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, saling mendiskusikan ilmu, i'tikaf, dan ibadah-ibadah lain yang dilakukan di dalam masjid. Karenanya, memak-murkan masjid itu ada dua macam: Memakmurkan bangunan dan pemeliharaannya secara fisik, dan menyemarakkannya dengan cara berdzikir kepada Allah yaitu dengan cara shalat dan yang lain. Yang terakhir inilah yang paling baik di antara keduanya. Oleh sebab itu, telah disyariatkan pelaksanaan shalat lima waktu dan Shalat Jum'at di masjid, secara wajib menurut pendapat mayoritas para ulama, dan sunnah menurut ulama yang lainnya.
#
{37} ثم مدح تعالى عُمَّارها بالعبادة، فقال: {يُسَبِّحُ له}: إخلاصاً {بالغدوِّ}: أول النهار {والآصالِ}: آخره {رجالٌ}: خصَّ هذين الوقتين لِشَرَفِهما ولتيسُّر السير فيهما إلى الله وسهولتِهِ، ويدخل في ذلك التسبيح في الصلاة وغيرها، ولهذا شُرِعَتْ أذكارُ الصباح والمساء وأورادُهما عند الصباح والمساء؛ أي: يسبِّح فيها لله رجالٌ، وأيُّ رجال؟! ليسوا ممَّن يؤثِرُ على ربِّه دنيا ذات لذاتٍ ولا تجارةٍ ومكاسبَ مشغلة عنه. {لا تُلهيهم تجارةٌ}: وهذا يَشْمَلُ كلَّ تكسُّب يُقصد به العِوَضُ، فيكون قوله: {ولا بَيْعٌ}: من باب عطف الخاصِّ على العامِّ؛ لكَثرة الاشتغال بالبيع على غيره؛ فهؤلاء الرجال وإن اتَّجروا وباعوا واشْتَرَوا؛ فإنَّ ذلك لا محذور فيه، لكنَّه لا تلهيهم تلك بأن يقدِّموها ويؤثِروها على {ذِكْر الله وإقام الصَّلاةِ وإيتاءِ الزكاة}: بل جعلوا طاعةَ الله وعبادتَه غايةَ مرادِهم ونهايةَ مقصدِهم؛ فما حال بينَهم وبينَها رفضوه. ولما كان تركُ الدُّنيا شديداً على أكثر النفوس وحبُّ المكاسب بأنواع التجاراتِ محبوباً لها، ويشقُّ عليها تركُه في الغالب وتتكلَّفُ من تقديم حقِّ الله على ذلك؛ ذَكَرَ ما يَدْعوها إلى ذلك ترغيباً وترهيباً، فقال: {يخافون يوماً تتقلَّبُ فيه القلوبُ والأبصارُ}: من شدَّة هولِهِ وإزعاجِهِ للقلوب والأبدان؛ فلذلك خافوا ذلك اليوم، فَسَهُلَ عليهم العملُ وتركُ ما يَشْغَلُ عنه.
(37) Kemudian Allah memuji hamba-hambaNya yang telah memakmurkan masjid-masjidNya dengan ibadah. Dia berfirman, ﴾ يُسَبِّحُ لَهُۥ ﴿ "Dia bertasbih kepada Allah," secara ikhlas ﴾ بِٱلۡغُدُوِّ ﴿ "pada waktu pagi," yaitu pada permulaan hari ﴾ وَٱلۡأٓصَالِ ﴿ "dan waktu petang," penghujung siang, (maksudnya, yang bertasbih itu adalah) رِجَالٞ ﴿ "laki-laki." Allah mengkhususkan dua waktu ini karena kemuliaan keduanya, kemudahan dan kegampangan untuk beribadah kepada Allah pada dua waktu itu. Termasuk dalam hal ini, bertasbih ketika shalat dan lainnya. Oleh karena itu, disyariatkan dzikir pagi dan sore hari dan wirid-wiridnya yang dibaca di pagi hari dan sore hari. Pengertiannya, kaum lelaki bertasbih kepadaNya pada waktu itu. Siapakah kaum lelaki yang dimaksud? Mereka bukanlah orang-orang yang lebih memperhatikan dunia (daripada Rabb me-reka), yang memiliki kelezatan-kelezatan, perniagaan dan usaha-usaha yang menyibukkan (manusia) dari Allah, yaitu ﴾ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ ﴿ "(laki-laki) yang tidak dilalaikan oleh perniagaan." Ini mencakup setiap pekerjaan yang ditujukan untuk mencari timbal-balik, maka jadilah Firman Allah ﴾ وَلَا بَيۡعٌ ﴿ "dan tidak (pula) oleh jual beli," masuk dalam kategori 'Athf al-khash ala al-Am' (menghubungkan kata yang khusus dengan jenis umumnya), karena banyaknya kesibukan dalam perdagangan daripada yang lainnya. Walaupun, para laki-laki itu berdagang dan berjual-beli, yaitu menjalankan urusan yang tidak dilarang, akan tetapi perkara-per-kara itu tidak melalaikan mereka sampai menyebabkan mereka lebih mengutamakan dan mementingkannya daripada ﴾ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ ﴿ "mengingat Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat," bahkan mereka menjadikan ketaatan dan ibadah kepada Allah sebagai sasaran bidikan dan penghujung tujuan mereka. Maka, setiap urusan yang menghalangi mereka dari tujuan mereka, niscaya akan mereka tampik. Tatkala mengenyampingkan dunia akan berat dirasa keba-nyakan jiwa manusia, sementara kecintaan kepada pekerjaan de-ngan berbagai perniagaannya menjadi urusan yang disukai, maka sangatlah sulit untuk melepaskannya pada umumnya dan tertun-tut untuk bekerja keras untuk mendahulukan hak Allah daripada itu, maka Allah menyebutkan sesuatu yang dapat merangsang ke-padanya, sebagai bentuk ajakan sekaligus ancaman dariNya. Allah berfirman, ﴾ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ﴿ "Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang," karena dahsyatnya kengerian dan membuat hati dan badan merinding dengan kejadian itu. Oleh sebab itu, mereka takut akan hari itu, hingga mudah bagi mereka untuk beramal dan meninggalkan se-suatu yang dapat menyibukkan dirinya.
#
{38} {لِيَجْزِيَهُمُ الله أحسنَ ما عَمِلوا}: والمرادُ بـ {أحسن ما عَمِلوا}: أعمالَهم الحسنة الصالحة؛ لأنَّها أحسنُ ما عملوا؛ لأنهم يعملون المباحاتِ وغيرها؛ فالثواب لا يكون إلاَّ على العمل الحسن؛ كقوله تعالى: {ليكفِّرَ اللهُ عنهم أسوأ الذي عَمِلوا ويَجْزِيَهم أجْرَهم بأحسنِ ما كانوا يعملون}، {ويزيدَهم من فَضْلِهِ}: زيادةً كثيرةً عن الجزاء المقابل لأعمالهم. {والله يَرْزُقُ مَنْ يشاءُ بغير حسابٍ}: بل يُعطيه من الأجر ما لا يبلغُهُ عملُه، بل ولا تبلُغُه أمنيتُه، ويعطيه من الأجر بلا عدٍّ ولا كيلٍ، وهذا كنايةٌ عن كثرتِهِ جدًّا.
(38) ﮋ لِيَجۡزِيَهُمُ ٱللَّهُ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُواْ ﮊ "Supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan," maksud dari ﮋ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُواْ ﮊ "balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan," yaitu amal perbuatan mereka yang baik, karena itu merupakan amalan terbaik yang mereka kerjakan. Pasalnya, mereka (juga) melakukan hal-hal yang mubah dan sebagainya, dan pahala itu tidak berlaku kecuali atas amal per-buatan yang baik. Sebagaimana Firman Allah, ﴾ لِيُكَفِّرَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ أَسۡوَأَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ وَيَجۡزِيَهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ ٱلَّذِي كَانُواْ يَعۡمَلُونَ 35 ﴿ "Supaya Allah menghapuskan dari kejelekan yang telah mereka kerjakan dan Allah berikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Az-Zumar: 35). ﴾ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦۗ ﴿ "Dan supaya Allah menambah karuniaNya kepada mereka," tambahan yang banyak dari balasan yang setimpal untuk amal-amal mereka. ﴾ وَٱللَّهُ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٖ ﴿ "Dan Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas," bahkan Allah akan memberikan pahala buat mereka (pahala yang banyak) yang tidak bisa dicapai oleh amalnya, bahkan tidak bisa dicapai oleh angan-angannya. Allah memberikan pahala tanpa hitungan dan takaran. Inilah permisalan mengenai jumlah yang sangat banyak sekali.
Ayah: 39 - 40 #
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (39) أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ (40)}.
"Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, hingga ketika dia mendatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu apa pun. Dan mendapati (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih, apabila dia mengeluarkan ta-ngannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun." (An-Nur: 39-40).
Ini merupakan dua perumpamaan yang Allah permisalkan bagi amalan-amalan orang-orang kafir dalam aspek kebatilan dan kesirnaannya, ia menjelma menjadi benda yang tiada berujud serta penyesalan para pelakunya. Allah berfirman,
#
{39} {والذين كفروا}: بربِّهم وكذَّبوا رسلَه {أعمالُهم كسرابٍ بِقيعةٍ}؛ أي: بقاعٍ لا شَجَرَ فيه ولا نبتَ {يحسبُهُ الظمآنُ ماءً}: شديد العطش، الذي يتوهم ما لا يتوهم غيره، بسبب ما معه من العطش، وهذا حسبانٌ باطلٌ، فيقصده ليزيل ظمأه {حتى إذا جاءه لم يَجِدْه شيئاً}: فندم ندماً شديداً، وازداد ما به من الظمأ بسبب انقطاع رجائه؛ كذلك أعمال الكفار بمنزلة السراب، تُرى ويظنُّها الجاهل الذي لا يدري الأمور أعمالاً نافعة، فيغرُّه صورتها، ويخلُبُه خيالُها، ويحسبُها هو أيضاً أعمالاً نافعة لهواه، وهو أيضاً محتاجٌ إليها، بل مضطرٌّ إليها؛ كاحتياج الظمآن للماء، حتى إذا قدم على أعماله يوم الجزاء؛ وجدها ضائعةً، ولم يجدْها شيئاً، والحال أنَّه لم يذهبْ لا له ولا عليه، بل {وجد الله عنده فوفَّاه حسابَهُ}: لم يَخْفَ عليه من عملِهِ نقيرٌ ولا قِطمير، ولنْ يَعْدَمَ منه قليلاً ولا كثيراً. {والله سريعُ الحساب}: فلا يَسْتَبْطِئ الجاهلون ذلك الوعد؛ فإنَّه لا بدَّ من إتيانه، وَمَثَّلَها الله بالسراب الذي {بقيعةٍ}؛ أي: لا شجر فيه ولا نبات، وهذا مثالٌ لقلوبِهم؛ لا خير فيها ولا بِرَّ فتزكو فيها الأعمال، وذلك للسبب المانع، وهو الكفر.
(39) ﴾ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ ﴿ "Dan orang-orang kafir," terhadap Rabb mereka dan mendustakan para RasulNya ﴾ أَعۡمَٰلُهُمۡ كَسَرَابِۭ بِقِيعَةٖ ﴿ "amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar," yaitu tanah datar yang tidak ada pepohonan dan tumbuhannya ﴾ يَحۡسَبُهُ ٱلظَّمۡـَٔانُ مَآءً ﴿ "yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga," yaitu orang yang sangat dahaga, yang menghalusinasikan sesuatu yang tidak dihalusinasikan oleh orang lain, disebabkan rasa dahaganya. Pa-dahal itu adalah halusinasi yang batil, lalu dia bermaksud untuk menghilangkan rasa dahaganya ﴾ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيۡـٔٗا ﴿ "hingga ketika dia mendatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu apa pun," maka dia benar-benar menyesal. Kehausannya semakin menjadi parah lan-taran harapannya terputus. Begitu pula amalan orang-orang kafir, ia ibarat fatamorgana, masih bisa dilihat lalu orang yang bodoh, (yang tidak mengerti perkara-perkara) menyangkanya merupakan amalan-amalan yang bermanfaat. Kemasan amalan-amalan itu menipu dirinya, fantasinya mempermainkannya, dia pun mengira hal itu adalah amalan-amalan yang bermanfaat bagi hawa nafsunya. Dia juga merasa butuh bahkan sangat memerlukannya, sebagai-mana kebutuhan orang yang dahaga terhadap air. Maka tatkala ia mendatangi amalannya pada Hari Pembalasan, dia merasa kehi-langan dan tidak menemukan sesuatu pun. Kondisi (sebenarnya) amalan-amalan itu tidak lenyap, tidak untuk kebaikannya atau mencelakainya. Bahkan ﴾ وَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥۗ ﴿ "dia mendapati (kete-tapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup," yang tidak tersembunyi (walau) seringan partikel dan setipis kulit ari, tiada yang hilang dari amalan itu, sedikit ataupun banyak. ﴾ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ ﴿ "Dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya," maka janganlah orang-orang bodoh itu me-minta tunda (waktu kedatangan) janji itu, karena ia pasti akan tiba. Allah mempermisalkan amalan-amalan orang-orang kafir layaknya fatamorgana, yang ada ﴾ بِقِيعَةٖ ﴿ "di tanah datar," yang tidak ada pepohonan dan tanaman. Ini permisalan hati-hati mereka, tiada kebaikan dan kebajikan dalam amal perbuatan mereka, lantaran adanya faktor penghalang, yaitu kekafiran.
#
{40} والمثل الثاني لبطلان أعمال الكفار: {كظُلُماتٍ في بحرٍ لُجِّيٍّ}: بعيدٍ قعرُهُ طويل مداهُ، {يغشاه موجٌ من فوقِهِ موجٌ من فوقِهِ سحابٌ ظلماتٌ بعضُها فوق بعض}: ظلمةُ البحر اللُّجِّيِّ، ثم فوقه ظلمة الأمواج المتراكمة، ثم فوق ذلك ظلمة السحب المدلهمَّة، ثم فوق ذلك ظلمةُ الليل البهيم، فاشتدَّت الظلمةُ جدًّا؛ بحيث أنَّ الكائن في تلك الحال {إذا أخرجَ يَدَه لم يكدْ يراها}: مع قربِها إليه؛ فكيف بغيرها؟! كذلك الكفار تراكمت على قلوبهم الظلماتُ؛ ظلمةُ الطبيعة التي لا خير فيها، وفوقها ظلمةُ الكفر، وفوقَ ذلك ظلمةُ الجهل، وفوق ذلك ظلمةُ الأعمال الصادرة عمَّا ذُكِرَ، فبقوا في الظُّلمة متحيِّرين، وفي غمرتهم يَعْمَهون، وعن الصراط المستقيم مُدْبِرون، وفي طرق الغيِّ والضلال يتردَّدون، وهذا لأنَّ الله خَذَلَهم فلم يُعْطِهِم من نوره. {وَمَن لم يَجْعَلِ الله له نوراً فما له من نورٍ}: لأنَّ نفسَه ظالمةٌ جاهلةٌ، فليس فيها من الخير والنور إلاَّ ما أعطاها مولاها ومنحها ربُّها. يُحْتَمَل أنَّ هذين المثالين لأعمال جميع الكفار؛ كلٌّ منهما منطبقٌ عليها، وعدَّدهما لتعدُّد الأوصاف، ويُحتمل أنَّ كلَّ مثال لطائفةٍ وفرقةٍ؛ فالأوَّل للمتبوعين، والثاني للتابعين. والله أعلم.
(40) Perumpamaan kedua tentang kebatilan amalan orang-orang kafir ﴾ أَوۡ كَظُلُمَٰتٖ فِي بَحۡرٖ لُّجِّيّٖ ﴿ "atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam," dasarnya dalam dan jangkauannya l u a s ﴾ يَغۡشَىٰهُ مَوۡجٞ مِّن فَوۡقِهِۦ مَوۡجٞ مِّن فَوۡقِهِۦ سَحَابٞۚ ظُلُمَٰتُۢ بَعۡضُهَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ﴿ "yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang bertindih-tindih," kegelapan laut yang dalam, kemudian di permukaannya kegelapan gelombang yang bergulung-gulung, dan (dinaungi) di atasnya ke-gelapan awan yang hitam, lantas diselimuti kegelapan malam yang pekat. Maka, kegelapan semakin parah sekali, di mana keadaan seseorang pada saat itu ﴾ إِذَآ أَخۡرَجَ يَدَهُۥ لَمۡ يَكَدۡ يَرَىٰهَاۗ ﴿ "apabila dia mengeluar-kan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya," walaupun tangannya begitu dekat dengan dirinya. Lalu bagaimana dengan benda lain? Begitu pula kaum kafir, kegelapan telah bertumpuk-tumpuk dalam hati mereka; sebuah kegelapan sifat bawaan yang tidak mengandung kebaikan sama sekali, ditambah dengan kegelapan kekufuran(nya), disusul kegelapan kebodohan(nya), dan dilanjut-kan oleh kegelapan dari perbuatan yang muncul sebagaimana yang telah disebutkan. Mereka pun mengalami kebingungan dalam ke-gelapannya, tidak bisa melihat dalam kesesatan mereka, membela-kangi jalan yang lurus, mondar-mandir pada jalur-jalur kekeliruan dan kesesatan. Demikian ini, lantaran Allah telah menelantarkan mereka tanpa hidayah dan tidak memberikan bagian dari cahaya-Nya kepada mereka. ﴾ وَمَن لَّمۡ يَجۡعَلِ ٱللَّهُ لَهُۥ نُورٗا فَمَا لَهُۥ مِن نُّورٍ ﴿ "(Dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun," karena dirinya zhalim lagi bodoh, tidak ada ke-baikan dan cahaya padanya kecuali apa yang telah Allah berikan dan anugerahkan. Dua permisalan ini mengandung kemungkinan berlaku untuk amalan seluruh orang kafir. Keduanya bersesuaian dengannya (hakikat amalan orang-orang kafir). Allah telah menyebutkannya secara terperinci lantaran perbedaan karakternya. Dimungkinkan juga, setiap perumpamaan itu diperuntukkan bagi kelompok dan golongan tertentu. Perumpamaan pertama untuk orang-orang yang diikuti dan permisalan yang kedua bagi para pengikutnya. Wallahu a'lam.
Ayah: 41 - 42 #
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ (41) وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (42)}.
"Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah, kepadaNya ber-tasbih apa yang di langit dan bumi dan (juga) burung dengan me-ngembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang me-reka kerjakan. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan kepada Allah-lah (semua makhluk) kembali." (An-Nur: 41-42).
#
{41} نبَّه تعالى عبادَه على عظمتِهِ وكمال سلطانِهِ وافتقارِ جميع المخلوقاتِ له في ربوبيَّتها وعبادتها، فقال: {ألم تر أنَّ الله يسبِّحُ له مَن في السمواتِ والأرضِ}: من حيوان وجمادٍ، {والطيرُ صافاتٍ}؛ أي: صافات أجنِحَتِها في جوِّ السماء تسبِّحُ ربَّها. {كلٌّ}: من هذه المخلوقات {قد عَلِمَ صلاتَه وتسبيحَه}؛ أي: كلٌّ له صلاةٌ وعبادةٌ بحسب حاله اللائقة به، وقد ألهمه الله تلك الصلاة والتسبيح: إما بواسطة الرسل كالجن والإنس والملائكة، وإما بإلهام منه تعالى كسائر المخلوقات غير ذلك. وهذا الاحتمال أرجح؛ بدليل قوله: {واللهُ عليمٌ بما يفعلونَ}؛ أي: علم جميعَ أفعالها، فلم يخفَ عليه منه شيء، وسيجازيهم بذلك، فيكون على هذا قد جَمَعَ بين علمها بأعمالهم، وذلك بتعليمه، وبين علمه بأعمالهم المتضمِّن للجزاء. ويُحتمل أنَّ الضمير في قوله: {قد علم صلاتَه وتسبيحَه}: يعودُ إلى الله، وأنَّ الله تعالى قد عَلِمَ عباداتِهِم، وإنْ لم تَعْلَموا أيُّها العبادُ منها إلاَّ ما أطلعكم الله عليه. وهذه الآية كقوله تعالى: {تُسَبِّحُ له السمواتُ السبعُ والأرضُ ومَنْ فيهنَّ وإن من شيءٍ إلاَّ يسبِّح بحمدِهِ ولكن لا تَفْقَهونَ تسبيحَهم إنَّه كان حليماً غفوراً}.
(41) Allah mengingatkan hambaNya atas kebesaran dan kesempurnaan kekuasaanNya, dan kebutuhan seluruh makhluk kepadaNya dalam rububiyah dan peribadahan kepadaNya. Dia berfirman, ﴾ أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ﴿ "Tidakkah kamu tahu bah-wasanya Allah, kepadaNya bertasbih apa yang di langit dan bumi," dari bangsa hewan-hewan dan benda mati, ﴾ وَٱلطَّيۡرُ صَٰٓفَّٰتٖۖ ﴿ "dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya," maksudnya mengepak-ngepakkan sayapnya di angkasa dengan bertasbih memuji Rabbnya. ﴾ كُلّٞ ﴿ "Masing-masing," dari makhluk ini ﴾ قَدۡ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسۡبِيحَهُۥۗ ﴿ "telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya," maksudnya masing-masing mempunyai cara shalat dan ibadah sesuai dengan keadaannya yang pantas. Allah telah memberikan ilhamNya kepada mereka tentang cara shalat, bertasbih dan ibadah lainnya, baik dengan perantaraan para utusan, seperti jin, manusia serta malaikat. Atau melalui ilham dari Allah تعالى sebagaimana makhluk lainnya. Pengertian model ini lebih kuat, sebagaimana Firman Allah, ﴾ وَٱللَّهُ عَلِيمُۢ بِمَا يَفۡعَلُونَ ﴿ "Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan," maksudnya, Dia mengetahui semua perbuatan mereka, tidak ada sesuatu yang tersembunyi dariNya, dan Allah akan membalas mereka dengan dasar amalan tersebut. Atas dasar ini, Allah telah menggabungkan antara ilmuNya tentang amal-amal mereka, –da-lam bentuk mengajarkannya– dengan ilmuNya tentang perbuatan-perbuatan mereka yang mendatangkan balasan. Dhamir (kata ganti ketiga) pada Firman Allah, ﴾ قَدۡ عَلِمَ صَلَاتَهُۥ وَتَسۡبِيحَهُۥۗ ﴿ "ia telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya," bisa diarahkan kepada Allah, dan bahwasanya Allah telah mengetahui ibadah-ibadah me-reka. Walaupun kalian wahai para hamba, tidak mengetahuinya kecuali apa yang telah Allah perlihatkan kepada kalian. Ayat ini sebagaimana FirmanNya, ﴾ تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ ٱلسَّبۡعُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفۡقَهُونَ تَسۡبِيحَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورٗا 44 ﴿ "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertas-bih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesung-guhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun." (Al-Isra`: 44).
#
{42} فلما بيَّن عبوديَّتهم وافتقارهم إليه من جهة العبادة والتوحيد؛ بيَّن افتقارَهم من جهة الملك والتربية والتدبير، فقال: {ولله ملكُ السمواتِ والأرض}: خالقهما ورازقهما والمتصرِّفُ فيهما في حكمه الشرعيِّ والقدريِّ في هذه الدار وفي حكمه الجزائيِّ بدار القرار؛ بدليل قوله: {وإلى الله المصيرُ}؛ أي: مرجع الخلق ومآلهم ليجازِيَهم بأعمالهم.
(42) Setelah menerangkan penghambaan diri mereka dan kebutuhan mereka kepadaNya dari sisi ibadah dan tauhid, Allah menjelaskan (bagaimana) kebutuhan mereka pada sisi kekuasaan, tarbiyah (pemeliharaan) dan pengaturan(Nya). Allah berfirman, ﴾ وَلِلَّهِ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ﴿ "Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi." Allah menciptakan, memberikan rizki dan Dzat pengatur langit dan bumi dalam hukum syar'i dan hukum qadariNya di dunia ini dan ketetapan balasanNya di akhirat kelak, berdasarkan Firman Allah, ﴾ وَإِلَى ٱللَّهِ ٱلۡمَصِيرُ ﴿ "dan kepada Allah-lah (semua makhluk) kembali," maksudnya tempat kembali dan tempat bergantung para makhluk untuk memberikan balasan kepada mereka sesuai dengan amal-amal mereka.
Ayah: 43 - 44 #
{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ (43) يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ (44)}.
"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka terlihatlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakanNya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkanNya dari siapa yang dikehendakiNya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pela-jaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan." (An-Nur: 43-44).
#
{43} أي: ألم تشاهدْ ببصرِك عظيمَ قدرةِ الله وكيف {يُزْجي}؛ أي: يسوق {سحاباً}: قطعاً متفرقة، {ثم يؤلِّفُ}: بين تلك القطع، فيجعلُه سحاباً متراكماً مثل الجبال {فترى الوَدْقَ}؛ أي: الوابل والمطر يخرجُ من خلال السحابِ نقطاً متفرِّقة؛ ليحصُلَ بها الانتفاع من دون ضررٍ، فتمتلئ بذلك الغُدران، وتتدفَّق الخُلجان، وتسيل الأوديةُ، وتنبتُ الأرض من كلِّ زوج كريم. وتارةً ينزِّلُ الله من ذلك السحاب بَرَداً يُتْلِفُ ما يصيبُه {فيصيبُ به من يشاءُ ويصرِفُه عن مَن يشاءُ}؛ أي: بحسب اقتضاء حكمه القدريِّ وحكمتِهِ التي يُحْمَدُ عليها، {يكاد سَنا بَرْقِهِ}؛ أي: يكادُ ضوءُ برق ذلك السحاب من شدَّته {يذهبُ بالأبصارِ}؛ أليس الذي أنشأها وساقَها لعبادِهِ المفتقرين وأنزلها على وجهٍ يحصُلُ به النفع وينتفي به الضررُ كاملَ القدرة نافذَ المشيئة واسعَ الرحمة؟!
(43) Maksudnya, apakah kamu tidak menyaksikan dengan penglihatanmu akan keagungan kemampuan Allah, bagaimana Dia ﴾ يُزۡجِي ﴿ "mengarak," maksudnya menggiring ﴾ سَحَابٗا ﴿ "awan," dalam bentuk potongan-potongan yang terpisah-pisah ﴾ ثُمَّ يُؤَلِّفُ ﴿ "kemudian menjadikannya bertindih-tindih," antara potongan-potongan tersebut. Kemudian Allah menjadikan awan bertumpuk-tumpuk seperti gunung ﴾ فَتَرَى ٱلۡوَدۡقَ ﴿ "maka terlihatlah olehmu hujan," yaitu gerimis air dan hujan yang muncul dari celah-celah awan dalam bentuk rintikan-rintikan yang terpisah agar dapat digunakan tanpa adanya unsur bahaya. Parit-parit menjadi penuh, sungai-sungai mengalir deras, lembah-lembah mengalirkan air, tanah-tanah ditumbuhi tumbuhan yang indah. Terkadang Allah menurunkan dari awan itu salju yang me-rusak obyek yang ditimpanya ﴾ فَيُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ وَيَصۡرِفُهُۥ عَن مَّن يَشَآءُۖ ﴿ "maka di-timpakanNya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkanNya dari siapa yang dikehendakiNya," maksudnya sesuai dengan ketetapan takdirNya dan hikmah-hikmahNya yang terpuji. ﴾ يَكَادُ سَنَا بَرۡقِهِۦ ﴿ "Kilauan kilat awan itu hampir-hampir," mak-sudnya hampir saja kilatan cahaya awan karena dahsyatnya ﴾ يَذۡهَبُ بِٱلۡأَبۡصَٰرِ ﴿ "menghilangkan penglihatan," bukankah Dzat yang mengada-kan dan mengaraknya untuk para hambaNya yang membutuhkan dan menurunkannya dengan cara yang menyebabkannya mudah dimanfaatkan tanpa mendatangkan bahaya adalah (Dzat) Yang Mahasempurna kekuasaanNya, terlaksana setiap kehendakNya dan luas rahmatNya?
#
{44} {يقلِّب الله الليل والنهار}: من حرٍّ إلى برد، ومن بردٍ إلى حرٍّ، ومن ليل إلى نهار، ونهار إلى ليل ويُديلُ الأيام بين عبادِهِ. {إنَّ في ذلك لَعبرةً لأولي الأبصار}؛ أي: لذوي البصائر والعقول النافذة للأمور المطلوبة منها كما تنفذ الأبصار إلى الأمور المشاهَدَة الحسيَّة؛ فالبصير ينظُرُ إلى هذه المخلوقات نَظَرَ اعتبار وتفكُّر وتدبُّر لما أريدَ بها ومنها، والمعرضُ الجاهل نَظَرُهُ إليها نظرُ غفلةٍ بمنزلة نَظَرِ البهائم.
(44) ﴾ يُقَلِّبُ ٱللَّهُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَۚ ﴿ "Allah mempergantikan malam dan siang," dari cuaca panas ke hawa dingin, dan dari hawa dingin ke suasana panas, dari malam ke siang dan dari siang ke malam, dan memutar hari-hari di antara para hambaNya. ﴾ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبۡرَةٗ لِّأُوْلِي ٱلۡأَبۡصَٰرِ ﴿ "Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan," yaitu para pemilik mata hati dan akal yang mampu menembus perkara-perkara yang diinginkan, sebagaimana pandangan mata mengenai obyek-obyek konkret inderawi. Orang yang memiliki penglihatan mata hati menyaksikan makhluk-makhluk ciptaan ini dengan pandangan perenungan, berpikir dan penghayatan tentang tujuan (penciptaan) dan (kegu-naan)nya. Sementara itu, orang yang berpaling lagi bodoh, pan-dangannya kepada ciptaan Allah adalah pandangan kelalaian, ibarat pandangan hewan-hewan ternak.
Ayah: 45 #
{وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (45)}.
"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan sesuatu yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala se-suatu." (An-Nur: 45).
#
{45} ينبِّه عباده على ما يشاهدونَه أنَّه خَلَقَ جميع الدوابِّ التي على وجه الأرض {من ماءٍ}؛ أي: مادَّتُها كلُّها الماء؛ كما قال تعالى: {وَجَعَلْنا من الماءِ كلَّ شيءٍ حيٍّ}؛ فالحيوانات التي تتوالد، مادتها ماءُ النطفةِ حين يلقحُ الذَّكر الأنثى، والحيوانات التي تتولَّد من الأرض لا تتولَّد إلاَّ من الرطوبات المائيَّة؛ كالحشرات، لا يوجد منها شيءٌ يتولَّد من غير ماء أبداً؛ فالمادَّة واحدةٌ، ولكن الخِلْقَةَ مختلفةٌ من وجوه كثيرة. {فمنهم من يمشي على بطنِهِ}؛ كالحيَّة ونحوها، {ومنهم مَنْ يمشي على رجلينِ}؛ كالآدميِّين وكثيرٍ من الطُّيور، {ومنهم من يمشي على أربع}؛ كبهيمة الأنعام ونحوها؛ فاختلافُها مع أنَّ الأصل واحدٌ يدلُّ على نفوذِ مشيئة الله وعموم قدرتِهِ. ولهذا قال: {يَخْلُقُ الله ما يشاءُ}؛ أي: من المخلوقات على ما يشاؤه من الصفات. {إنَّ الله على كلِّ شيء قديرٌ}؛ كما أنزل المطر على الأرض، وهو لقاحٌ واحدٌ، والأمُّ واحدةٌ، وهي الأرضُ، والأولاد مختلفو الأصنافِ والأوصافِ. {وفي الأرض قطعٌ متجاوراتٌ وَجَنَّاتٌ من أعنابٍ وَزَرْع ونَخيلٍ صِنْوانٌ وغَيْرُ صنوانٍ يُسْقى بماءٍ واحدٍ ونُفَضِّلُ بعضَها على بعض في الأُكُلِ إنَّ في ذلك لآياتٍ لقوم يعقلونَ}.
(45) Allah mengingatkan para hambaNya tentang apa yang mereka lihat bahwasanya Dia menciptakan semua makhluk melata yang berada di permukaan bumi ﴾ مِّن مَّآءٖۖ ﴿ "dari air," semua media-nya berasal dari air, sebagaimana Allah تعالى berfirman, ﴾ وَجَعَلۡنَا مِنَ ٱلۡمَآءِ كُلَّ شَيۡءٍ حَيٍّۚ ﴿ "Kami jadikan setiap sesuatu yang hidup dari air." (Al-Anbiya`: 30). Hewan-hewan yang berkembang biak, bahan (penciptaan)nya berasal dari nuthfah ketika sel jantan membuahi betina. Hewan-hewan yang berkembang biak dari tanah tidaklah lahir kecuali dari benda cair, seperti serangga-serangga. Tidak (satu pun) dijumpai serangga yang tercipta selain dari air. Bahan (penciptaan) sama, akan tetapi rupa penciptaannya berbeda dengan perbedaan yang banyak. ﴾ فَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰ بَطۡنِهِۦ ﴿ "Maka sebagian dari hewan itu ada yang berja-lan di atas perutnya," semisal ular dan sejenisnya ﴾ وَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰ رِجۡلَيۡنِ ﴿ "dan sebagian berjalan dengan dua kaki," seperti manusia dan keba-nyakan jenis burung. ﴾ وَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰٓ أَرۡبَعٖۚ ﴿ "Sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki," misalnya hewan-hewan ternak dan lain-lain. Perbedaan yang ada –walaupun pada asalnya satu (bahan penciptaan)– menunjukkan (kepastian) terlaksananya kehendak Allah dan kekuasaanNya yang merata. Karena inilah Allah berfir-man, ﴾ يَخۡلُقُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُۚ ﴿ "Allah menciptakan sesuatu yang dikehendakiNya," maksudnya Dia menciptakan para makhlukNya sesuai bentuk-bentuk yang dikehendakiNya. ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu," sebagaimana Allah menurunkan hujan di bumi, bentuk penyerbukan yang satu jenis dan induknya satu yaitu tanah se-mentara keturunan-keturunannya memiliki jenis dan sifat yang berbeda-beda, ﴾ وَفِي ٱلۡأَرۡضِ قِطَعٞ مُّتَجَٰوِرَٰتٞ وَجَنَّٰتٞ مِّنۡ أَعۡنَٰبٖ وَزَرۡعٞ وَنَخِيلٞ صِنۡوَانٞ وَغَيۡرُ صِنۡوَانٖ يُسۡقَىٰ بِمَآءٖ وَٰحِدٖ وَنُفَضِّلُ بَعۡضَهَا عَلَىٰ بَعۡضٖ فِي ٱلۡأُكُلِۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ 4 ﴿ "Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang berca-bang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ra'd: 4).
Ayah: 46 #
{لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (46)}.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang men-jelaskan. Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehen-dakiNya kepada jalan yang lurus." (An-Nur: 46).
#
{46} أي: لقد رَحِمْنا عبادنا وأنزلنا إليهم آياتٍ بيِّناتٍ؛ أي: واضحات الدِّلالة على جميع المقاصد الشرعيَّة والآداب المحمودة والمعارف الرشيدة، فاتَّضحتْ بذلك السُّبُل، وتبيَّن الرُّشْدُ من الغَيِّ والهُدى من الضلال؛ فلم يبقَ أدنى شبهةٍ لمبطل يتعلَّقُ بها، ولا أدنى إشكال لمريدِ الصوابِ؛ لأنَّها تنزيلُ مَنْ كَمُلَ علمهُ وكَمُلَتْ رحمتُه وكَمُلَ بيانُه؛ فليس بعد بيانِهِ بيان. لِيَهْلِكَ بعد ذلك مَنْ هَلَكَ عن بَيِّنَةٍ وَيَحْيا مَنْ حَيَّ عن بَيِّنَةٍ. {والله يهدي مَنْ يشاءُ}: ممَّن سبقتْ لهم سابقةُ الحسنى وقَدَمُ الصدق {إلى صراطٍ مستقيم}؛ أي: طريق واضح مختصر موصِل إليه وإلى دار كرامته متضمِّنٍ العلمَ بالحقِّ وإيثارَه والعملَ به. عمَّمَ البيانَ التامَّ لجميع الخَلْق، وخَصَّصَ بالهدايةِ مَنْ يشاءُ؛ فهذا فضلُه وإحسانُه، وما فضلُ الكريم بممنونٍ، وذاك عدلُه، وقَطَعَ الحجَّةَ للمحتجِّ، والله أعلم حيثُ يجعل مع مواقع إحسانه.
(46) Maksudnya, sungguh Kami telah merahmati hamba-hamba Kami dan menurunkan kepada mereka ayat-ayat yang terang, yaitu begitu jelas petunjuknya tentang seluruh orientasi-orientasi syar'i dan adab-adab yang terpuji serta berbagai pengeta-huan yang sarat petunjuk sehingga menjadi jelaslah jalan-jalan tersebut, menjadi jelaslah (perbedaan) antara petunjuk dari kese-satan, dan hidayah dari kesesatan. Tiada tersisa sedikit syubhat pun untuk membatalkan hal yang berkaitan dengannya, sehingga tiada suatu syubhat sekecil apa pun (yang dapat dijadikan pegangan) oleh orang yang ingin merontokkannya dan tidak ada kerancuan bagi pencari kebenaran. Karena ia turun dari Dzat Yang Mahasem-purna ilmu, rahmat dan penjelasanNya, tidak ada penjelasan (yang lebih terang) setelah penjelasanNya. Tujuannya, agar binasalah orang yang binasa dengan keterangan yang nyata dan (supaya) tetap hiduplah orang yang hidup dengan bukti yang nyata. ﴾ وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ ﴿ "Dan Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya," dari kalangan orang-orang yang (sebelumnya) telah diputuskan ketetapan baik baginya dan berpijak b e n a r ﴾ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ﴿ "kepada jalan yang lurus," yaitu jalan yang terang (yang pintas) yang menghantarkan kepada Allah dan kepada tempat kemuliaanNya (surga), jalan yang berisi ilmu tentang kebenaran dan pengutamaan serta pengamalan kebenaran. Allah memerata-kan keterangan yang sempurna bagi semua makhlukNya dan mengistimewakan dengan (pemberian) hidayah bagi orang-orang yang Dia kehendaki. Inilah karunia dan kebaikanNya. Dan karunia Allah tidak akan terputus. Itulah keadilanNya, memotong hujjah bagi orang yang berdalih. Allah lebih mengetahui di mana mele-takkan sumber-sumber kebaikanNya.
Ayah: 47 - 50 #
{وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (47) وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (48) وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ (49) أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (50)}.
"Dan mereka berkata, 'Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami menaati (keduanya).' Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, agar Rasul itu menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, maka mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidak-datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan RasulNya berlaku zhalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zhalim." (An-Nur: 47-50).
#
{47} يخبر تعالى عن حالةِ الظَّالمينَ ممَّن في قلبه مرضٌ وضعفُ إيمانٍ أو نفاقٌ ورَيْبٌ وضعفٌ، علم أنَّهم يقولون بألسنتهم ويلتزمون الإيمان بالله والطاعة، ثم لا يقومون بما قالوا، ويتولَّى فريقٌ منهم عن الطاعة تولياً عظيماً؛ بدليل قوله: {وهُم معرِضونَ}؛ فإنَّ المتولِّي قد يكون له نيَّةُ عَوْدٍ ورُجوع إلى ما تولَّى عنه، وهذا المتولِّي معرضٌ لا التفات له ولا نَظَرَ لما تولَّى عنه. وتجدُ هذه الحالة مطابقةً لحال كثيرٍ ممَّن يَدَّعي الإيمان والطاعة لله، وهو ضعيفُ الإيمان، تجِدُه لا يقومُ بكثيرٍ من العبادات، خصُوصاً العبادات التي تشقُّ على كثيرٍ من النفوس؛ كالزكوات، والنفقات الواجبة والمستحبَّة، والجهاد في سبيل الله، ونحو ذلك.
(47) Allah تعالى mengabarkan keadaan orang-orang yang zhalim, (yaitu) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat penya-kit, kelemahan iman, nifak, keraguan dan kelesuan. Allah menge-tahui bahwa mereka mengucapkan dengan lisan-lisan mereka, (berencana) berpegang teguh dengan beriman dan taat kepada Allah. Tapi, kemudian mereka tidak melaksanakan apa yang telah mereka katakan. Sekelompok dari mereka berpaling secara keter-laluan, berdasarkan Firman Allah, ﴾ وَّهُم مُّعۡرِضُونَ ﴿ "sedang mereka berpaling." Sesungguhnya orang yang berpaling terkadang punya niatan untuk kembali kepada sesuatu yang telah dia tinggalkan. Namun, orang yang telah berpaling ini (benar-benar) telah mem-belok, tidak ada (niat) untuk menoleh dan melihat apa yang telah dia campakkan. Anda memperhatikan keadaan ini bersesuaian dengan kondisi mayoritas orang yang mengklaim diri beriman dan taat kepada Allah, padahal dia seorang yang lemah imannya. Anda menyaksikannya tidak mau melaksanakan kebanyakan dari ibadah-ibadah, khususnya ibadah yang memberatkan banyak orang seperti membayar zakat, infak yang wajib dan sunnah, jihad di jalan Allah, dan lain-lain.
#
{48} {وإذا دُعوا إلى الله ورسوله ليحكم بينهم}؛ أي: إذا صار بينَهم وبينَ أحدٍ حكومةٌ ودُعوا إلى [حكم] الله ورسوله، {إذا فريقٌ منهم معرِضونَ}: يريدونَ أحكامَ الجاهليَّة ويفضِّلون أحكام القوانين غير الشرعيَّة على الأحكام الشرعيَّة؛ لعلمِهِم أنَّ الحقَّ عليهم، وأنَّ الشرع لا يحكُم إلاَّ بما يطابِقُ الواقع.
(48) ﴾ وَإِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ ﴿ "Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, agar Rasul itu menghukum (mengadili) di antara mereka," maksudnya bila terjadi di antara mereka dengan seseorang tarik menarik tentang (kepastian) hukum, lalu mereka telah diseru untuk berhukum dengan hukum Allah dan Rasulnya ﴾ إِذَا فَرِيقٞ مِّنۡهُم مُّعۡرِضُونَ ﴿ "tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang," maksudnya mereka menginginkan hukum-hukum jahiliyah dan lebih mengutamakan hukum undang-undang (konvensional) yang tidak sesuai dengan ajaran agama daripada hukum-hukum syar'i. Karena mereka tahu bahwa kebenaran akan menyalahkan mereka dan syariat Allah tidak menetapkan hukum kecuali yang selaras dengan fakta yang tejadi.
#
{49} {وإن يكن لهم الحقُّ يأتوا إليه}؛ أي: إلى حكم الشرع {مُذْعِنينَ}: وليس ذلك لأجل أنَّه حكم شرعيٌّ، وإنَّما ذلك لأجل موافقة أهوائهم؛ فليسوا ممدوحينَ في هذه الحال، ولو أتوا إليه مذعنين؛ لأنَّ العبدَ حقيقةً مَن يتَّبع الحقَّ فيما يحبُّ ويكره، وفيما يسرُّه ويحزنُه. وأما الذي يتَّبع الشرع عند موافقة هواه وينبِذُهُ عند مخالفتِهِ، ويقدِّم الهوى على الشرع؛ فليس بعبدٍ على الحقيقة.
(49) ﴾ وَإِن يَكُن لَّهُمُ ٱلۡحَقُّ يَأۡتُوٓاْ إِلَيۡهِ ﴿ "Tetapi jika keputusan itu untuk (ke-maslahatan) mereka, maka mereka datang kepada Rasul," maksudnya kepada hukum syar'i ﴾ مُذۡعِنِينَ ﴿ "dengan patuh," bukan karena kete-tapan itu adalah hukum syar'i, akan tetapi hanyalah karena kepu-tusan tersebut selaras dengan hawa nafsu mereka. Dalam hal ini, mereka bukan termasuk orang-orang yang (patut) dipuji, walaupun mereka datang kepada beliau dengan patuh. Karena, hamba yang sejati, adalah insan yang mengikuti kebenaran, pada masalah yang dia suka atau yang dia benci, yang menyenangkan atau yang me-nyedihkannya. Adapun orang-orang yang mengikuti syariat ketika sejalan dengan hawa nafsunya dan mencampakkannya ketika bertentangan dengan dirinya, lebih mengedepankan nafsunya di atas syariat, maka dia bukanlah seorang hamba yang hakiki.
#
{50} قال الله في لومهم على الإعراض عن الحكم الشرعي: {أفي قلوبِهِم مرضٌ}؛ أي: علَّة أخرجت القلبَ عن صحَّتِهِ وأزالت حاسَّته فصار بمنزلة المريض الذي يعرِضُ عمَّا ينفعُه ويُقْبِلُ على ما يضرُّه. {أم ارتابوا}؛ أي: شكُّوا وقلقتْ قلوبُهم من حكم الله ورسوله واتَّهموه أنه لا يحكُمُ بالحقِّ. {أم يخافون أن يحيفَ اللهُ عليهم ورسولُه}؛ أي: يحكم عليهم حكماً ظالماً جائراً، وإنَّما هذا وصفُهم؛ {بل أولئك هم الظالمونَ}، وأما حكُم اللهِ ورسولِهِ؛ ففي غاية العدالةِ والقِسْط وموافقةِ الحكمة، {ومَنْ أحسنُ من الله حُكْماً لقوم يوقِنونَ}. وفي هذه الآيات دليلٌ على أنَّ الإيمان ليس هو مجرد القول حتى يقترِنَ به العملُ، ولهذا نفى الإيمان عمَّنْ تولَّى عن الطاعة ووجوب الانقياد لحكم الله ورسولِهِ في كلِّ حال، وأنَّ مَن لم يَنْقَدْ له دلَّ على مرض في قلبِهِ ورَيْبٍ في إيمانِهِ، وأنَّه يحرم إساءة الظنِّ بأحكام الشريعة، وأنْ يظنَّ بها خلاف العدل والحكمة.
(50) Allah berfirman dalam nada celaan terhadap mereka atas pembelokan mereka dari hukum syar'i ﴾ أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ ﴿ "Apakah dalam hati mereka ada penyakit," yaitu penyakit yang mengeluarkan hati dari kesehatannya, menghilangkan sensitivitasnya, sehingga dia bagaikan orang yang sakit yang menolak hal-hal yang ber-manfaat bagi dirinya dan (justru) mengarah kepada sesuatu yang dapat mencelakakannya ﴾ أَمِ ٱرۡتَابُوٓاْ ﴿ "atau (karena) mereka ragu-ragu," maksudnya mereka ragu dan hati mereka bimbang mengenai hukum Allah dan RasulNya, dan mereka melancarkan tuduhan bahwa RasulNya tidak menghukumi secara benar, ﴾ أَمۡ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَرَسُولُهُۥۚ ﴿ "ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan RasulNya berlaku zhalim kepada mereka," maksudnya menetapkan keputusan hukum atas mereka dengan hukuman yang zhalim dan curang. Sesung-guhnya, inilah sifat-sifat mereka, ﴾ بَلۡ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ﴿ "sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zhalim." Adapun hukum Allah dan RasulNya, pastilah berada di level puncak keadilan dan kebenaran serta selaras dengan hikmah. Allah berfirman, ﴾ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ 50 ﴿ "Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (Al-Ma`idah: 50). Pada ayat-ayat ini terdapat dalil bahwa iman tidaklah seke-dar ucapan (sehingga perlu disertai dengan amalan). Karena itu, Allah meniadakan keimanan dari seseorang yang telah berpaling dari ketaatan dan kewajiban tunduk kepada hukum Allah dan RasulNya pada setiap keadaan, dan bahwasanya orang yang tidak patuh kepadanya (hukum itu), menandakan (eksistensi) penyakit pada hatinya dan keraguan dalam keimanannya, dan bahwa diha-ramkan berburuk sangka terhadap hukum-hukum syariat, dengan menyangka bahwa hukum syariat berseberangan dengan spirit keadilan dan hikmah.
Dan setelah menyebutkan keadaan orang-orang yang telah berpaling dari hukum syar'i, Dia lalu menyebut-kan keadaan orang-orangorang Mukmin yang terpuji. Allah berfirman,
Ayah: 51 - 52 #
{إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (51) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (52)}.
" Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut ke-pada Allah dan bertakwa kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (An-Nur: 51-52).
#
{51} أي: {إنَّما كان قولَ المؤمنين}: حقيقةً، الذين صَدَّقوا إيمانَهم بأعمالهم حين يدعون {إلى الله ورسولِهِ لِيَحْكُم بينَهم}: سواء وافق أهواءهم أو خالفها، {أنْ يقولوا سَمِعْنا وأطَعْنا}؛ أي: سمعنا حكم الله ورسولِهِ وأجَبْنا مَنْ دعانا إليه وأطعنا طاعةً تامةً سالمةً من الحرج. {وأولئك هم المفلحونَ}: حَصَرَ الفلاح فيهم؛ لأنَّ الفلاحَ الفوزُ بالمطلوب والنجاةُ من المكروه، ولا يُفْلِحُ إلاَّ مَنْ حَكَّمَ اللهَ ورسولَه وأطاع اللهَ ورسولَه.
(51) Maksudnya ﴾ إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin," yang hakiki, yang membenarkan iman me-reka dengan amal-amal mereka tatkala diseru ﴾ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ ﴿ "kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) di an-tara mereka," baik sesuai dengan nafsu mereka atau menyelisihinya, ﴾ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ ﴿ "ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh'." Maksudnya kami dengarkan hukum Allah dan RasulNya, kami menjawab orang yang menyeru kepadanya, kami menaati dengan ketaatan yang penuh tanpa rasa keberatan, ﴾ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ﴿ "dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." Allah melingkupkan kemuliaan untuk mereka, karena (hakikat) kebahagiaan itu adalah mendapatkan sesuatu yang dipinta dan selamat dari hal-hal yang dibenci. Dan tidaklah berbahagia kecuali orang yang berhukum dan taat kepada Allah dan RasulNya.
#
{52} ولما ذَكَرَ فضل الطاعة في الحكم خصوصاً؛ ذَكَرَ فضلَها عموماً في جميع الأحوال، فقال: {ومَنْ يُطِع اللهَ ورسولَه}: فيصدِّقُ خَبَرَهُما ويمتثلُ أمْرَهُما {ويَخْشَ الله}؛ أي: يخافُه خوفاً مقروناً بمعرفة، فيترُكُ ما نهى عنه، ويكفُّ نفسَه عمَّا تَهْوى، ولهذا قال: {وَيَتَّقْهِ}: بترك المحظور؛ لأن التَّقْوى عند الإطلاق يدخُلُ فيها فعلُ المأمور وتركُ المنهيِّ عنه، وعند اقترانها بالبرِّ أو الطاعة ـ كما في هذا الموضع ـ تفسَّر بتوقِّي عذاب الله بترك معاصيه. {فأولئك}: الذين جَمَعوا بين طاعةِ الله وطاعةِ رسوله، وخشيةِ الله وتقواه {هم الفائزون}: بنجاتِهِم من العذاب؛ لتركِهم أسبابَه، ووصولِهم إلى الثواب؛ لفعلهم أسبابه؛ فالفوزُ محصورٌ فيهم، وأمَّا مَنْ لم يتَّصِفْ بوصفِهم؛ فإنَّه يفوته من الفوز بحسب ما قصَّر عنه من هذه الأوصافِ الحميدة. واشتملتْ هذه الآيةُ على الحقِّ المشترك بين الله وبين رسوله، وهو الطاعةُ المستلزمةُ للإيمان، والحقِّ المختص بالله، وهو الخشيةُ والتقوى، وبقي الحقُّ الثالث المختصُّ بالرسول، وهو التعزيرُ والتوقيرُ؛ كما جَمَعَ بين الحقوق الثلاثة في سورة الفتح في قوله: {لِتُؤْمِنوا باللهِ ورسولِهِ وتعزِّروهُ وتوقِّروهُ وتسبِّحوهُ بُكْرَةً وأصيلاً}.
(52) Tatkala Allah menyebutkan keutamaan taat dalam berhukum secara khusus, maka Dia menyebutkan keutamaan taat secara umum pada seluruh keadaan. Allah berfirman, ﴾ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ ﴿ "Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya," lalu membenarkan al-khabar dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya ﴾ وَيَخۡشَ ٱللَّهَ ﴿ "dan takut kepada Allah," maksudnya takut kepadaNya dengan ketakutan yang berkaitan dengan pengetahuan, sehingga dia meninggalkan apa yang dilarang, menahan dirinya dari apa yang diinginkan nafsunya ﴾ وَيَتَّقۡهِ ﴿ "dan bertakwa kepadaNya," dengan meninggalkan perkara-perkara yang dilarang. Karena, hakikat takwa secara umum, mencakup melakukan perintah dan menjauhi larangan. Tatkala lafazh at-taqwa bersanding dengan lafazh al-birr (kebaikan) atau ath-tha'ah (ketaatan) –sebagaimana dalam pemba-hasan di sini– maka ditafsirkan dengan membentengi diri dari azab Allah dengan cara meninggalkan kemaksiatan kepadaNya. ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Maka mereka," yang telah memadukan antara keta-atan kepada Allah dan RasulNya, rasa takut dan takwa kepadaNya ﴾ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ﴿ "adalah orang-orang yang mendapat kemenangan," dengan selamatnya mereka dari azab karena mereka meninggalkan perkara-perkara pemicunya sehingga meraih pahala karena telah menem-puh sebab kausalitasnya. Kemenangan hanya terbatas bagi mereka (saja). Adapun orang yang belum menyandangi diri dengan sifat-sifat mereka, maka sungguh dia akan kehilangan kemenangan ini sesuai dengan kadar kekurangan untuk menyempurnakan sifat-sifat ini. Ayat ini mencakup hak kolektif antara Allah dan RasulNya. Yaitu, ketaatan yang berkonsekuensi kepada keimanan dan (me-ngandung) hak khusus untuk Allah yaitu rasa takut dan ketakwaan. Masih tersisa (jenis hak) ketiga yang khusus bagi RasulNya, yaitu pemberian dukungan dan pengagungan, sebagaimana Allah telah menggabungkan tiga hak ini dalam surat al-Fath, ﴾ لِّتُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُۚ وَتُسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا 9 ﴿ "Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)Nya, membesarkannya dan bertasbih kepadaNya di waktu pagi dan petang." (Al-Fath: 9).
Ayah: 53 - 54 #
{وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ قُلْ لَا تُقْسِمُوا طَاعَةٌ مَعْرُوفَةٌ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (53) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (54)}.
"Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah, 'Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal.' Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Katakanlah 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, sedangkan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidaklah kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang'." (An-Nur: 53-54).
#
{53} يخبِرُ تعالى عن حالة المتخلِّفين عن الرسول - صلى الله عليه وسلم - في الجهادِ من المنافقين ومَن في قلوبِهِم مرضٌ وضَعْفُ إيمان أنَّهم يقسِمون بالله: {لئن أمَرْتَهم}: فيما يُسْتَقْبَلُ أو لئنْ نصصتَ عليهم حين خرجتَ؛ {لَيَخْرُجُنَّ} والمعنى الأولُ أولى. قال الله رادًّا عليهم: {قُلْ لا تقسِموا}؛ أي: لا نحتاج إلى إقسامكم وإلى أعذاركم؛ فإنَّ الله قد نبَّأنا من أخباركم. وطاعتُكُم معروفةٌ لا تَخْفى علينا، قد كُنَّا نعرِفُ منكم التثاقلَ والكسلَ من غير عذرٍ؛ فلا وجهَ لِعُذْرِكم وقَسَمِكم، إنَّما يحتاجُ إلى ذلك من كان أمرُهُ محتملاً وحاله مُشتبهةً؛ فهذا ربما يفيدُه العذر براءةً، وأمَّا أنتُم؛ فكلاَّ ولمَّا، وإنَّما يُنْتَظَرُ بكم ويُخاف عليكم حلول بأس الله ونقمته، ولهذا توعَّدهم بقوله: {إنَّ الله خبيرٌ بما تعملون}: فيجازِيكم عليها أتمَّ الجزاء.
(53) Allah تعالى mengabarkan keadaan orang-orang yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah ketika berjihad, dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang yang dalam hatinya terda-pat penyakit dan kelemahan iman bahwasanya mereka bersumpah atas nama Allah ﴾ لَئِنۡ أَمَرۡتَهُمۡ ﴿ "jika kamu suruh mereka," (melakukan) hal-hal yang akan dihadapi atau engkau mengeluarkan pernyataan kepada mereka ketika engkau akan keluar (berjihad), ﴾ لَيَخۡرُجُنَّۖ ﴿ "pas-tilah mereka akan pergi." Makna yang pertama lebih utama. Allah berfirman untuk membantah mereka, ﴾ قُل لَّا تُقۡسِمُواْۖ ﴿ "Katakanlah, 'Ja-nganlah kamu bersumpah'," kami tidak butuh terhadap sumpah dan dalih alasan kalian. Karena Allah telah memberitahu kami tentang keadaan kalian. Ketaatan kalian telah jelas, tidak tersembunyi bagi kami. Kami mengetahui perasaan berat dan kemalasan pada kalian tanpa ada dalih alasan. Maka tidak perlu lagi alasan dan sumpah kalian. Sesungguhnya orang yang memerlukan sumpah ialah orang yang keadaan jati dirinya masih belum jelas dan kondisinya masih meragukan. Barangkali orang semacam ini alasannya bermanfaat baginya untuk berlepas diri (dari kesalahan). Adapun kalian, maka tidak (diterima) dan tidak (diterima). Perkara yang ditunggu buat kalian dan ditakutkan (terjadi) atas kalian adalah tibanya siksa dan murka Allah. Karena itu, Allah akan mengancam dengan Firman-Nya, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," lalu Dia akan membalas kalian dengan balasan yang sempurna.
#
{54} هذه حالُهم في نفس الأمر، وأمَّا الرسولُ عليه الصلاة والسلام؛ فوظيفتُهُ أنْ يأمُرَكم وينهاكُم، ولهذا قال: {قُلْ أطيعوا اللهَ وأطيعوا الرسولَ فإن}: امتثلوا؛ كان حظَّكم وسعادَتَكم، وإنْ {تَوَلَّوْا فإنَّما عليه ما حُمِّلَ}: من الرسالة، وقد أدَّاها، {وعليكُم ما حُمِّلْتُم}: من الطاعة، وقد بانت حالُكم وظهرتْ، فبان ضلالُكم وغيُّكم واستحقاقُكم العذاب. {وإن تُطيعوه تَهْتَدوا}: إلى الصراط المستقيم قولاً وعملاً؛ فلا سبيلَ لكم إلى الهداية إلاَّ بطاعتِهِ، وبدون ذلك لا يمكنُ، بل هو محالٌ. {وما على الرسول إلاَّ البلاغُ المُبينُ}؛ أي: تبليغُكُم البيِّنُ الذي لا يُبقي لأحدٍ شَكًّا ولا شبهةً، وقد فعل - صلى الله عليه وسلم -؛ بَلَّغَ البلاغَ المُبين، وإنَّما الذي يحاسِبُكم ويجازيكم هو الله تعالى؛ فالرسول ليس له من الأمرِ شيءٌ، وقد قام بوظيفتِهِ.
(54) Beginilah keadaan mereka dalam aspek yang sama. Adapun tugas Rasulullah adalah memerintahkan dan melarang kalian. Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَۖ فَإِن ﴿ "Katakanlah, 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika'," mereka melaksanakannya, maka itu adalah keberuntungan dan kebahagian kalian. Dan bila ﴾ تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡهِ مَا حُمِّلَ ﴿ "kalian berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepada-nya," berupa (penyampaian) risalah, sementara Rasulullah telah menunaikan tugasnya ﴾ وَعَلَيۡكُم مَّا حُمِّلۡتُمۡۖ ﴿ "dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu," dalam bentuk ketaatan. Keadaan kalian sudah jelas dan nyata. Kesesatan dan kekeliruan kalian serta azab yang berhak kalian terima (semuanya) telah jelas, ﴾ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ ﴿ "dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk," ke jalan yang lurus, dalam ucapan dan amalan. Maka, tidak ada jalan buat kalian menuju hidayah kecuali dengan cara menaatinya. Tidak mungkin itu terjadi tanpa ketaatan, bahkan merupakan sesuatu yang mustahil. ﴾ وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ ﴿ "Dan tidaklah kewajiban rasul itu melain-kan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang," maksudnya me-nyampaikan kepada kalian secara jelas yang tiada menyisakan keraguan dan syubhat. Sungguh Rasulullah telah melakukannya. Beliau telah menyampaikan (risalah) dengan sejelas-jelasnya. Se-sungguhnya Dzat yang akan memperhitungkan (amalan) kalian dan memberikan balasan bagi kalian adalah Allah تعالى. Rasulullah tiada memiliki kekuasaan sedikit pun dalam hal ini. Dan beliau telah menunaikan tugasnya.
Ayah: 55 #
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55)}.
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).
#
{55} هذا من أوعاده الصادقةِ التي شوهِدَ تأويلُها ومَخْبَرُها؛ فإنَّه وعد مَنْ قام بالإيمان والعمل الصالح من هذه الأمة أن يَسْتَخْلِفَهم في الأرض، يكونونَ هم الخلفاءَ فيها، المتصرفين في تدبيرها، وأنه يمكِّن {لهم دينَهُمُ الذي ارتضى لهم}، وهو دينُ الإسلام الذي فاقَ الأديانَ كلَّها، ارتضاه لهذه الأمة لفضلِها وشرفِها ونعمتِهِ عليها بأن يتمكَّنوا من إقامتِهِ وإقامةِ شرائعِهِ الظاهرةِ والباطنةِ في أنفسهم وفي غيرِهم؛ لكونِ غيرِهم من أهل الأديان وسائرِ الكفَّار مغلوبينَ ذليلينَ، وأنَّه يبدِّلُهم [أمناً] {من بعدِ خوفِهم}؛ الذي كان الواحد منهم لا يتمكَّنُ من إظهار دينِهِ وما هو عليه إلاَّ بأذى كثيرٍ من الكفار، وكون جماعة المسلمين قليلينَ جدًّا بالنسبة إلى غيرهم، وقد رماهُم أهلُ الأرض عن قوسٍ واحدةٍ، وبَغَوْا لهم الغوائلَ، فوعَدَهم الله هذه الأمورَ وقت نزول الآية، وهي لم تشاهد الاستخلافَ في الأرض والتمكينَ فيها والتمكينَ من إقامةِ الدين الإسلاميِّ والأمنَ التامَّ بحيثُ يعبُدون الله ولا يشرِكون به شيئاً ولا يخافون أحداً إلاَّ الله، فقام صدرُ هذه الأمة من الإيمان والعمل الصالح بما يفوقُ على غيرهم، فمكَّنهم من البلاد والعباد، وفُتِحَتْ مشارقُ الأرض ومغاربُها، وحصل الأمنُ التامُّ والتمكين التامُّ؛ فهذا من آيات الله العجيبة الباهرة، ولا يزالُ الأمر إلى قيام الساعة، مهما قاموا بالإيمان والعمل الصالح؛ فلا بدَّ أن يوجَدَ ما وَعَدَهُم الله، وإنَّما يسلِّطُ عليهم الكفار والمنافقين ويُديلُهم في بعض الأحيان بسبب إخلال المسلمين بالإيمان والعمل الصالح. {ومَن كَفَرَ بعد ذلك}: التمكين والسلطنة التامَّة لكم يا معشرَ المسلمينَ، {فأولئك هم الفاسقون}: الذين خرجوا عن طاعة الله وفسدوا، فلم يصلحوا لصالح، ولم يكنْ فيهم أهليَّةٌ للخير؛ لأنَّ الذي يَتْرُكُ الإيمانَ في حال عزِّه وقهرِهِ وعدم وجودِ الأسباب المانعة منه يدلُّ على فساد نيَّته وخُبث طويَّته؛ لأنَّه لا داعي له لترك الدين إلاَّ ذلك. ودلت هذه الآية أنَّ الله قد مكَّن مَنْ قبلَنا واستخلَفَهم في الأرض؛ كما قال موسى لقومه: {ويَسْتَخْلِفكُم في الأرْضِ فَيَنْظُرَ كيف تعملونَ}، وقال تعالى: {ونريدُ أن نَمُنَّ على الذين استُضْعِفوا في الأرض [ونجعلهم أئمة ونجعلهم الوارثين] ونمكِّنَ لهم في الأرض}.
(55) Ini termasuk janjiNya yang benar, yang telah dapat disaksikan penafsiran dan kenyataannya, bahwasanya Dia telah menjanjikan orang yang menegakkan iman dan amal shalih dari umat ini, untuk menjadikan mereka penguasa di muka bumi. Me-reka akan menjadi para pemimpin di bumi, yang memegang kendali pengaturannya. Sesungguhnya Allah (juga) akan memantapkan ﴾ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ ﴿ "bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka," yaitu agama Islam yang mengungguli seluruh agama. Allah meridhainya untuk umat ini karena keutamaan umat ini, kemuliaan dan curahan kenikmatan bagi mereka, dalam wujud, mereka sanggup menegakkan agama Islam, syariatNya yang zahir atau yang batin, dalam diri-diri mereka dan orang lain. Pasalnya, orang-orang selain mereka, seperti para pemeluk agama-agama dan orang-orang kafir akan terkalahkan dan menjadi hina. Allah akan menggantikan (keadaan) mereka ﴾ مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ ﴿ "setelah ketakutan mereka." (Dahulu) salah seorang dari mereka tidak dapat menampakkan agamanya, tiada lain disebabkan gencarnya gangguan dari banyak orang kafir dan keberadaan jamaah kaum Muslimin yang berjumlah sedikit sekali bila dibandingkan jumlah mereka. Penduduk bumi telah sepakat memerangi kaum Muslimin. Mereka telah berbuat melampaui batas dengan berbagai macam kezhaliman. Allah menjanjikan kaum Mukminin peristiwa-peris-tiwa di atas ketika ayat ini turun. Padahal umat Islam belum me-nyaksikan pengendalian kekuasaan di bumi dan pendudukan posisi di sana, serta kesanggupan untuk menegakkan agama Islam dan stabilitas keamanan yang sempurna, lantaran mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun tanpa merasa takut kepada seorang pun kecuali hanya kepada Allah saja. Generasi awal umat ini melaksanakan keimanan dan amal shalih yang mengungguli umat lain, maka Allah meneguhkan me-reka (untuk menguasai) negeri-negeri dan umat manusia. Penjuru timur dan barat bumi telah ditaklukkan, sehingga diperoleh sta-bilitas keamanan yang sempurna dan pendudukan yang kuat. Ini termasuk ayat-ayat Allah yang menakjubkan dan menawan. Per-kara ini akan terus berlaku sampai Hari Kiamat. Selama mereka menegakkan iman dan amal shalih, pasti janji Allah kepada me-reka akan terwujud. Orang-orang kafir dan munafik hanya mampu menguasai (kaum Muslimin) dan dimenangkan pada sebagian waktu lantaran kesalahan yang dilakukan kaum Muslimin terhadap keimanan dan amal shalih. ﴾ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ ﴿ "Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu," yaitu kedudukan dan kekuasaan yang sempurna bagi kalian, wahai kaum Muslimin. ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ﴿ "Maka mereka itulah orang-orang yang fasik," orang-orang yang keluar dari ketaatan ke-pada Allah dan mengalami kerusakan (jiwa dan hati), mereka tidak pantas dengan kebaikan serta tidak ada kemampuan menerima perbaikan. Karena, seseorang yang meninggalkan keimanannya ketika dalam keadaan perkasa dan kuat serta tidak adanya sebab yang menghalanginya untuk beriman, ini menunjukkan kerusakan niat dan kejelekan jiwanya. Pasalnya, tidak ada faktor yang men-dorong untuk meninggalkan agama ini kecuali perkara-perkara tersebut. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah mendudukkan orang-orang sebelum kita dan menjadikan mereka pimpinan di bumi ini, sebagaimana yang dikatakan Musa kepada kaumnya, ﴾ وَيَسۡتَخۡلِفَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرَ كَيۡفَ تَعۡمَلُونَ 129 ﴿ "Dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Dia akan me-lihat bagaimana perbuatanmu." (Al-A'raf: 129). Dan Firman Allah, ﴾ وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ ] وَنَجۡعَلَهُمۡ أَئِمَّةٗ وَنَجۡعَلَهُمُ ٱلۡوَٰرِثِينَ 5 [وَنُمَكِّنَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ ﴿ "Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu [dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)], dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi." (Al-Qashash: 5-6).
Ayah: 56 - 57 #
{وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (56) لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مُعْجِزِينَ فِي الْأَرْضِ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَلَبِئْسَ الْمَصِيرُ (57)}.
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kalian diberi rahmat. Janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi ini, sedang tempat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu." (An-Nur: 56-57).
#
{56} يأمر تعالى بإقامة الصلاة بأركانها وشروطها وآدابها ظاهراً وباطناً، وبإيتاء الزكاة من الأموال التي استَخْلَفَ الله عليها العباد وأعطاهم إياها؛ بأن يُؤتوها الفقراء وغيرهم ممَّن ذَكَرَهُم الله لمصرِفِ الزكاة؛ فهذان أكبرُ الطاعات وأجلُّهما، جامعتان لحقِّه وحقِّ خلقِهِ، للإخلاص للمعبود وللإحسان إلى العبيد. ثم عَطَفَ عليهما الأمرَ العامَّ، فقال: {وأطيعوا الرَّسولَ}: وذلك بامتثال أوامرِهِ واجتنابِ نواهيه، {ومَن يُطِعِ الرسولَ فَقَدْ أطاع الله}، {لعلَّكم}: حين تقومون بذلك {تُرْحَمون}: فمن أراد الرحمةَ؛ فهذا طريقُها، ومَنْ رجاها من دون إقامة الصلاة وإيتاء الزَّكاة وإطاعة الرسول؛ فهو متمنٍّ كاذبٌ، وقد منَّته نفسُه الأمانيَّ الكاذبة.
(56) Allah تعالى memerintahkan penegakan shalat beserta (melengkapi) rukun, syarat dan adab-adabnya secara lahir dan batin, dan memberikan zakat dari harta-harta yang Allah titipkan dan berikan kepada para hamba dengan cara menyerahkannya kepada orang-orang fakir dan selain mereka yang disebutkan Allah termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Dua ibadah ini merupakan ketaatan yang paling agung dan mulia, yang mengga-bungkan antara hakNya dan hak makhlukNya, dan supaya ikhlas kepada Dzat yang disembah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Kemudian Allah menambahkan perintah umum setelah dua perkara tadi, seraya berfirman, ﴾ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ ﴿ "Dan taatlah kamu kepada Rasul," dengan melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya, ﴾ مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَۖ ﴿ "Barangsiapa yang taat kepada Rasul, maka sungguh dia telah me-naati Allah." (An-Nisa`: 80). ﴾ لَعَلَّكُمۡ ﴿ "Supaya kalian," ketika kalian melaksanakan perkara itu ﴾ تُرۡحَمُونَ ﴿ "diberi rahmat," maka siapa yang menginginkan rahmat, inilah jalannya. Dan barangsiapa yang mengharapkannya tanpa menegakkan shalat dan membayarkan zakat serta taat kepada rasul, maka dia hanyalah seorang yang mengkhayal lagi berdusta. Nafsunya telah memberinya angan-angan dusta.
#
{57} {لا تحسبنَّ الذين كفروا مُعْجِزينَ في الأرض}: فلا يَغْرُرْكَ ما مُتِّعوا به في الحياة الدُّنيا؛ فإنَّ الله وإنْ أمْهَلَهم؛ فإنَّه لا يُهْمِلُهم؛ {نمتِّعُهم قليلاً ثم نضطرُّهم إلى عذابٍ غليظٍ}. ولهذا قال هنا: {ومأواهُمُ النارُ ولبئسَ المصيرُ}؛ أي: بئس المآلُ مآل الكافرين؛ مآل الشرِّ والحسرة والعقوبة الأبديَّة.
(57) ﴾ لَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مُعۡجِزِينَ فِي ٱلۡأَرۡضِۚ ﴿ "Janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi ini." Janganlah kalian terpedaya dengan kenikmatan yang telah mereka nikmati pada kehidupan dunia. Karena sesung-guhnya Allah hanya mengulur mereka tapi tidak melalaikan mereka. ﴾ نُمَتِّعُهُمۡ قَلِيلٗا ثُمَّ نَضۡطَرُّهُمۡ إِلَىٰ عَذَابٍ غَلِيظٖ 24 ﴿ "Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras." (Luqman: 34). Karenanya, Dia berfirman, ﴾ وَمَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ﴿ "Sedang tem-pat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu," maksudnya tempat kesudahan yang paling jelek adalah tempat kembali bagi orang-orang kafir, tempat kembali yang jelek, penuh derita dan hukuman yang abadi.
Ayah: 58 - 59 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (58) وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (59)}.
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (le-laki dan wanita) yang kalian miliki, dan orang-orang yang belum baligh dari kalian, meminta izin kepada kalian tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum Shalat Shubuh, ketika kalian menang-galkan pakaian (luar) kalian di tengah hari dan sesudah Shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atas kalian dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kalian, sebagian kalian (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (An-Nur: 58-59).
#
{58} أمر المؤمنين أن يستأذِنَهم مماليكُهم والذين لم يبلُغوا الحُلُمَ منهم، قد ذَكَرَ الله حكمتَه، وأنَّه ثلاثُ عوارتٍ للمستأذَنِ عليهم؛ وقتَ نومِهم بالليل بعد العشاء، وعند انْتِباههم قبل صلاة الفجر؛ فهذا في الغالب أنَّ النائم يستعمل للنوم في الليل ثوباً غير ثوبِهِ المعتاد، وأمَّا نومُ النهار؛ [فلمّا] كان في الغالب قليلاً قد ينام فيه العبد بثيابِهِ المعتادة؛ قيَّده بقوله: {وحين تَضَعون ثيابَكم من الظهيرةِ}؛ أي: للقائلة وسط النهار؛ ففي ثلاث هذه الأحوال يكون المماليكُ والأولادُ الصغارُ كغيرهم لا يمكَّنون من الدُّخول إلاَّ بإذنٍ، وأمَّا ما عدا هذه الأحوالُ الثلاثة؛ فقال: {ليس عليكُم ولا عليهِم جُناح بعدهنَّ}؛ أي: ليسوا كغيرِهم؛ فإنَّهم يُحتاج إليهم دائماً، فيشقُّ الاستئذان منهم في كلِّ وقتٍ، ولهذا قال: {طَوَّافونَ عليكم بعضُكم على بعضٍ}؛ أي: يتردَّدون عليكم في قضاء أشغالكم وحوائجكم. {كذلك يبيِّنُ الله لكم الآياتِ}: بياناً مقروناً بحكمتِهِ؛ ليتأكَّدَ ويتقوَّى ويعرفَ به رحمةَ شارِعِه وحكمتَه، ولهذا قال: {والله عليمٌ حكيمٌ}: له العلم المحيطُ بالواجبات و [المستحيلات] والممكنات والحكمة التي وَضَعَتْ كلَّ شيءٍ موضِعَه، فأعطى كلَّ مخلوق خَلْقَه اللائق به، وأعطى كلَّ حكم شرعيٍّ حكمه اللائقَ به، ومنه هذه الأحكام التي بَيَّنَها وبيَّنَ مآخِذَها وحُسْنَها.
(58) Allah memerintahkan kaum Mukminin agar para budak dan anak-anak yang belum mencapai usia baligh meminta izin dari mereka. Allah telah menyebutkan hikmahNya. Ada tiga aurat (tiga waktu saat orang biasa membuka auratnya) bagi orang-orang yang seharusnya diminta izin kepada mereka, yaitu waktu tidur pada malam hari setelah Shalat Isya, waktu terjaga mereka sebelum Shalat Shubuh. Biasanya, orang yang tidur di malam hari mengenakan pakaian yang tidak biasa dipakai. Adapun tidur siang, [tatkala][22] umumnya jarang (dilakukan) seseorang memakai pakaian yang wajar pada waktu itu, maka Allah mengaitkannya dengan FirmanNya, ﴾ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ ٱلظَّهِيرَةِ ﴿ "ketika kalian menanggal-kan pakaian (luar)mu di tengah hari," bagi yang tidur di tengah hari. Pada tiga kondisi ini para budak dan anak-anak kecil berkeduduk-an seperti orang-orang (pada umumnya) agar tidak masuk kecuali dengan izin. Adapun di luar keadaan ini, Allah berfirman, ﴾ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ وَلَا عَلَيۡهِمۡ جُنَاحُۢ بَعۡدَهُنَّۚ ﴿ "Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu," maksudnya, (kedudukan) mereka tidaklah sama dengan selain mereka. Karena mereka selalu dibutuhkan, se-hingga menjadi beban bila mesti meminta izin setiap waktu. Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ طَوَّٰفُونَ عَلَيۡكُم بَعۡضُكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ ﴿ "Mereka melayani kalian, sebagian kalian (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain)," maksudnya mondar-mandir untuk menyelesaikan kesibukan dan kebutuhan kalian. ﴾ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۗ ﴿ "Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kalian," yaitu sebagai penjelasan yang disertai dengan hikmah-Nya agar lebih meyakinkan dan menguatkan serta mengetahui rahmat dan hikmah Dzat yang telah membuat syariat. Oleh sebab itu, Allah berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." BagiNya ilmu yang meliputi perkara-perkara yang mesti ada, [hal-hal yang mustahil[23]], kemung-kinan-kemungkinan, dan hikmah yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Allah telah memberikan kepada para makhluk bentuk penciptaan yang sesuai. Dan memberikan kepada setiap hukum syar'i ketetapan hukum yang selaras. Termasuk hukum-hukum ini yang mana Allah sudah menerangkan dan menjelaskan sumber dan keelokannya.
#
{59} {وإذا بَلَغَ الأطفالُ منكم الحُلُمَ}: وهو إنزالُ المنيِّ يقظةً أو مناماً؛ {فَلْيَسْتَأذِنوا كما استأذنَ الذين من قبلِهِم}؛ أي: في سائر الأوقات، والذين مِنْ قبلِهِم هم الذين ذَكَرَهُمُ اللهُ بقوله: {يا أيُّها الذين آمنوا لا تَدْخُلوا بيوتاً غير بيوتِكُم حتى تَسْتَأنِسوا ... } الآية. {كذلك يبيِّنُ الله لكم آياتِهِ}: ويوضِّحُها ويفصِّلُ أحكامها. {والله عليم حكيم}. وفي هاتين الآيتين فوائدُ: منها: أنَّ السيِّد وولي الصغير مخاطبان بتعليم عبيدِهم ومَنْ تحتَ ولايَتِهم من الأولاد العلمَ والآدابَ الشرعيَّة؛ لأنَّ الله وجَّه الخطاب إليهم بقوله: {يا أيُّها الذين آمنوا لِيَسْتَأذِنكُمُ الذين ملكت أيمانكم والذين لم يَبْلُغوا الحُلُم ... } الآية، ولا يمكنُ ذلك إلاَّ بالتعليم والتأديب، ولقوله: {ليس عليكُم ولا عليهِم جُناح بَعْدَهُنَّ}. ومنها: الأمر بحفظِ العورات والاحتياط لذلك من كلِّ وجه، وأنَّ المحلَّ والمكانَ الذي مَظِنَّةٌ لرؤيةِ عورة الإنسان فيه، أنَّه منهيٌّ عن الاغتسال فيه والاستنجاء ونحو ذلك. ومنها: جوازُ كشفِ العورة لحاجةٍ؛ كالحاجة عند النوم وعند البول والغائط ونحو ذلك. ومنها: أنَّ المسلمين كانوا معتادين القَيْلولة وسطَ النهار؛ كما اعتادوا نومَ الليل؛ لأنَّ الله خاطَبَهم ببيانِ حالِهِم الموجودةِ. ومنها: أنَّ الصغير الذي دون البلوغ لا يجوزُ أن يمكَّنَ من رؤية العورة، ولا يجوزُ أن تُرى عورتُهُ؛ لأنَّ الله لم يأمُرْ باستئذانِهِم إلاَّ عن أمرٍ ما يجوز. ومنها: أنَّ المملوك أيضاً لا يجوزُ أن يرى عورةَ سيِّده؛ كما أنَّ سيِّده لا يجوز أن يرى عورتَه؛ كما ذكرنا في الصغير. ومنها: أنَّه ينبغي للواعظ والمعلِّم ونحوهم ممَّن يتكلَّم في مسائل العلم الشرعيِّ أن يقرِنَ بالحكم بيانَ مأخذِهِ ووجهِهِ، ولا يُلقيه مجرَّداً عن الدليل والتَّعليل؛ لأنَّ الله لما بيَّن الحكم المذكور؛ علَّله بقوله: {ثلاثُ عوراتٍ لكم}. ومنها: أنَّ الصَّغيرَ والعبدَ مخاطبان كما أنَّ وليَّهما مخاطبٌ؛ لقوله: {ليس عليكُم ولا عليهم جناحٌ بَعْدَهُنَّ}. ومنها: أنَّ ريق الصبيِّ طاهرٌ، ولو كان بعد نجاسةٍ؛ كالقيء؛ لقوله تعالى: {طوَّافونَ عليكُم}؛ مع قول النبيِّ - صلى الله عليه وسلم - حين سُئِلَ عن الهرة: «إنها ليست بِنَجَسٍ، إنَّها من الطَّوَّافينَ عليكم والطَّوَّافاتِ». ومنها: جوازُ استخدام الإنسان مَنْ تحت يدِهِ من الأطفال على وجهٍ معتادٍ لا يشقُّ على الطفل؛ لقوله: {طوَّافونَ عليكم}. ومنها: أنَّ الحكم المذكورَ المفصَّل إنَّما هو لما دونَ البلوغ، وأمَّا ما بعدَ البلوغ؛ فليس إلاَّ الاستئذان. ومنها: أنَّ البلوغَ يحصُلُ بالإنزال، فكلُّ حكم شرعيٍّ رُتِّبَ على البلوغ؛ حصل بالإنزال، وهذا مجمعٌ عليه، وإنَّما الخلاف هل يَحْصُلُ البلوغُ بالسنِّ أو الإنباتِ للعانةِ. والله أعلم.
(59) ﴾ وَإِذَا بَلَغَ ٱلۡأَطۡفَٰلُ مِنكُمُ ٱلۡحُلُمَ ﴿ "Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh," yaitu keluarnya air mani, baik dalam keadaan terjaga atau ketika mimpi ﴾ فَلۡيَسۡتَـٔۡذِنُواْ كَمَا ٱسۡتَـٔۡذَنَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ ﴿ "maka hen-daklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin," yaitu pada setiap waktu. (Yang dimaksud dengan) 'orang-orang sebelum mereka' adalah mereka yang Allah sebutkan dalam FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ ...﴿ "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki ru-mah selain rumah kamu sampai kamu meminta izin terlebih dahulu…." (An-Nur: 27). ﴾ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦۗ ﴿ "Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya." Allah menerangkan dan menjelaskan hukum-hukumNya secara rinci. ﴾ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui lagi Ma-habijaksana." Pada dua ayat di atas terkandung beberapa faidah (pelajaran penting). Di antaranya: 1. Bahwa seorang tuan dan orang tua wali dari anak kecil di-perintahkan untuk mengajarkan ilmu dan adab-adab syar'i kepada budaknya dan orang-orang yang di bawah kekuasaannya. Karena Allah telah mengarahkan pembicaraan kepada mereka berdasarkan FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِيَسۡتَـٔۡذِنكُمُ ٱلَّذِينَ مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡ وَٱلَّذِينَ لَمۡ يَبۡلُغُواْ ٱلۡحُلُمَ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh dari kalian…." Hal ini tidak mungkin (terwujud) kecuali melalui pengajaran dan pembinaan adab. Dan berdasarkan FirmanNya, ﴾ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ وَلَا عَلَيۡهِمۡ جُنَاحُۢ بَعۡدَهُنَّۚ ﴿ "Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu" 2. Perintah untuk menjaga aurat dan berhati-hati dengannya dari segala sesuatu. Dan lokasi dan tempat yang diperkirakan aurat seseorang bisa terlihat, maka dilarang mandi dan cebok di sana. 3. Bolehnya membuka aurat bila diperlukan, seperti saat tidur, kencing, buang air besar dan lain-lain. 4. Kaum Muslimin dahulu terbiasa dengan tidur sebentar pada tengah hari, sebagaimana mereka terbiasa tidur di malam hari, karena Allah berbicara kepada mereka untuk menceritakan keadaan yang ada pada mereka. 5. Seorang anak kecil yang belum baligh tidak boleh diberi kesempatan melihat aurat, dan auratnya pun tidak boleh terlihat. Karena Allah tidaklah memerintahkan mereka untuk meminta izin melainkan pasti bertentangan dengan perkara yang dilarang. 6. Seorang budak juga tidak boleh melihat aurat tuannya, begitu pula tuannya tidak boleh melihat aurat budaknya. Sebagai-mana yang telah kita sebutkan di masalah anak kecil. 7. Hendaknya pemberi nasihat, guru, dan orang-orang yang serupa dengan mereka dari kalangan yang berbicara tentang ilmu syar'i, hendaknya menghubungkan hukum dengan keterangan sumber dan sisi pengambilan hukum. Tidak sekedar menyebutkan hukum tanpa membawakan dalil dan alasannya. Karena Allah ketika menerangkan hukum yang dimaksud, selalu mengemuka-kan alasan-alasannya dengan FirmanNya, ﴾ ثَلَٰثُ عَوۡرَٰتٖ لَّكُمۡۚ ﴿ "(Itulah) tiga aurat bagi kamu." 8. Anak kecil dan budak sahaya menjadi obyek pengarahan aturan, sebagaimana halnya wali mereka menjadi obyek pengarah-an (aturan) berdasarkan Firman Allah, ﴾ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ وَلَا عَلَيۡهِمۡ جُنَاحُۢ بَعۡدَهُنَّۚ ﴿ "Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu." 9. Sucinya air liur anak kecil, walaupun keluar setelah barang yang najis, seperti muntahannya, berdasarkan Firman Allah, ﴾ طَوَّٰفُونَ عَلَيۡكُم ﴿ "Mereka melayani kamu" (diqiyaskan) dengan sabda Nabi ketika ditanya tentang kucing, إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِيْنَ وَالطَّوَّافَاتِ عَلَيْكُمْ. "Ia tidaklah najis, ia termasuk binatang jantan dan betina yang sering mondar-mandir bersama kalian."[24] 10. Bolehnya seseorang mempekerjakan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya sebagai pembantu, seperti anak-anak dengan cara yang yang wajar dan tidak memberatkan sang anak, berdasarkan FirmanNya, ﴾ طَوَّٰفُونَ عَلَيۡكُم ﴿ "Mereka melayani kamu." 11. Bahwasanya hukum yang disebutkan di atas dengan terperinci ditujukan untuk anak-anak yang belum baligh. Adapun anak-anak yang sudah baligh, maka harus meminta izin. 12. Bahwasanya masa baligh (anak) terjadi dengan keluarnya mani. Setiap hukum syar'i dikaitkan dengan masa baligh. Masuk-nya (masa baligh) disebabkan keluarnya air mani. Ini telah disepa-kati para ulama. Sedangkan perbedaan yang terjadi adalah apakah masa baligh itu berdasarkan umur tertentu atau dengan tumbuhnya rambut kemaluan (atau tidak)? Wallahu a'lam.
Ayah: 60 #
{وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (60)}.
"Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (An-Nur: 60).
#
{60} {والقواعدُ من النساء}؛ [أي]: اللاتي قَعَدْنَ عن الاستمتاع والشهوةِ، {اللاتي لا يَرْجونَ نِكاحاً}؛ أي: لا يَطْمَعْنَ في النكاح ولا يُطْمَعُ فيهن، وذلك لكونها عجوزاً لا تشتهي أو دميمةَ الخِلْقَةِ لا تُشْتَهى ولا تَشْتَهي. {فليس عليهنَّ جُناحٌ}؛ أي: حرجٌ وإثمٌ، {أن يَضَعْنَ ثيابَهُنَّ}؛ أي: الثياب الظاهرة كالخمار ونحوه، الذي قال الله فيه للنساء: {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ على جُيوبِهِنَّ}؛ فهؤلاء يجوز لهنَّ أن يَكْشِفْنَ وجوهَهُنَّ لأمن المحذور منها وعليها. ولما كان نفيُ الحرج عنهنَّ في وضع الثياب ربَّما تُوُهِّمَ منه جوازُ استعمالها لكلِّ شيءٍ؛ دَفَعَ هذا الاحتراز بقوله: {غيرَ مُتَبَرِّجات بزينةٍ}؛ أي: غير مظهراتٍ للناس زينةً من تجمُّلٍ بثيابٍ ظاهرةٍ، وتَسْتُرُ وجهها، ومن ضربِ الأرض ليعلم ما تُخفي من زينتها؛ لأنَّ مجرَّد الزينة على الأنثى، ولو مع تستُّرها، ولو كانت لا تُشتهى؛ يفتن فيها ويوقِعُ الناظر إليها في الحرج. {وأن يَسْتَعْفِفْنَ خيرٌ لهنَّ}: والاستعفافُ طلبُ العفَّة بفعل الأسباب المقتضية لذلك من تزوُّج وتركٍ لما يُخْشى منه الفتنة. {والله سميعٌ}: لجميع الأصوات. {عليمٌ}: بالنيَّات والمقاصدِ؛ فليحذَرْن من كلِّ قول وقصدٍ فاسدٍ، ويَعْلَمْنَ أنَّ الله يُجازي على ذلك.
(60) ﴾ وَٱلۡقَوَٰعِدُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ ﴿ "Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung)," maksudnya para wanita yang telah berhenti dari persetubuhan dan syahwat. ﴾ ٱلَّٰتِي لَا يَرۡجُونَ نِكَاحٗا ﴿ "Yang tiada ingin kawin (lagi)," maksudnya tidak ingin menikah dan tidak menarik untuk dinikahi. Karena keadaannya yang sudah tua sehingga tidak memiliki hasrat atau lantaran fisiknya jelek sehingga tidak menarik lagi untuk dinikahi dan ia pun tidak punya hasrat. ﴾ فَلَيۡسَ عَلَيۡهِنَّ جُنَاحٌ ﴿ "Tiadalah atas mereka dosa," maksudnya salah dan dosa ﴾ أَن يَضَعۡنَ ثِيَابَهُنَّ ﴿ "menanggalkan pakaian mereka," yaitu baju yang nampak seperti khimar (penutup wajah) dan semisalnya, yang telah Allah perintahkan kepada para wanita, ﴾ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ ﴿ "Supaya mereka menurunkan khimar mereka di atas dada mereka," (An-Nur: 24), mereka diperbolehkan untuk membuka wajahnya karena aman dari kekhawatiran, baik yang muncul darinya atau mengarah ke-padanya. Tatkala diperbolehkannya menanggalkan pakaian, barang-kali terpahami darinya atas bolehnya memakai segala sesuatu, maka Allah mencegah kekhawatiran ini dengan berfirman, ﴾ غَيۡرَ مُتَبَرِّجَٰتِۭ بِزِينَةٖۖ ﴿ "dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan," maksud-nya tidak menampakkan perhiasannya kepada orang lain berupa tindakan menghiasi diri dengan baju yang tampak (mencolok), menutup wajahnya, dan (tidak) menghentakkan kaki ke tanah supaya diketahui perhiasan yang tersembunyi. Karena dengan perhiasan itu semata yang ada pada diri wanita, (walaupun ia sudah menutup dirinya, dan walaupun merupakan wanita yang sudah tidak diminati) dapat menimbulkan fitnah, dan menjerumus-kan orang yang melihatnya ke dalam dosa. ﴾ وَأَن يَسۡتَعۡفِفۡنَ خَيۡرٞ لَّهُنَّۗ ﴿ "Dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka," kata isti'faf maknanya menciptakan 'iffah (kehormatan) dengan melakukan sebab kausalitas yang dapat merealisasikan-nya seperti menikah dan meninggalkan hal-hal yang ditakutkan menimbulkan fitnah. ﴾ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ ﴿ "Dan Allah Maha Mendengar," semua suara ﴾ عَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Mengetahui," niat-niat dan tujuan-tujuan. Hendaknya mereka mewaspadai setiap perkataan dan tujuan yang jelek, dan hendaknya mereka mengetahui bahwa Allah membalas perbuatan tersebut.
Ayah: 61 #
{لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالَاتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (61)}.
"Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, untuk makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sen-diri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang dite-tapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahami-nya." (An-Nur: 61).
#
{61} يخبر تعالى عن منَّته على عبادِهِ، وأنَّه لم يجعلْ عليهم في الدين من حرج، بل يسَّره غاية التيسير، فقال: {ليس على الأعمى حَرَجٌ ولا على الأعرجِ حَرَجٌ ولا على المريضِ حَرَجٌ}؛ أي: ليس على هؤلاء جُناح في ترك الأمور الواجبة التي تتوقَّف على واحدٍ منها، وذلك كالجهاد ونحوه مما يتوقَّف على بصر الأعمى أو سلامة الأعرج أو صحَّة المريض، ولهذا المعنى العامِّ الذي ذَكَرْناه؛ أطلقَ الكلامَ في ذلك، ولم يقيِّدْ؛ كما قيَّدَ قوله: {ولا على أنفسكم}؛ أي: حرج، {أن تأكلوا مِن بيوتكم}؛ أي: بيوت أولادكم. وهذا موافقٌ للحديث الثابت: «أنت ومالُكَ لأبيك» ، والحديث الآخر: «إنَّ أطيبَ ما أكلتُم من كسبِكُم، وإنَّ أولادَكُم من كسبِكُم». وليس المرادُ من قولِهِ: {من بيوتِكُم}: بيت الإنسان نفسه؛ فإنَّ هذا من باب تحصيل الحاصل، الذي يُنَزَّهُ عنه كلامُ الله، ولأنَّه نفي الحرج عمَّا يُظَنُّ أو يتوهَّمُ فيه الإثمُ من هؤلاء المذكورين، وأمَّا بيتُ الإنسان نفسه؛ فليس فيه أدنى توهُّم. {أو بيوتِ آبائِكُم أو بيوت أمَّهاتِكم أو بيوتِ إخوانِكم أو بيوت أخَواتِكُم أو بيوتِ أعمامِكُم أو بيوتِ عَمَّاتِكُم أو بيوتِ أخْوالِكُم أو بيوتِ خالاتكم}: وهؤلاء معروفون. {أو ما مَلَكْتُم مفاتِحَهُ}؛ أي: البيوت التي أنتم متصرِّفون فيها بوكالةٍ أو ولايةٍ ونحو ذلك، وأمَّا تفسيرُها بالمملوك؛ فليس بوجيه؛ لوجهين: أحدِهما: أنَّ المملوكَ لا يُقال فيه: ملكتَ مفاتِحَهُ، بل يقال: ما ملكْتُموه، أو: ما ملكت أيمانُكم؛ لأنَّهم مالكونَ له جملةً، لا لمفاتِحِهِ فقط. والثاني: أنَّ بيوتَ المماليك غيرُ خارجةٍ عن بيت الإنسان نفسه؛ لأنَّ المملوك وما مَلَكَه لسيِّده؛ فلا وجه لنفي الحَرَج عنه. {أو صديقِكُم}: وهذا الحرج المنفيُّ من الأكل من هذه البيوت؛ كلُّ ذلك إذا كان بدون إذنٍ، والحكمةُ فيه معلومةٌ من السياق؛ فإن هؤلاء المسمَّيْن قد جرتِ العادةُ والعرفُ بالمسامحة في الأكل منها؛ لأجل القرابة القريبة أو التصرُّف التامِّ أو الصَّداقة؛ فلو قُدِّرَ في أحدٍ من هؤلاء عدم المسامحة والشحُّ في الأكل المذكور؛ لم يَجُزِ الأكلُ ولم يرتَفِع الحرجُ نظراً للحكمة والمعنى. وقوله: {ليس عليكم جُناحٌ أن تَأكُلوا جميعاً أو أشتاتاً}؛ فكلُّ ذلك جائزٌ؛ أكلُ أهل البيت الواحد جميعاً، أو أكلُ كلِّ واحدٍ منهم وحدَه، وهذا نفيٌ للحرج لا نفيٌ للفضيلة، وإلاَّ؛ فالأفضل الاجتماع على الطعام. {فإذا دَخَلْتُم بيوتاً}: نكرة في سياق الشرط؛ يشمَلُ بيتَ الإنسان وبيتَ غيرِهِ، سواء كان في البيت ساكنٌ أم لا؛ فإذا دَخَلَها الإنسان؛ {فسلِّموا على أنفُسِكُم}؛ أي: فَلْيُسَلِّمْ بعضُكم على بعضٍ؛ لأنَّ المسلمين كأنَّهم شخصٌ واحدٌ من توادِّهم وتراحُمهم وتعاطُفهم؛ فالسلامُ مشروعٌ لدخول سائر البيوت؛ من غير فرقٍ بين بيتٍ وبيتٍ، والاستئذانُ تقدَّم أن فيه تفصيلاً في أحكامه، ثم مدح هذا السلام، فقال: {تحيَّةً من عند الله مباركةً طيبةً}؛ أي: سلامكم بقولِكم: السلامُ عليكُم ورحمةُ الله وبركاتُه، أو: السلامُ علينا وعلى عباد الله الصالحين؛ إذْ تدخُلون البيوتَ {تحيةً من عند الله}؛ أي: قد شرعها لكم وجعلها تحيَّتَكُم، {مباركةً}: لاشتمالها على السلامة من النقص وحصول الرحمة والبركة والنَّماء والزيادة، {طيبة}: لأنها من الكَلِم الطيِّب المحبوب عند الله، الذي فيه طيبُ نفس للمحيَّا ومحبَّة وجلب مودَّة. لما بيَّن لنا هذه الأحكام الجليلة؛ قال: {كذلك يبيِّنُ الله لكم الآياتِ}: الدَّالاَّت على أحكامِهِ الشرعيَّة وحِكَمِها {لعلَّكم تعقلونَ}: عنه؛ فتفهَمونها وتعقِلونها بقُلوبكم، ولتكونوا من أهل العقول والألباب الرَّزينةِ؛ فإنَّ معرفة أحكامه الشرعيَّة على وجهها يزيدُ في العقل ويَنْمو به اللُّبُّ؛ لكون معانيها أجلَّ المعاني وآدابها أجلَّ الآداب، ولأنَّ الجزاء من جنس العمل؛ فكما استعمل عقلَه للعقل عن ربِّه وللتفكُّر في آياته التي دعاه إليها؛ زاده من ذلك. وفي هذه الآيات دليلٌ على قاعدةٍ عامَّةٍ كليَّةٍ، وهي: أنَّ العرف والعادة مخصِّص للألفاظ؛ كتخصيص اللفظ للفظ؛ فإنَّ الأصل أن الإنسان ممنوع من تناول طعام غيره مع أنَّ الله أباح الأكل من بيوت هؤلاء للعُرف والعادةِ؛ فكلُّ مسألة تتوقَّف على الإذن من مالك الشيء إذا عُلِمَ إذنُه بالقول أو العُرف؛ جاز الإقدام عليه. وفيها: دليلٌ على أنَّ الأب يجوزُ له أن يأخُذَ ويتملَّك من مال ولدِهِ ما لا يضرُّه؛ لأنَّ الله سمَّى بيتَه بيتاً للإنسان. وفيها: دليلٌ على أن المتصرِّفَ في بيت الإنسان كزوجتِهِ وأختِهِ ونحوِهما يجوزُ لهما الأكل عادةً وإطعامُ السائل المعتاد. وفيها: دليلٌ على جوازِ المشاركة في الطعام، سواء أكلوا مجتمعينَ أو متفرِّقين، ولو أفضى ذلك إلى أن يأكُلَ بعضُهم أكثر من بعض.
(61) Allah تعالى mengabarkan tentang kenikmatan yang di-karuniakan kepada hambaNya. Dia tidak menjadikan atas mereka dalam agama ini sesuatu yang memberatkan, bahkan telah memu-dahkannya dengan semaksimal mungkin. Dia berfirman, ﴾ لَّيۡسَ عَلَى ٱلۡأَعۡمَىٰ حَرَجٞ وَلَا عَلَى ٱلۡأَعۡرَجِ حَرَجٞ وَلَا عَلَى ٱلۡمَرِيضِ حَرَجٞ ﴿ "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit," maksud-nya tidak ada dosa bagi mereka meninggalkan perkara-perkara yang wajib yang bergantung pada salah satu dari sebab-sebab di atas. Hal itu seperti berjihad dan ibadah serupa lainnya yang ter-gantung pada penglihatan orang yang buta, kenormalan orang cacat dan kesehatan orang yang sakit. Untuk tujuan makna umum ini yang telah kami sebutkan, Allah menyebutkan keterangan ini secara mutlak, tidak mengikatnya sebagaimana Allah mengikat FirmanNya, ﴾ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ ﴿ "Dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri," dosa ﴾ أَن تَأۡكُلُواْ مِنۢ بُيُوتِكُمۡ ﴿ "untuk makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri," yaitu rumah anak-anak kalian. Hal ini senada dengan hadits shahih yang tsabit, أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيْكَ. "Kamu dan hartamu adalah milik bapakmu."[25] Dan dengan hadits yang lain, إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ. وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ. "Sesungguhnya sebaik-baik yang kamu makan adalah dari jerih pa-yahmu, dan sesungguhnya anak-anakmu adalah dari jerih payahmu."[26] Bukan yang dimaksudkan dari Firman Allah, ﴾ مِنۢ بُيُوتِكُمۡ ﴿ "dari rumah-rumah kamu," rumah orang itu sendiri. Karena hal ini termasuk menyampaikan sesuatu yang sudah diketahui, yang tidaklah patut ada dalam Firman Allah, dan karena merupakan bentuk peniadaan dosa dari sesuatu yang diperkirakan timbulnya suatu dosa dari mereka yang telah disebutkan. Adapun rumah seseorang itu sendiri, tidak ada anggapan ke-liru sedikit pun tentangnya.﴾ أَوۡ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أُمَّهَٰتِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ إِخۡوَٰنِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أَخَوَٰتِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أَعۡمَٰمِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ عَمَّٰتِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ أَخۡوَٰلِكُمۡ أَوۡ بُيُوتِ خَٰلَٰتِكُمۡ ﴿ "atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perem-puan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan." Mereka adalah orang-orang yang telah diketahui. ﴾ أَوۡ مَا مَلَكۡتُم مَّفَاتِحَهُۥٓ ﴿ "Atau di rumah yang kamu miliki kuncinya," maksudnya rumah-rumah yang kalian urusi, baik disebabkan per-wakilan, pemberian wewenang atau hak lainnya. Adapun penafsiran ini dengan para budak, tidaklah tepat. Karena dua alasan: Pertama, (kepemilikan terhadap) seorang budak tidaklah dikatakan, "Kamu memiliki kunci-kuncinya." Bahkan di-katakan, "Apa-apa yang kalian miliki, apa-apa yang dimiliki tangan-mu." Karena mereka memilikinya secara utuh, tidak hanya sekedar kuncinya. Yang Kedua, bahwa rumah-rumah para budak tidak terlepas dari rumah orang itu sendiri (tuannya). Karena seorang budak dan sesuatu yang dimilikinya merupakan milik tuannya. Sehingga tidak ada alasan untuk menepiskan halangan darinya. ﴾ أَوۡ صَدِيقِكُمۡۚ ﴿ "Atau di rumah kawan-kawanmu," kesempitan yang dihilangkan adalah berupa makan di rumah-rumah ini. Semua itu berlaku bila tanpa izin. Hikmah yang terkandung telah jelas melalui redaksi ayat ini. Orang-orang yang disebutkan itu, berda-sarkan kebiasaan dan adat memiliki toleransi besar tentang masa-lah makan di rumah-rumah mereka, disebabkan adanya tali keke-rabatan yang dekat, wewenang yang sempurna, atau hubungan persahabatan. Kalau seandainya salah satu dari mereka ditakdirkan tidak punya toleransi, bakhil dalam masalah makan di rumahnya, maka tidak boleh makan di rumahnya dan kesempitan (dosa) pun belum hilang, dengan mempertimbangkan hikmah dan norma yang ada. Dan FirmanNya, ﴾ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَن تَأۡكُلُواْ جَمِيعًا أَوۡ أَشۡتَاتٗاۚ ﴿ "Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian." Setiap cara itu boleh, seluruh penghuni rumah itu boleh makan berbarengan atau mereka makan sendiri-sendiri. Hal ini hanya untuk menghilangkan rasa kesalahan, bukan untuk menafikan keutamaan. Jika tidak demikian, maka cara yang paling utama adalah berkumpul bersama ketika makan. ﴾ فَإِذَا دَخَلۡتُم بُيُوتٗا ﴿ "Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini)," kata nakirah (indefinite) pada susunan kalimat syarat, berarti mencakup rumah seseorang dan rumah lainnya, baik di rumah tersebut ada penghuninya atau tidak. Maka bila seorang memasukinya, ﴾ فَسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ ﴿ "hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri," hendaknya sebagian kalian mengucapkan salam terhadap sebagian lainnya. Karena kaum Muslimin itu se-akan-akan pribadi yang satu, dalam rasa saling cinta, kasih sayang dan saling menolong, jadi, mengucap salam diperintahkan ketika akan masuk ke rumah orang lain, tanpa ada perbedaan antara rumah satu dengan lainnya. Sementara hukum meminta izin ada perincian pada hukum-hukumnya seperti pada penjelasan yang lalu. Kemudian Allah memuji ucapan salam ini dengan FirmanNya, ﴾ تَحِيَّةٗ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُبَٰرَكَةٗ طَيِّبَةٗۚ ﴿ "Salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik," maksudnya ungkapan salam dengan mengucap "assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh" atau "as-salamu 'alaina wa'ala ibadillahish shalihin" ketika kalian memasuki rumah ﴾ تَحِيَّةٗ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ ﴿ "salam yang ditetapkan dari sisi Allah," mak-sudnya Allah telah mensyariatkannya buat kalian, dan Allah men-jadikan salam sebagai ungkapan selamat bagi kalian ﴾ مُبَٰرَكَةٗ ﴿ "penuh berkah," karena mencakup keselamatan dari kekurangan dan raihan rahmat, berkah, perkembangan dan pertambahan ﴾ طَيِّبَةٗۚ ﴿ "yang baik," karena salam ini berasal dari kalimat yang baik yang dicintai Allah, yang mengandung keramahan jiwa dan rasa sayang kepada orang yang menerima salam, dan melahirkan kecintaan. Sesudah menerangkan hukum-hukum yang mulia ini bagi kita, Allah berfirman, ﴾ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ ﴿ "Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu," yang menunjukkan kepada hukum-hukum syar'iNya dan hikmah-hikmahNya ﴾ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ﴿ "agar kamu memahaminya," tentang hukum tersebut. Kalian mema-haminya dan mencernanya dengan hati kalian, supaya kalian men-jadi pemilik akal dan hati yang matang. Sesungguhnya mengenali hukum syar'iNya dengan benar akan menumbuhkan akal dan mengembangkan pikiran. Dikarena-kan nilai-nilainya merupakan nilai-nilai yang paling mulia dan adab-adabnya adalah adab yang sangat luhur, dan lantaran bentuk balasan itu berasal dari amalan sejenis, maka seseorang yang meng-gunakan akalnya untuk memikirkan Rabbnya dan merenungi ayat-ayat yang mana Allah menyerukan kepadanya, niscaya Allah akan menambahkan kemampuannya. Pada ayat-ayat ini, terdapat dalil tentang kaidah umum universal yaitu bahwa kebiasaan dan adat dapat mengkhususkan lafazh-lafazh, sebagaimana pengkhususan satu lafazh dengan lafazh lain. Pada asalnya, seseorang dilarang untuk mengambil makanan orang lain, sementara Allah membolehkan makan di rumah-rumah mereka berdasarkan norma kebiasaan dan adat. Setiap masalah ini tergantung dengan izin pemiliknya, bila diketahui dia memberikan izinnya, baik melalui kata-kata atau kebiasaan setempat, maka boleh melakukannya. Di dalamnya terdapat dalil bahwa seorang bapak boleh meng-ambil dan memiliki harta anaknya, selama tidak mengganggunya. Karena Allah menamakan rumah si anak sebagai rumah buat se-seorang. Ayat-ayat ini (juga) memuat dalil bahwa pemegang kewe-nangan dalam rumah seseorang semisal istri, saudara perempuan dan orang-orang yang semisal dengan mereka, boleh makan ber-dasarkan hukum kebiasaan dan memberi makan para peminta berdasarkan kebiasaan pula. Juga mengandung dalil atas bolehnya bergabung dalam masalah makan, baik mereka makan bersama atau secara terpisah. Walaupun hal itu mengakibatkan sebagian mereka makan lebih banyak daripada yang lainnya.
Ayah: 62 - 64 #
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَى أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (62) لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63) أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قَدْ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَيَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (64)}.
"Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan apa-bila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan pertemuan, niscaya mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sehingga meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keper-luan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki dari mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesung-guhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi dari kalian dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allah-lah segala sesuatu yang di langit dan bumi. Sungguh Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikembalikan kepadaNya, lalu diterangkanNya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (An-Nur: 62-64).
#
{62} هذا إرشادٌ من الله لعبادِهِ المؤمنين أنَّهم إذا كانوا مع الرسول - صلى الله عليه وسلم - على أمرٍ جامع؛ أي: من ضرورتِهِ أو مصلحتِهِ أن يكونوا فيه جميعاً؛ كالجهاد والمشاورة ونحو ذلك من الأمور التي يشتركُ فيها المؤمنون؛ فإنَّ المصلحة تقتضي اجتماعُهم عليه وعدمُ تفرُّقهم؛ فالمؤمنُ بالله ورسوله حقًّا لا يذهبُ لأمرٍ من الأمور؛ لا يرجِعُ لأهلِهِ، ولا يذهبُ لبعض الحوائج التي يشذُّ بها عنهم؛ إلاَّ بإذنٍ من الرسول أو نائبِهِ من بعدِهِ، فجعل موجَبَ الإيمان عدمَ الذَّهاب إلاَّ بإذنٍ، ومَدَحَهم على فعلهم هذا وأدَبِهِم مع رسولِهِ وولي الأمر منهم، فقال: {إنَّ الذين يستأذِنونك أولئك الذين يؤمِنون باللهِ ورسولِهِ}: ولكنْ؛ هل يأذنُ لهم أم لا؟ ذكر لإذنِهِ لهم شرطين: أحدَهما: أن يكون لشأنٍ من شؤونهم وشغل من أشغالهم، فأما مَنْ يستأذنُ من غيرِ عذرٍ؛ فلا يُؤْذَنُ له. والثاني: أن يشاءَ الإذنَ، فتقتضيه المصلحةُ من دونِ مضرَّةٍ بالآذنِ؛ قال: {فإذا استأذنوكَ لبعض شأنِهِم فأْذَن لِمَن شئتَ منهُم}: فإذا كان له عذرٌ، واستأذنَ؛ فإنْ كان في قعودِهِ وعدم ذَهابه مصلحةٌ برأيِهِ أو شجاعته ونحو ذلك؛ لم يأذنْ له. ومع هذا؛ إذا استأذنَ وأذِنَ له بشرطيه؛ أمر الله رسولَه أن يَسْتَغْفِرَ له لما عسى أن يكون مقصراً في الاستئذان، ولهذا قال: {فاسْتَغْفِرْ لهم اللهَ إنَّ الله غفورٌ رحيمٌ}: يغفرُ لهم الذنوبَ، ويرحمُهم؛ بأن جوَّز لهم الاستئذان مع العذر.
(62) Ini adalah sebuah petunjuk dari Allah kepada para ham-baNya yang Mukmin, bahwa apabila mereka bersama Rasulullah dalam urusan yang memerlukan pertemuan, maksudnya termasuk bagian penting atau maslahat adalah hendaknya kalian bersatu-padu semuanya dalam masalah tersebut, semisal jihad, musyawa-rah dan urusan semisal yang menyertakan kaum Mukminin. Maka sesungguhnya aspek kemaslahatan yang ada mengharuskan ke-bersamaan mereka dan tidak boleh bercerai-berai. Seorang yang benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya, tidak pantas pergi untuk memenuhi keperluannya tanpa kembali ke keluarga-nya, atau melakukan sebagian keperluan yang membuatnya terpi-sah dari mereka kecuali setelah mendapatkan izin dari Rasulullah atau penggantinya. Allah menjadikan konsekuensi keimanannya dengan tidak pergi kecuali dengan izin dan memuji perbuatan dan sopan-santun mereka kepada Rasulullah dan para penguasa mereka. Firman Allah, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَـٔۡذِنُونَكَ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۚ ﴿ "Sesung-guhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya," akan tetapi, apakah beliau memberikan izin kepada mereka atau tidak? Allah menyebutkan bahwa pemberian izin atas mereka dengan dua syarat pertama, untuk keperluan dan kepentingan mereka. Adapun orang yang meminta izin tanpa alasan tersebut, maka tidak diizinkan. Yang kedua, beliau berkehendak untuk memberi-kan izin, lalu kemaslahatan menuntutnya memberikan izin tanpa menimbulkan bahaya bagi pemberi izin. Allah berfirman, ﴾ فَإِذَا ٱسۡتَـٔۡذَنُوكَ لِبَعۡضِ شَأۡنِهِمۡ فَأۡذَن لِّمَن شِئۡتَ مِنۡهُمۡ ﴿ "Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki dari mereka." Bila dia punya udzur dan meminta izin, maka bila pembatalan kepergiannya me-ngandung maslahat menurut kematangan cara berpikirnya atau karena keberanian yang dia miliki dan semacamnya, maka beliau (berhak) tidak mengizinkannya. Kendatipun demikian, bila dia meminta izin lalu Rasulullah memberikan izin dengan memenuhi dua syarat tersebut (dia meminta izin dan Rasulullah mengizinkan), maka Allah memerintahkan kepada RasulNya untuk memohonkan ampun baginya, karena mungkin dia terlalu meremehkan dalam permintaan izin itu. Karenanya, Allah berfirman, ﴾ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمُ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ﴿ "Dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Allah mengampuni dosa-dosa mereka dan menyayangi mereka dengan membolehkan izin bagi mereka karena ada suatu udzur.
#
{63} {لا تجعلوا دُعاءَ الرسول بينَكم كدعاءِ بعضِكُم بعضاً}؛ [أي لا تجعلوا دُعاءَ الرَّسولِ إيَّاكُم، ودُعَاءَكم للرَّسولِ كَدُعاءِ بَعْضِكم بَعْضاً]، فإذا دعاكم؛ فأجيبوه وجوباً، حتى إنه تجبُ إجابة الرسول - صلى الله عليه وسلم - في حال الصلاة، وليس أحدٌ إذا قال قولاً يجبُ على الأمَّة قَبولُ قولِهِ والعملُ به إلاَّ الرسول؛ لعصمتِهِ، وكونِنا مخاطَبينَ باتِّباعه؛ قال تعالى: {يا أيُّها الذين آمنوا اسْتَجيبوا للهِ وللرسولِ إذا دَعاكُم لِما يُحْييكُم}. وكذلك لا تجعلوا دعاءكم للرَّسول كدُعاءِ بعضِكُم بعضاً؛ فلا تقولوا: يا محمدُ عند ندائِكم، أو: يا محمد بن عبد الله! كما يقولُ ذلك بعضُكم لبعض، بل من شرفِهِ وفضلِهِ وتميُّزِهِ - صلى الله عليه وسلم - عن غيرِهِ أنْ يُقال: يا رسولَ الله! يا نبيَّ الله! {قد يعلم الله الذين يتسلَّلونَ منكم لِواذاً}. لما مَدَحَ المؤمنين بالله ورسولِهِ الذين إذا كانوا معه على أمرٍ جامع لم يَذْهبوا حتى يستأذِنوه؛ توعَّدَ مَنْ لم يفعلْ ذلك وذَهَبَ من غير استئذانٍ؛ فهو؛ وإن خفي عليكم بذَهابه على وجهٍ خفيٍّ، وهو المراد بقوله: {يتسلَّلون مِنكم لِواذاً}؛ أي: يلوذون وقتَ تسلُّلهم وانطلاقهم بشيء يحجُبُهم عن العيون؛ فالله يعلمهم، وسيجازيهم على ذلك أتمَّ الجزاء، ولهذا توعَّدهم بقولِهِ: {فليحذرِ الذين يخالفونَ عن أمرِهِ}؛ أي: يذهبون إلى بعض شؤونهم عن أمرِ الله ورسولِهِ؛ فكيف بمَنْ لم يذهبْ إلى شأن من شؤونه، وإنَّما تركَ أمرَ الله من دون شغل له؛ {أن تُصيبَهم فتنةٌ}؛ أي: شركٌ وشرٌّ، {أو يُصيبَهم عذابٌ أليمٌ}.
(63) ﴾ لَّا تَجۡعَلُواْ دُعَآءَ ٱلرَّسُولِ بَيۡنَكُمۡ كَدُعَآءِ بَعۡضِكُم بَعۡضٗاۚ ﴿ "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)," [maksudnya jangan kalian jadikan panggilan Rasul kepada kalian atau panggilan kalian kepada Rasul sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain]. Apabila beliau memanggil kalian, maka sambutlah sebagai bentuk kewajiban. Bahkan bila kalian shalat pun, wajib bagi kalian untuk menyambutnya. Tiada seorang pun yang mengatakan suatu perkataan yang menjadi kewajiban atas umat untuk menerima dan mengamalkan-nya kecuali perkataan Rasulullah, lantaran beliau terjaga dari kesa-lahan sementara kita diperintahkan untuk mengikuti beliau. Allah berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu." (Al-Anfal: 24). Demikian pula, janganlah kalian menjadikan panggilan kalian kepada Rasul sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian lainnya. Jangan kalian berkata, "Wahai Muhammad" saat kalian memanggil beliau atau "wahai Muhammad bin Abdillah!" sebagaimana kalian berkata kepada sesama kalian. Akan tetapi, karena kemuliaan dan keutamaan, serta keistimewaan Rasulullah dari orang lain, hendaklah dipanggil dengan, "Wahai Rasulullah, wahai Nabi Allah." ﴾ قَدۡ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمۡ لِوَاذٗاۚ ﴿ "Sesungguhnya Allah telah me-ngetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi dari kalian dengan berlindung (kepada kawannya)," ketika Allah memuji kaum yang beriman kepada Allah dan RasulNya yang mana apabila mereka bersama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan perte-muan, maka mereka tidak pergi (kecuali) setelah mereka meminta izin kepada beliau. Allah mengancam orang-orang yang tidak mau melakukannya dan pergi tanpa izin, walaupun kalian tidak menge-tahui kepergiannya (yang dilakukan) dengan sembunyi-sembunyi. Inilah yang dimaksudkan oleh FirmanNya, ﴾ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمۡ لِوَاذٗاۚ ﴿ "orang-orang yang berangsur-angsur pergi dari kalian dengan berlindung (kepada kawannya)," maksudnya berlindung diri ketika mereka menyelinap keluar dan pergi dengan sesuatu yang dapat menghalangi pan-dangan mata, maka Allah mengetahui mereka dan akan memberi-kan balasan kepada mereka dengan balasan yang setimpal. Oleh karena itu, Allah mengancam mereka dengan Firman-Nya, ﴾ فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦٓ ﴿ "Maka hendaklah orang-orang yang me-nyalahi perintahNya takut," yaitu mereka yang pergi untuk meme-nuhi sebagian keperluan mereka dengan berpaling dari Allah dan RasulNya, lalu bagaimana dengan orang-orang yang pergi tanpa ada urusan sama sekali? Ia meninggalkan urusan Allah tanpa ada kesibukan ﴾ أَن تُصِيبَهُمۡ فِتۡنَةٌ ﴿ "mereka akan ditimpa cobaan," berupa kesyi-rikan dan kejahatan ﴾ أَوۡ يُصِيبَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿ "atau ditimpa azab yang pedih."
#
{64} {ألا إنَّ لله ما في السمواتِ والأرض}: مُلكاً وعبيداً يتصرَّف فيهم بحكمِهِ القدريِّ وحكمه الشرعيِّ. {قد يعلم ما أنتُم عليه}؛ أي: قد أحاط علمُه بما أنتُم عليه من خيرٍ وشرٍّ، وعلم جميعَ أعمالكم؛ أحصاها علمُه، وجرى بها قلمُه، وكتبتْها عليكم الحفظةُ الكرام الكاتِبون. {ويومَ يُرْجَعون إليه}؛ أي: يوم القيامة {فينَبِّئُهم بما عَمِلوا}: يخبرُهم بجميع أعمالِهِم؛ دقيقِها وجليلها؛ إخباراً مطابقاً لما وَقَعَ منهم، ويستشهدُ عليهم أعضاءَهم؛ فلا يعدَمون منه فَضْلاً أو عدلاً. ولما قيَّد علمَه بأعمالهم؛ ذكر العمومَ بعد الخُصوص، فقال: {واللهُ بكلِّ شيءٍ عليمٌ}.
(64) ﴾ أَلَآ إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ﴿ "Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allah-lah segala sesuatu yang di langit dan bumi," sebagai kerajaan dan hamba-hamba(Nya), Dia mengendalikan mereka dengan ketetapan hukum takdir dan hukum syar'iNya. ﴾ قَدۡ يَعۡلَمُ مَآ أَنتُمۡ عَلَيۡهِ ﴿ "Sungguh Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang)," maksudnya ilmu Allah meliputi kondisi kalian, yang berbentuk kebaikan maupun kejelekan, dan mengetahui semua amal kalian. IlmuNya menghitungnya, penaNya (terus) mengalir berjalan bersama (berjalannya) amal hamba, para malaikat penjaga lagi penulis yang mulia mencatatnya (sebagai keburukan) atas kalian. ﴾ وَيَوۡمَ يُرۡجَعُونَ إِلَيۡهِ ﴿ "Dan (mengetahui pula) hari (manusia) dikem-balikan kepadaNya," yaitu pada Hari Kiamat ﴾ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْۗ ﴿ "lalu diterangkanNya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan." Dia mengabarkan kepada mereka seluruh amal perbuatan, yang kecil ataupun yang besar, sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan, yang dipersaksikan oleh anggota tubuh mereka, sehingga mereka tidak bisa mengurangi dosanya dengan taubat dan tebusan. Tatkala Allah mengaitkan ilmuNya dengan amal perbuatan mereka, yaitu menyebut lafazh yang umum setelah perkara yang khusus, maka Allah berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمُۢ ﴿ "Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu." 9