Ayah:
TAFSIR SURAT AL-BAQARAH ( Sapi Betina )
TAFSIR SURAT AL-BAQARAH ( Sapi Betina )
Madaniyah
Ayah: 1 - 5 #
{الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)}.
"Alif lam mim. Kitab (al-Qur`an) ini tidak ada keraguan pada-nya; petunjuk (hidayah) bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan me-nafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur`an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan se-belummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (Al-Baqarah: 1-5).
Telah berlalu pembahasan tentang makna basmalah.
#
{1} وأما الحروف المقطَّعة في أوائل السورة ؛ فالأسلم فيها السكوت عن التعرُّض لمعناها من غير مستند شرعي، مع الجزم بأن الله تعالى لم ينزلها عبثاً، بل لحكمة لا نعلمها.
(1) Huruf-huruf yang terpenggal-penggal di setiap awal surat, lebih baik membiarkannya dan tidak mencoba-coba mencari makna-maknanya tanpa ada sandaran yang syar'i, dan diiringi dengan keyakinan yang kuat bahwasanya Allah تعالى tidak menurunkannya dengan sia-sia, akan tetapi menyimpan hikmah yang tidak kita ke-tahui.
#
{2} وقوله: {ذلك الكتاب}؛ أي: هذا الكتاب العظيم، الذي هو الكتاب على الحقيقة، المشتمل على ما لم تشتمل عليه كتب المتقدمين والمتأخرين من العلم العظيم والحقِّ المبين؛ {لا ريب فيه} فلا ريب فيه ولا شكَّ بوجه من الوجوه، ونفي الرَّيب عنه يستلزم ضده إذ ضد الريب والشك اليقين، فهذا الكتاب مشتمل على علم اليقين المزيل للشك والريب. وهذه قاعدة مفيدة أن النفي المقصود به المدح لا بد أن يكون متضمناً لضده وهو الكمال؛ لأن النفي عدم، والعدم المحض لا مدح فيه، فلما اشتمل على اليقين وكانت الهداية لا تحصل إلا باليقين؛ قال: {هدىً للمتقين}، والهدى ما تحصل به الهداية من الضلالة والشُّبَه، وما به الهداية إلى سلوك الطرق النافعة. وقال: {هدى} وحذف المعمولَ، فلم يقل: هدى للمصلحة الفلانية ولا للشيء الفلاني؛ لإرادة العموم وأنه هدى لجميع مصالح الدارين، فهو مرشدٌ للعباد في المسائل الأصولية والفروعية، ومبين للحق من الباطل والصحيح من الضعيف، ومبين لهم كيف يسلكون الطرق النافعة لهم في دنياهم وأخراهم. وقال في موضع آخر: {هدى للناس} فعمَّم، وفي هذا الموضع وغيره: {هدى للمتقين} لأنه في نفسه هدى لجميع الناس ، فالأشقياء لم يرفعوا به رأساً ولم يقبلوا هدى الله، فقامت عليهم به الحجة، ولم ينتفعوا به لشقائهم. وأما المتقون الذين أتوا بالسبب الأكبر لحصول الهداية وهو التقوى التي حقيقتها: اتخاذ ما يقي سخط الله وعذابه بامتثال أوامره، واجتناب النواهي، فاهتدوا به، وانتفعوا غاية الانتفاع، قال تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقاناً} فالمتقون هم المنتفعون بالآيات القرآنية والآيات الكونية. ولأن الهداية نوعان: هداية البيان، وهداية التوفيق، فالمتقون حصلت لهم الهدايتان وغيرهم لم تحصل لهم هداية التوفيق، وهداية البيان بدون توفيق للعمل بها ليست هداية حقيقية تامة.
(2) FirmanNya, ﴾ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ ﴿ "Kitab itu," yakni kitab suci yang agung ini dalam arti hakiki, yang mengandung hal-hal yang tidak dikandung oleh kitab-kitab terdahulu maupun sekarang berupa ilmu yang agung dan kebenaran yang nyata, ﴾ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ ﴿ "tidak ada keraguan padanya," dan juga tidak ada kebimbangan padanya dalam bentuk apa pun. Meniadakan keraguan dari kitab ini mengharuskan apa yang bertentangan dengannya, di mana hal yang bertentangan dengan hal itu adalah keyakinan, maka kitab ini mengandung ilmu keyakinan yang menghapus segala bentuk keraguan dan kebim-bangan. Ini merupakan suatu kaidah yang menunjukkan bahwa peni-adaan di sini maksudnya adalah pujian yang harus melingkupi hal yang bertentangan dengannya yaitu kesempurnaan, karena penia-daan adalah suatu yang tidak ada, sedangkan hal yang tiada secara murni itu tidak ada pujian padanya. Dan karena Kitab suci ini me-ngandung keyakinan sedangkan hidayah itu tidaklah akan dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan, maka Allah berfirman,﴾ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Petunjuk (hidayah) bagi mereka yang bertakwa." Hidayah itu ada-lah suatu yang memberikan hidayah dari kesesatan dan kesamaran, dan (sebaliknya) membimbing untuk menempuh jalan yang berguna. Allah berfirman di sini, ﴾ هُدٗى ﴿ "Petunjuk" dan tidak merinci bentuk petunjuknya, Dia tidak berfirman, "petunjuk untuk kemas-lahatan ini atau untuk kepentingan begini," karena yang dimaksud adalah keumuman (mencakup semua maslahat dan kebaikan), dan bahwasanya ia adalah petunjuk untuk seluruh kemaslahatan kedua negeri, ia adalah pembimbing bagi hamba dalam masalah-masalah ushul (pokok) dan masalah-masalah furu' (cabang), pemberi penje-lasan untuk kebenaran dari kebatilan, dan yang shahih dari yang lemah, dan pemberi penjelasan bagi mereka tata cara menempuh jalan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat mereka. Allah berfirman pada tempat yang lain, ﴾ هُدٗى لِّلنَّاسِ ﴿ "Petunjuk bagi manusia." (Al-Baqarah: 185). Ini juga umum mencakup semua (untuk seluruh manusia), se-dangkan pada pembahasan ini dan yang selainnya adalah ﴾ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ﴿ "petunjuk bagi mereka yang bertakwa," karena sesungguhnya dalam hal itu sendiri telah bermakna petunjuk bagi seluruh manusia, sedangkan orang-orang yang celaka tidak memperhatikan hal itu dan mereka tidak menerima petunjuk Allah, maka dengan petunjuk ini, hujjah telah ditegakkan atas mereka, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya, dikarenakan mereka adalah orang-orang celaka. Orang-orang yang bertakwa ialah orang-orang yang melakukan sebab yang terbesar demi memperoleh petunjuk yaitu ketakwaan, yang mana hakikatnya adalah menjalankan perkara yang dapat me-lindungi dari kemurkaan Allah dan azabNya dengan cara menger-jakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, lalu mereka mengambil petunjuk dengan itu dan mengambil manfaat darinya dengan sebenar-benarnya. Allah q berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (petunjuk yang dapat membedakan yang haq dan yang batil)." (Al-Anfal: 29). Maka orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang me-ngambil manfaat dengan ayat-ayat al-Qur`an dan ayat-ayat kauni-yah, juga karena hidayah itu ada dua macam; hidayah penjelasan, dan hidayah taufik. Maka orang-orang yang bertakwa mendapat-kan kedua hidayah tersebut sedangkan selain dari mereka tidak mendapatkan hidayah taufik, karena hidayah penjelasan tanpa mendapat hidayah taufik untuk mengamalkannya bukan merupa-kan hidayah secara hakiki dan sempurna.
Kemudian Allah menggambarkan ciri orang-orang yang ber-takwa tersebut, yaitu memiliki keyakinan-keyakinan dan amalan-amalan batin serta amalan-amalan lahir, karena ketakwaan memang mencakup semua itu seraya berfirman,
#
{3} {الذين يؤمنون بالغيب} حقيقة الإيمان هو التصديق التام بما أخبرت به الرسل، المتضمن لانقياد الجوارح، وليس الشأن في الإيمان بالأشياء المشاهدة بالحسِّ، فإنه لا يتميز بها المسلم من الكافر، إنما الشأنُ في الإيمان بالغيب الذي لم نره ولم نشاهده، وإنما نؤمن به لخبر الله وخبر رسوله. فهذا الإيمان الذي يميز به المسلم من الكافر؛ لأنه تصديق مجرد لله ورسله، فالمؤمن يؤمن بكل ما أخبر الله به، أو أخبر به رسوله سواء شاهده أو لم يشاهده، وسواء فهمه وعقله، أو لم يهتدِ إليه عقله وفهمه، بخلاف الزنادقة المكذبين بالأمور الغيبية لأن عقولهم القاصرة المقصرة لم تهتدِ إليها فكذبوا بما لم يحيطوا بعلمه؛ ففسدت عقولهم، ومرجت أحلامهم؛ وزكت عقول المؤمنين المصدقين المهتدين بهدى الله. ويدخل في الإيمان بالغيب الإيمان بجميع ما أخبر الله به من الغيوب الماضية والمستقبلة وأحوال الآخرة وحقائق أوصاف الله وكيفيتها وما أخبرت به الرسل من ذلك، فيؤمنون بصفات الله ووجودها، ويتيقنونها وإن لم يفهموا كيفيتها. ثم قال: {ويقيمون الصلاة} لم يقل: يفعلون الصلاة؛ أو يأتون بالصلاة لأنه لا يكفي فيها مجرد الإتيان بصورتها الظاهرة، فإقامة الصلاة، إقامتها ظاهراً، بإتمام أركانها وواجباتها وشروطها، وإقامتها باطناً ، بإقامة روحها وهو حضور القلب فيها وتدبر ما يقول ويفعله منها، فهذه الصلاة هي التي قال الله فيها: {إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر} وهي التي يترتب عليها الثواب، فلا ثواب للعبد من صلاته إلا ما عقل منها، ويدخل في الصلاة فرائضها ونوافلها. ثم قال: {ومما رزقناهم ينفقون} يدخل فيه النفقات الواجبة؛ كالزكاة، والنفقة على الزوجات والأقارب والمماليك ونحو ذلك، والنفقات المستحبة بجميع طرق الخير، ولم يذكر المنفَق عليه لكثرة أسبابه وتنوع أهله، ولأن النفقة من حيث هي قربة إلى الله، وأتى «بِمِن» الدالة على التبعيض؛ لينبههم أنه لم يرد منهم إلا جزءاً يسيراً من أموالهم غير ضار لهم، ولا مثقل بل ينتفعون هم بإنفاقه، وينتفع به إخوانهم، وفي قوله: {رزقناهم} إشارة إلى أن هذه الأموال التي بين أيديكم ليست حاصلة بقوتكم وملككم، وإنما هي رزق الله الذي خوّلكم وأنعم به عليكم، فكما أنعم عليكم وفضلكم على كثير من عباده فاشكروه بإخراج بعض ما أنعم به عليكم، وواسوا إخوانكم المعدمين. وكثيراً ما يجمع تعالى بين الصلاة والزكاة في القرآن؛ لأن الصلاة متضمنة للإخلاص للمعبود، والزكاة والنفقة متضمنة للإحسان على عبيده؛ فعنوان سعادة العبد إخلاصه للمعبود وسعيه في نفع الخلق، كما أن عنوان شقاوة العبد عدم هذين الأمرين منه فلا إخلاص ولا إحسان.
(3) ﴾ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ ﴿ "Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib." Hakikat keimanan adalah pembenaran yang total terhadap apa pun yang dikabarkan oleh para Rasul, yang meliputi ketundukan ang-gota tubuh. Perkara keimanan itu tidak hanya kepada hal-hal yang dapat diperoleh oleh panca indera semata, karena hal ini tidaklah mampu membedakan antara seorang Muslim dengan seorang kafir, namun perkara yang dianggap dalam keimanan kepada yang ghaib adalah yang tidak kita lihat dan tidak kita saksikan, namun kita hanya mengimaninya saja karena ada kabar dari Allah dan kabar dari RasulNya ﷺ. Inilah keimanan yang mampu membedakan antara seorang Muslim dengan seorang kafir, karena itulah pembenaran yang utuh terhadap Allah dan Rasul-rasulNya. Maka seorang yang beriman adalah yang mengimani segala sesuatu yang dikabarkan oleh Allah atau yang dikabarkan oleh RasulNya, baik yang dia saksikan atau-pun tidak, baik dia mampu memahami dan masuk dalam akalnya, ataupun akal dan pemahamannya tidak mampu mencernanya. Berbeda dengan orang-orang atheis yang mendustakan[2] perkara-perkara ghaib, karena akal-akal mereka yang terbatas lagi lalai tidak sampai kepadanya, akhirnya mereka mendustakan apa yang tidak mampu dipahami oleh ilmu mereka, yang pada akhirnya rusaklah akal-akal mereka, sia-sialah harapan mereka, dan (sebaliknya) ber-sihlah akal kaum Mukminin yang membenarkan lagi mengambil hidayah dengan petunjuk Allah. Dan termasuk dalam keimanan kepada yang ghaib adalah keimanan kepada seluruh kabar yang diberitakan oleh Allah dari hal-hal ghaib yang terdahulu maupun yang akan datang, kondisi-kondisi Hari Akhirat, hakikat sifat-sifat Allah dan bentuk-bentuk-nya, dan kabar yang diberikan oleh RasulNya tentang semua itu; di mana mereka beriman kepada sifat-sifat Allah dan keberadaannya, dan mereka meyakininya walaupun mereka tidak mampu mema-hami cara dan bentuknya. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ ﴿ "Yang mendirikan shalat." Dia tidak berfirman, yang mengerjakan shalat, atau menjalankan shalat, karena sesungguhnya tidaklah cukup hanya sekedar men-jalankan dengan bentuknya yang lahir saja, karena mendirikan shalat yang dimaksud adalah mendirikan shalat secara lahir dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan syarat-syaratnya, dan juga mendirikannya secara batin dengan mendirikan ruhnya yaitu dengan menghadirkan hati padanya, merenungi apa yang dibaca dan mengamalkannya. Maka shalat inilah yang dise-butkan dalam Firman Allah تعالى, ﴾ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ ﴿ "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (Al-Ankabut: 45). Yaitu shalat yang memperoleh ganjaran. Maka tidak ada ganjaran bagi seorang hamba dari shalatnya kecuali apa yang dia pahami darinya, dan termasuk dalam shalat di sini adalah yang wajib maupun yang sunnah. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ﴿ "Dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka." Termasuk di dalamnya nafkah-nafkah yang wajib, seperti zakat, nafkah atas istri, keluarga dan para budak dan sebagainya, dan nafkah-nafkah yang dicintai dengan segala jalan kebaikan. Dan tidak disebutkan-nya hal-hal yang diinfakkan karena banyaknya sebab-sebabnya dan bermacam-macam penerimanya, dan karena nafkah itu pada dasarnya adalah sebuah ibadah kepada Allah. Dia juga disebutkan dengan kata "dari" yang menunjukkan makna sebagian, demi untuk mengingatkan mereka bahwasanya Allah tidak menghendaki dari mereka kecuali sebagian kecil saja dari harta-harta mereka yang tidak akan memudaratkan mereka dan tidak akan pula memberat-kan mereka, bahkan mereka akan mengambil manfaat dari infak mereka tersebut, dan saudara-saudara mereka juga akan dapat mengambil manfaat darinya. Dan dalam Firman Allah, ﴾ رَزَقۡنَٰهُمۡ ﴿ "Rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka," terkandung sebuah isyarat bahwa harta yang ada di hadapanmu ini tidaklah diperoleh dari kekuatan dan kepemilikanmu, akan tetapi itu semua adalah rizki Allah yang dianugerahkan kepada kalian dan diberikanNya nikmat itu atas kalian. Maka karena nikmat yang diberikan oleh Allah atas kalian dan kemurahanNya terhadap kalian dibanding banyak hamba-hambaNya yang lain, maka bersyukurlah kepada-Nya dengan mengeluarkan sebagian nikmat yang diberikan atas kalian tersebut, dan hiburlah saudara-saudara kalian yang tidak memilikinya. Dan sangatlah banyak sekali Allah menyatukan (menyanding-kan) shalat dengan zakat dalam al-Qur`an, karena shalat itu mengan-dung keikhlasan hanya kepada Dzat yang disembah, sedangkan zakat dan nafkah mengandung berbuat baik kepada sesama hamba-hambaNya. Maka tanda dari kebahagiaan seorang hamba adalah keikhlasannya kepada Dzat yang disembah dan usahanya dalam memberikan manfaat kepada manusia, sebagaimana tanda keseng-saraan seorang hamba adalah tidak adanya kedua perkara tersebut pada dirinya, tidak ada keikhlasan dan tidak pula perbuatan baik kepada sesama.
#
{4} ثم قال: {والذين يؤمنون بما أنزل إليك} وهو: القرآن والسنة، قال تعالى: {وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة} فالمتقون يؤمنون بجميع ما جاء به الرسول ولا يفرقون بين بعض ما أنزل إليه، فيؤمنون ببعضه، ولا يؤمنون ببعضه، إما بجحده، أو تأويله على غير مراد الله ورسوله، كما يفعل ذلك من يفعله من المبتدعة الذين يؤولون النصوص الدالة على خلاف قولهم بما حاصله عدم التصديق بمعناها وإن صدقوا بلفظها، فلم يؤمنوا بها إيماناً حقيقيًّا. وقوله: {وما أنزل من قبلك} يشمل الإيمان بجميع الكتب السابقة، ويتضمن الإيمانُ بالكتب الإيمان بالرسل وبما اشتملت عليه خصوصاً التوراة والإنجيل والزبور، وهذه خاصية المؤمنين يؤمنون بالكتب السماوية كلها وبجميع الرسل فلا يفرقون بين أحد منهم. ثم قال: {وبالآخرة هم يوقنون} والآخرة: اسم لما يكون بعد الموت، وخصه بالذكر بعد العموم؛ لأن الإيمان باليوم الآخر أحد أركان الإيمان؛ ولأنه أعظم باعث على الرغبة والرهبة والعمل، واليقين هو: العلم التام، الذي ليس فيه أدنى شك، الموجب للعمل.
(4) Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ ﴿ "Dan me-reka yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu" yaitu al-Qur`an dan as-Sunnah. Allah q berfirman, ﴾ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ ﴿ "Dan Allah telah menurunkan al-Kitab (al-Qur`an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu." (An-Nisa`: 113), Maka orang-orang yang bertakwa itu beriman kepada seluruh perkara yang datang dari Rasul, dan mereka tidak membeda-be-dakan antara sebagian dengan lainnya dari apa yang diturunkan kepadanya, di mana dia beriman dengan sebagiannya, dan tidak beriman dengan sebagiannya, baik dengan cara mengingkarinya atau dengan mentakwilkannya dari maksud yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan bid'ah yang mentakwilkan nash-nash yang bertentangan dengan pendapat mereka, yang pada implikasinya tidak mempercayai makna-maknanya walaupun mereka memper-cayai kata-katanya, sehingga (hakikatnya) mereka tidak beriman kepadanya secara hakiki. Dan FirmanNya, ﴾ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ ﴿ "Dan apa yang telah diturunkan se-belummu," meliputi keimanan kepada seluruh kitab-kitab terdahulu, dan keimanan kepada kitab-kitab mencakup keimanan kepada Ra-sul-rasul dan kepada hal-hal yang meliputinya, khususnya Taurat, Injil, dan Zabur. Dan ini adalah keistimewaan kaum Mukminin yang beriman kepada kitab-kitab langit seluruhnya, dan kepada seluruh Rasul-rasul, dan mereka tidak membeda-bedakan salah satu di antara mereka. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ ﴿ "Serta mereka yakin akan adanya akhirat." Akhirat adalah sebuah nama bagi kehidupan yang ada setelah kematian, dan disebutkannya secara khusus sete-lah kata yang umum, adalah karena keimanan kepada Hari Akhirat termasuk salah satu dari rukun iman, dan karena merupakan pen-dorong yang paling besar dalam hal harapan, kekhawatiran dan beramal. Sedangkan keyakinan adalah ilmu yang sempurna yang padanya tidak ada keraguan sedikit pun, yang membuahkan per-buatan.
#
{5} {أولئك}؛ أي: الموصوفون بتلك الصفات الحميدة {على هدى من ربهم}؛ أي: على هدى عظيم؛ لأن التنكير للتعظيم، وأيُّ هداية أعظم من تلك الصفات المذكورة المتضمنة للعقيدة الصحيحة والأعمال المستقيمة؟! وهل الهداية في الحقيقة إلا هدايتهم وما سواها مما خالفها فهي ضلالة؟! وأتى بعلى في هذا الموضع الدالة على الاستعلاء، وفي الضلالة يأتي بفي كما في قوله: {وإنا أو إياكم لعلى هدى أو في ضلال مبين}؛ لأن صاحب الهدى مستعلٍ بالهدى مرتفع به، وصاحب الضلال منغمس فيه محتقر. ثم قال: {وأولئك هم المفلحون} والفلاح هو الفوز بالمطلوب والنجاة من المرهوب، حصر الفلاح فيهم؛ لأنه لا سبيل إلى الفلاح إلا بسلوك سبيلهم، وما عدا تلك السبيل فهي سبل الشقاء والهلاك والخسار التي تفضي بسالكها إلى الهلاك؛ فلهذا لما ذكر صفات المؤمنين حقًّا ذكر صفات الكفار المظهرين لكفرهم المعاندين للرسول فقال:
(5) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," yaitu yang bersifat dengan sifat-sifat terpuji tersebut ﴾ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ ﴿ "yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka," yakni yang tetap di atas petunjuk yang besar; karena pemakaian kata yang tidak terbatas (nakirah) adalah untuk ung-kapan mengagungkan. Dan hidayah apalagi yang lebih agung dari sifat-sifat yang telah disebutkan yang mengandung keyakinan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang lurus? Pada hakikatnya hidayah itu hanya seperti hidayah yang ada pada mereka tersebut, sedangkan apa-apa yang bertentangan dengan itu adalah kesesatan. Dan dipakai kata عَلَى (di atas) dalam posisi kalimat di sini menun-jukkan pada ketinggian, adapun dalam posisi kata kesesatan me-makai kata فِيْ (di dalam) sebagaimana dalam FirmanNya, ﴾ وَإِنَّآ أَوۡ إِيَّاكُمۡ لَعَلَىٰ هُدًى أَوۡ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ 24 ﴿ "Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik) pasti berada di atas kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata." (Saba`: 24). Hal itu karena ahli hidayah adalah tinggi dengan hidayah tersebut adapun ahli kesesatan yang tenggelam di dalamnya adalah terhina. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ﴿ "Dan merekalah orang-orang yang beruntung." Keberuntungan adalah memperoleh hal yang diinginkan dan selamat dari hal yang dikhawatirkan. Pembatasan keberuntungan hanya pada mereka, karena tidak ada jalan menuju kepada keberuntungan kecuali dengan menempuh jalan mereka tadi, dan jalan-jalan selain jalan tersebut, maka itu semua adalah jalan kesengsaraan, kehancuran, dan kerugian yang akan menjerumuskan penempuhnya kepada kebinasaan. Oleh karena itu, ketika Allah menyebutkan sifat-sifat kaum Mukminin yang hakiki, Dia menyebutkan pula sifat-sifat kaum kafir yang menampakkan kekufuran mereka yang durhaka kepada Rasul seraya berfirman,
Ayah: 6 - 7 #
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7)}.
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pen-dengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (Al-Baqarah: 6-7).
#
{6} يخبر تعالى {إن الذين كفروا}، أي: اتصفوا بالكفر وانصبغوا به، وصار وصفاً لهم لازماً لا يردعهم عنه رادع، ولا ينجع فيهم وعظ أنهم مستمرون على كفرهم، فسواء عليهم {أأنذرتهم أم لم تنذرهم لا يؤمنون}. وحقيقة الكفر هو الجحود لما جاء به الرسول أو جحد بعضه، فهؤلاء الكفار لا تفيدهم الدعوة إلا إقامة الحجة عليهم، وكأن في هذا قطعاً لطمع الرسول - صلى الله عليه وسلم - في إيمانهم وأنك لا تأس عليهم، ولا تذهب نفسك عليهم حسرات.
(6) Allah تعالى mengabarkan, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang kafir," yakni mereka yang bersifat dengan kekufuran dan terwarnai dengannya, lalu menjadi sifat yang lazim bagi mereka, di mana tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka darinya; nasihat tidak berguna pada mereka dan mereka selalu tetap dalam kekufuran mereka, maka sama saja bagi mereka, ﴾ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ﴿ "kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman." Hakikat kekufuran adalah mengingkari sesuatu yang datang dari Rasul atau mengingkari sebagiannya. Tidak akan ada man-faatnya dakwah bagi orang-orang kafir itu, kecuali hanya sebatas menegakkan hujjah atas mereka, seolah-olah dalam hal ini hanya pemutus bagi keinginan kuat Rasulullah dalam mewujudkan keimanan mereka, dan bahwasanya kamu jangan bersedih hati untuk mereka, dan bahwasanya dirimu tidak boleh berputus asa terhadap mereka.
Kemudian Allah q menyebutkan beberapa penghalang yang menghalangi mereka dari keimanan, seraya berfirman,
#
{7} {ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم}؛ أي: طبع عليها بطابع لا يدخلها الإيمان ولا ينفذ فيها؛ فلا يعون ما ينفعهم ولا يسمعون ما يفيدهم {وعلى أبصارهم غشاوة}؛ أي: غشاءً وغطاءً وأكنَّة تمنعها عن النظر الذي ينفعهم، وهذه طرق العلم والخير قد سدت عليهم، فلا مطمع فيهم ولا خير يرجى عندهم، وإنما منعوا ذلك وسدت عنهم أبواب الإيمان بسبب كفرهم وجحودهم ومعاندتهم بعد ما تبين لهم الحق، كما قال تعالى: {ونقلب أفئدتهم وأبصارهم كما لم يؤمنوا به أول مرة} وهذا عقاب عاجل، ثم ذكر العقاب الآجل فقال: {ولهم عذابٌ عظيم} وهو عذاب النار، وسخط الجبار المستمر الدائم.
(7) ﴾ خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَعَلَىٰ سَمۡعِهِمۡۖ ﴿ "Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka," yakni menutupnya dengan penutup yang tidak dapat dimasuki oleh keimanan dan tidak bisa ditembus, sehingga mereka tidak memahami apa yang berguna bagi mereka dan apa-apa yang mereka dengarkan tidak bermanfaat untuk mereka ﴾ وَعَلَىٰٓ أَبۡصَٰرِهِمۡ غِشَٰوَةٞۖ ﴿ "dan penglihatan mereka ditutup," yakni pelapis, penutup, dan penghalang yang menghalangi mereka dari melihat yang ber-guna bagi mereka, dan jalan-jalan ilmu dan kebaikan telah ditutup bagi mereka, tidak ada keinginan pada mereka dan tidak ada kebaikan yang diharapkan pada mereka. Mereka telah dihalangi dan ditutup bagi mereka pintu-pintu keimanan, disebabkan oleh kekufuran dan pengingkaran mereka serta keras kepala mereka setelah jelas bagi mereka kebenaran itu, sebagaimana Allah  ber-firman, ﴾ وَنُقَلِّبُ أَفۡـِٔدَتَهُمۡ وَأَبۡصَٰرَهُمۡ كَمَا لَمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهِۦٓ أَوَّلَ مَرَّةٖ ﴿ "Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti me-reka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya." (Al-An'am: 110). Dan ini hanyalah hukuman yang sekarang, kemudian Allah menyebutkan hukuman yang akan datang seraya berfirman, ﴾ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "Dan bagi mereka siksa yang amat pedih" yakni azab api neraka, kemurkaan yang Mahaperkasa yang terus menerus dan selamanya.
Kemudian Allah berfirman tentang sifat orang-orang muna-fik yang menampakkan keislaman mereka, padahal batin mereka kafir,
Ayah: 8 - 10 #
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)}.
"Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,' padahal mereka itu sesung-guhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya me-nipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakitnya; dan bagi me-reka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (Al-Baqarah: 8-10).
#
{8 ـ 9} واعلم أن النفاق هو إظهار الخير وإبطان الشر، ويدخل في هذا التعريف النفاق الاعتقادي والنفاق العملي؛ فالنفاق العملي؛ كالذي ذكر النبي - صلى الله عليه وسلم - في قوله: «آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا ائتمن خان»؛ وفي رواية «وإذا خاصم فجر». وأما النفاق الاعتقادي المخرج عن دائرة الإسلام؛ فهو الذي وصف الله به المنافقين في هذه السورة وغيرها، ولم يكن النفاق موجوداً قبل هجرة النبي - صلى الله عليه وسلم - من مكة إلى المدينة ولا بعد الهجرة، حتى كانت وقعة بدر وأظهر الله المؤمنين وأعزهم؛ فذل من في المدينة ممن لم يسلم، فأظهر الإسلامَ بعضُهم خوفاً ومخادعة؛ ولتحقن دماؤهم وتسلم أموالهم، فكانوا بين أظهر المسلمين في الظاهر أنهم منهم، وفي الحقيقة ليسوا منهم. فمن لطف الله بالمؤمنين أن جَلا أحوالهم، ووصفهم بأوصاف يتميزون بها لئلا يغتر بهم المؤمنون، ولينقمعوا أيضاً عن كثير من فجورهم، قال تعالى: {يحذر المنافقون أن تنزل عليهم سورة تنبئهم بما في قلوبهم}؛ فوصفهم الله بأصل النفاق فقال: {وَمِنَ النَّاسِ مَن يقُولُ آمنَّا باللَّهِ وبِاليومِ الآخِرِ وَمَا هُم بمؤمنين}؛ فإنهم يقولون بألسنتهم ما ليس في قلوبهم فأكذبهم الله بقوله: {وما هُم بمؤمنين}؛ لأن الإيمان الحقيقي ما تواطأ عليه القلب واللسان، وإنما هذا مخادعة لله ولعباده المؤمنين، والمخادعة: أن يظهر المخادع لمن يخادعه شيئاً، ويبطن خلافه لكي يتمكن من مقصوده ممن يخادع، فهؤلاء المنافقون سلكوا مع الله وعباده هذا المسلك؛ فعاد خداعهم على أنفسهم، وهذا من العجائب ؛ لأن المخادع إما أن ينتج خداعه ويحصل له مقصوده أو يسلم لا له ولا عليه، وهؤلاء عاد خداعهم على أنفسهم ، فكأنهم يعملون ما يعملون من المكر لإهلاك أنفسهم وإضرارها وكيدها؛ لأن الله لا يتضرر بخداعهم شيئاً، وعباده المؤمنين لا يضرهم كيدهم شيئاً، فلا يضر المؤمنين أن أظهر المنافقون الإيمان؛ فسلمت بذلك أموالهم، وحقنت دماؤهم، وصار كيدهم في نحورهم، وحصل لهم بذلك الخزي والفضيحة في الدنيا، والحزن المستمر بسبب ما يحصل للمؤمنين من القوة والنصرة، ثم في الآخرة لهم العذاب الأليم الموجع المفجع بسبب كذبهم وكفرهم وفجورهم، والحال أنهم من جهلهم وحماقتهم لا يشعرون بذلك.
(8-9) Ketahuilah bahwasanya kemunafikan itu adalah me-nampakkan kebaikan dan menyembunyikan kejahatan, termasuk dalam definisi ini kemunafikan i'tiqad dan kemunafikan amaliah. Kemunafikan amaliah adalah seperti yang disebutkan oleh Nabi ﷺ dalam sabda beliau, آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ. وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ. "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara dia berdusta, bila berjanji dia mengingkarinya, dan bila diberikan amanat dia berkhianat." Dan dalam riwayat lain, "Dan bila berperkara dia berlaku curang."[3] Adapun kemunafikan i'tiqadiyah yang mengeluarkan sese-orang dari Islam yaitu yang Allah تعالى sebutkan sebagai sifat-sifat kaum munafikin dalam surat ini dan surat lainnya. Kemunafikan ini belumlah muncul sebelum hijrahnya Nabi ﷺ dari Makkah me-nuju Madinah bahkan juga setelah hijrah hingga setelah kejadian perang Badar, dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin dan memuliakan mereka, dan menghinakan orang-orang yang ada di Madinah dari mereka yang belum masuk Islam, lalu sebagian mereka menampakkan keislaman mereka karena takut dan sebagai tipu daya, dan untuk menjaga darah dan harta mereka, di mana mereka-mereka ini bersama kaum Muslimin secara lahi-riyah, mereka menampakkan bahwa mereka adalah bagian kaum Muslimin, padahal pada hakikatnya mereka bukanlah dari kaum Muslimin. Maka sebagai tindakan kelembutan Allah bagi kaum Muk-minin adalah bahwa Allah memperlihatkan kondisi-kondisi mereka, dan menggambarkan mereka dengan sifat-sifat yang membedakan jati diri mereka, agar kaum Mukminin tidak terpedaya oleh mereka, dan mampu mengendalikan kejahatan-kejahatan mereka. Allah تعالى berfirman, ﴾ يَحۡذَرُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيۡهِمۡ سُورَةٞ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمۡۚ ﴿ "Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka." (At-Taubah: 64). Lalu Allah menyifati mereka dengan sifat dasar kemunafikan seraya berfirman, ﴾ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman," karena mereka mengatakan dengan lisan mereka apa yang tidak ada dalam hati mereka, lalu Allah mendustakan mereka dengan berfirman, ﴾ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman," karena keimanan yang hakiki itu adalah sesuatu yang disepakati oleh hati dan lisan. Sesungguhnya hal yang tadi itu adalah tipu daya terhadap Allah dan hamba-hambaNya yang beriman. Dan tipu daya itu adalah bahwa si pelaku tipu daya itu menampakkan sesuatu kepada orang yang diperdayai dan dia menyembunyikan hal yang berbeda dengannya demi memperoleh apa yang diinginkannya dari orang yang diperdayai tersebut. Dan inilah yang dilakukan orang-orang munafik tersebut terhadap Allah dan hamba-hambaNya, sehingga tipu daya mereka tersebut kembali kepada diri mereka sendiri. Ini adalah suatu perkara yang mengherankan sekali, karena biasanya seorang pelaku tipu daya itu kondisinya bisa jadi akan memperoleh apa yang menjadi tujuannya atau dia selamat yang mana dia tidak mendapatkan apa-apa dan tidak rugi apa-apa juga, namun lain halnya tipu daya orang-orang munafik ini, ia malah kembali kepada diri mereka sendiri. Oleh karena itu, seolah-olah mereka itu melakukan suatu makar untuk menghancurkan diri mereka sendiri, membahayakan dan menipu diri mereka, karena Allah tidaklah tersentuh oleh mudarat sedikitpun dari tipu daya mereka, demikian juga hamba-hambaNya yang beriman, mereka tidak tersentuh oleh mudarat sedikit pun dari tipu daya mereka. Maka tindakan kaum munafik menampakkan keimanan mereka tidak membawa dampak bagi kaum Muslimin, hingga selamatlah dengan hal itu harta-harta mereka, dan terjaga darah-darah mereka, dan tipu daya mereka kembali kepada leher-leher mereka, hingga dengan demikian mereka mendapatkan kehinaan dan cela di dunia, serta kemalangan yang terus-menerus yang disebabkan oleh apa yang diperoleh kaum Mukminin berupa kekuatan dan kemenangan, kemudian pada Hari Akhir nanti mereka mendapatkan azab yang pedih lagi menyakitkan dan menyerikan disebabkan oleh pendus-taan, kekufuran, dan kejahatan mereka, dan keadaannya saat ini adalah bahwa mereka dengan kebodohan dan kedunguan yang ada pada mereka, mereka tidak menyadari hal tersebut.
#
{10} وقوله: {في قلوبهم مرض}؛ المراد بالمرض هنا: مرض الشك، والشبهات، والنفاق، وذلك أن القلب يعرض له مرضان يخرجانه عن صحته واعتداله: مرض الشبهات الباطلة، ومرض الشهوات المُرْدِيَة. فالكفر والنفاق والشكوك والبِدَع كلها من مرض الشبهات، والزِنا ومحبة الفواحش والمعاصي وفعلها من مرض الشهوات؛ كما قال تعالى: {فيطمع الذي في قلبه مرض}؛ وهو شهوة الزنا، والمعافى من عوفي من هذين المرضين، فحصل له اليقين والإيمان والصبر عن كل معصية، فرفل في أثواب العافية. وفي قوله عن المنافقين: {في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضاً}؛ بيان لحكمته تعالى في تقدير المعاصي، على العاصين وأنه بسبب ذنوبهم السابقة؛ يبتليهم بالمعاصي اللاحقة الموجبة لعقوباتها، كما قال تعالى: {ونقلب أفئدتهم وأبصارهم كما لم يؤمنوا به أول مرة}، وقال تعالى: {فلما زاغوا أزاغ الله قلوبهم}، وقال تعالى: {وأما الذين في قلوبهم مرضٌ فزادتهم رجساً إلى رجسهم} فعقوبة المعصية المعصية بعدها، كما أن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها؛ قال تعالى: {ويزيد الله الذين اهتدوا هدى}.
(10) FirmanNya, ﴾ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ ﴿ "Dalam hati mereka ada penya-kit." Yang dimaksud dengan penyakit di sini adalah penyakit kera-guan, syubhat, dan kemunafikan. Hal itu dikarenakan hati itu dihadapkan oleh dua penyakit yang menyebabkannya jauh dari kesehatannya dan kenormalannya, yaitu penyakit syubhat yang batil dan penyakit syahwat yang menjerumuskan. Kekufuran, kemunafikan, keragu-raguan, dan semua bid'ah-bid'ah itu adalah penyakit-penyakit syubhat, sedangkan perzinaan, suka akan ke-kejian dan menyukai kemaksiatan serta melakukannya, adalah di antara penyakit-penyakit syahwat, sebagaimana Allah berfirman, ﴾ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا 32 ﴿ "... sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hati-nya." (Al-Ahzab: 32). Yakni, syahwat zina. Dan orang yang selamat adalah orang yang diselamatkan dari kedua penyakit tersebut, hingga terwujud-lah baginya keyakinan, keimanan, dan kesabaran dari setiap ke-maksiatan lalu dia berjalan dalam pakaian-pakaian keselamatan. Dan FirmanNya tentang kaum munafikin, ﴾ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ ﴿ "Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit-nya," adalah sebuah penjelasan tentang hikmah Allah تعالى terhadap penentuan kemaksiatan atas pelaku-pelakunya dan bahwasanya hal itu disebabkan dosa-dosa mereka yang terdahulu. Allah menguji mereka dengan kemaksiatan yang terjadi kemudian yang mengaki-batkan hukuman, sebagaimana Allah berfirman, ﴾ وَنُقَلِّبُ أَفۡـِٔدَتَهُمۡ وَأَبۡصَٰرَهُمۡ كَمَا لَمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهِۦٓ أَوَّلَ مَرَّةٖ ﴿ "Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti me-reka belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya." (Al-An'am: 110). Dan Allah تعالى berfirman, ﴾ فَلَمَّا زَاغُوٓاْ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡۚ ﴿ "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memaling-kan hati mereka." (Ash-Shaffat: 5). Dan Allah تعالى juga berfirman, ﴾ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ ﴿ "Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambahlah kekafiran mereka." (At-Taubah: 125). Maka hukuman bagi kemaksiatan adalah kemaksiatan sete-lahnya, sebagaimana juga balasan kebaikan adalah kebaikan sete-lahnya. Allah تعالى berfirman, ﴾ وَيَزِيدُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ٱهۡتَدَوۡاْ هُدٗىۗ ﴿ "Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk." (Maryam: 76).
Ayah: 11 - 12 #
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ (12)}.
"Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu mem-buat kerusakan di muka bumi.' Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (Al-Baqarah: 11-12).
#
{11} أي: إذا نُهِيَ هؤلاء المنافقون عن الإفساد في الأرض، وهو العمل بالكفر والمعاصي، ومنه إظهار سرائر المؤمنين لعدوهم وموالاتهم للكافرين: {قالوا إنما نحن مصلحون}؛ فجمعوا بين العمل بالفساد في الأرض وإظهار أنه ليس بإفساد، بل هو إصلاح قلباً للحقائق، وجمعاً بين فعل الباطل واعتقاده حقًّا، وهؤلاء أعظم جناية ممن يعمل بالمعاصي مع اعتقاد تحريمها ، فهذا أقرب للسلامة وأرجى لرجوعه، ولما كان في قولهم: {إنما نحن مصلحون}؛ حصر للإصلاح في جانبهم ـ وفي ضمنه أن المؤمنين ليسوا من أهل الإصلاح ـ قلب الله عليهم دعواهم بقوله:
(11) Maksudnya, apabila mereka (orang-orang munafik) di-larang berbuat kerusakan di atas bumi yaitu melakukan kekufuran dan kemaksiatan, dan di antara perbuatan itu adalah menyebar-luaskan rahasia-rahasia kaum Mukminin kepada musuh-musuh mereka dan memberikan loyalitas mereka (orang-orang munafik) itu kepada orang-orang kafir, ﴾ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ﴿ "mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan'." Sehingga mereka mengumpulkan antara merusak di muka bumi dan sikap menampakkan bahwa itu bukanlah suatu tindakan pengrusakan, akan tetapi hal itu adalah perbaikan, sebagai suatu pemutarbalikan fakta dan penyatuan antara perbuatan batil dengan keyakinan bahwa hal itu benar. Mereka itu lebih besar kejahatan-nya daripada orang yang melakukan kemaksiatan dengan keya-kinan akan keharamannya, maka yang terakhir ini lebih dekat kepada keselamatan dan lebih diharapkan untuk bertaubat. Dan ketika perkataan mereka, ﴾ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ﴿ "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan," ini adalah suatu pembatasan terhadap perbaikan hanya dari pihak mereka -dan termasuk di dalamnya bahwa kaum Mukminin bukanlah dari orang-orang yang melakukan perbaikan-, maka Allah membalikkan anggapan mereka atas mereka dengan FirmanNya,
#
{12} {ألا إنهم هم المفسدون} فإنه لا أعظم إفساداً ممن كفر بآيات الله، وصد عن سبيل الله، وخادع الله وأولياءه، ووالى المحاربين لله ورسوله، وزعم مع هذا أن هذا إصلاح، فهل بعد هذا الفساد فساد؟! ولكن لا يعلمون علماً ينفعهم وإن كانوا قد علموا بذلك علماً تقوم به عليهم حجة الله، وإنما كان العمل [بالمعاصي] في الأرض إفساداً؛ لأنه سبب لفساد ما على وجه الأرض من الحبوب والثمار والأشجار والنبات لما يحصل فيها من الآفات التي سببها المعاصي، ولأن الإصلاح في الأرض أن تُعمَر بطاعة الله والإيمان به، لهذا خلق الله الخلق وأسكنهم [في] الأرض وأدرَّ عليهم الأرزاق؛ ليستعينوا بها على طاعته وعبادته، فإذا عُمِل فيها بضده كان سعياً فيها بالفساد وإخراباً لها عمَّا خُلِقت له.
(12) ﴾ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ ﴿ "Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan," karena tidak ada yang lebih besar pengrusakannya daripada orang yang mengingkari ayat-ayat Allah, menghalangi dari jalan Allah, menipu Allah dan para kekasihNya, dan (justru sebaliknya) mereka mencintai orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya, dan dengan itu semua dia mengklaim bahwa hal itu adalah perbaikan, lalu apakah setelah kerusakan ini ada kerusakan yang lebih besar lagi? Akan tetapi mereka tidak mengetahui ilmu yang bermanfaat bagi diri mereka walaupun mereka terkadang telah mengetahui ilmu tersebut, namun hal itu adalah tanda telah ditegakkannya hujjah Allah atas mereka. Sesungguhnya perbuatan kemaksiatan mereka di atas muka bumi adalah pengrusakan karena menjadi penyebab dari kerusakan segala hal yang ada di atas muka bumi berupa biji-bijian, buah-buahan, pepohonan, dan tumbuh-tumbuhan, di mana terjadi ke-rusakan-kerusakan yang disebabkan oleh kemaksiatan, dan juga karena perbaikan di muka bumi adalah dengan memakmurkan-nya dengan ketaatan kepada Allah dan beriman kepadaNya. Oleh karena itu Allah menciptakan makhluk dan menetapkannya di bumi, menentukan rizki bagi mereka agar mereka memanfaatkan-nya untuk taat kepada Allah dan beribadah kepadaNya, dan bila dilakukan di atas bumi ini hal yang bertentangan dengan itu, maka hal itu adalah usaha melakukan kerusakan padanya dan penghan-curan baginya dari hal yang menjadi tujuan dia diciptakan.
Ayah: 13 #
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ (13)}.
"Apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.' Mereka menjawab, 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh itu; tetapi mereka tidak tahu." (Al-Baqarah: 13).
#
{13} أي: إذا قيل للمنافقين آمنوا كما آمن الناس، أي: كإيمان الصحابة رضي الله عنهم وهو: الإيمان بالقلب واللسان، قالوا بزعمهم الباطل: أنؤمن كما آمن السفهاء؟ يعنون ـ قبحهم الله ـ الصحابة رضي الله عنهم؛ لزعمهم أن سفههم أوجب لهم الإيمان، وترك الأوطان، ومعاداة الكفار، والعقل عندهم يقتضي ضد ذلك، فنسبوهم إلى السَفَه، وفي ضمن ذلك أنهم هم العقلاء أرباب الحجى والنُهى؛ فرد الله ذلك عليهم وأخبر أنهم هم السفهاء على الحقيقة؛ لأن حقيقة السفه جهل الإنسان بمصالح نفسه، وسعيه فيما يضرها، وهذه الصفة منطبقة عليهم، [وصادقة عليهم] كما أن العقل والحجى معرفة الإنسان بمصالح نفسه والسعي فيما ينفعه وفي دفع ما يضره، وهذه الصفة منطبقة على الصحابة والمؤمنين؛ فالعبرة بالأوصاف والبرهان، لا بالدعاوي المجردة والأقوال الفارغة.
(13) Maksudnya, bila dikatakan kepada orang-orang muna-fik, ﴾ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ ﴿ "Berimanlah seperti orang-orang beriman," yakni seperti berimannya para sahabat رضي الله عنهم, yaitu keimanan dengan hati dan lisan, maka mereka berkata dengan sangkaan mereka yang batil, ﴾ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ ﴿ "Apakah kami akan beriman seperti berimannya orang-orang yang bodoh itu?" Maksud mereka -semoga Allah mem-burukkan mereka- adalah para sahabat رضي الله عنهم, karena dugaan mereka bahwasanya kebodohan mereka yang menyebabkan mereka untuk beriman, meninggalkan negeri, dan memusuhi kaum kafir, se-dangkan akal menurut mereka adalah berlawanan dengan hal itu. Mereka menisbatkan para sahabat kepada kebodohan, dan kan-dungan statemen tersebut adalah bahwa merekalah orang-orang yang pintar (cendekiawan) yang memiliki kecerdasan dan pikiran yang matang. Maka Allah membalas mereka dan mengabarkan kepada mereka bahwasanya merekalah orang-orang bodoh yang sebenarnya, karena hakikat kebodohan itu adalah ketidaktahuan seorang manusia kepada kemaslahatan pribadinya dan perbuatan-nya yang yang melakukan apa-apa yang justru memudaratkannya. Hal inilah yang terbukti terjadi pada mereka (dan terjadi benar atas mereka), sebagaimana juga akal dan kecerdasan itu adalah pengetahuan seorang manusia kepada hal yang bermanfaat bagi dirinya dan berbuat apa yang berguna untuknya serta menghindar dari apa yang memudaratkan dirinya, dan inilah yang terbukti ter-jadi pada para sahabat رضي الله عنهم dan kaum Mukminin. Maka patokannya adalah dengan ciri yang menempel pada diri dan bukti, tidak hanya sekedar sangkaan dan perkataan kosong belaka.
Ayah: 14 - 15 #
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14) اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (15)}.
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, 'Kami telah beriman.' Dan bila mereka kem-bali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, 'Sesungguh-nya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.' Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan me-reka terombang-ambing dalam kesesatan mereka." (Al-Baqarah: 14-15).
#
{14} هذا من قولهم بألسنتهم ما ليس في قلوبهم، وذلك أنهم إذا اجتمعوا بالمؤمنين أظهروا أنهم على طريقتهم، وأنهم معهم، فإذا خلوا إلى شياطينهم ـ أي كبرائهم ورؤسائهم بالشر ـ قالوا: إنا معكم في الحقيقة وإنما نحن مستهزئون بالمؤمنين بإظهارنا لهم أننا على طريقتهم، فهذه حالهم الباطنة والظاهرة، ولا يحيق المكر السيئ إلا بأهله.
(14) Inilah yang biasa keluar dari lisan-lisan mereka yang bukan dari hati mereka, yaitu bahwasanya mereka ini bila berkum-pul dengan kaum Mukminin, maka mereka menampakkan bahwa mereka dalam satu manhaj dengan kaum Mukminin dan bahwa mereka sama dengan kaum Mukminin, namun bila mereka kem-bali kepada setan-setan mereka -yaitu pemimpin-pemimpin dan ketua-ketua kejahatan mereka-, maka mereka berkata, "Sesungguh-nya pada hakikatnya kami ini bersama kalian, kami hanya meng-olok-olok kaum Mukminin dengan menampakkan kepada mereka bahwa kami berada di atas jalan mereka." Inilah kondisi mereka secara lahir dan batin, dan tidaklah makar yang buruk itu kecuali akan menimpa pelakunya.
#
{15} قال تعالى: {الله يستهزئُ بهم ويمدهم في طغيانهم يعمهون}؛ وهذا جزاء لهم على استهزائهم بعباده، فمن استهزائه بهم أن زين لهم ما كانوا فيه من الشقاء، والأحوال الخبيثة حتى ظنوا أنهم مع المؤمنين لَمَّا لم يسلطْ الله المؤمنين عليهم، ومن استهزائه بهم يوم القيامة: أنه يعطيهم مع المؤمنين نوراً ظاهراً، فإذا مشى المؤمنون بنورهم طفئ نور المنافقين وبقُوا في الظلمة بعد النور متحيرين، فما أعظم اليأس بعد الطمع {ينادونهم ألم نكن معكم، قالوا بلى ولكنكم فتنتم أنفسكم وتربصتم وارتبتم ... } الآية. قوله: {ويمدهم}؛ أي: يزيدهم {في طغيانهم}؛ أي: فجورهم وكفرهم {يعمهون}؛ أي: حائرون مترددون، وهذا من استهزائه تعالى بهم.
(15) Allah تعالى berfirman, ﴾ ٱللَّهُ يَسۡتَهۡزِئُ بِهِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ ﴿ "Allah akan membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka." Ini merupakan balasan bagi mereka atas tindakan mereka mengolok-olok hamba-hambaNya, dan di antara olok-olokan Allah kepada mereka adalah bahwa Dia meng-hiasi kondisi mereka dalam kesengsaraan dan keadaan yang buruk hingga mereka mengira bahwasanya mereka bersama kaum Muk-minin ketika Allah tidak memerintahkan kaum Mukminin meng-hancurkan mereka, dan juga di antara olok-olokan Allah kepada mereka pada Hari Kiamat kelak adalah bahwasanya Dia akan memberikan mereka (ketika) bersama kaum Mukminin cahaya yang jelas, maka apabila kaum Mukminin berjalan dengan cahaya mereka, padamlah cahaya kaum munafik dan mereka tetap berada dalam kegelapan setelah terang benderang dalam kondisi kebi-ngungan, dan betapa besar penyesalan itu setelah ketamakan, ﴾ يُنَادُونَهُمۡ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمۡ فَتَنتُمۡ أَنفُسَكُمۡ وَتَرَبَّصۡتُمۡ وَٱرۡتَبۡتُمۡ ﴿ "Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang Mukmin) seraya berkata, 'Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?' Mereka menjawab, 'Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu kehancuran kami dan kamu ragu-ragu'." (Al-Hadid: 14). FirmanNya, ﴾ وَيَمُدُّهُمۡ ﴿ "Dan membiarkan mereka," maksudnya, menambahkan (waktu) buat mereka, ﴾ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ ﴿ "dalam kesesatan mereka," maksudnya dalam kejahatan dan kekufuran mereka, (dan mereka) يَعۡمَهُونَ ﴿ "terombang-ambing" maksudnya dalam kebingungan dan kebimbangan; dan inilah cara Allah تعالى mengolok-olok mereka.
Kemudian Allah تعالى menyingkap hakikat dari kondisi mereka,
Ayah: 16 #
{أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (16)}
"Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petun-juk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 16).
#
{16} أولئك؛ أي: المنافقون الموصوفون بتلك الصفات {الذين اشتروا الضلالة بالهدى}؛ أي: رغبوا في الضلالة رغبة المشتري في السلعة ، التي ـ من رغبته فيها ـ يبذل فيها الأموال النفيسة، وهذا من أحسن الأمثلة، فإنه جعل الضلالة التي هي غاية الشر كالسلعة، وجعل الهدى الذي هو غاية الصلاح بمنزلة الثمن، فبذلوا الهدى رغبة عنه في الضلالة رغبة فيها، فهذه تجارتهم؛ فبئس التجارة، وهذه صفقتهم؛ فبئست الصفقة. وإذا كان من يبذل ديناراً في مقابلة درهم خاسراً فكيف من بذل جوهرة وأخذ عنها درهماً، فكيف من بذل الهدى في مقابلة الضلالة، واختار الشقاء على السعادة، ورغب في سافل الأمور وترك عاليها ، فما ربحت تجارته بل خسر فيها أعظم خسارة، أولئك الذين خسروا أنفسهم وأهليهم يوم القيامة ألا ذلك هو الخسران المبين. وقوله: {وما كانوا مهتدين}؛ تحقيق لضلالهم وأنهم لم يحصل لهم من الهداية شيء، فهذه أوصافهم القبيحة، ثم ذكر مثلهم [الكاشف لها غاية الكشف]، فقال:
(16) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," maksudnya orang-orang muna-fik yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut, ﴾ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلۡهُدَىٰ ﴿ "orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk," maksudnya mereka suka terhadap kesesatan sebagaimana seorang pembeli suka ter-hadap suatu barang dagangan, yang -di antara kesukaannya terha-dap kesesatan itu- membuat ia mengeluarkan harta yang berharga untuk mendapatkannya, dan ini adalah suatu perumpamaan yang paling bagus, karena Allah menjadikan kesesatan yang merupakan puncak dari segala kejahatan seperti barang dagangan dan Dia menjadikan petunjuk yang merupakan puncak dari segala kebaikan bagaikan harga barang, lalu mereka (orang-orang munafik) itu menyerahkan petunjuk karena tidak suka terhadapnya untuk men-dapatkan kesesatan karena suka terhadapnya. Inilah perdagangan mereka, dan sungguh amat buruk perdagangan mereka itu, serta inilah transaksi mereka, dan sungguh buruk transaksi mereka itu. Apabila seseorang mengeluarkan uang dinarnya untuk men-dapatkan uang dirham maka ia pasti rugi, lalu bagaimanakah orang yang mengeluarkan permata untuk mendapatkan uang dirham? Dan bagaimanakah orang yang mengeluarkan petunjuk untuk mendapatkan kesesatan? Ia lebih memilih kesengsaraan daripada kebahagiaan, serta lebih suka terhadap perkara-perkara yang tidak berarti dengan meninggalkan perkara-perkara yang berguna. Akhirnya tidak beruntunglah perdagangannya tersebut, bahkan ia merugi dalam hal itu dengan kerugian yang paling besar, mereka itulah orang-orang yang rugi diri mereka dan keluarga mereka pada Hari Kiamat, camkanlah, bahwa itulah kerugian yang nyata. Dan FirmanNya, ﴾ وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ ﴿ "Dan tidaklah mereka menda-pat petunjuk," ini adalah sebagai penegasan akan kesesatan mereka, dan bahwasanya mereka tidak mendapatkan sedikitpun petunjuk. Inilah sifat-sifat mereka yang jelek itu, kemudian Allah menyebut-kan perumpamaan mereka -yang menyingkap hal itu dengan se-jelas-jelasnya-, seraya berfirman,
Ayah: 17 - 20 #
{مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ (17) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (18) أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (19) يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (20)}.
"Perumpamaan mereka itu (orang-orang munafik) adalah se-perti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; me-reka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mende-ngar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka ber-henti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pen-dengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 17-20).
#
{17} أي: مثلهم المطابق لما كانوا عليه كمثل الذي استوقد ناراً أي: كان في ظلمة عظيمة، وحاجة إلى النار شديدة فاستوقدها من غيره، ولم تكن عنده معدة بل هي خارجة عنه، فلما أضاءت النار ما حوله، ونظر المحل الذي هو فيه وما فيه من المخاوف، وأمنها وانتفع بتلك النار، وقرت بها عينه، وظن أنه قادر عليها، فبينما هو كذلك، إذ ذهب الله بنوره؛ فزال عنه النور وذهب معه السرور، وبقي في الظلمة العظيمة والنار المحرقة؛ فذهب ما فيها من الإشراق وبقي ما فيها من الإحراق، فبقي في ظلمات متعددة: ظلمة الليل، وظلمة السحاب، وظلمة المطر، والظلمة الحاصلة بعد النور، فكيف يكون حال هذا الموصوف؟ فكذلك هؤلاء المنافقون استوقدوا نار الإيمان من المؤمنين ولم تكن صفة لهم، فاستضاؤوا بها مؤقتاً وانتفعوا؛ فحقنت بذلك دماؤهم، وسلمت أموالهم، وحصل لهم نوع من الأمن في الدنيا، فبينما هم كذلك إذ هجم عليهم الموت؛ فسلبهم الانتفاع بذلك النور، وحصل لهم كل هم وغم وعذاب، وحصل لهم ظلمة القبر، وظلمة الكفر، وظلمة النفاق، وظلمة المعاصي على اختلاف أنواعها، وبعد ذلك ظلمة النار وبئس القرار؛ فلهذا قال تعالى عنهم:
(17) Maksudnya, perumpamaan mereka yang sesuai de-ngan kondisi mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, yakni seperti seseorang yang berada dalam kegelapan yang pekat, dan sangat membutuhkan api, lalu api dinyalakan dari orang lain, dan ia sendiri tidak memiliki persiapan, akan tetapi di luar kesiapan-nya, dan ketika api itu telah menerangi sekitarnya, dan ia mampu melihat tempat di mana ia berada dan segala yang ia rasakan be-rupa kekhawatiran, ia menenangkan diri dan memanfaatkan api tersebut, lalu tenanglah pandangannya, dan ia mengira bahwa ia menguasai kondisi itu, lalu ketika ia berada dalam kondisi seperti itu, Allah memadamkan cahayanya hingga hilanglah cahaya dari api itu dan lenyaplah kebahagiaannya, lalu ia berada kembali dalam kegelapan yang pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang cahaya darinya dan tinggallah padanya api yang menyala-nyala, dan ia berada dalam kegelapan yang berma-cam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan, kegelapan hujan, dan kegelapan yang terjadi setelah adanya cahaya, maka bagaimana-kah kondisi orang yang seperti ini? Demikianlah juga orang-orang munafik yang menyalakan api keimanan dari kaum Mukminin namun tidak menjadi ciri bagi mereka, mereka menjadikannya pe-nerangan untuk sementara waktu dan memanfaatkannya, hingga terjagalah darah mereka dan selamatlah harta mereka, serta mereka mendapatkan suatu keamanan di muka bumi ini, lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba kematian menyergap mereka, dan menghentikan pemanfaatan mereka terhadap cahaya tersebut, hingga terjadilah kegundahan, kebimbangan, dan siksaan, dan mereka mendapatkan kegelapan kubur, kegelapan kekufuran, ke-gelapan kemunafikan, dan kegelapan kemaksiatan dengan segala perbedaan coraknya, lalu kemudian setelah itu kegelapan api neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal. Oleh karena itu Allah berfirman tentang mereka.
#
{18} {صمٌّ}؛ أي: عن سماع الخير {بكمٌ}، أي: عن النطق به {عميٌ} عن رؤية الحق {فهم لا يرجعون}؛ لأنهم تركوا الحق بعد أن عرفوه؛ فلا يرجعون إليه، بخلاف من ترك الحق عن جهل وضلال؛ فإنه لا يعقل، وهو أقرب رجوعاً منهم.
(18) ﴾ صُمُّۢ ﴿ "Mereka tuli,­" maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, ﴾ بُكۡمٌ ﴿ "bisu," maksudnya bisu dari membicarakannya, ﴾ عُمۡيٞ ﴿ "dan buta" dari melihat kebenaran, ﴾ فَهُمۡ لَا يَرۡجِعُونَ ﴿ "maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar," karena mereka meninggal-kan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan tersesat, karena sesungguhnya ia tidak berpikir, dan ini lebih dekat untuk kembali daripada orang-orang munafik itu.
#
{19} ثم قال تعالى: {أو كصيب من السماء}؛ أي: كصاحب صيب وهو: المطر الذي يصوب؛ أي: ينزل بكثرة {فيه ظلمات}؛ ظلمة الليل، وظلمة السحاب، وظلمة المطر، وفيه {رعد}؛ وهو: الصوت الذي يسمع من السحاب وفيه {برق}؛ وهو الضوء اللامع المشاهد من السحاب.
(19) Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾ أَوۡ كَصَيِّبٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ ﴿ "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit," yakni yang disiram hujan, yaitu hujan yang mengalir yang turun dengan derasnya, ﴾ فِيهِ ظُلُمَٰتٞ ﴿ "disertai gelap gulita," yakni kegelapan malam, kegelapan awan, dan kegelapan hujan yang ada padanya, ﴾ وَرَعۡدٞ ﴿ "dan guruh," yaitu suara yang terdengar dari awan dan juga ada padanya ﴾ وَبَرۡقٞ ﴿ "kilat," yaitu cahaya yang menyala dan terlihat dari awan.
#
{20} {كلما أضاء لهم}؛ البرق في تلك الظلمات {مشوا فيه وإذا أظلم عليهم قاموا}؛ أي: وقفوا، فهكذا حالة المنافقين إذا سمعوا القرآن، وأوامره ونواهيه، ووعده ووعيده؛ جعلوا أصابعهم في آذانهم، وأعرضوا عن أمره ونهيه، ووعده ووعيده؛ فيروعهم وعيده، وتزعجهم وعوده، فهم يعرضون عنها غاية ما يمكنهم ويكرهونها كراهة صاحب الصيب الذي يسمع الرعد فيجعل أصابعه في أذنيه خشية الموت، فهذا ربما حصلت له السلامة ، وأما المنافقون فأنى لهم السلامة وهو تعالى محيط بهم قدرة وعلماً فلا يفوتونه ولا يعجزونه، بل يحفظ عليهم أعمالهم ويجازيهم عليها أتم الجزاء. ولما كانوا مبتلين بالصمم والبكم والعمى المعنوي ومسدودة عليهم طُرُقُ الإيمان قال تعالى: {ولو شاء الله لذهب بسمعهم وأبصارهم}؛ أي الحسية، ففيه تخويف لهم وتحذير من العقوبة الدنيوية؛ ليحذروا فيرتدعوا عن بعض شرهم ونفاقهم {إن الله على كل شيء قدير}؛ فلا يعجزه شيء، ومن قدرته أنه إذا شاء شيئاً فعله من غير ممانع ولا معارض. وفي هذه الآية وما أشبهها ردٌّ على القدرية القائلين بأن أفعالَهم غير داخلة في قدرة الله تعالى؛ لأن أفعالهم من جملة الأشياء الداخلة في قوله: {إن الله على كل شيء قدير}.
(20) ﴾ كُلَّمَآ أَضَآءَ لَهُم ﴿ "Setiap kali kilat itu menyinari mereka," yakni kilat dalam kegelapan-kegelapan tersebut, ﴾ مَّشَوۡاْ فِيهِ وَإِذَآ أَظۡلَمَ عَلَيۡهِمۡ قَامُواْۚ ﴿ "mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti," yakni, mereka diam. Seperti itulah kondisi orang-orang munafik ketika mereka mendengarkan al-Qur`an, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janji dan ancamannya. Mereka meletakkan jari jemari mereka pada telinga-telinga mereka dan mereka berpaling dari perintahnya, larangannya, janjinya dan ancamannya, lalu ancamannya mengusik mereka, janji-janjinya mengganggu mereka, dan mereka berpaling darinya dengan sekuat tenaga, hingga membuat mereka lebih kokoh, mereka membenci-nya seperti seorang yang terkena hujan dan ia mendengar guruh lalu meletakkan jari jemarinya pada kedua telinganya karena takut dari kematian. Orang seperti ini masih mempunyai kemungkinan memperoleh keselamatan, adapun orang-orang munafik, dari manakah mereka memperoleh keselamatan, padahal Allah تعالى mengawasi mereka, baik dengan Kuasa maupun ilmuNya, dan mereka tidak akan lepas dariNya dan tidak mampu melemahkan-Nya, bahkan Dia akan mencatat perbuatan-perbuatan mereka lalu kelak akan memberikan balasan atasnya dengan balasan yang setimpal. Dan ketika mereka diuji dengan ketulian, kebutaan, dan kebisuan maknawi serta tertutupnya pintu-pintu keimanan bagi mereka, Allah berfirman, ﴾ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمۡعِهِمۡ وَأَبۡصَٰرِهِمۡۚ ﴿ "Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka" yaitu yang bersifat nyata. Ini merupakan sebuah tindakan agar mereka takut, dan peringatan dari hukuman dunia, agar me-reka berhati-hati lalu mengambil pelajaran dari sebagian kejahatan dan kemunafikan mereka. ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." Dia tidaklah lemah terhadap apa pun, dan di antara KuasaNya adalah bahwa apabila Dia menghendaki sesuatu, niscaya Dia lakukan, tanpa ada yang bisa menghalangi dan tanpa ada yang bisa merintangi. Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya ada sebuah jawaban terhadap golongan al-Qadariyah yang berpendapat bah-wasanya perbuatan-perbuatan mereka tidaklah termasuk dalam Kuasa Allah تعالى, karena perbuatan-perbuatan mereka termasuk bagian dari hal-hal yang masuk dalam FirmanNya, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu."
Ayah: 21 - 22 #
{يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)}.
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah mencipta-kanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit se-bagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan segala buah-buahan dengan hujan itu sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (Al-Baqarah: 21-22).
#
{21} هذا أمر عام لجميع الناس بأمر عام وهو العبادة الجامعة لامتثال أوامر الله واجتناب نواهيه وتصديق خبره، فأمرهم تعالى بما خلقهم له، قال تعالى: {وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون}؛ ثم استدل على وجوب عبادته وحده بأنه ربكم الذي رباكم بأصناف النعم، فخلقكم بعد العدم، وخلق الذين من قبلكم.
(21) Ini adalah perintah yang bersifat umum bagi seluruh manusia dengan sebuah perintah yang umum, yaitu ibadah yang mencakup menaati perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-laranganNya, dan mempercayai kabar-kabarNya. Allah تعالى meme-rintahkan mereka kepada tujuan diciptakannya mereka, di mana Allah berfirman, ﴾ وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ 56 ﴿ "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzariyat: 56). Kemudian Allah mengemukakan dalil yang menunjukkan kewajiban beribadah kepadaNya semata, yaitu karena Dia-lah Rabb kalian yang telah menganugerahkan kepada kalian berbagai macam nikmat, lalu Dia menciptakan kamu setelah (sebelumnya) kamu tidak ada dan Dia juga yang menciptakan orang-orang se-belum kamu.
#
{22} وأنعم عليكم بالنعم الظاهرة والباطنة، فجعل لكم الأرض فراشاً تستقرون عليها، وتنتفعون بالأبنية والزراعة والحراثة والسلوك من محل إلى محل، وغير ذلك من وجوه الانتفاع بها، وجعل السماء بناء لمسكنكم وأودع فيها من المنافع ما هو من ضروراتكم وحاجاتكم كالشمس والقمر والنجوم {وأنزل من السماء ماء}؛ والسماء هو: كل ما علا فوقك فهو سماء، ولهذا قال المفسرون: المراد بالسماء ههنا السحاب، فأنزل منه تعالى ماء {فأخرج به من الثمرات}؛ كالحبوب والثمار من نخيل وفواكه وزروع وغيرها {رزقاً لكم}؛ به ترتزقون وتتقوتون وتعيشون وتفكهون ، {فلا تجعلوا لله أنداداً}؛ أي: أشباهاً ونظراء من المخلوقين؛ فتعبدونهم كما تعبدون الله، وتحبونهم كما تحبونه ، وهم مِثْلكم مخلوقون مرزوقون مُدبَّرون، لا يملكون مثقال ذرة في الأرض، ولا في السماء ، ولا ينفعونكم ولا يضرون {وأنتم تعلمون}؛ أن الله ليس له شريك، ولا نظير لا في الخلق والرزق والتدبير، ولا في الألوهية والكمال ، فكيف تعبدون معه آلهة أخرى مع علمكم بذلك؟ هذا من أعجب العجب وأسفه السفه. وهذه الآية جمعت بين الأمر بعبادة الله وحده، والنهي عن عبادة ما سواه، وبيان الدليل الباهر على وجوب عبادته وبطلان عبادة ما سواه، وهو ذكر توحيد الربوبية المتضمن انفراده بالخلق والرزق والتدبير، فإذا كان كل أحد مقرًّا بأنه ليس له شريك بذلك فكذلك؛ فليكن الإقرار بأن الله ليس له شريك في عبادته ، وهذا أوضح دليل عقلي على وحدانية الباري تعالى وبطلان الشرك. وقوله: {لعلكم تتقون}؛ يحتمل أن المعنى أنكم إذا عبدتم الله وحده اتقيتم بذلك سخطه وعذابه؛ لأنكم أتيتم بالسبب الدافع لذلك، ويحتمل أن يكون المعنى أنكم إذا عبدتم الله صرتم من المتقين الموصوفين بالتقوى، وكلا المعنيين صحيح، وهما متلازمان، فمن أتى بالعبادة كاملة؛ كان من المتقين، ومن كان من المتقين؛ حصلت له النجاة من عذاب الله، وسخطه.
(22) Dan Dia memberikan nikmat kepada kamu dengan nikmat-nikmat lahiriyah maupun batiniyah, Dia menjadikan untukmu dunia ini sebagai hamparan yang menjadi tempat kamu menetap, dan kamu mengambil manfaatnya dengan membangun rumah, pertanian, pembajakan, dan berkelana dari suatu tempat menuju tempat lain, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk pe-manfaatannya, lalu Dia menjadikan langit sebagai atap bagi rumah tempat tinggal kalian dan menyediakan manfaat-manfaat yang merupakan kebutuhan pokok hidup kalian dan kebutuhan dasar, seperti matahari, bulan, dan bintang, ﴾ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ ﴿ "dan Dia menurunkan air hujan dari langit." Langit adalah segala yang ada di atas kalian, oleh karena itu para ahli tafsir berkata, "Maksud dari langit di sini adalah awan, di mana Allah تعالى menurunkan air hujan darinya, ﴾ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ ﴿ "lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan," seperti biji-bijian dan hasil-hasil dari pohon kurma, buah-buahan, tanaman dan lain sebagainya, ﴾ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ ﴿ "sebagai rizki untukmu," yang dengannya kamu mendapatkan rizki, kamu makan, kamu hidup, dan kamu bahagia. ﴾ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا ﴿ "Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah," yakni yang diserupakan dan yang disepadankan dari makhluk-makhlukNya, lalu kamu menyembahnya sebagaimana kamu me-nyembah Allah, kamu mencintainya sebagaimana kamu mencintai Allah, padahal mereka itu sama saja seperti kalian, mereka adalah makhluk yang diciptakan, diberi rizki, dan diatur, di mana mereka tidak memiliki seberat biji atom pun di bumi dan tidak pula di langit, serta mereka tidak dapat memberikan manfaat kepadamu dan tidak juga menimpakan mudarat. ﴾ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ﴿ "Padahal kamu mengetahui," bahwasanya Allah tidak memiliki sekutu, tidak pula kesamaan, tidak pada mencipta, memberi rizki, dan mengatur semesta, tidak pula pada peribadahan dan kesempurnaan, lalu bagaimanakah kamu menyembah tuhan-tuhan lain bersamaNya padahal kalian mengetahuinya? Hal ini merupakan perkara yang paling mengherankan dan yang paling bodoh. Ayat ini menyatukan antara perintah untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan larangan dari beribadah kepada selain Allah, dan penjelasan akan dalil yang sangat jelas atas kewajiban beribadah kepadaNya dan batilnya beribadah kepada selainNya, yaitu penyebutan tauhid rububiyah yang mengandung keesaanNya dalam mencipta, memberi rizki, dan mengatur semesta. Lalu apa-bila setiap orang menetapkan bahwasanya tidak ada sekutu bagi Allah dalam hal itu, maka itulah yang seharusnya, maka haruslah seperti itu juga penetapannya bahwasanya Allah itu tidak ada se-kutu bagiNya dalam beribadah kepadaNya. Ini adalah dalil logika yang paling terang atas keesaan Sang Pencipta, Allah تعالى dan batil-nya kesyirikan. Dan FirmanNya, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "Agar kamu bertakwa," kemung-kinan maknanya adalah, bahwasanya karena kamu sekalian ber-ibadah hanya kepada Allah semata, maka dengan hal itu kalian telah menjaga diri kalian sendiri dari murka dan azabNya, karena kalian telah melakukan sebab yang mendorong hal tersebut. Ke-mungkinan lain maknanya adalah, bahwasanya jika kamu menyem-bah Allah semata, niscaya kamu menjadi golongan orang-orang bertakwa yang memiliki sifat ketakwaan. Kedua arti ini adalah benar, dan keduanya saling berkaitan, karena barangsiapa yang melakukan ibadah secara sempurna, niscaya ia menjadi golongan orang-orang bertakwa, dan barangsiapa yang tergolong dalam orang-orang bertakwa, pastilah ia akan memperoleh keselamatan dari azab dan murka Allah.
Ayah: 23 - 24 #
{وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (23) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (24)}.
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur`an itu, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (Al-Baqarah: 23-24).
#
{23} وهذا دليل عقلي على صدق رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وصحة ما جاء به فقال: وإن كنتم ـ يا معشر المعاندين للرسول الرادين دعوته الزاعمين كذبه ـ في شك، واشتباه مما نزلنا على عبدنا، هل هو حق أو غيره؟ فههنا أمر نَصَفٌ فيه الفيصلة بينكم وبينه، وهو: أنه بشر مثلكم ليس من جنس آخر ، وأنتم تعرفونه منذ نشأ بينكم لا يكتب ولا يقرأ، فأتاكم بكتاب زعم أنه من عند الله، وقلتم أنتم إنه تقوَّله وافتراه، فإن كان الأمر كما تقولون؛ فأتوا بسورة من مثله، واستعينوا بمن تقدرون عليه من أعوانكم وشهدائكم، فإن هذا أمر يسير عليكم، خصوصاً وأنتم أهل الفصاحة والخطابة والعداوة العظيمة للرسول، فإن جئتم بسورة من مثله؛ فهو كما زعمتم، وإن لم تأتوا بسورة من مثله وعجزتم غاية العجز [ولن تأتوا بسورة من مثله، ولكنّ هذا التقييم على وجه الإنصاف والتنزل معكم]؛ فهذا آية كبيرة ودليل واضح جلي على صدقه وصدق ما جاء به؛ فيتعين عليكم اتباعه، واتقاء النار التي بلغت في الحرارة العظيمة والشدة، أن كان وقودها الناس والحجارة، ليست كنار الدنيا التي إنما تُتَّقَد بالحطب، وهذه النار الموصوفة مُعَدة ومُهَيأة للكافرين بالله ورسله؛ فاحذروا الكفر برسوله بعدما تبين لكم أنه رسول الله.
(23) Ini merupakan dalil logika atas kebenaran Rasulullah ﷺ dan keshahihan apa yang dibawa beliau di mana Allah berfir-man, "Dan jika kamu tetap -wahai sekalian orang-orang yang menentang Rasulullah ﷺ dan menolak dakwah beliau serta yang menuduhnya berdusta- dalam keraguan, dan kebimbangan ter-hadap wahyu yang Kami turunkan atas hamba Kami, apakah itu benar ataukah bohong belaka? Maka di sinilah suatu perkara (baca: tindakan) yang adil sebagai pemutus perkara antara kalian dengannya, yaitu, bahwasanya ia adalah seorang manusia juga seperti kalian dan bukan dari jenis makhluk yang lain,[4] dan kalian mengenalnya sejak lahirnya di tengah kehidupan kalian, ia tidak menulis dan tidak pula membaca, lalu ia datang kepada kalian dengan membawa sebuah kitab suci yang ia katakan berasal dari sisi Allah, dan kalian berkata bahwasanya ia membuat-buatnya dan melakukan kedustaan, maka jika itu sebagaimana yang kalian se-butkan, maka hadirkanlah sebuah surat saja yang semisal dengan-nya, mintalah bantuan kepada orang-orang yang kalian anggap mampu membuatnya dari sahabat dan sejawat-sejawat kalian, karena hal itu adalah suatu perkara yang mudah saja bagi kalian, apalagi kalian adalah pakar-pakar bidang bahasa, pakar orator, dan permusuhan terhadap Rasul ﷺ. Apabila kalian mampu menghadirkan satu surat yang semi-salnya, maka perkaranya adalah seperti yang kalian sebutkan, na-mun bila kalian tidak mampu menghadirkan satu surat pun yang semisal dan kalian tidak mampu lagi berusaha [dan kalian tidak akan pernah mampu menghadirkan satu surat pun yang semisal-nya, akan tetapi tantangan ini adalah tantangan yang obyektif dan mencoba memahami keberatan kalian], maka ayat ini merupakan ayat yang agung dan dalil yang jelas lagi terang akan kebenarannya dan kebenaran wahyu yang dibawanya, maka wajiblah atas kalian untuk mengikutinya, dan sebagai tindakan penjagaan diri dari api neraka yang panasnya sangat tinggi dan membara, di mana bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, yang bukan seperti api dunia yang hanya dibakar dengan kayu saja, api ini seperti yang telah dijelaskan, telah disiapkan dan dipersembahkan bagi orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-rasulNya, maka jangan-lah kalian kafir terhadap RasulNya setelah jelas bagi kalian bahwa-sanya ia adalah Rasulullah ﷺ.
#
{24} وهذه الآية ونحوها يسمونها: آية التحدي، وهو: تعجيز الخلق عن أن يأتوا بمثل هذا القرآن أو يعارضوه بوجه، قال تعالى: {قل لئن اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثل هذا القرآن لا يأتون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيراً}؛ وكيف يقدر المخلوق من تراب أن يكون كلامه ككلام رب الأرباب، أم كيف يقدر الفقير الناقص من جميع الوجوه أن يأتي بكلام ككلام الكامل، الذي له الكمال المطلق، والغنى الواسع من جميع الوجوه ؟ هذا ليس في الإمكان ولا في قدرة الإنسان، وكل من له أدنى ذوق ومعرفة بأنواع الكلام ، إذا وزن هذا القرآن [العظيم] بغيره من كلام البلغاء، ظهر له الفرق العظيم. وفي قوله: {وإن كنتم في ريب}؛ إلى آخره، دليل على أن الذي يرجى له الهداية من الضلالة هو الشاك الحائر، الذي لم يعرف الحق من الضلالة، فهذا الذي إذا بين له الحق حري باتباعه إن كان صادقاً في طلب الحق، وأما المعاند الذي يعرف الحق ويتركه، فهذا لا يمكن رجوعه؛ لأنه ترك الحق بعد ما تبين له، لم يتركه عن جهل فلا حيلة فيه، وكذلك الشاكُّ الذي ليس بصادق في طلب الحق بل هو معرض غير مجتهد بطلبه؛ فهذا في الغالب لا يوفق. وفي وصف الرسول بالعبودية في هذا المقام العظيم دليل على أن أعظم أوصافه - صلى الله عليه وسلم - قيامه بالعبودية التي لا يلحقه فيها أحد من الأولين والآخرين، كما وصفه بالعبودية في مقام الإسراء فقال: {سبحان الذي أسرى بعبده ليلاً}؛ وفي مقام الإنزال فقال: {تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً}. وفي قوله: {أعدت للكافرين}؛ ونحوها من الآيات دليل لمذهب أهل السنة والجماعة أن الجنة والنار مخلوقتان، خلافاً للمعتزلة. وفيها أيضاً: أن الموحدين وإن ارتكبوا بعض الكبائر لا يخلدون في النار لأنه قال: {أعدت للكافرين}؛ فلو كان عصاة الموحدين يخلدون فيها لم تكن معدة للكافرين وحدهم، خلافاً للخوارج والمعتزلة وفيها: دلالة على أن العذاب مُستَحَق بأسبابه وهو الكفر وأنواع المعاصي على اختلافها.
(24) Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya dinamakan de-ngan ayat tantangan. Maksudnya adalah membuktikan kelemahan makhluk dalam hal menghadirkan sesuatu yang semisal dengan al-Qur`an, atau karena mengkritiknya dari suatu sisi. Allah تعالى berfirman, ﴾ قُل لَّئِنِ ٱجۡتَمَعَتِ ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُواْ بِمِثۡلِ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ لَا يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٖ ظَهِيرٗا 88 ﴿ "Katakanlah, 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain'." (Al-Isra`: 88). Bagaimana mungkin makhluk yang berasal dari tanah mampu agar perkataannya sama seperti perkataan Rabb segala makhluk, atau bagaimana mungkin seorang yang miskin lagi papa dalam segala bentuknya dapat menghadirkan sebuah perkataan yang sama dengan perkataan Dzat yang sempurna, yang memiliki ke-sempurnaan mutlak, Dzat yang Mahakaya lagi luas dalam segala bentuknya? Hal ini tidaklah mungkin dan di luar kemampuan manusia, dan setiap orang yang memiliki sekecil-kecilnya rasa dan pengetahuan terhadap corak dan bentuk perkataan. Apabila seseorang membanding-bandingkan al-Qur`an yang agung ini de-ngan selainnya dari perkataan-perkataan para ahli sastra, niscaya nampaklah baginya suatu perbedaan yang luar biasa besarnya. Dan dalam FirmanNya, ﴾ وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ﴿ "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar," terkandung sebuah dalil yang menunjukkan bahwasanya orang yang diharapkan hidayah baginya dari kesesatan adalah seorang yang ragu dan bingung, yang belum mengetahui kebenaran dari kesesatan, maka orang seperti ini bila dijelaskan kebenaran baginya, niscaya ia segera mengikutinya jika ia memang benar-benar mencari kebenaran. Adapun orang yang keras kepala yang mengetahui kebenaran namun ia meninggalkannya, maka yang seperti ini tidaklah mung-kin kembali, karena ia telah meninggalkan kebenaran setelah jelas baginya kebenaran itu, di mana ia tidak meninggalkannya karena sebuah kebodohan, maka tidak ada alasan lain untuknya. Demikian juga orang yang ragu dan tidak benar-benar mencari kebenaran, bahkan ia berleha-leha dan tidak bersungguh-sungguh dalam men-carinya, maka yang seperti ini secara garis besar tidaklah dibimbing ke sana. Dalam penjelasan tentang Rasulullah ﷺ sebagai hamba Allah dalam konteks yang agung ini adalah sebuah dalil bahwasanya sifat beliau ﷺ yang paling besar adalah realisasi beliau ﷺ dalam penghambaan yang tidak dapat disaingi oleh siapa pun dari orang-orang terdahulu maupun yang akan datang, sebagaimana Allah juga menjelaskan tentang beliau dengan predikat hamba Allah dalam surat al-Isra` seraya berfirman, ﴾ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا ﴿ "Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam." (Al-Isra`: 1). Dan dalam konteks menurunkan, Allah berfirman, ﴾ تَبَارَكَ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡفُرۡقَانَ عَلَىٰ عَبۡدِهِۦ لِيَكُونَ لِلۡعَٰلَمِينَ نَذِيرًا 1 ﴿ "Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur`an) kepada hambaNya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (Al-Furqan: 1). Dan dalam Firman Allah, ﴾ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ﴿ "Yang disediakan bagi orang-orang kafir," dan ayat-ayat yang semacamnya adalah sebuah dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwasanya surga dan neraka itu telah diciptakan, berbeda dengan al-Mu'tazilah. Ayat ini juga mengandung isyarat bahwasanya orang-orang yang bertauhid walaupun mereka terkadang melakukan beberapa dosa besar, namun tidak akan kekal dalam neraka, karena Allah berfirman, ﴾ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ﴿ "Yang disediakan bagi orang-orang kafir," se-kiranya orang-orang yang melakukan maksiat dari ahli tauhid itu kekal dalam neraka, maka neraka tidaklah disiapkan hanya untuk orang-orang kafir semata. Ini berbeda dengan faham al-Khawarij dan al-Mu'tazilah. Demikian juga isyarat lain tentang suatu dalil bahwa siksaan itu diperoleh dengan adanya sebab-sebabnya yaitu kekufuran dan segala corak kemaksiatan yang berbeda-beda.
Ayah: 25 #
{وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (25)}.
"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang ber-iman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.' Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 25).
#
{25} لمَّا ذكر جزاء الكافرين ذكر جزاء المؤمنين أهل الأعمال الصالحات كما هي طريقته تعالى في كتابه يجمع بين الترغيب والترهيب؛ ليكون العبد راغباً راهباً خائفاً راجياً فقال: {وبشّر}؛ أي: أيها الرسول ، ومن قام مقامك {الذين آمنوا}؛ بقلوبهم {وعملوا الصالحات}؛ بجوارحهم؛ فصدقوا إيمانهم بأعمالهم الصالحة، ووُصِفت أعمال الخير بالصالحات؛ لأن بها تصلح أحوال العبد، وأمور دينه ودنياه، وحياته الدنيوية والأخروية، ويزول بها عنه فساد الأحوال؛ فيكون بذلك من الصالحين الذين يصلحون لمجاورة الرحمن في جنته فبشرهم {أن لهم جنات}؛ أي: بساتين جامعة للأشجار العجيبة والثمار الأنيقة والظل المديد والأغصان والأفنان، وبذلك صارت جنة يجتن بها داخلها وينعم فيها ساكنها {تجري من تحتها الأنهار}؛ أي: أنهار الماء واللبن والعسل والخمر يفجرونها كيف شاؤوا، ويصرفونها أين أرادوا، وتُسقَى منها تلك الأشجار؛ فتنبت أصناف الثمار {كلما رزقوا منها من ثمرة رزقاً قالوا هذا الذي رزقنا من قبل}؛ أي: هذا من جنسه وعلى وصفه، كلها متشابهة في الحسن واللذة ليس فيها ثمرة خاسَّةٌ، وليس لهم وقت خالٍ من اللَّذة؛ فهم دائماً متلذذون بأُكُلِها، وقوله: {وأتوا به متشابهاً}؛ قيل: متشابهاً في الاسم مختلفاً في الطعم ، وقيل: متشابهاً في اللون مختلف في الاسم، وقيل: يشبه بعضه بعضاً في الحسن واللذة والفكاهة، ولعل هذا أحسن. ثم لما ذكر مسكنهم، وأقواتهم من الطعام والشراب، وفواكههم ذكر أزواجهم؛ فوصفهنَّ بأكمل وصف وأوجزه وأوضحه؛ فقال: {ولهُم فيها أزواجٌ مُطهرةٌ}؛ فلم يقل مطهرةٌ من العيب الفلاني؛ ليشمل جميع أنواع التطهير، فهنَّ مطهرات الأخلاق، مطهرات الخلق، مطهرات اللسان، مطهرات الأبصار، فأخلاقهن أنهن عُرُبٌ متحببات إلى أزواجهن بالخلق الحسن وحسن التبعل والأدب القولي والفعلي، ومطهرٌ خَلْقُهن من الحيض والنفاس والمني والبول والغائط والمخاط والبصاق والرائحة الكريهة، ومُطَهرات الخَلْق أيضاً بكمال الجمال؛ فليس فيهن عيب ولا دمامة خَلْق، بل هن خيرات حسان، مطهرات اللسان والطرف، قاصرات طرفهن على أزواجهن، وقاصرات ألسنتهن عن كل كلام قبيح. ففي هذه الآية الكريمة ذكر المبشِّر والمُبشَّر والمُبَشَّر به والسبب الموصل لهذه البشارة؛ فالمبشر هو: الرسول - صلى الله عليه وسلم - ومن قام مقامه من أمته، والمبشَّر هم: المؤمنون العاملون الصالحات، والمبشر به هي: الجنات الموصوفات بتلك الصفات، والسبب الموصل لذلك، هو: الإيمان والعمل الصالح، فلا سبيل إلى الوصول إلى هذه البشارة إلا بهما، وهذا أعظم بشارة حاصلة على يد أفضل الخلق بأفضل الأسباب، وفيه استحباب بشارة المؤمنين وتنشيطهم على الأعمال بذكر جزائها وثمراتها؛ فإنها بذلك تخف وتسهل، وأعظم بشرى حاصلة للإنسان توفيقه للإيمان والعمل الصالح، فذلك أول البشارة وأصلها، ومن بعده البشرى عند الموت، ومن بعده الوصول إلى هذا النعيم المقيم. نسأل الله من فضله.
(25) Setelah Allah menyebutkan tentang balasan orang-orang kafir, Dia menyebutkan juga balasan orang-orang beriman yang selalu mengerjakan amal-amal shalih. Ini adalah suatu metode Allah dalam kitabNya, yaitu Dia menyatukan antara harapan dan ancaman, agar seorang hamba optimis, mengharap, khawatir dan takut, lalu Allah berfirman, ﴾ وَبَشِّرِ ﴿ "Dan sampaikanlah berita gembira," yakni, wahai Rasul dan siapa pun yang berada dalam posisimu (sebagai penyeru), ﴾ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ﴿ "kepada mereka yang beriman" dengan hati mereka, ﴾ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ﴿ "dan berbuat baik" dengan anggota tubuh mereka, maka mereka membenarkan (baca: membuktikan benarnya) keimanan mereka dengan tindakan nyata dari perbuatan-perbuatan baik mereka. Perbuatan-perbuatan baik disifati dengan kata shalih karena dengan perbuatan-perbuatan itu akan memper-baiki keadaan seorang hamba, memperbaiki perkara agama dan dunianya, dan penghidupan dunia maupun akhiratnya, serta menghilangkan kerusakan dirinya, yang pada akhirnya ia menjadi golongan orang-orang yang shalih lagi baik, karena berdekatan dengan ar-Rahman dalam surgaNya. Maka berikanlah mereka kabar gembira, ﴾ أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ ﴿ "bahwa bagi mereka disediakan surga-surga," yakni kebun-kebun yang meliputi pohon-pohon yang indah, buah-buahan yang menggiurkan, naungan yang sejuk, dahan-dahan dan ranting-ranting pohon yang rimbun. Dengan itu semua, jadilah ia sebagai taman-taman yang di-nikmati oleh orang yang masuk ke dalamnya dan dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di dalamnya, ﴾ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ ﴿ "yang mengalir sungai-sungai di bawahnya," yakni sungai-sungai air, susu, madu dan khamar, di mana mereka mengalirkannya bagaimana-pun cara yang mereka kehendaki dan mengalirkannya kemana pun mereka inginkan, dan darinya pohon-pohon itu disiram, hingga tumbuhlah buah-buahan yang bermacam-macam. ﴾ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ ﴿ "Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu'." Maksudnya buah-buahan ini sama dari sisi jenis dan sifatnya, semuanya sama rata dalam kelezatan dan keung-gulannya, tidak ada buah-buahan yang busuk, dan mereka tidak memiliki waktu yang kosong dari kenikmatan, mereka selalu berada dalam kenikmatan dengan buah-buahannya. Dan FirmanNya, ﴾ وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ ﴿ "Mereka diberi buah-buahan yang serupa," menurut suatu pendapat, serupa dalam namanya namun berbeda dalam rasanya. Ada juga yang berpendapat, serupa dalam warnanya namun berbeda dalam namanya. Ada juga yang berpen-dapat, sebagian serupa dengan sebagiannya lagi dalam keunggulan, kelezatan, dan kenik-matannya, dan yang terakhir ini mungkin pendapat yang terbaik.[5] Kemudian, setelah Allah menyebutkan tentang kediaman mereka, makanan mereka dari makanan dan minuman, dan buah-buahan mereka, Allah menyebutkan pula istri-istri mereka, lalu Dia menjelaskan tentang sifat mereka dengan sifat yang paling ideal, Dia meringkasnya dan membahasnya seraya berfirman,﴾ وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ ﴿ "Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci," dan Allah tidak mengatakan suci dari satu aib saja, demi mencakup segala macam kesucian, mereka itu suci akhlaknya, suci tubuhnya, suci lisannya, suci penglihatannya, akhlak-akhlak mereka penuh cinta yang disukai oleh suami-suami mereka dengan akhlak yang baik, berhias diri yang paling indah dan bertata krama, baik lisan maupun perbuatan, juga suci tubuh mereka dari haid, nifas, mani, air seni, kotoran, lendir hidung, air ludah dan bau yang tidak sedap, dan juga suci penampilan mereka dengan kesempurnaan kecan-tikan, di mana tidak ada aib sama sekali pada diri mereka, tidak pula buruk rupa, akan tetapi mereka itu baik-baik lagi cantik-cantik, suci lisan dan pandangan mereka, yang sopan lagi menundukkan pandangan mereka terhadap suami-suami mereka, sopan lisan mereka dalam bertutur kata yang jauh dari perkataan yang buruk. Dalam ayat ini disebutkan yang menyampaikan kabar gem-bira, yang diberikan kabar gembira, dan apa-apa yang menjadi kabar gembira, serta sebab-sebab yang menyampaikan kepadanya. Yang menyampaikan kabar gembira itu adalah Rasulullah ﷺ atau umatnya yang berada dalam posisinya, dan penerima kabar gem-bira adalah orang-orang yang beriman yang beramal shalih, se-dangkan hal yang menjadi kabar gembira itu adalah surga-surga yang telah disebutkan sifat-sifatnya, dan sebab-sebab yang menyam-paikan kepadanya adalah keimanan dan amal shalih, karena tidak ada jalan lain yang menyampaikan kepada berita gembira itu ke-cuali dengan kedua sebab tersebut. Ini merupakan kabar gembira terbesar yang diucapkan oleh semulia-mulia makhluk dengan se-baik-baik faktor penyebabnya. Ayat ini juga menunjukkan sunnah-nya memberikan kabar gembira bagi kaum Mukminin dan mem-bangkitkan semangat mereka untuk beramal lebih giat yaitu dengan menyebutkan balasan perbuatan mereka dan hasilnya, karena dengan hal tersebut perbuatan akan lebih mudah dan ringan. Dan sebesar-besar berita gembira bagi seorang manusia adalah taufik-Nya kepada keimanan dan amal shalih, dan hal tersebut merupa-kan awal dan asal dari berita gembira, dan yang setelahnya adalah berita gembira ketika mati, dan yang setelahnya adalah sampai kepada kenikmatan tersebut yang abadi. Kita memohon kepada Allah dari karuniaNya.
Ayah: 26 - 27 #
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26) الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (27)}
"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka mengetahui (yakin) bahwa pe-rumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apa maksud Allah menjadikan ini untuk perumpa-maan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (Yaitu) orang-orang yang melanggar per-janjian Allah sesudah perjanjian itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubung-kannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi." (Al-Baqarah: 26-27).
#
{26} يقول تعالى: {إن الله لا يستحيي أن يضرب مثلاً ما}؛ أيْ: أيُّ مثل كان {بعوضة فما فوقها}؛ لاشتمال الأمثال على الحكمة وإيضاح الحق، والله لا يستحيي من الحق، وكأنّ في هذا جواباً لمن أنكر ضرب الأمثال في الأشياء الحقيرة، واعترض على الله في ذلك؛ فليس في ذلك محل اعتراض، بل هو من تعليم الله لعباده ورحمته بهم، فيجب أن تتلقى بالقبول والشكر، ولهذا قال: {فأما الذين آمنوا فيعلمون أنه الحق من ربهم}؛ فيفهمونها ويتفكرون فيها، فإن علموا ما اشتملت عليه على وجه التفصيل ازداد بذلك علمهم وإيمانهم، وإلا علموا أنها حق، وما اشتملت عليه حق، وإن خفي عليهم وجه الحق فيها، لعلمهم بأن الله لم يضربها عبثاً بل لحكمة بالغة ونعمة سابغة، {وأما الذين كفروا فيقولون ماذا أراد الله بهذا مثلاً}؛ فيعترضون ويتحيرون فيزدادون كفراً إلى كفرهم كما ازداد المؤمنون إيماناً على إيمانهم؛ ولهذا قال: {يضل به كثيراً ويهدي به كثيراً}؛ فهذه حال المؤمنين والكافرين عند نزول الآيات القرآنية، قال تعالى: {وإذا ما أنزلت سورة فمنهم من يقول أيكم زادته هذه إيماناً، فأما الذين آمنوا فزادتهم إيماناً وهم يستبشرون. وأما الذين في قلوبهم مرض فزادتهم رجساً إلى رجسهم وماتوا وهم كافرون}؛ فلا أعظم نعمة على العباد من نزول الآيات القرآنية، ومع هذا تكون لقوم محنة وحيرة وضلالة وزيادة شر إلى شرهم، ولقوم منحة ورحمة وزيادة خير إلى خيرهم، فسبحان من فاوت بين عباده، وانفرد بالهداية والإضلال. ثم ذكر حكمته وعدله في إضلاله من يضل ؛ فقال: {وما يضل به إلا الفاسقين}؛ أي: الخارجين عن طاعة الله المعاندين لرسل الله الذين صار الفسق وصفهم؛ فلا يبغون به بدلاً، فاقتضت حكمته تعالى إضلالهم؛ لعدم صلاحيتهم للهدى، كما اقتضى فضله وحكمته هداية من اتصف بالإيمان وتحلى بالأعمال الصالحة. والفسق نوعان: نوع مخرج من الدين وهو الفسق المقتضي للخروج من الإيمان كالمذكور في هذه الآية ونحوها، ونوع غير مخرج من الإيمان كما في قوله تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبأ فتبينوا ... }؛ الآية.
(26) Allah تعالى berfirman, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسۡتَحۡيِۦٓ أَن يَضۡرِبَ مَثَلٗا مَّا ﴿ "Sesung-guhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan," maksudnya perum-pamaan apa pun itu, ﴾ بَعُوضَةٗ فَمَا فَوۡقَهَاۚ ﴿ "berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu," karena perumpamaan meliputi kebijaksanaan dan penjelasan akan kebenaran, sedang Allah tidaklah segan mengung-kapkan kebenaran. Dalam hal ini seakan-akan ada sebuah jawaban bagi orang yang mengingkari pemakaian perumpamaan dalam hal-hal yang remeh dan memprotes Allah dalam hal tersebut, pa-dahal dalam hal itu tidak ada yang patut diprotes, bahkan hal itu adalah suatu pengajaran Allah تعالى kepada hamba-hambaNya serta kasih sayangNya kepada mereka, maka wajiblah diterima dengan terbuka dan penuh kesyukuran. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۖ ﴿ "Adapun orang-orang yang ber-iman, maka mereka mengetahui (yakin) bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka," mereka memahami dan memikirkannya, lalu apabila mereka mengetahui apa yang meliputi hal tersebut dalam perinciannya, niscaya bertambahlah ilmu dan keimanan mereka dengan hal itu, namun bila tidak, niscaya mereka mengetahui bah-wasanya hal itu adalah suatu kebenaran dan apa pun yang dikan-dungnya adalah kebenaran, walaupun kandungan kebenarannya itu tidak dapat mereka mengerti, karena pengetahuan mereka bahwasanya Allah tidaklah membuat perumpamaan itu dengan sia-sia, akan tetapi karena sebuah hikmah yang tinggi dan nikmat yang dalam. ﴾ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلٗاۘ ﴿ "Tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apa maksud Allah menjadikan ini untuk perum-pamaan?'" Yakni, mereka menyanggah dan bingung sehingga ber-tambahlah kekufuran kepada kekufuran yang telah ada pada me-reka, sebagaimana bertambahnya keimanan bagi kaum Mukminin kepada keimanan mereka. Oleh karena itulah Allah berfirman, ﴾ يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرٗا وَيَهۡدِي بِهِۦ كَثِيرٗاۚ ﴿ "Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk." Demikianlah kondisi kaum Mukminin dan kaum kafir ketika turunnya ayat-ayat al-Qur`an. Allah تعالى berfirman, ﴾ وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ 124 وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ 125 ﴿ "Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, 'Siapakah di antara kamu yang bertam-bah imannya dengan (turunnya) surat ini?' Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambahlah kekafiran mereka, di samping kekafiran-nya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir." (At-Taubah: 124-125). Maka tidak ada kenikmatan yang lebih besar bagi hamba dari turunnya ayat-ayat al-Qur`an. Walaupun demikian, hal ini bagi suatu kaum menjadi sebuah ujian, kebingungan, kesesatan, dan bertambahnya keburukan kepada keburukan yang telah ada pada mereka, sedang bagi kaum yang lain menjadi ujian, rahmat, dan bertambahnya kebaikan kepada kebaikan yang telah ada pada mereka. Maka Mahasuci Dzat yang telah membeda-bedakan antara hamba-hambaNya dan keesaanNya dalam memberikan petunjuk dan kesesatan. Kemudian Allah menyebutkan hikmah di balik penyesatan yang dilakukan olehNya kepada seseorang yang tersesat, seraya berfirman, ﴾ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا ٱلۡفَٰسِقِينَ ﴿ "Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik," yaitu orang-orang yang berpaling dari ketaatan kepada Allah dan yang menentang Rasul-rasul Allah yang akhirnya kefasikan itu menjadi sifat paten mereka, dan mereka sendiri tidak ingin merubahnya, maka berjalanlah hikmah Allah bagi mereka dalam menyesatkan mereka, karena mereka tidaklah pantas mendapatkan petunjuk, sebagaimana berjalannya hikmah dan keutamaanNya dalam memberikan petunjuk kepada orang yang memiliki sifat keimanan dan menghiasi diri mereka dengan amalan-amalan shalih. Kefasikan itu ada dua macam: Yang pertama adalah kefasikan yang mengeluarkan seseorang dari Islam yaitu kefasikan yang mengakibatkan keluar dari keimanan seperti yang disebutkan dalam ayat ini dan yang semacamnya, sedangkan yang kedua adalah kefasikan yang tidak mengeluarkan dari keimanan, seperti dalam Firman Allah تعالى, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti." (Al-Hujurat: 6).
Kemudian Allah menjelaskan sifat-sifat kaum fasik dalam FirmanNya,
#
{27} {الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه}؛ وهذا يعم العهد الذي بينهم وبين ربهم ، والذي بينهم وبين الخلق ، الذي أكده عليهم بالمواثيق الثقيلة والإلزامات، فلا يبالون بتلك المواثيق، بل ينقضونها، ويتركون أوامره، ويرتكبون نواهيه، وينقضون العهود التي بينهم وبين الخلق {ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل}؛ وهذا يدخل فيه أشياء كثيرة، فإن الله أمرنا أن نصل ما بيننا وبينه بالإيمان به والقيام بعبوديته، وما بيننا وبين رسوله بالإيمان به ومحبته وتعزيره والقيام بحقوقه، وما بيننا وبين الوالدين والأقارب والأصحاب وسائر الخلق بالقيام بحقوقهم التي أمر الله أن نصلها، فأما المؤمنون فوصلوا ما أمر الله به أن يوصل من هذه الحقوق، وقاموا بها أتم القيام؛ وأما الفاسقون فقطعوها ونبذوها وراء ظهورهم معتاضين عنها بالفسق والقطيعة والعمل بالمعاصي وهو الإفساد في الأرض، {فأولئك}؛ أي: من هذه صفته {هم الخاسرون}؛ في الدنيا والآخرة، فحصر الخسارة فيهم؛ لأن خسرانهم عام في كل أحوالهم ليس لهم نوع من الربح، لأن كل عمل صالح شرطه الإيمان، فمن لا إيمان له؛ لا عمل له، وهذا الخسار هو: خسار الكفر، وأما الخسار الذي قد يكون كفراً وقد يكون معصية وقد يكون تفريطاً في ترك مستحب، المذكور في قوله تعالى: {إن الإنسان لفي خسر}؛ فهذا عام لكل مخلوق إلا من اتصف بالإيمان والعمل الصالح والتواصي بالحق والتواصي بالصبر، وحقيقته فوات الخير الذي كان العبد بصدد تحصيله وهو تحت إمكانه.
(27) ﴾ ٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مِيثَٰقِهِۦ ﴿ "Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu diteguhkan." Hal ini bersifat umum yang meliputi perjanjian antara mereka dengan Rabb mereka, atau juga perjanjian yang terjadi antara mereka dengan sesama makhluk, yang dikukuhkan atas mereka dengan ikatan-ikatan yang erat dan komitmen-komitmen, namun mereka tidak peduli terhadap ikatan-ikatan tersebut bahkan mereka membatal-kannya dan mereka meninggalkan perintah-perintahNya, melaku-kan larangan-laranganNya, dan mereka juga membatalkan janji-janji antara mereka dengan sesama makhluk, ﴾ وَيَقۡطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ ﴿ "dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya." Banyak hal yang termasuk ke dalam ayat ini, dan Allah تعالى telah memerintahkan kepada kita untuk menghubungkan antara kita dengan DiriNya yaitu dengan keimanan kepadaNya, melak-sanakan ibadah hanya semata kepadaNya, atau antara kita dengan RasulNya yaitu dengan beriman kepada beliau, mencintai beliau, menghormati beliau, menunaikan segala hak-hak beliau, atau di antara kita dengan kedua orang tua, karib kerabat, teman sahabat dan seluruh makhluk yaitu dengan menunaikan hak-hak mereka yang mana Allah telah memerintahkan untuk bersilaturahim. Orang-orang Mukmin, maka mereka akan menyambung silaturahim yang telah Allah perintahkan untuk disambung dari hak-hak tersebut, dan mereka menunaikannya dengan sebaik-baik pelaksanaan, sedangkan orang-orang fasik, maka mereka memutus-kannya dan membuangnya dari diri mereka dan menggantikannya dengan kefasikan, memutus hubungan, dan melakukan kemak-siatan, yaitu berbuat kerusakan di muka bumi. ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," yakni orang-orang yang memiliki sifat seperti itu adalah, ﴾ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ﴿ "orang-orang yang merugi" di dunia dan akhirat. Allah membatasi kerugian itu hanya bagi mereka, karena kerugian me-reka itu bersifat umum dalam segala kondisi mereka yang tidak ada sama sekali percikan dari keuntungan, karena setiap amalan shalih syaratnya adalah keimanan, maka barangsiapa yang tidak memiliki keimanan, niscaya ia tidak memiliki nilai amal, dan ke-rugian ini adalah kerugian kekufuran. Adapun kerugian yang ter-kadang menjadi kekufuran dan terkadang menjadi kemaksiatan dan terkadang menjadi suatu tindakan kelalaian dalam meninggalkan kesunnahan, yang disebutkan dalam FirmanNya تعالى, ﴾ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ 2 ﴿ "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian." (Al-Ashr: 2), maka ini bersifat umum untuk seluruh makhluk, kecuali orang-orang yang bersifat dengan keimanan, amalan shalih, saling nasihat menasihati kepada kebenaran dan saling nasihat menasihati dengan kesabaran; maka pada hakikatnya adalah hilangnya kebaikan yang mana seorang hamba itu bertujuan memperolehnya dan itu masih dalam kemampuannya.
Kemudian Allah تعالى berfirman,
Ayah: 28 #
{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28)}.
"Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan?" (Al-Baqarah: 28).
#
{28} هذا استفهام بمعنى التعجب والتوبيخ والإنكار؛ أي: كيف يحصل منكم الكفر بالله الذي خلقكم من العدم، وأنعم عليكم بأصناف النعم، ثم يميتكم عند استكمال آجالكم، ويجازيكم في القبور، ثم يحييكم بعد البعث والنشور، ثم إليه ترجعون فيجازيكم الجزاء الأوفى، فإذا كنتم في تصرفه وتدبيره وبره وتحت أوامره الدينية، وبعد ذلك تحت دينه الجزائي أَفَيَليق بكم أن تكفروا به؟ وهل هذا إلا جهل عظيم وسفه كبير ؟ بل الذي يليق بكم أن تتقوه وتشكروه، وتؤمنوا به ، وتخافوا عذابه، وترجوا ثوابه.
(28) Ini adalah sebuah pertanyaan yang bermakna keheranan dan sekaligus celaan serta pengingkaran, yakni bagaimana bisa terjadi kekufuran dari kalian kepada Allah yang telah menciptakan kalian dari tidak ada, lalu memberikan nikmatNya kepada kalian dengan berbagai macam nikmat, kemudian Dia mematikan kalian bila telah sampai ajal kalian lalu Dia membalas kalian dalam kubur, kemudian Dia membangkitkan kalian kembali setelah Hari Kebang-kitan dan berdiri di padang mahsyar, kemudian kepadaNya-lah kalian akan kembali, maka Dia akan memberikan balasan kepada kalian dengan balasan yang sepadan, dan bila kalian berada dalam tindak-tandukNya, pengaturanNya, kebaikanNya dan dalam kerangka perintah-perintahNya yang bersifat agama, kemudian setelah itu dalam kerangka pembalasanNya; maka apakah pantas bagi kalian kufur kepadaNya? Dan bukankah hal ini hanyalah suatu kebodohan dan kedunguan yang besar? Akan tetapi yang sepantasnya bagi kalian adalah agar kalian bertakwa kepadaNya, mensyukuriNya, beriman kepadaNya, takut akan azabNya, dan mengharap balasan baikNya.
Ayah: 29 - 0 #
{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا}.
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia bermaksud (menciptakan) langit, lalu dijadi-kanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Baqarah: 29).
#
{29} أي: خلق لكم برًّا بكم ورحمة جميع ما على الأرض للانتفاع والاستمتاع والاعتبار. وفي هذه الآية الكريمة دليل على أن الأصل في الأشياء الإباحة والطهارة؛ لأنها سيقت في معرض الامتنان، يخرج بذلك الخبائث فإن تحريمها أيضاً يؤخذ من فحوى الآية، وبيان المقصود منها، وأنه خلقها لنفعنا، فما فيه ضرر؛ فهو خارج من ذلك، ومن تمام نعمته منعنا من الخبائث تنزيهاً لنا؛ وقوله: {ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (29)}. «استوى»: ترد في القرآن على ثلاثة معانٍ: فتارة لا تُعدَّى بالحرف فيكون معناها: الكمال والتمام، كما في قوله عن موسى: {ولما بلغ أشده واستوى}؛ وتارة تكون بمعنى علا وارتفع، وذلك إذا عديت «بعلى» كقوله تعالى: {الرحمن على العرش استوى} ؛ {لتستووا على ظهوره}؛ وتارة تكون بمعنى قصد كما إذا عُدِيت «بإلى» كما في هذه الآية، أي: لما خلق تعالى الأرض قصد إلى خلق السماوات فسواهن سبع سماوات فخلقها وأحكمها وأتقنها وهو بكل شيء عليم، فيعلم ما يلج في الأرض وما يخرج منها، وما ينزل من السماء وما يعرج فيها، ويعلم ما تسرون وما تعلنون، يعلم السر وأخفى. وكثيراً ما يقرن بين خلقه وإثبات علمه كما في هذه الآية وكما في قوله تعالى: {ألا يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير}؛ لأن خلقه للمخلوقات أدل دليل على علمه وحكمته وقدرته.
(29) Maksudnya, Dia menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini sebagai suatu kebaikan dan kasih sayang untukmu agar dapat diambil manfaatnya, dinikmati, dan dijadikan pelajaran. Ayat yang mulia ini merupakan sebuah dalil yang menunjuk-kan bahwasanya segala sesuatu itu pada dasarnya adalah mubah dan suci, karena disebutkan dalam kerangka suatu anugerah, dengan nash tersebut, maka hal-hal yang kotor tidak termasuk di dalamnya, dan sesungguhnya keharaman hal-hal yang kotor itu pun telah diambil dari pemahaman utama ayat ini (fahwa al-ayat), penjelasan akan maksudnya dan bahwasanya Allah menciptakan-nya untuk kemaslahatan kita. Maka apa pun yang ada bahayanya dalam hal itu, maka tidak termasuk di dalamnya, dan sebagai pe-nyempurnaan nikmatNya, Dia melarang kita dari hal-hal yang kotor demi untuk membersihkan kita. Dan FirmanNya, ﴾ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ 29 ﴿ "Dan Dia bermaksud (menciptakan) langit, lalu dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Baqarah: 29). Kata اِسْتَوَى yang disebutkan dalam al-Qur`an hadir dengan tiga makna: Terkadang tidak dijadikan kata kerja muta'addi (transitif yang membutuhkan obyek) dengan huruf, maka berarti kesempur-naan dan kepurnaan, sebagaimana FirmanNya tentang Musa عليه السلام, ﴾ وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَٱسۡتَوَىٰٓ ﴿ "Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya." (Al-Qa-shash: 14). Terkadang juga bermakna عَلَا وَارْتَفَعَ (tinggi dan jauh di atas), hal ini bila kata kerja ini dijadikan kata kerja muta'addi dengan عَلَى seperti Firman Allah (yaitu), ﴾ ٱلرَّحۡمَٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ 5 ﴿ "Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam (tinggi) di atas 'Arasy." (Thaha: 5). Dan juga (FirmanNya), ﴾ لِتَسۡتَوُۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِۦ ﴿ "Supaya kamu duduk di atas punggungnya." (Az-Zukhruf: 13). Dan juga terkadang berarti, bermaksud, sebagaimana bila dijadikan kata kerja muta'addi (transitif) dengan إِلَى yaitu kepada, sebagaimana yang ada pada ayat ini. Maksudnya, ketika Allah تعالى telah menciptakan bumi, Dia bermaksud menciptakan langit dan dijadikannya tujuh langit, maka Dia menciptakannya, menyeim-bangkannya dan mengukuhkannya, dan Allah Mahatahu akan segala sesuatu, Dia mengetahui apa yang masuk dalam bumi dan apa yang keluar darinya, mengetahui apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya, dan Dia mengetahui juga apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian perlihatkan, dan Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi. Sangat sering sekali Allah menyandingkan penciptaanNya terhadap sesuatu dengan penetapan akan ilmuNya, sebagaimana dalam ayat ini dan juga dalam Firman Allah تعالى, ﴾ أَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ 14 ﴿ "Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); sedangkan Dia Mahahalus lagi Maha Menge-tahui." (Al-Mulk: 14). Karena penciptaan Allah terhadap makhluk-makhluk adalah dalil yang paling jelas akan pengetahuan, hikmah, dan kekuasaan-Nya.
Ayah: 30 - 34 #
{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30) وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31) قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (32) قَالَ يَاآدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (33) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (34)}.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (kha-lifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih de-ngan memuji dan menyucikanMu?' Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.' Dan Dia menga-jarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda), seluruhnya, ke-mudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, 'Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!' Mereka menjawab, 'Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.' Allah berfirman, 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, 'Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sem-bunyikan?' Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka sujudlah mereka kecuali iblis; dia enggan dan takabur, dan dia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Al-Baqarah: 30-34).
#
{30} هذا شروع في ابتداء خلق آدم عليه السلام أبي البشر وفضلهِ، وأن الله تعالى حين أراد خلقه أخبر الملائكة بذلك، وأن الله مستخلفه في الأرض، فقالت الملائكة عليهم السلام: أتجعل فيها من يفسد فيها بالمعاصي ويسفك الدماء، وهذا تخصيص بعد تعميم؛ لبيان شدة مفسدة القتل، وهذا بحسب ظنهم أن الخليفةَ المَجْعُول في الأرض سيحْدُثُ منه ذلك، فنزهوا الباري عن ذلك وعظموه، وأخبروا أنهم قائمون بعبادة الله على وجه خالٍ من المفسدة فقالوا: {ونحن نسبح بحمدك}؛ أي: ننزهك التنزيه اللائق بحمدك وجلالك {ونقدس لك}؛ يحتمل أن معناها ونقدسك؛ فتكون اللام مفيدة للتخصيص والإخلاص، ويحتمل أن يكون: ونقدس لك أنفسنا؛ أي: نطهرها بالأخلاق الجميلة؛ كمحبة الله، وخشيته، وتعظيمه، ونطهرها من الأخلاق الرذيلة {قال}؛ الله للملائكة: {إني أعلم}؛ من هذا الخليفة {ما لا تعلمون}؛ لأن كلامكم بحسب ما ظننتم، وأنا عالم بالظواهر والسرائر، وأعلم أن الخير الحاصل بخلق هذا الخليفة أضعاف أضعاف ما في ضمن ذلك من الشر، فلو لم يكن في ذلك، إلا أن الله تعالى أراد أن يجتبي منهم الأنبياء والصديقين والشهداء والصالحين، ولتظهر آياته للخلق ، ويحصل من العبوديات التي لم تكن تحصل بدون خلق هذا الخليفة كالجهاد وغيره، وليظهر ما كمن في غرائز المكلفين من الخير والشر بالامتحان، وليتبين عدوه من وليه وحزبه من حربه، وليظهر ما كَمُن في نفس إبليس من الشر الذي انطوى عليه واتصف به، فهذه حكم عظيمة يكفي بعضها في ذلك.
(30) Ini adalah permulaan penciptaan Nabi Adam عليه السلام, bapak moyang manusia dan keutamaan beliau, dan bahwasanya Allah تعالى ketika ingin menciptakannya, Allah mengabarkan kepada para malaikat tentang hal tersebut, dan bahwasanya Allah تعالى menjadikannya sebagai khalifah di bumi, lalu para malaikat عليه السلامberkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dengan kemak-siatan-kemaksiatan dan menumpahkan darah?" Hal ini merupakan uraian secara khusus setelah disebutkan secara umum demi men-jelaskan besarnya kerusakan akibat pembunuhan itu. Dan hal itu adalah sebatas dugaan para malaikat, bahwasanya khalifah yang akan diciptakan di bumi itu akan melakukan hal-hal yang mereka sebutkan, lalu mereka menyucikan Sang Pencipta dari hal itu semua dan mengagungkanNya, kemudian mereka mengungkapkan bah-wasanya mereka dalam setiap kondisi selalu beribadah kepadaNya tanpa berbuat kerusakan, maka mereka berkata, ﴾ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ ﴿ "Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu," maksudnya, kami menyucikanMu dengan segala kesucian yang sesuai dengan segala pujian dan keagunganMu, ﴾ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ ﴿ "dan menyucikanMu." Kemungkinan artinya adalah menyucikanMu, jadi huruf lam me-ngandung maksud pengkhususan dan keikhlasan, atau mungkin juga dapat berarti kami menyucikan diri kami karenaMu yaitu membersihkannya dengan cara menghiasinya dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti mencintai Allah, takut kepadaNya, dan mengagungkanNya, dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang hina. Selanjutnya ﴾ قَالَ ﴿ "Dia berkata," yakni, Allah berkata kepada malaikat, ﴾ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ ﴿ "Sesungguhnya Aku mengetahui," dari khalifah ini, ﴾ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "apa yang kamu tidak ketahui," karena perkataan kamu adalah menurut apa yang kamu sangkakan, sedangkan Aku mengetahui yang nampak maupun yang tersembunyi, dan Aku mengetahui bahwasanya kebaikan yang diperoleh dari penciptaan khalifah ini adalah lebih besar berlipat ganda sekalipun termasuk di dalamnya ada pula keburukan-keburukan. Dan sekiranya saja dalam hal itu tidak ada kebaikan kecuali bahwa Allah hendak memilih di antara mereka para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada, dan orang-orang yang shalih, juga agar ayat-ayat Allah nampak jelas bagi makhluk, lalu penyembahan kepada Allah menjadi ada yang tidak mungkin ada tanpa penciptaan khalifah tersebut seperti berjihad atau lain-lainnya, dan agar nampak se-suatu yang dirahasiakan oleh insting orang-orang yang mukallaf, berupa kebaikan maupun kejahatan dengan ujian, dan agar jelas antara musuhNya dari waliNya dan golonganNya dari yang meme-rangiNya, dan agar nampak pula apa yang tersirat oleh jiwa iblis dari kejahatan yang terpatri padanya dan menjadi karakternya, niscaya itu semua sudah cukup sebagai hikmah-hikmah yang agung yang tidak perlu mencari hikmah selainnya.
Kemudian ketika perkataan para malaikat  menunjukkan keutamaan mereka atas khalifah yang akan diciptakan oleh Allah di muka bumi, maka Allah hendak menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan Nabi Adam عليه السلام yang membuat mereka menge-tahui keutamaan Allah, kesempurnaan hikmah, dan ilmuNya.
#
{31} فَعَلَّمَ {آدم الأسماء كلَّها}؛ أي: أسماء الأشياء ومن هو مسمى بها، فعلمه الاسم والمُسمَّى؛ أي: الألفاظ والمعاني حتى المصغر من الأسماء والمكبر؛ كالقصعة والقُصيْعَة {ثم عرضهم}؛ أي: عرض المسمَّيَات {على الملائكة}؛ امتحاناً لهم هل يعرفونها أم لا {فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صادقين}؛ في قولكم وظنكم أنكم أفضل من هذا الخليفة.
(31) Lalu Dia mengajarkan ﴾ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ﴿ "kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya," yakni nama-nama sesuatu dan apa pun yang bernama dengan nama itu, maka Allah mengajar-kan kepadanya nama dan yang dinamakan, yakni kata-kata dan makna-maknanya hingga kata-kata yang dikecilkan dan yang dibe-sarkan, seperti اَلْقَصْعَةُ yaitu mangkuk besar dan اَلْقُصَيْعَةُ yaitu mangkok kecil. ﴾ ثُمَّ عَرَضَهُمۡ ﴿ "Kemudian mengemukakannya." Yakni Allah menge-mukakan hal-hal yang bernama-nama tersebut, ﴾ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ ﴿ "kepada para malaikat" sebagai ujian bagi mereka, apakah mereka mengeta-hui hal-hal yang bernama itu ataukah tidak, ﴾ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ﴿ "Lalu berfirman, "Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar" dalam perkataan dan dugaan kalian bahwasanya kalian lebih utama daripada kha-lifah tersebut.
#
{32} {قالوا سبحانك}؛ أي ننزهك من الاعتراض منَّا عليك، ومخالفة أمرك {لا علم لنا}؛ بوجه من الوجوه، {إلا ما علمتنا}؛ إياه فضلاً منك وجوداً {إنك أنت العليم الحكيم}؛ العليم الذي أحاط علماً بكل شيء، فلا يغيب عنه ولا يعزب مثقال ذرة في السماوات والأرض ولا أصغر من ذلك ولا أكبر، الحكيم: من له الحكمة التامة التي لا يخرج عنها مخلوق ولا يشذ عنها مأمور، فما خلق شيئاً إلا لحكمة، ولا أمر بشيء إلا لحكمة، والحكمة وضع الشيء في موضعه اللائق به. فأقروا واعترفوا بعلم الله وحكمته وقصورهم عن معرفة أدنى شيء، واعترافهم بفضل الله عليهم وتعليمه إياهم ما لا يعلمون.
(32) ﴾ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ ﴿ "Mereka menjawab, 'Mahasuci Engkau'." Maksudnya, kami menyucikanMu dari sanggahan kami terhadap-Mu dan penentangan kami atas perintahMu, ﴾ لَا عِلۡمَ لَنَآ ﴿ "tidak ada yang kami ketahui" dengan segala bentuknya, ﴾ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ ﴿ "selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami" tentangnya sebagai suatu anugerah dariMu dan kemuliaan, ﴾ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ﴿ "sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana," Yang Maha Mengetahui adalah yang mengetahui sesuatu dalam segala aspek-nya, tidak ada yang tertutup olehnya dan tidak terlupakan seberat biji dzarrah pun di langit maupun di bumi dan tidak yang kecil maupun yang besar, dan yang Mahabijaksana adalah Dzat yang memiliki kebijaksanaan yang sempurna, yang tidak ada seorang makhluk pun yang keluar darinya dan tidak seorang pun yang diperintahkan menyimpang darinya, karena Dia tidaklah mencipta-kan sesuatu kecuali ada hikmah di baliknya, dan tidak pula Dia memerintahkan kepada sesuatu kecuali menyimpan hikmah padanya, dan hikmah itu sendiri adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai. Lalu mereka sadar dan mengakui ilmu Allah dan hikmahNya, dan ketidakmampuan mereka dalam mengetahui sekecil apa pun, serta pengakuan mereka terhadap keutamaan Allah atas mereka dan pengajaranNya kepada mereka apa-apa yang tidak mereka ketahui.
#
{33} فحينئذ قال الله: {يا آدم أنبئهم بأسمائهم}؛ أي: أسماء المسميات التي عرضها الله على الملائكة؛ فعجزوا عنها {فلما أنبأهم بأسمائهم}؛ تبين للملائكة فضل آدم عليهم، وحكمة الباري وعلمه في استخلاف هذا الخليفة {قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السموات والأرض} وهو ما غاب عنا فلم نشاهده، فإذا كان عالماً بالغيب، فالشهادة من باب أولى {وأعلم ما تبدون}؛ أي: تظهرون {وما كنتم تكتمون}.
(33) Saat itulah Allah berfirman, ﴾ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ ﴿ "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini," yakni nama-nama benda yang dikemukakan oleh Allah kepada para malaikat yang tidak mampu mereka ketahui, ﴾ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ ﴿ "maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu," jelaslah bagi mereka keutamaan Adam عليه السلام atas mereka, dan hikmah Allah Yang Maha Pencipta dan ilmuNya dalam menetapkannya sebagai khalifah, ﴾ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ﴿ "Allah berfirman, 'Bukan-kah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi," yakni apa yang tersembunyi darinya dan tidak kita lihat, sehingga apabila Dia mengetahui yang ghaib, maka alam nyata tentu lebih utama, ﴾ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ ﴿ "dan Aku juga menge-tahui apa yang kamu lahirkan," maksudnya, apa yang kamu nampak-kan, ﴾ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ﴿ "dan apa yang kamu sembunyikan."
#
{34} ثم أمرهم تعالى بالسجود لآدم إكراماً له وتعظيماً وعبودية لله تعالى؛ فامتثلوا أمر الله، وبادروا كلهم بالسجود، {إلا إبليس أبى} امتنع عن السجود، واستكبر عن أمر الله، وعلى آدم قال: {أأسجد لمن خلقت طيناً} وهذا الإباء منه، والاستكبار نتيجة الكفر الذي هو منطوٍ عليه، فتبينت حينئذ عداوته لله ولآدم وكفره واستكباره. وفي هذه الآيات من العِبَر والآيات إثبات الكلام لله تعالى، وأنه لم يزل متكلماً يقول ما شاء، ويتكلم بما شاء وأنه عليم حكيم، وفيه أن العبد إذا خفيت عليه حكمة الله في بعض المخلوقات، والمأمورات؛ فالواجب عليه التسليم واتهامُ عقله والإقرار لله بالحكمة؛ وفيه اعتناء الله بشأن الملائكة وإحسانه بهم بتعليمهم ما جهلوا، وتنبيههم على ما لم يعلموه. وفيه فضيلة العلم من وجوه: منها: أن الله تعرف لملائكته بعلمه وحكمته. ومنها: أن الله عرفهم فضل آدم بالعلم، وأنه أفضل صفة تكون في العبد. ومنها: أن الله أمرهم بالسجود لآدم إكراماً له لمَّا بانَ فضل علمه. ومنها: أن الامتحان للغير إذا عجزوا عما امتحنوا به ثم عرفه صاحب الفضيلة فهو أكمل مما عرفه ابتداء. ومنها: الاعتبار بحال أبوي الإنس والجن وبيان فضل آدم وأفضال الله عليه وعداوة إبليس له، إلى غير ذلك من العبر.
(34) Kemudian Allah تعالى memerintahkan kepada mereka untuk bersujud kepada Adam عليه السلام sebagai suatu penghormatan terhadapnya, dan sebagai pengagungan dan penghambaan kepada Allah تعالى. Maka mereka semua menaati perintah Allah tersebut dan mereka semuanya segera bersujud, ﴾ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ ﴿ "kecuali iblis; dia enggan" dia tidak mau bersujud dan dia takabur terhadap perintah Allah dan terhadap Adam عليه السلام seraya berkata, ﴾ ءَأَسۡجُدُ لِمَنۡ خَلَقۡتَ طِينٗا 61 ﴿ "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?" (Al-Isra`: 61). Keengganan ini berasal darinya, dan kesombongan yang dihasilkan dari kekufuran yang merupakan perkara cakupannya, sehingga akhirnya jelaslah saat itu permusuhan iblis terhadap Allah dan Nabi Adam serta kekufuran dan kesombongannya. Dalam ayat ini terkandung banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dan tanda-tanda Kekuasaan Allah, di antaranya: Penetapan sifat berfirman (berbicara) bagi Allah تعالى serta bahwasanya Allah senantiasa berfirman sekehendakNya dan bahwasanya Allah se-nantiasa bersifat berfirman dengan apa yang dikehendakiNya dan berbicara dengan apa yang Dia kehendaki, dan bahwasanya Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dalam ayat ini juga terkandung dalil bahwasanya seorang hamba bila tidak mengetahui tentang hikmah Allah yang terkan-dung di balik beberapa makhluk, dan perintah-perintah, maka wajiblah atasnya menerimanya saja dan menuduh akalnya yang lemah serta menetapkan bahwasanya Allah memiliki hikmah di balik itu semua. Dalam ayat ini juga ada dalil tentang perhatian Allah terhadap urusan para malaikat dan kebaikan Allah kepada mereka dengan mengajarkan kepada mereka apa yang mereka tidak tahu, serta peringatanNya kepada mereka akan hal-hal yang tidak mereka ketahui. Dalam ayat ini terkandung pernyataan akan keutamaan ilmu dari beberapa segi: F Bahwasanya Allah mengenalkan kepada para malaikatNya tentang ilmu dan hikmahNya. F Bahwasanya Allah mengemukakan kepada mereka akan keuta-maan Nabi Adam karena ilmu, dan bahwasanya ilmu itu adalah perkara yang paling baik bagi seorang hamba. F Bahwasanya Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan terhadapnya ketika jelas keutamaan ilmunya. F Bahwasanya ujian bagi orang lain, bila mereka tidak mampu melakukan ujian itu kemudian Allah تعالى memberitahukan jawabannya, maka hal tersebut adalah lebih utama daripada mengetahui ujian itu sejak semula. F Mengambil pelajaran dari kondisi kedua bapak moyang ma-nusia dan jin, dan penjelasan akan keutamaan Adam serta karunia-karunia Allah terhadapnya serta permusuhan iblis kepadanya, dan pelajaran-pelajaran lainnya.
Ayah: 35 - 36 #
{وَقُلْنَا يَاآدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (35) فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36)}.
"Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim.' Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfir-man, 'Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenang-an hidup sampai waktu yang ditentukan'." (Al-Baqarah: 35-36).
#
{35} لما خلق الله آدم وفضَّله، أتمَّ نعمته عليه بأن خلق منه زوجة؛ ليسكن إليها ويستأنس بها، وأمرهما بسكنى الجنة والأكل منها رغداً؛ أي: واسعاً هنيئاً {حيث شئتما}؛ أي: من أصناف الثمار والفواكه، وقال الله له: {إن لك أن لا تجوع فيها ولا تعرى، وأنك لا تظمأ فيها ولا تضحى}، {ولا تقربا هذه الشجرة}؛ نوع من أنواع شجر الجنة الله أعلم بها، وإنما نهاهما عنها امتحاناً وابتلاء أو لحكمة غير معلومة لنا، {فتكونا من الظالمين}؛ دل على أن النهي للتحريم؛ لأنه رتب الظلم عليه ؛ فلم يزل عدوهما يوسوس لهما ويزين لهما تناول ما نُهيا عنه حتى أزلهما أي حملهما على الزلل بتزيينه {وقاسمهما}؛ بالله {إني لكما لمن الناصحين}.
(35) Setelah Allah menciptakan Adam lalu memuliakan-nya, Dia menyempurnakan nikmat baginya dengan menjadikan seorang istri, agar dia merasa tenang dan terhibur dengannya, dan Allah memerintahkan kepada keduanya untuk menetap di surga dan memakan makanan yang berlimpah di sana, yaitu dengan puas lagi nikmat, ﴾ حَيۡثُ شِئۡتُمَا ﴿ "di mana saja kamu sukai," yakni dari berbagai buah-buahan. Dan Allah berfirman, ﴾ إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعۡرَىٰ 118 وَأَنَّكَ لَا تَظۡمَؤُاْ فِيهَا وَلَا تَضۡحَىٰ 119 ﴿ "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." (Thaha: 118-119). ﴾ وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ ﴿ "Dan janganlah kamu dekati pohon ini," yaitu sebuah pohon dari pohon-pohon surga yang mana hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah melarang mereka berdua men-dekatinya adalah sebagai suatu ujian dan cobaan atau untuk suatu hikmah yang tersembunyi yang tidak kita ketahui, ﴾ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim." Ini menunjukkan bahwasanya larangan itu adalah dengan maksud pengharaman, karena Allah menetapkan kezhaliman atasnya (bila dilanggar), dan musuh mereka senantiasa menggoda dan mem-bujuk mereka berdua agar memakan pohon yang dilarang untuk mereka hingga dia dapat menggelincirkan keduanya atau men-jatuhkan keduanya dalam suatu kesalahan dengan membuatnya indah. (Dalam ayat lain), ﴾ وَقَاسَمَهُمَآ ﴿ "Dan setan bersumpah kepada keduanya," dengan Nama Allah, ﴾ إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ ٱلنَّٰصِحِينَ 21 ﴿ "sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua." (Al-A'raf: 21).
#
{36} فاغترا به وأطاعاه؛ فأخرجهما مما كانا فيه من النعيم، والرغد، وأُهْبِطوا إلى دار التعب والنصب والمجاهدة {بعضكم لبعض عدو}؛ أي: آدم وذريته أعداء لإبليس وذريته. ومن المعلوم أن العدو يَجِدُّ ويجتهد في ضرر عدوه وإيصال الشر إليه بكل طريق وحرمانه الخير بكل طريق، ففي ضمن هذا تحذير بني آدم من الشيطان كما قال تعالى: {إنّ الشيطان لكم عدو فاتخذوه عدواً إنما يدعو حزبه ليكونوا من أصحاب السعير} {أفتتخذونه وذريته أولياء من دوني وهم لكم عدو بئس للظالمين بدلاً} ثم ذكر منتهى الإهباط فقال: {ولكم في الأرض مستقر}؛ أي: مسكن وقرار {ومتاعٌ إلى حين}؛ انقضاء آجالكم ثم تنتقلون منها للدار التي خُلقتم لها وخلقت لكم، ففيها أن مدة هذه الحياة مؤقتة عارضة ليست مسكناً حقيقياً، وإنما هي معبر يُتزوَّد منها لتلك الدار، ولا تُعمَّر للاستقرار.
(36) Akhirnya mereka berdua terpedaya dan menaati setan, maka Allah mengeluarkan mereka berdua dari kondisi semula yang penuh kenikmatan dan makanan yang banyak, dan mereka berdua diturunkan ke negeri yang penuh kelelahan, kerja keras, dan perjuangan; ﴾ بَعۡضُكُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوّٞۖ ﴿ "sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain," maksudnya Adam dan keturunannya sebagai musuh bagi iblis dan keturunannya. Telah diketahui bahwasanya seorang musuh selalu berusaha dan berjuang untuk membahayakan musuhnya dan menjahatinya dengan segala cara, serta menghalanginya dari kebaikan dengan segala cara pula, termasuk dalam kandungan hal ini adalah peri-ngatan kepada anak cucu Adam dari godaan setan, sebagaimana Firman Allah, ﴾ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لَكُمۡ عَدُوّٞ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا يَدۡعُواْ حِزۡبَهُۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ 6 ﴿ "Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah dia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala." (Fathir: 6). (Juga Firman Allah تعالى), ﴾ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِي وَهُمۡ لَكُمۡ عَدُوُّۢۚ بِئۡسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلٗا 50 ﴿ "Patutkah kamu mengambilnya dan keturunannya sebagai pemim-pin selain Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim." (Al-Kahfi: 50). Kemudian Allah menyebutkan puncak maksud dari "me-nurunkan" seraya berfirman, ﴾ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُسۡتَقَرّٞ ﴿ "Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi," maksudnya tempat tinggal dan tempat menetap, ﴾ وَمَتَٰعٌ إِلَىٰ حِينٖ ﴿ "dan kesenangan hidup sampai waktu yang diten-tukan," maksudnya waktu habisnya ajal kalian kemudian kalian pindah darinya menuju kepada negeri yang kalian diciptakan untuknya dan dia diciptakan untuk kalian. Di dalam ayat tersebut terkandung dalil yang menunjukkan bahwa kehidupan ini hanya sementara, yang berlalu, yang bukan tempat tinggal yang sebenar-nya, namun hanya sebagai tempat lewat agar mengambil bekal padanya untuk negeri tujuan tersebut, dan tidak dihuni untuk menetap.
Ayah: 37 #
[{فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (37)}].
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan-nya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah: 37).
#
{37} {فتلقّى آدم}؛ أي: تلقف وتلقن وألهمه الله {من ربه كلمات}؛ وهي قوله: {ربنا ظلمنا أنفسنا ... }؛ الآية؛ فاعترف بذنبه، وسأل الله مغفرته {فتاب}؛ الله، {عليه}؛ ورحمه {إنه هو التواب}؛ لمن تاب إليه وأناب. وتوبته نوعان: توفيقه أولاً. ثم قبوله للتوبة إذا اجتمعت شروطها ثانياً. {الرحيم}؛ بعباده، ومن رحمته بهم أن وفقهم للتوبة وعفا عنهم وصفح.
(37) ﴾ فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ ﴿ "Kemudian Adam menerima," maksudnya, mengambil dan menerima serta Allah mengilhamkan kepadanya, ﴾ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٖ ﴿ "beberapa kalimat dari Tuhannya," yaitu FirmanNya, ﴾ رَبَّنَا ظَلَمۡنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَنَا وَتَرۡحَمۡنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ 23 ﴿ "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, nis-caya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (Al-A'raf: 23). Nabi Adam عليه السلام mengakui kesalahannya, lalu memohon ampunan kepada Allah, ﴾ فَتَابَ عَلَيۡهِۚ ﴿ "maka Allah menerima taubatnya" dan merahmatinya, ﴾ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ﴿ "sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat" bagi orang yang bertaubat dan kembali kepadaNya. Penerimaan taubat oleh Allah ada dua macam, yaitu pertama, taufik kepadanya, kedua, penerimaanNya terhadap taubat hamba-Nya apabila syarat-syarat taubatnya telah sempurna. ﴾ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Lagi Maha Penyayang" kepada hamba-hambaNya, dan di antara kasih sayangNya kepada mereka adalah taufikNya bagi mereka untuk bertaubat dan maaf serta ampunan Allah bagi mereka.
Ayah: 38 - 39 #
{قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (38) وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (39)}.
"Kami berfirman, 'Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjukKu kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.' Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqarah: 38-39).
#
{38} كرر الإهباط؛ ليرتب عليه ما ذكر، وهو قوله: {فإما يأتينكم مني هدى}؛ أي: أيُّ وقت وزمان جاءكم مني يا معشرَ الثقلين هدى؛ أي: رسول وكتاب يهديكم لما يقربكم مني، ويدنيكم من رضائي فمن تبع هداي منكم، بأن آمن برسلي، وكتبي واهتدى بهم، وذلك بتصديق جميع أخبار الرسل والكتب والامتثال للأمر والاجتناب للنهي، {فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ وفي الآية الأخرى، {فمن اتبع هداي فلا يضل ولا يشقى}. فرتب على اتباع هداه أربعة أشياء: نفي الخوف والحزن والفرق بينهما: أن المكروه إن كان قد مضى أحدث الحزن وإن كان منتظراً أحدث الخوف، فنفاهما عمن اتبع الهدى وإذا انتفيا حصل ضدهما وهو الأمن التام.
(38) Allah mengulangi kata menurunkan agar tersambung jelas dengan apa yang disebutkan berikutnya yaitu FirmanNya, ﴾ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى ﴿ "Kemudian jika datang petunjukKu kepadamu," yakni di waktu dan zaman apa pun petunjukKu datang kepadamu wahai sekalian makhluk, berupa seorang Rasul dan sebuah kitab suci yang menunjukkan kalian kepada perkara yang mendekatkan kalian kepadaKu dan kepada ridhaKu; maka barangsiapa di antara kalian yang mengikuti petunjukKu, yaitu dengan beriman kepada RasulKu dan kitabKu lalu mengambil petunjuk dari mereka, dan hal tersebut direalisasikan dengan membenarkan segala kabar-kabar para Rasul dan kitab-kitab, dan menunaikan perintah-perin-tah dan menjauhi larangan-larangan (di dalamnya),﴾ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿ "niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati." Dan dalam ayat yang lain, ﴾ فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشۡقَىٰ 123 ﴿ "Maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123). Allah mengimplikasikan bagi orang yang mengikuti petun-jukNya empat perkara: Menghilangkan "kekhawatiran" dan "kesedihan," dan perbe-daan antara keduanya adalah bahwasanya suatu hal yang dibenci apabila telah berlalu, mengakibatkan kesedihan namun apabila hal itu adalah sesuatu yang ditunggu, maka mengakibatkan kekha-watiran, oleh karena itu Allah menghilangkan kedua hal itu dari orang yang mengikuti petunjuk, lalu apabila kedua hal tersebut telah hilang, niscaya terjadilah yang kebalikan dari keduanya yaitu rasa aman yang sempurna.
#
{39} وكذلك: نفي الضلال والشقاء عمن اتبع هداه، وإذا انتفيا ثبت ضدهما، وهو الهدى والسعادة، فمن اتبع هداه حصل له الأمن والسعادة الدنيوية والأخروية والهدى وانتفى عنه كل مكروه من الخوف والحزن والضلال والشقاء؛ فحصل له المرغوب واندفع عنه المرهوب، وهذا عكس من لم يتبع هداه فكفر به وكذب بآياته؛ فأولئك أصحاب النار، أي: الملازمون لها ملازمة الصاحب لصاحبه، والغريم لغريمه {هم فيها خالدون} لا يخرجون منها ولا يفتر عنهم العذاب ولا هم ينصرون. وفي هذه الآيات، وما أشبهها انقسام الخلق من الجن والإنس إلى أهل السعادة، وأهل الشقاوة، وفيها صفات الفريقين والأعمال الموجبة لذلك، وأن الجن كالإنس في الثواب والعقاب، كما أنهم مثلهم في الأمر والنهي.
(39) Demikian juga menghilangkan "kesesatan" dan "ke-sengsaraan" dari orang yang mengikuti petunjukNya. Dan apabila kedua hal itu juga telah hilang, niscaya tetaplah hal yang menjadi kebalikan keduanya yaitu hidayah dan kebahagiaan. Barangsiapa yang mengikuti petunjukNya, niscaya dia akan memperoleh rasa aman dan kebahagiaan dunia maupun akhirat dan juga hidayah, dan hilanglah darinya segala hal yang dibenci berupa kekhawatiran, kesedihan, dan kesesatan, serta kesengsaraan, dan dia memperoleh hal yang diharap-harapkan dan lenyaplah hal yang ditakuti. Hal ini akan terbalik bagi orang yang tidak mengikuti petunjukNya lalu ia kufur kepadaNya dan mendustakan ayat-ayatNya; mereka itulah penghuni neraka, maksudnya, orang-orang yang senantiasa di neraka sebagaimana kebersamaan seorang teman dengan te-mannya atau seorang yang berhutang terhadap pemberi hutang. ﴾ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "Mereka kekal di dalamnya," mereka tidak akan keluar darinya, dan azab tidak akan berhenti menyiksa mereka, dan me-reka sama sekali tidak akan ditolong. Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya terkandung dalil tentang pengelompokan makhluk dari jin dan manusia ke-pada kelompok bahagia dan kelompok sengsara. Juga terkandung penjelasan tentang sifat-sifat kedua kelompok tersebut serta per-buatan-perbuatan yang mengakibatkan kepada kedua kelompok tersebut, dan bahwasanya jin itu seperti manusia dalam hal pahala dan hukuman sebagaimana mereka juga sama dengan manusia da-lam hal (kewajiban menjalankan) perintah dan (menjauhi) larangan.
Kemudian Allah تعالى mulai mengingatkan Bani Israil akan nikmat-nikmatNya terhadap mereka dan anugerah-anugerahNya atas mereka seraya berfirman,
Ayah: 40 - 43 #
{يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (40) وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)}.
"Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu; dan hanya kepadaKu-lah kamu harus takut (tunduk). Dan berimanlah kamu kepada (al-Qur`an) yang telah Aku turunkan, yang membenarkan (Taurat) yang ada padamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah, dan hanya kepadaKu-lah kamu harus bertak-wa. Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuk-lah beserta orang-orang yang rukuk." (Al-Baqarah: 40-43).
#
{40} {يا بني إسرائيل}؛ المراد بإسرائيل: يعقوب عليه السلام، والخطاب مع فِرَق بني إسرائيل، الذين بالمدينة وما حولها ويدخل فيهم من أتى بعدهم، فأمرهم بأمر عام فقال: {اذكروا نعمتي التي أنعمت عليكم}؛ وهو يشمل سائر النعم التي سيذكر في هذه السورة بعضها، والمراد بذكرها بالقلب اعترافاً، وباللسان ثناءً، وبالجوارح باستعمالها فيما يحبه ويرضيه {وأوفوا بعهدي}؛ وهو ما عهده إليهم من الإيمان به، وبرسله، وإقامة شرعه {أوف بعهدكم}؛ وهو المجازاة على ذلك، والمراد بذلك ما ذكره الله في قوله: {ولقد أخذ الله ميثاق بني إسرائيل وبعثنا منهم اثني عشر نقيباً وقال الله إني معكم لئن أقمتم الصلاة وآتيتم الزكاة وآمنتم برسلي}؛ إلى قوله: {فقد ضل سواء السبيل}؛ ثم أمرهم بالسبب الحامل لهم على الوفاء بعهده، وهو الرهبة منه تعالى، وخشيته وحده، فإن من خشيه أوجبت له خشيته امتثال أمره، واجتناب نهيه، ثم أمرهم بالأمر الخاص الذي لا يتم إيمانهم ولا يصح إلا به فقال:
(40) ﴾ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ﴿ "Hai Bani Israil." Yang dimaksud dengan Israil adalah Nabi Ya'qub عليه السلام, titah (khitbah) ini ditujukan kepada kelompok-kelompok dari Bani Israil, yang berada di Madinah dan sekitarnya, termasuk di dalamnya orang-orang yang datang sete-lahnya. Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu perin-tah yang bersifat umum seraya berfirman, ﴾ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ ﴿ "Ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu," yang termasuk di dalamnya seluruh nikmat-nikmat yang akan disebut-kan dalam surat ini sebagiannya, dan yang dimaksudkan dengan mengingatnya dengan hati adalah adanya pengakuan, dan dengan lisan adanya pujian, dan dengan anggota tubuh adalah dengan menggunakannya kepada hal-hal yang disukai oleh Allah dan di-ridhaiNya, ﴾ وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ ﴿ "dan penuhilah janjimu kepadaKu," maksudnya, apa-apa yang diamanatkanNya kepada mereka, berupa amanat iman kepadaNya, kepada Rasul-rasulNya dan menegakkan sya-riatNya, ﴾ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ ﴿ "niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu," mak-sudnya Allah memberikan ganjaran akan hal tersebut, dan yang dimaksud dengan hal itu adalah apa yang disebutkan oleh Allah dalam FirmanNya, ﴾ وَلَقَدۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَبَعَثۡنَا مِنۡهُمُ ٱثۡنَيۡ عَشَرَ نَقِيبٗاۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّي مَعَكُمۡۖ لَئِنۡ أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّكَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِي وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا لَّأُكَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّكُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۚ فَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ 12 ﴿ "Dan sungguh Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin, dan Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat serta beriman kepada rasul-rasulKu, dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang me-ngalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah itu, sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus'." (Al-Ma`idah: 12). Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk melakukan sebab yang dapat mendorong mereka untuk menunaikan janjinya yaitu rahbah (takut akan pembalasan) dariNya dan khasyyah (takut disebabkan ma'rifat tentang keagungan)Nya تعالى semata, karena sesungguhnya orang yang khasyyah kepadaNya pastilah khasyyah itu akan mendorongnya untuk menaati perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu perintah yang bersifat khusus yang mana keimanan mereka tidak akan sempurna dan tidak akan benar kecuali dengan-nya seraya berfirman,
#
{41} {وآمنوا بما أنزلت}؛ وهو: القرآن الذي أنزله على عبده ورسوله محمد - صلى الله عليه وسلم -، فأمرهم بالإيمان به واتباعه، ويستلزم ذلك، الإيمان بمن أنزل عليه، وذكر الداعي لإيمانهم، فقال: {مصدقاً لما معكم}؛ أي: موافقاً له لا مخالفاً ولا مناقضاً، فإذا كان موافقاً لما معكم من الكتب غير مخالف لها فلا مانع لكم من الإيمان به؛ لأنه جاء بما جاءت به المرسلون، فأنتم أولى من آمن به وصدق به؛ لكونكم أهل الكتب والعلم. وأيضاً فإن في قوله: {مصدقاً لما معكم}؛ إشارة إلى أنكم إن لم تؤمنوا به عاد ذلك عليكم بتكذيب ما معكم؛ لأن ما جاء به هو الذي جاء به موسى وعيسى وغيرهما من الأنبياء، فتكذيبكم له تكذيب لما معكم. وأيضاً فإن في الكتب التي بأيديكم صفة هذا النبي الذي جاء بهذا القرآن، والبشارة به، فإن لم تؤمنوا به؛ كذبتم ببعض ما أنزل إليكم، ومن كذب ببعض ما أنزل إليه؛ فقد كذب بجميعه، كما أن من كفر برسولٍ؛ فقد كذب الرسل جميعهم، فلما أمرهم بالإيمان به نهاهم، وحذرهم عن ضده وهو الكفر به فقال: {ولا تكونوا أول كافر به}؛ أي: بالرسول والقرآن، وفي قوله: {أول كافر به}؛ أبلغ من قوله ولا تكفروا به؛ لأنهم إذا كانوا أول كافر به كان فيه مبادرتهم إلى الكفر [به] عكس ما ينبغي منهم، وصار عليهم إثمهم وإثم من اقتدى بهم من بعدهم. ثم ذكر المانع لهم من الإيمان وهو اختيار العرض الأدنى على السعادة الأبدية فقال: {ولا تشتروا بآياتي ثمناً قليلاً}؛ وهو ما يحصل لهم من المناصب والمآكل التي يتوهمون انقطاعها إن آمنوا بالله ورسوله، فاشتروها بآيات الله واستحبوها وآثروها {وإياي}؛ أي: لا غيري، {فاتقون}؛ فإنكم إذا اتقيتم الله وحده أوجبت لكم تقواه تقديم الإيمان بآياته على الثمن القليل، كما أنكم إذا اخترتم الثمن القليل؛ فهو دليل على ترحل التقوى من قلوبكم، ثم قال:
(41) ﴾ وَءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلۡتُ ﴿ "Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan," maksudnya al-Qur`an, yang Allah turunkan kepada hamba dan RasulNya, Muhammad ﷺ. Allah memerintah-kan mereka untuk beriman kepadanya dan mengikutinya, hal ini mengharuskan keimanan kepada seseorang yang kitab tersebut diturunkan kepadanya, dan Allah menyebutkan pendorong dalam keimanan mereka, seraya berfirman, ﴾ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَكُمۡ ﴿ "Yang membe-narkan apa yang ada padamu (Taurat)," maksudnya, kitab yang sesuai dengan kitab yang berada di sisi kalian, tidak berbeda dan tidak pula bertentangan, lalu apabila ia sesuai dengan apa yang ada pada kalian yang tidak berbeda dengannya, maka tidaklah ada peng-halang bagi kalian untuk beriman kepadanya, karena ia membawa ajaran yang dibawa oleh para rasul, dan kalian lebih patut beriman kepadanya dan mempercayainya, karena kalian adalah ahli kitab dan ahli ilmu. Kemudian dalam Firman Allah تعالى, ﴾ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَكُمۡ ﴿ "Yang mem-benarkan (Taurat) yang ada padamu," terkandung isyarat bahwa bila kalian tidak beriman kepadanya, maka itu akan kembali kepada kalian sendiri dengan pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian, karena ajaran yang dibawa kitab tersebut adalah sama dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa عليه السلام, Nabi Isa عليه السلام dan lain-lainnya dari para Nabi. Maka pendustaan kalian terhadapnya adalah pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian. Yang demikian itu ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dalam kitab yang ada pada kalian ada berita tentang Nabi yang membawa al-Qur`an tersebut, dan telah disampaikan sebagai kabar gembira (kepada kalian), dan apabila kalian tidak beriman kepa-danya niscaya kalian telah mendustai sebagian yang telah turun kepada kalian, padahal orang yang mendustai sebagian yang ditu-runkan kepadanya, maka dia telah mendustai seluruhnya, sebagai-mana orang yang mendustai seorang Rasul, maka dia telah men-dustai para Rasul seluruhnya. Dan ketika Allah memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepadanya, Allah melarang dan mengingatkan mereka dari kebalikannya yaitu kafir terhadapnya, Allah berfirman, ﴾ وَلَا تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ ﴿ "Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya," maksudnya kafir kepada Rasul dan al-Qur`an. Dalam FirmanNya, ﴾ أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ ﴿ "Orang yang pertama kafir kepadanya" adalah statemen yang lebih kuat daripada kalau mengatakan, "dan janganlah kalian kafir kepadanya." Karena apa-bila mereka yang pertama kafir kepadanya, maka itu menunjukkan bahwa mereka bersegera kepada kekafiran, suatu tindakan terbalik dari yang seharusnya mereka lakukan, sehingga dosa-dosa mereka dan dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti mereka dibeban-kan kepada mereka. Kemudian Allah menyebutkan tentang penghalang bagi mereka dari keimanan mereka tersebut yaitu memilih penawaran yang paling rendah daripada kebahagiaan yang abadi, seraya ber-firman, ﴾ وَلَا تَشۡتَرُواْ بِـَٔايَٰتِي ثَمَنٗا قَلِيلٗا ﴿ "Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah," maksudnya, kedudukan dan penghidupan yang mereka peroleh di mana mereka mengira itu semua akan lenyap jika mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka menukarkan hal itu dengan ayat-ayat Allah, mereka menyukainya dan mendahulukannya, ﴾ وَإِيَّٰيَ ﴿ "dan hanya kepada Aku-lah" maksudnya tidak kepada selainKu, ﴾ فَٱتَّقُونِ ﴿ "kamu harus bertakwa," karena bila kalian bertakwa kepada Allah semata, niscaya ketakwaan kalian itu mendorong kalian untuk mendahu-lukan keimanan kepada ayat-ayatNya daripada penawaran yang rendah itu, sebagaimana juga bila kalian memilih penawaran yang rendah itu, maka hal itu adalah bukti petunjuk akan hilangnya ketakwaan dalam hati kalian. Kemudian Allah berfirman,
#
{42} {ولا تلبسوا}؛ أي: تخلطوا {الحق بالباطل وتكتموا الحق}؛ فنهاهم عن شيئين، عن خلط الحق بالباطل وكتمان الحق؛ لأن المقصود من أهل الكتب والعلم تمييز الحق [من الباطل] وإظهار الحق، ليهتدي بذلك المهتدون، ويرجع الضالون وتقوم الحجة على المعاندين؛ لأن الله فصل آياته وأوضح بيناته؛ ليميز الحق من الباطل، ولتستبين سبيل المهتدين من سبيل المجرمين، فمن عمل بهذا من أهل العلم؛ فهو من خلفاء الرسل وهداة الأمم، ومن لَبَّس الحق بالباطل فلم يميز هذا من هذا مع علمه بذلك، وكتم الحق الذي يعلمه وأُمِرَ بإظهاره؛ فهو من دعاة جهنم؛ لأن الناس لا يقتدون في أمر دينهم بغير علمائهم، فاختاروا لأنفسكم إحدى الحالتين.
(42) ﴾ وَلَا تَلۡبِسُواْ ﴿ "Dan janganlah kamu campur adukkan," yakni, mengacak-acak ﴾ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ ﴿ "yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu." Di sini Allah mela-rang mereka dari dua hal, pertama, mencampur antara yang haq dengan yang batil dan kedua, menyembunyikan yang haq, karena yang diinginkan dari ahli kitab dan ahli ilmu adalah membedakan antara yang haq dari yang batil dan menampakkan yang haq itu, agar orang-orang yang ingin mendapatkan petunjuk darinya dapat mengambil petunjuk darinya, orang-orang yang sesat dapat kem-bali sadar, dan tegaknya dalil atas orang-orang yang mengingkari-nya, karena Allah تعالى telah menjelaskan ayat-ayatNya dan mene-rangkan keterangan-keteranganNya untuk membedakan yang haq dari yang batil dan agar jelas jalan orang-orang yang mengambil petunjuk dari jalan orang-orang yang mengingkari. Dan siapa yang mengamalkannya, maka dia tergolong dari para khalifah Rasul dan pemberi petunjuk bagi umat, dan barangsiapa mencampur adukkan yang haq dengan yang batil dan ia tidak membedakan antara yang ini dari yang itu, padahal ia tahu akan hal itu lalu ia menyembunyikan yang haq yang ia tahu padahal ia diperintahkan untuk menampakkannya, maka ia tergolong di antara para penyeru kepada Neraka Jahanam, karena manusia tidaklah akan mencontoh siapa pun dalam urusan agama mereka kecuali kepada para ulama mereka. Nah, pilihlah bagi diri kalian salah satu dari kedua kondisi tersebut.
#
{43} ثم قال: {وأقيموا الصلاة}؛ أي: ظاهراً وباطناً {وآتوا الزكاة}؛ مستحقيها، {واركعوا مع الراكعين}؛ أي: صلوا مع المصلين، فإنكم إذا فعلتم ذلك مع الإيمان برسل الله وآيات الله، فقد جمعتم بين الأعمال الظاهرة والباطنة، وبين الإخلاص للمعبود والإحسان إلى عبيده، وبين العبادات القلبية والبدنية والمالية، وقوله: {واركعوا مع الراكعين}؛ أي: صلوا مع المصلين، ففيه، الأمر بالجماعة للصلاة، ووجوبها، وفيه، أن الركوع ركن من أركان الصلاة، لأنه عبر عن الصلاة بالركوع، والتعبير عن العبادة بجزئها يدل على فرضيته فيها.
(43) Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ ﴿ "Dan dirikan-lah shalat," yakni, secara lahir maupun batin, ﴾ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ ﴿ "dan tunai-kanlah zakat" terhadap orang-orang yang berhak menerimanya, ﴾ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ﴿ "dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk," mak-sudnya shalatlah beserta orang-orang yang shalat, karena bila kalian melakukan hal itu dengan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dan ayat-ayatNya, maka sesungguhnya kalian telah menyatukan antara perbuatan-perbuatan yang lahir dan yang batin, dan antara keikhlasan kepada Allah dan berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya, dan antara ibadah-ibadah hati dengan ibadah tubuh dan ibadah harta. Dan FirmanNya, ﴾ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ﴿ "Dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk," maksudnya, shalatlah bersama orang-orang yang shalat. Di sini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan juga menunjukkan hukum wajibnya, dan bahwasanya rukuk itu merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat, karena Allah menyebutkan shalat dengan kata rukuk, sedangkan mengungkap-kan suatu ibadah dengan kata yang merupakan bagian darinya adalah menunjukkan kepada wajibnya hal itu padanya.
Ayah: 44 #
[{أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44)}].
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir?" (Al-Baqarah: 44).
#
{44} {أتأمرون الناس بالبر}؛ أي: بالإيمان والخير، {وتنسون أنفسكم}؛ أي: تتركونها عن أمرها بذلك والحال، {وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون}؛ وسُمِّي العقل عقلاً؛ لأنه يعقل به ما ينفعه من الخير، وينعقل به عما يضره، وذلك أن العقل يحث صاحبه أن يكون أول فاعل لما يأمر به، وأول تارك لما ينهى عنه، فمن أمر غيره بالخير ولم يفعله أو نهاه عن الشر فلم يتركه دل على عدم عقله وجهله، خصوصاً إذا كان عالماً بذلك، قد قامت عليه الحجة، وهذه الآية وإن كانت نزلت في سبب بني إسرائيل، فهي عامة لكل أحد لقوله تعالى: {يا أيها الذين آمنوا لم تقولون ما لا تفعلون كبر مقتاً عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون}؛ وليس في الآية أن الإنسان إذا لم يقم بما أُمِر به أنه يترك الأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر؛ لأنها دلت على التوبيخ بالنسبة إلى الواجبَيْنِ، وإلا فمن المعلوم أن على الإنسان واجبين: أمر غيره ونهيه، وأمر نفسه ونهيها، فترك أحدهما لا يكون رخصة في ترك الآخر، فإن الكمال أن يقوم الإنسان بالواجبَيْنِ، والنقص الكامل أن يتركهما، وأما قيامه بأحدهما دون الآخر فليس في رتبة الأول وهو دون الأخير، وأيضاً فإن النفوس مجبولة على عدم الانقياد لمن يخالف قولَه فعلُه، فاقتداؤهم بالأفعال أبلغ من اقتدائهم بالأقوال المجردة.
(44) ﴾ أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ ﴿ "Mengapa kamu suruh orang lain mengerja-kan kebajikan," yakni dengan keimanan dan kebaikan, ﴾ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ ﴿ "sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri," maksudnya ka-lian meninggalkannya padahal kalian memerintahkannya kepada orang lain, padahal ﴾ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ﴿ "kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?" Dinamakan akal itu sebagai akal karena ia dipakai untuk berpikir kepada kebaikan yang ber-manfaat untuknya, dan sadar dengannya dari hal-hal yang me-mudaratkan dirinya, dan hal tersebut dibuktikan bahwa akal meng-anjurkan kepada pemiliknya untuk menjadi orang yang pertama melakukan apa yang diperintahkan dan orang yang pertama me-ninggalkan apa yang dilarang. Maka barangsiapa yang memerin-tahkan orang lain kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya atau melarang dari kemungkaran namun dia tidak meninggalkan-nya, maka hal itu menunjukkan tidak adanya akal padanya dan kebodohannya, khususnya bila dia telah mengetahui akan hal itu, dan hujjah benar-benar telah tegak atasnya. Dan ayat ini walaupun turun terhadap Bani Israil namun ia bersifat umum kepada setiap orang, karena Allah تعالى berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 2 كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 3 ﴿ "Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan se-suatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash-Shaff: 2). Dalam ayat ini tidak ada suatu indikasi pun yang menun-jukkan bahwasanya seseorang bila tidak melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, maka dia boleh meninggalkan ajakan kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar, karena ayat itu menunjukkan suatu kecaman berkaitan dengan kedua kewajiban tersebut. Bila tidak seperti itu, maka suatu hal yang telah diketahui bahwasanya setiap manusia memiliki dua kewajiban yaitu meme-rintah orang lain dan melarangnya, dan memerintah dirinya sendiri dan melarangnya. Maka meninggalkan salah satu dari kedua ke-wajiban itu bukanlah suatu keringanan untuk meninggalkan yang lainnya, karena idealnya adalah seseorang mampu melakukan kedua kewajiban itu dan demikian juga sangat aib sekali bila sese-orang meninggalkan keduanya. Adapun jika dia melakukan salah satu dari kedua kewajiban itu tanpa lainnya, maka dia tidaklah dalam posisi yang ideal dan tidak pula pada posisi sangat aib. Lebih dari itu, diri manusia memang diciptakan dengan kecenderungan tidak respek untuk tunduk kepada orang yang perbuatannya ber-tentangan dengan perkataannya, maka peniruan mereka dengan perbuatan adalah lebih kuat daripada peniruan mereka dengan sekedar perkataan saja.
Ayah: 45 - 48 #
{وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45) الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (46) يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (47) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (48)}.
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan se-sungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya. Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan jagalah dirimu dari (azab) Hari (Kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong." (Al-Baqarah: 45-48).
#
{45} أمرهم الله أن يستعينوا في أمورهم كلها بالصبر بجميع أنواعه، وهو الصبر على طاعة الله حتى يؤديها، والصبر عن معصية الله حتى يتركها، والصبر على أقدار الله المؤلمة فلا يتسخطها، فبالصبر وحبس النفس على ما أمر الله بالصبر عليه معونة عظيمة على كل أمر من الأمور، ومن يتصبر يصبره الله، وكذلك الصلاة التي هي ميزان الإيمان، وتنهى عن الفحشاء والمنكر يستعان بها على كل أمر من الأمور، {وإنها}؛ أي: الصلاة، {لكبيرة}؛ أي: شاقة {إلا على الخاشعين}؛ فإنها سهلة عليهم خفيفة؛ لأن الخشوع وخشيةَ الله ورجاءَ ما عنده يوجب له فعلها منشرحاً صدره لترقبه للثواب وخشيته من العقاب، بخلاف من لم يكن كذلك، فإنه لا داعي له يدعوه إليها، وإذا فعلها صارت من أثقل الأشياء عليه. والخشوع: هو خضوع القلب وطمأنينته وسكونه لله تعالى وانكساره بين يديه ذلًّا وافتقاراً وإيماناً به وبلقائه، ولهذا قال:
(45) Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta pertolongan dalam (menyelesaikan) segala urusan mereka dengan kesabaran dalam segala bentuknya, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah hingga dia mampu menunaikannya, sabar dari ke-maksiatan hingga dia menghindarinya, dan sabar dalam mengha-dapi takdir-takdir Allah yang menyakitkan agar dia tidak menge-camnya. Dengan kesabaran dan menahan diri terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah untuk bersabar atasnya adalah sebuah pertolongan yang besar dalam setiap perkara dari perkara-perkara yang ada, dan barangsiapa yang bersabar, niscaya Allah akan mem-buatnya menjadi sabar. Demikian juga shalat yang merupakan timbangan dari keimanan dan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dapat dijadikan penolong dalam segala perkara ke-hidupan. ﴾ وَإِنَّهَا ﴿ "Dan sesungguhnya yang demikian itu," yaitu shalat, ﴾ لَكَبِيرَةٌ ﴿ "sungguh berat," maksudnya sulit, ﴾ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ﴿ "kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." Shalat itu adalah mudah bagi mereka dan sangat ringan, karena kekhusyu'an, takut kepada Allah, dan mengharap apa yang ada di sisiNya mengharuskan adanya realisasi perbuatan itu dengan dada yang lapang demi mencari ganjaran dan takut dari hukuman. Berbeda dengan orang yang tidak demi-kian, karena tidak ada pendorong baginya yang mengajaknya kepada hal tersebut, dan bila pun dia melakukannya, maka hal itu menjadi suatu perkara yang paling berat yang dia rasakan. Khusyu' adalah ketundukan hati, ketenteraman dan kete-nangannya karena Allah تعالى, serta kepasrahannya di hadapan Allah dengan segala bentuk menghinakan diri, rasa butuh, dan iman kepadaNya dan kepada pertemuan denganNya. Oleh karena itu Allah berfirman,
#
{46} {الذين يظنون}؛ أي يستيقنون {أنهم ملاقو ربهم}؛ فيجازيهم بأعمالهم، {وأنهم إليه راجعون}؛ فهذا الذي خفف عليهم العبادات وأوجب لهم التسلي في المصيبات ونفس عنهم الكربات وزجرهم عن فعل السيئات، فهؤلاء لهم النعيمُ المقيمُ في الغرفاتِ العالياتِ، وأما من لم يؤمن بلقاء ربه كانت الصلاة وغيرها من العبادات من أشق شيء عليه.
(46) ﴾ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ ﴿ "Yaitu orang-orang yang meyakini," yakni yang yakin serta percaya, ﴾ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ ﴿ "bahwa mereka akan menemui Rabbnya," lalu Dia akan membalas perbuatan-perbuatan mereka, ﴾ وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ﴿ "dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya." Inilah yang meringankan mereka dalam beribadah, yang mewajibkan bagi mereka untuk berhibur diri dalam segala musibah, berlapang dada dalam segala kesulitan, dan mencegah mereka dari berbuat keburukan. Maka mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kenikmatan yang abadi dalam ruangan-ruangan yang tinggi. Ada-pun orang yang tidak beriman kepada pertemuan dengan Rabbnya, maka shalat dan ibadah-ibadah lainnya adalah suatu hal yang paling sulit bagi mereka.
#
{47} ثم: كرر على بني إسرائيل التذكير بنعمته وعظاً لهم وتحذيراً وحثًّا.
(47) Kemudian Allah mengulangi peringatanNya kepada Bani Israil tentang nikmat-nikmatNya sebagai suatu nasihat, pe-ringatan, dan anjuran bagi mereka.
#
{48} وخوفهم بيوم القيامة الذي: {لا تجزي}؛ فيه أي لا تغني {نفس}؛ ولو كانت من الأنفس الكريمة كالأنبياء والصالحين، {عن نفس}؛ ولو كانت من العشيرة الأقربين، {شيئاً}؛ لا كبيراً ولا صغيراً وإنما ينفع الإنسانَ عملُه الذي قدمه {ولا يقبل منها}؛ أي: النفس، {شفاعة}؛ لأحد بدون إذن الله ورضاه عن المشفوع له، ولا يرضى من العمل إلا ما أُريد به وجهه وكان على السبيل والسنة، {ولا يؤخذ منها عدل}؛ أي فداء ولو أن لكل نفس ظلمت ما في الأرض جميعاً ومثله معه لافتدوا به من عذاب الله ولا يقبل منهم ذلك، {ولا هم ينصرون}؛ أي: يدفع عنهم المكروه، فنفى الانتفاعَ من الخلق بوجه من الوجوه، فقوله: {لا تَجْزِي نفس عن نفس شيئاً} هذا في تحصيل المنافع، {ولا هم ينصرون} هذا في دفع المضار، فهذا النفي للأمر المستقبل به النافع، {ولا يقبل منها شفاعة ولا يؤخذ منها عدل} هذا نفي للنفع الذي يطلب ممن يملكه بعوض، كالعدل أو بغيره كالشفاعة؛ فهذا يوجب للعبد أن ينقطع قلبه من التعلق بالمخلوقين لعلمه أنهم لا يملكون له مثقال ذرة من النفع، وأن يعلقه بالله الذي يجلب المنافع ويدفع المضار فيعبده وحده لا شريك له، ويستعينه على عبادته.
(48) Dan Allah mempertakutkan mereka dengan Hari Kiamat, yang ﴾ لَّا تَجۡزِي ﴿ "tidak dapat membela" pada hari itu, maksud-nya, tidaklah, ﴾ نَفۡسٌ ﴿ "seseorang" bisa menolong walaupun dia ada-lah seorang yang mulia seperti para Nabi dan orang-orang shalih, bagi ﴾ عَن نَّفۡسٖ ﴿ "orang lain" walaupun keluarga paling terdekat seka-lipun, ﴾ شَيۡـٔٗا ﴿ "walau sedikit pun," tidak besar dan tidak pula kecil. Akan tetapi seorang manusia hanya dapat memanfaatkan per-buatan-perbuatan yang telah dia kerjakan, ﴾ وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡهَا ﴿ "dan begitu pula tidak diterima darinya," yaitu dari seseorang, ﴾ شَفَٰعَةٞ ﴿ "syafa'at" bagi seseorang pun tanpa ada izin dari Allah dan keridhaanNya terhadap orang yang diberi syafa'at, dan tidaklah Allah meridhai suatu amal perbuatan kecuali dilakukan karena hanya mengharap ridhaNya dan perbuatan itu sesuai dengan jalan dan sunnah. ﴾ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡهَا عَدۡلٞ ﴿ "Dan tebusan darinya tidak diambil," yakni pembayaran tebusan. Dan kalau setiap diri yang zhalim itu mempunyai segala yang ada di bumi ini dan ditambah yang seperti itu lagi, niscaya mereka tidak akan bisa menebus diri mereka dengannya dari azab Allah. Allah tidaklah menerima itu dari mereka, ﴾ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ ﴿ "dan tidaklah mereka akan ditolong," maksudnya, mereka tidak akan dibela dari ancaman hal-hal yang dibenci, maka Allah menghilangkan segala bentuk bantuan dari makhluk dalam bentuk apa pun. FirmanNya, ﴾ لَّا تَجۡزِي نَفۡسٌ عَن نَّفۡسٖ شَيۡـٔٗا ﴿ "Seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun," adalah dalam mendapatkan manfaat, ﴾ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ ﴿ "dan tidaklah mereka akan ditolong," adalah dalam meng-hilangkan kemudaratan. Maka peniadaan ini adalah untuk perkara masa yang akan datang[6] bagi orang bersangkutan. ﴾ وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡهَا شَفَٰعَةٞ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡهَا عَدۡلٞ ﴿ "Dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya." Ini adalah peniadaan akan manfaat yang diminta kepada orang yang memilikinya dengan suatu kompensasi, seperti dengan tebusan atau selainnya seperti syafa'at. Berdasarkan semua ini wajiblah atas seorang hamba untuk memutuskan ketergan-tungan hatinya kepada makhluk karena mengetahui bahwasanya makhluk itu tidaklah memiliki manfaat walaupun seberat biji dzarrah, dan agar dia hanya menggantungkan dirinya kepada Allah saja dalam mendapatkan manfaat-manfaat dan menolak mudarat-mudarat, sehingga dia menyembahNya semata, yang tidak ada sekutu bagiNya dan memohon pertolongan hanya kepadaNya dalam beribadah kepadaNya.
Ayah: 49 - 57 #
{وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ (49) وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (50) وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ (51) ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (52) وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (53) وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (54) وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (55) ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (56) وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (57)}.
"Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zhalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu lebih baik bagimu di sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.' Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,' karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyu-kur. Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Al-Baqarah: 49-57).
#
{49 ـ 54} هذا: شروع في تعداد نعمه على بني إسرائيل على وجه التفصيل فقال: {وإذ نجيناكم من آل فرعون}؛ أي: من فرعون وملئه وجنوده وكانوا قبل ذلك، {يسومونكم}؛ أي: يولونهم ويستعملونهم {سوء العذاب}؛ أي: أشده بأن كانوا، {يذبحون أبناءكم}؛ خشية نموكم، {ويستحيون نساءكم}؛ أي: فلا يقتلونهن فأنتم بين قتيل ومُذلَّل بالأعمال الشاقة مستحيَى على وجه المنة عليه والاستعلاء عليه فهذا غاية الإهانة، فَمَنَّ الله عليهم بالنجاة التامة، وإغراق عدوهم، وهم ينظرون لتَقَرَّ أعينهم {وفي ذلكم}؛ أي: الإنجاء {بلاء}؛ أي: إحسان {من ربكم عظيم}؛ فهذا مما يوجب عليكم الشكر والقيام بأوامره. ثم ذكر منته عليهم بوعده لموسى أربعين ليلة؛ لينزل عليهم التوراة المتضمنة للنعم العظيمة والمصالح العميمة، ثم إنهم لم يصبروا قبل استكمال الميعاد حتى عبدوا العجل من بعده؛ أي ذهابه {وأنتم ظالمون}؛ عالمون بظلمكم، قد قامت عليكم الحجة، فهو أعظم جرماً، وأكبر إثماً. ثم إنه أمركم بالتوبة على لسان نبيه موسى بأن يقتل بعضكم بعضاً؛ فعفا الله عنكم بسبب ذلك {لعلكم تشكرون}؛ الله.
(49-54) Ini adalah awal dari penyebutan satu persatu nikmat-nikmatNya terhadap Bani Israil dengan suatu perincian. Allah berfirman, ﴾ وَإِذۡ نَجَّيۡنَٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ ﴿ "Dan ingatlah ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir'aun," maksudnya, dari Fir'aun, pe-ngikut-pengikutnya dan bala tentaranya, sedangkan sebelum itu, ﴾ يَسُومُونَكُمۡ ﴿ "mereka menimpakan kepadamu," maksudnya menyiksa Bani Israil dan menimpakan kepada mereka, ﴾ سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ ﴿ "siksaan yang seberat-beratnya," yaitu siksaan paling keras dengan cara ﴾ يُذَبِّحُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ ﴿ "mereka menyembelih anak-anak kamu yang laki-laki," karena khawatir akan kebangkitan kalian, ﴾ وَيَسۡتَحۡيُونَ نِسَآءَكُمۡۚ ﴿ "dan membiarkan hidup anak-anak kamu yang perempuan." Maksudnya mereka tidak membunuhnya, maka kamu sekalian dalam kondisi antara terbu-nuh dan terhina dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat, yaitu dibiarkan hidup karena suatu pemberian dan kesombongannya, dan inilah puncak dari keterhinaan. Akhirnya Allah memberikan karunia kepada mereka dengan keselamatan yang sempurna dan menenggelamkan musuh-musuh mereka sedang mereka melihat hal itu dengan nyata, agar hati mereka tenteram. ﴾ وَفِي ذَٰلِكُم ﴿ "Dan pada yang demikian itu," yaitu pemberian keselamatan, ﴾ بَلَآءٞ ﴿ "ada ujian-ujian," yaitu perbuatan baik ﴾ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ ﴿ "yang besar dari Tuhanmu," di mana hal yang seperti ini mengharuskan kalian untuk bersyukur dan mengerjakan perintah-perintahNya. Kemudian Allah menyebutkan karuniaNya yang lain kepada mereka dengan janjiNya kepada Nabi Musa عليه السلام selama empat puluh hari, untuk menurunkan bagi mereka Taurat yang termasuk suatu karunia yang besar dan kemaslahatan yang menyeluruh. Tapi mereka tidak bersabar sebelum masa janji tersebut selesai, hingga akhirnya mereka menyembah anak hewan setelah itu, yaitu setelah kepergian Nabi Musa, ﴾ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ ﴿ "dan kamu adalah orang-orang yang zhalim," kalian mengetahui kezhaliman kalian, di mana hujjah telah tegak atas kalian, maka itu merupakan kejahatan dan dosa yang paling besar. Lalu Allah memerintahkan kepada kalian untuk bertaubat lewat lisan NabiNya, Musa عليه السلام, yaitu dengan cara sebagian kalian membunuh sebagian lainnya, hingga Allah memaafkan kalian oleh sebab itu, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ﴿ "agar kamu bersyukur" kepada Allah.
#
{55} {وإذ قلتم يا موسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة}؛ وهذا غاية الجرأة على الله وعلى رسوله، {فأخذتكم الصاعقة}؛ إما الموت أو الغشية العظيمة {وأنتم تنظرون}؛ وقوع ذلك كل ينظر إلى صاحبه.
(55) ﴾ وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ ﴿ "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang'." Ini merupakan puncak kelan-cangan terhadap Allah تعالى dan terhadap RasulNya, ﴾ فَأَخَذَتۡكُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ ﴿ "karena itu kamu disambar petir," baik meninggal atau pingsan yang parah, ﴾ وَأَنتُمۡ تَنظُرُونَ ﴿ "sedang kamu menyaksikan" terjadinya hal itu, di mana setiap mereka menyaksikan yang lainnya.
#
{56} {ثم بعثناكم من بعد موتكم لعلكم تشكرون}؛ ثم ذكر نعمته عليهم في التِيه والبرية الخالية من الظلال وسعة الأرزاق فقال:
(56) ﴾ ثُمَّ بَعَثۡنَٰكُم مِّنۢ بَعۡدِ مَوۡتِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ﴿ "Setelah itu Kami bang-kitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur." Kemudian Allah menyebutkan tentang nikmatNya kepada mereka pada padang sahara dan daratan yang kosong di mana mereka tersesat tetapi rizki melimpah seraya berfirman,
#
{57} {وظللنا عليكم الغمام وأنزلنا عليكم المنّ}؛ وهو: اسم جامع لكل رزق [حسن] يحصل بلا تعب، ومنه الزنجبيل والكمأة، والخبز، وغير ذلك، {والسلوى}؛ طائر صغير يقال له: السماني طيب اللحم؛ فكان ينزل عليهم من المنِّ والسلوى ما يكفيهم ويقيتهم {كلوا من طيبات ما رزقناكم}؛ أي: رزقاً لا يحصل نظيره لأهل المدن المترفهين، فلم يشكروا هذه النعمة ، واستمروا على قساوة القلوب وكثرة الذنوب {وما ظلمونا}؛ يعني بتلك الأفعال المخالفة لأوامرنا، لأن الله لا تضره معصية العاصين كما لا تنفعه طاعات الطائعين {ولكن كانوا أنفسهم يظلمون}؛ فيعود ضرره عليهم.
(57) ﴾ وَظَلَّلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡغَمَامَ وَأَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَنَّ ﴿ "Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna," yaitu sebuah kata yang mencakup setiap rizki atau kebaikan yang dihasilkan tanpa keringat, di antaranya, jahe, cendawan dan roti, dan sebagainya, ﴾ وَٱلسَّلۡوَىٰۖ ﴿ "dan salwa," berupa burung kecil yang disebut "as-Samany," suatu nama burung yang dagingnya sangat lezat, dan kepada mereka diturunkan hal-hal tersebut, berupa Manna dan Salwa yang mencukupi kebutuhan mereka dan menjadi makanan pokok mereka. ﴾ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡۚ ﴿ "Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu," yaitu rizki yang tidak ada ban-dingannya bagi penduduk kota yang telah hidup mewah. Namun mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut dan mereka selalu ber-ada dalam kekerasan hati dan kemaksiatan mereka yang banyak, ﴾ وَمَا ظَلَمُونَا ﴿ "dan tidaklah mereka menganiaya Kami," maksudnya tidak-lah mereka menganiaya Kami dengan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang telah Kami perintahkan, karena Allah تعالى tidak-lah mendapatkan mudarat dari kemaksiatan pelaku maksiat seba-gaimana juga tidak bermanfaatnya ketaatan seseorang yang mela-kukan ketaatan kepadaNya, ﴾ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ﴿ "akan tetapi mere-kalah yang menganiaya diri mereka sendiri," maka kemudaratannya kembali kepada mereka sendiri.
Ayah: 58 - 59 #
{وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ (58) فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (59)}.
"Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman, 'Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana saja kamu suka, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Bebaskanlah kami dari dosa,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.' Lalu orang-orang yang zhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu hukuman dari langit, karena mereka berbuat fasik." (Al-Baqa-rah: 58-59).
#
{58} وهذا أيضاً من نعمته عليهم بعد معصيتهم إياه، فأمرهم بدخول قرية تكون لهم عزًّا ووطناً ومسكناً، ويحصل لهم فيها الرزقُ الرغدُ، وأن يكون دخولهم على وجه خاضعين لله فيه بالفعل، وهو دخول الباب سجداً، أي: خاضعين ذليلين، وبالقول وهو أن يقولوا: {حطة}؛ أي: أن يحط عنهم خطاياهم بسؤالهم إياه مغفرته، {نغفر لكم خطاياكم}؛ بسؤالكم المغفرة {وسنزيد المحسنين}؛ بأعمالهم أي: جزاء عاجلاً وآجلاً.
(58) Ini juga termasuk di antara nikmat Allah terhadap mereka setelah kemaksiatan mereka kepadaNya, lalu Allah meme-rintahkan kepada mereka untuk memasuki suatu kampung yang menjadi sebuah negeri dan tempat menetap, serta kemuliaan bagi mereka (kala itu), dan mereka akan memperoleh rizki yang melim-pah, dan agar jalan mereka memasukinya harus dengan rasa tunduk patuh kepada Allah dengan perbuatan, yaitu memasuki pintu ger-bang sambil bersujud, artinya tunduk dan patuh, dan juga dengan perkataan yaitu agar mereka berkata, ﴾ حِطَّةٞ ﴿ "Bebaskanlah kami dari dosa," yakni menghapus dosa dan kesalahan mereka dengan per-mohonan mereka atas ampunanNya kepadaNya, ﴾ نَّغۡفِرۡ لَكُمۡ خَطَٰيَٰكُمۡۚ ﴿ "niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu" dengan adanya permo-honan kalian atas ampunanNya, ﴾ وَسَنَزِيدُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ﴿ "dan kelak Kami akan menambah pemberian Kami kepada orang-orang yang berbuat baik," dengan perbuatan-perbuatan mereka, yaitu balasan yang segera maupun yang tertunda.
#
{59} {فبدل الذين ظلموا}؛ منهم، ولم يقل فبدلوا؛ لأنهم لم يكونوا كلهم بدلوا {قولاً غير الذي قيل لهم}؛ فقالوا: بدل حطة، حبة في حنطة، استهانة بأمر الله، واستهزاء وإذا بدلوا القول مع خفته فتبديلهم للفعل من باب أولى وأحرى، ولهذا دخلوا يزحفون على أدبارهم، ولما كان هذا الطغيان أكبر سببٍ لوقوع عقوبة الله بهم قال: {فأنزلنا على الذين ظلموا}؛ منهم {رجزاً}؛ أي: عذاباً {من السماء}؛ بسبب فسقهم وبغيهم.
(59) ﴾ فَبَدَّلَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ ﴿ "Lalu orang-orang yang zhalim meng-ganti," yakni yang zhalim di antara mereka. Allah tidak berkata lalu mereka mengganti, karena tidak semua dari mereka itu mengganti ﴾ قَوۡلًا غَيۡرَ ٱلَّذِي قِيلَ لَهُمۡ ﴿ "perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperin-tahkan kepada mereka," dan mereka berkata, gantikanlah kata حِطَّةٌ (bebaskanlah kami dari dosa) dengan kata حِنْطَةٌ (yang berarti se-buah biji dari gandum) dengan maksud penghinaan atas perintah Allah dan olok-olokan. Ketika mereka mengganti perkataan itu padahal sangatlah ringan, maka penggantian mereka terhadap perbuatan adalah lebih patut dan utama. Oleh karena itu mereka memasukinya dengan merangkak dengan pantat mereka, dan ketika kezhaliman ini merupakan penyebab terbesar akan azab Allah terhadap mereka, Allah berfirman, ﴾ فَأَنزَلۡنَا عَلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ ﴿ "Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu," di antara mereka ﴾ رِجۡزٗا ﴿ "hukuman," yaitu azab ﴾ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ ﴿ "dari langit," disebabkan karena kefasikan dan kezhaliman mereka.
Ayah: 60 #
{وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (60)}.
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rizki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (Al-Baqa-rah: 60).
#
{60} {استسقى}؛ أي: طلب لهم ماء يشربون منه {فقلنا اضرب بعصاك الحجر}؛ إما حجر مخصوص معلوم عنده، وإما اسم جنس؛ {فانفجرت منه اثنتا عشرة عيناً}؛ وقبائل بني إسرائيل اثنتا عشرة قبيلة، {قد علم كل أناس}؛ منهم {مشربهم}؛ أي: محلهم الذي يشربون عليه من هذه الأعين، فلا يزاحم بعضهم بعضاً بل يشربونه متهنئين لا متكدرين، ولهذا قال: {كلوا واشربوا من رزق الله}؛ أي: الذي آتاكم من غير سعي ولا تعب {ولا تعثوا في الأرض}؛ أي: تخربوا على وجه الإفساد.
(60) ﴾ ٱسۡتَسۡقَىٰ ﴿ "Memohon air," yakni meminta air buat mereka untuk mereka minum, ﴾ فَقُلۡنَا ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡحَجَرَۖ ﴿ "lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu'," baik sebuah batu yang khusus yang hanya diketahui oleh Allah atau sebuah nama jenis (yang berarti batu apa saja), ﴾ فَٱنفَجَرَتۡ مِنۡهُ ٱثۡنَتَا عَشۡرَةَ عَيۡنٗاۖ ﴿ "lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air," dan suku dari Bani Israil ada dua belas suku, ﴾ قَدۡ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٖ ﴿ "sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui" di antara mereka, ﴾ مَّشۡرَبَهُمۡۖ ﴿ "tempat minumnya (masing-masing)," yaitu tempat mereka yang menjadi tempat minum mereka dari mata air tersebut, sehingga sebagian mereka tidak (perlu) mendesak seba-gian lainnya, akan tetapi agar mereka minum dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Oleh karena itu Allah berfirman,﴾ كُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ مِن رِّزۡقِ ٱللَّهِ ﴿ "Makan dan minumlah rizki (yang diberikan) Allah," yaitu yang telah dihadirkan buat kalian tanpa usaha dan keringat, ﴾ وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ ﴿ "dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi," maksudnya, merubuhkan dengan tujuan merusak.
Ayah: 61 #
{وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (61)}.
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluar-kan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, berupa sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata, 'Apakah kamu meminta yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditim-pakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka men-dapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa hak (alasan yang benar). Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas." (Al-Baqarah: 61).
#
{61} أي: واذكروا {إذ قلتم} لموسى على وجه التملل لنعم الله، والاحتقار لها {لن نصبر على طعام واحد}؛ أي: جنس من الطعام وإن كان كما تقدم أنواعاً لكنها لا تتغير {فادع لنا ربك يخرج لنا مما تنبت الأرض من بقلها}؛ أي: نباتها الذي ليس بشجر يقوم على ساقه {وقثائها}؛ وهو الخيار {وفومها}؛ أي: ثومها والعدس والبصل معروف، قال لهم موسى: {أتستبدلون الذي هو أدنى}؛ وهو الأطعمة المذكورة {بالذي هو خير}؛ وهو المن والسلوى، فهذا غير لائق بكم، فإن هذه الأطعمة التي طلبتم، أي مِصْرٍ هبطتموه وجدتموها، وأما طعامكم الذي منَّ الله به عليكم فهو خير الأطعمة وأشرفها فكيف تطلبون به بدلاً؟ ولما كان الذي جرى منهم فيه أكبر دليل على قلة صبرهم، واحتقارهم لأوامر الله ونعمه جازاهم من جنس عملهم فقال: {وضربت عليهم الذلة}؛ التي تُشاهدَ على ظاهر أبدانهم {والمسكنة}؛ بقلوبهم فلم تكن أنفسهم عزيزة، ولا لهم همم عالية بل أنفسهم أنفس مهينة، وهممهم أردأ الهمم {وباؤوا بغضب من الله}؛ أي: لم تكن غنيمتهم التي رجعوا بها، وفازوا إلا أن رجعوا بسخطه عليهم؛ فبئس الغنيمة غنيمتهم، وبئس الحالة حالتهم {ذلك}؛ الذي استحقوا به غضبه {بأنهم كانوا يكفرون بآيات الله}؛ الدالات على الحق الموضحة لهم، فلما كفروا بها عاقبهم بغضبه عليهم وبما كانوا {يقتلون النبيين بغير الحق}؛ وقوله: {بغير الحق} زيادة شناعة، وإلا فمن المعلوم أن قتل النبيين لا يكون بحق، لكن لئلا يظن جهلهم وعدم علمهم {ذلك بما عصوا}؛ بأن ارتكبوا معاصي الله {وكانوا يعتدون}؛ على عباد الله؛ فإن المعاصي يجر بعضها بعضاً، فالغفلة ينشأ عنها الذنب الصغير، ثم ينشأ عنه الذنب الكبير، ثم ينشأ عنها أنواع البدع والكفر وغير ذلك، فنسأل الله العافية من كل بلاء. واعلم أن الخطاب في هذه الآيات لأمة بني إسرائيل الذين كانوا موجودين وقت نزول القرآن، وهذه الأفعال المذكورة خوطبوا بها وهي فعل أسلافهم، ونسبت لهم لفوائد عديدة. منها: أنهم كانوا يتمدحون، ويزكون أنفسهم، ويزعمون فضلهم على محمد ومن آمن به؛ فبين الله من أحوال سلفهم التي قد تقررت عندهم ما يبين به لكل واحد منهم أنهم ليسوا من أهل الصبر، ومكارم الأخلاق، ومعالي الأعمال، فإذا كانت هذه حالة سلفهم ـ مع أن المظنة أنهم أولى وأرفع حالة ممن بعدهم ـ فكيف الظن بالمخاطبين! ومنها: أن نعمة الله على المتقدمين منهم نعمة واصلة إلى المتأخرين، والنعمة على الآباء نعمة على الأبناء، فخوطبوا بها، لأنها نعم تشملهم وتعمهم. ومنها: أن الخطاب لهم بأفعال غيرهم مما يدل على أن الأمة المجتمعة على دين تتكافل وتتساعد على مصالحها، حتى كأنَّ متقدمهم ومتأخرهم في وقت واحد، وكأن الحادثَ من بعضهم حادثٌ من الجميع؛ لأن ما يعمله بعضهم من الخير يعود بمصلحة الجميع، وما يعمله من الشر يعود بضرر الجميع. ومنها: أن أفعالهم أكثرها لم ينكروها، والراضي بالمعصية شريك للعاصي، إلى غير ذلك من الحكم التي لا يعلمها إلا الله.
(61) Maksudnya, dan ingatlah kalian (wahai Bani Israil), ﴾ إِذۡ قُلۡتُمۡ ﴿ "ketika kamu berkata" kepada Nabi Musa عليه السلام tentang pera-saan bosan mereka terhadap nikmat-nikmat Allah dan penghinaan mereka terhadapnya, ﴾ لَن نَّصۡبِرَ عَلَىٰ طَعَامٖ وَٰحِدٖ ﴿ "Kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja," maksudnya satu jenis makanan saja walaupun sebenarnya seperti yang telah lewat bahwa maka-nannya bermacam-macam namun tidak berubah, ﴾ فَٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُخۡرِجۡ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ مِنۢ بَقۡلِهَا ﴿ "sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan-mu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, berupa sayur-mayurnya," maksudnya tumbuh-tumbuhannya yang bukan pepohonan yang tegak di atas kakinya, ﴾ وَقِثَّآئِهَا ﴿ "ketimun-nya," yaitu buah mentimun, ﴾ وَفُومِهَا ﴿ "dan bawangnya," yaitu bawang, baik putih maupun merah yang telah diketahui. Maka Musa ber-kata kepada mereka, ﴾ أَتَسۡتَبۡدِلُونَ ٱلَّذِي هُوَ أَدۡنَىٰ ﴿ "Apakah kamu meminta yang rendah," yaitu makanan yang disebutkan, ﴾ بِٱلَّذِي هُوَ خَيۡرٌۚ ﴿ "sebagai pengganti yang lebih baik?" Yaitu Manna dan Salwa? Karena yang ini tidaklah cocok dengan kalian, makanan yang kalian minta itu terdapat pada suatu kota yang kalian temui dan kalian dapatkan, adapun makanan yang telah Allah anugerahkan kepada kalian merupakan sebaik-baik makanan dan semulia-mulianya, maka bagaimana kalian bisa meminta penggantinya? Dan ketika apa yang terjadi pada mereka itu adalah sebuah isyarat terbesar tentang sedikitnya kesabaran mereka dan penghi-naan mereka terhadap perintah-perintah Allah dan nikmat-nikmat-Nya, maka Allah membalas mereka sesuai dengan perbuatan me-reka seraya berfirman, ﴾ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ ﴿ "Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista," yang terlihat pada tubuh-tubuh mereka, ﴾ وَٱلۡمَسۡكَنَةُ ﴿ "dan kehinaan" pada hati mereka, hingga diri mereka tidak lagi mulia dan tidak pula memiliki cita-cita yang tinggi, akan tetapi jiwa mereka adalah jiwa yang terhina dan cita-cita mereka adalah cita-cita yang paling buruk, ﴾ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِۚ ﴿ "serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah," maksudnya, bukan hasil baik dan kemenangan yang mereka bawa pulang, tetapi mereka pulang dengan menda-patkan kemurkaan Allah atas mereka, maka sangat jeleklah hasil mereka itu, dan sangat jeleklah kondisi mereka itu. ﴾ ذَٰلِكَ ﴿ "Hal itu terjadi," maksudnya, yang membuat murka Allah atas mereka, adalah ﴾ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ﴿ "karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah" yang menunjukkan kepada kebenaran dan yang men-jelaskannya kepada mereka, dan ketika mereka mengingkarinya, maka Allah menghukum mereka dengan kemurkaanNya atas mereka, dan juga disebabkan karena mereka ﴾ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ ﴿ "membunuh para Nabi tanpa hak (alasan yang benar)." FirmanNya, ﴾ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ ﴿ "tanpa hak (alasan yang benar)" merupakan tambahan cela-an, dan bila tidak demikian pun, maka sudah dimaklumi bahwa membunuh para Nabi tidak akan terjadi dengan suatu kebenaran, akan tetapi hal itu agar kebodohan dan ketidaktahuan mereka tidak menduga-duga. ﴾ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ ﴿ "Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka," dengan berbuat kemaksiatan kepada Allah, ﴾ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ﴿ "dan mereka melampaui batas" terhadap hamba-hamba Allah, karena kemaksiatan itu sebagiannya akan menarik sebagian yang lain, kelalaian dapat menimbulkan dosa kecil kemu-dian tumbuh darinya dosa yang besar kemudian tumbuh lagi dari-nya berbagai macam bid'ah, kekufuran, dan lain-lainnya. Maka kita memohon kepada Allah keselamatan dari setiap malapetaka. Ketahuilah, bahwasanya titah dalam ayat-ayat ini ditujukan kepada umat Bani Israil yang ada saat turunnya al-Qur`an, dan perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas juga dijelaskan kepada mereka karena ia adalah perbuatan-perbuatan para pendahulu mereka, dan disandarkan kepada mereka juga, untuk faidah dan manfaatnya yang beragam. Di antaranya: Bahwasanya mereka meminta untuk dipuji dan disucikan serta mengira bahwa mereka lebih utama atas Nabi Muhammad ﷺ dan orang-orang yang beriman kepada beliau ﷺ, kemudian Allah menjelaskan kepada mereka tentang kondisi para pendahulu mereka yang telah jelas bagi mereka untuk menjelaskan kepada setiap orang dari mereka bahwasanya mereka itu bukan orang-orang yang sabar, tidak berakhlak mulia, dan tidak beramal shalih, maka apabila para pendahulu mereka saja kondisinya se-perti itu -padahal kesan yang ada bahwa para pendahulu itu lebih utama dan lebih mulia kondisinya daripada orang-orang yang se-telah mereka- lalu bagaimanakah persepsi untuk Bani Israil yang mana pesan ayat ini dialamatkan kepada mereka (sejak ayat ini turun hingga sekarang)? Di antara faidahnya, bahwasanya nikmat Allah atas orang-orang terdahulu di antara mereka adalah nikmat yang berkesinam-bungan hingga generasi yang datang kemudian, nikmat atas para orang tua adalah nikmat atas anak-anak, maka pesan ayat ini di-arahkan kepada mereka (yang hidup di zaman Nabi hingga seka-rang), karena hal itu adalah nikmat-nikmat yang mencakup dan meliputi mereka juga. Di antaranya adalah, bahwasanya pesan ini untuk mereka dengan perbuatan-perbuatan selain mereka, di mana hal ini me-nunjukkan bahwa suatu umat yang berkumpul dalam suatu agama akan saling menanggung dan saling membantu dalam kemaslahat-an mereka semua, hingga seolah-olah para pendahulu mereka dan orang-orang yang datang belakangan berada dalam satu waktu, dan seolah-olah kejadian dari sebagian mereka itu adalah kejadian dari semuanya; karena kebaikan yang dilakukan oleh sebagian mereka akan kembali dengan semua kemaslahatan dan kejahatan yang dilakukan oleh sebagian mereka akan kembali dengan semua kemudaratannya. Dan di antaranya adalah, bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka kebanyakan tidak mereka ingkari, maka orang yang ridha terhadap suatu kemaksiatan adalah penolong bagi pelaku kemak-siatan itu, dan lain sebagainya dari hikmah-hikmah yang tidak kita ketahui, kecuali Allah saja (yang mengetahuinya).
Kemudian Allah تعالى berfirman sebagai pemutus perkara antara kelompok-kelompok yang telah diberi kitab suci,
Ayah: 62 #
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62)}.
"Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi`in; siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta beramal shalih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Al-Baqarah: 62).
#
{62} وهذا الحكم على أهل الكتاب خاصة، لأن الصابئين الصحيح: أنهم من جملة فرق النصارى، فأخبر الله أن المؤمنين من هذه الأمة واليهود والنصارى والصابئين من آمن بالله [منهم] واليوم الآخر وصدقوا رسلهم، فإن لهم الأجر العظيم، والأمن، ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون، وأما من كفر منهم بالله ورسله واليوم الآخر، فهو بضد هذه الحال؛ فعليه الخوف والحزن. والصحيح: أن هذا الحكم بين هذه الطوائف من حيث هم لا بالنسبة إلى الإيمان بمحمد، فإن هذا إخبار عنهم قبل بعثة محمد، وإن هذا مضمون أحوالهم، وهذه طريقة القرآن إذا وقع في بعض النفوس ـ عند سياق الآيات ـ بعض الأوهام، فلا بد أن تجد ما يزيل ذلك الوهم؛ لأنه تنزيل من يعلم الأشياء قبل وجودها، ومن رحمته وسعت كل شيء، وذلك ـ والله أعلم ـ أنه لما ذكر بني إسرائيل وذمهم وذكر معاصيَهم وقبائحهم ربما وقع في بعض النفوس أنهم كلهم يشملهم الذم، فأراد الباري تعالى أن يبين من لا يلحقه الذم منهم بوصفه، ولما كان أيضاً ذكر بني إسرائيل خاصة يوهم الاختصاص بهم، ذكر تعالى حكماً عامًّا يشمل الطوائف كلها؛ ليتضح الحق ويزول التوهم والإشكال، فسبحان من أودع في كتابه ما يبهر عقول العالمين.
(62) Hukum ini khusus untuk ahli kitab, karena pada haki-katnya orang-orang shabi`in yang sebenarnya termasuk dari kelom-pok-kelompok Nasrani. Allah mengabarkan bahwasanya kaum Mukminin dari umat ini, Yahudi, Nasrani dan orang-orang shabi`in yang beriman kepada Allah di antara mereka, juga kepada Hari Akhir, dan mempercayai Rasul-rasul mereka; maka bagi mereka ganjaran yang besar, rasa aman dan tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Adapun orang yang kafir di antara mereka kepada Allah, Rasul-rasulNya dan Hari Akhir, tentu berbeda dengan kondisi yang pertama, maka dia di-timpa rasa kekhawatiran dan kesedihan. Yang benar adalah bahwasanya hukum ini adalah antara kelompok-kelompok tersebut menurut latar belakang mereka, dan bukan menurut keimanan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ini adalah kabar tentang mereka sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, dan ini adalah kandungan dari kondisi mereka, dan inilah metode al-Qur`an apabila terjadi pada beberapa orang -menurut konteks ayat- beberapa kesamaran, maka sudah seharusnya ada hal yang mampu menghilangkan kesamaran tersebut darinya, karena al-Qur`an itu diturunkan oleh Tuhan Yang mengetahui sesuatu sebelum terjadi, dan rahmatNya mencakup segala sesuatu, hal itu -Allah lebih mengetahui- bahwasanya ketika Allah menyebutkan Bani Israil lalu mencela mereka, dan Dia mengungkapkan kemak-siatan-kemaksiatan dan kejahatan-kejahatan mereka akan terjadi kesamaran pada jiwa beberapa orang yang semuanya termasuk dalam celaan tersebut, maka Allah sang Pencipta menghendaki untuk menjelaskan orang-orang yang tidak termasuk dalam celaan tersebut di antara mereka dengan menyebutkan sifatnya, dan juga ketika Allah menyebutkan Bani Israil secara khusus, maka hal itu membuat kesamaran akan kekhususan mereka, lalu Allah menye-butkan suatu hukum yang bersifat umum yang mencakup seluruh kelompok-kelompok, agar jelaslah kebenaran itu dan hilanglah kesamaran dan kemusykilan tersebut. Mahasuci Allah yang mene-tapkan dalam kitabNya hal-hal yang membuat akal-akal makhluk terpana.
Kemudian Allah تعالى menyebutkan kembali hinaan terhadap Bani Israil karena apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka,
Ayah: 63 - 64 #
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (63) ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (64)}
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji darimu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami ber-firman), 'Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertak-wa.' Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atasmu, nis-caya kamu tergolong orang-orang yang rugi." (Al-Baqarah: 63-64).
#
{63} أي: واذكروا، {إذ أخذنا ميثاقكم}؛ وهو العهد الثقيل المؤكد بالتخويف لهم برفع الطور فوقهم وقيل لهم، {خذوا ما آتيناكم}؛ من التوراة {بقوة}؛ أي بجد واجتهاد، وصبر على أوامر الله {واذكروا ما فيه}؛ أي: ما في كتابكم بأن تتلوه وتتعلموه {لعلكم تتقون}؛ عذاب الله وسخطه، أو لتكونوا من أهل التقوى.
(63) Maksudnya, dan ingatlah kalian, ﴾ وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ ﴿ "ketika Kami mengambil janji darimu," yakni janji yang kuat lagi kokoh de-ngan menakut-nakuti mereka dengan mengangkat gunung di atas mereka, dan dikatakan kepada mereka, ﴾ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم ﴿ "peganglah apa yang Kami berikan kepadamu" dari Taurat ﴾ بِقُوَّةٖ ﴿ "dengan teguh," yaitu dengan semangat dan usaha yang kuat serta kesabaran atas perintah-perintah Allah, ﴾ وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ ﴿ "dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya," yaitu apa yang ada di dalam kitab suci kalian de-ngan cara membaca dan mempelajarinya, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "agar kamu bertakwa" pada azab Allah dan murkaNya atau agar kalian menjadi golongan orang-orang yang bertakwa.
#
{64} فبعد هذا التأكيد البليغ {توليتم}؛ وأعرضتم وكان ذلك موجباً لأن يحل بكم أعظم العقوبات ولكن {لولا فضل الله عليكم ورحمته لكنتم من الخاسرين}.
(64) Dan setelah penegasan yang kuat ini, ﴾ تَوَلَّيۡتُم ﴿ "kemudian kamu berpaling" dan kalian meninggalkan hal itu, padahal ia meng-akibatkan kalian tertimpa hukuman yang paling berat, akan tetapi ﴾ فَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَكُنتُم مِّنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ﴿ "kalau tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi."
Ayah: 65 - 66 #
{وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (65) فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ (66)}.
"Dan sungguh telah kamu ketahui orang-orang yang melang-gar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, 'Jadilah kamu kera yang hina.' Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah: 65-66).
#
{65} أي: ولقد تقرر عندكم حالةُ، {الذين اعتدوا منكم في السبت}؛ وهم الذين ذكر الله قصتهم مبسوطة في سورة الأعراف في قوله: {واسألهم عن القرية التي كانت حاضرة البحر إذ يعدون في السبت ... } الآيات؛ فأوجب لهم هذا الذنب العظيم أن غضب الله عليهم، وجعلهم {قردة خاسئين}؛ حقيرين ذليلين، وجعل الله هذه العقوبة:
(65) Maksudnya, sungguh telah jelas bagi kalian sebuah kondisi, ﴾ ٱلَّذِينَ ٱعۡتَدَوۡاْ مِنكُمۡ فِي ٱلسَّبۡتِ ﴿ "orang-orang yang melanggar di antara-mu pada hari Sabtu," dan mereka itulah yang disebutkan oleh Allah tentang kisah mereka secara terbuka dalam surat al-A'raf dalam FirmanNya, ﴾ وَسۡـَٔلۡهُمۡ عَنِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلَّتِي كَانَتۡ حَاضِرَةَ ٱلۡبَحۡرِ إِذۡ يَعۡدُونَ فِي ٱلسَّبۡتِ ﴿ "Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu." (Al-A'raf: 163). Lalu dosa besar itu berkonsekuensi mendatangkan murka Allah atas mereka dan Allah menjadikan mereka, ﴾ قِرَدَةً خَٰسِـِٔينَ ﴿ "kera yang hina" dina dan tercela, dan Allah menjadikan hukuman ini,
#
{66} {نكالاً لما بين يديها}؛ أي: لمن حضرها من الأمم، وبلغه خبرها ممن هو في وقتهم {وما خلفها}؛ أي: من بعدها فتقوم على العباد حجة الله، وليرتدعوا عن معاصيه، ولكنها لا تكون موعظة نافعة إلا للمتقين، وأما من عداهم فلا ينتفعون بالآيات.
(66) ﴾ نَكَٰلٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهَا ﴿ "peringatan bagi orang-orang di masa itu," yaitu bagi orang yang ada di antara umat-umat itu, dan sampai kabar tentang mereka kepadanya di antara orang yang ada pada masa itu, ﴾ وَمَا خَلۡفَهَا ﴿ "dan bagi mereka yang datang kemudian," mak-sudnya, orang yang setelahnya, hingga tegaklah hujjah Allah atas hamba-hambaNya, dan agar mereka menghindari kemaksiatan kepadaNya, akan tetapi hal ini bukanlah merupakan suatu nasihat yang berguna kecuali bagi orang-orang yang bertakwa. Adapun orang-orang yang selain mereka, maka mereka tidak mengambil manfaat dari ayat-ayat tersebut.
Ayah: 67 - 74 #
{وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (67) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ (68) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ (69) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (70) قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ (71) وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73) ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (74)}.
"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.' Mereka berkata, 'Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?' Musa menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.' Mereka menjawab, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.' Musa menjawab, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.' Mereka berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.' Musa menjawab, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenang-kan orang-orang yang memandangnya.' Mereka berkata, 'Mohon-kanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).' Musa berkata, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.' Mereka berkata, 'Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.' Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksana-kan perintah itu. Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman, 'Pukullah mayat itu dengan sebagian ang-gota sapi betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti. Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, atau lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan." (Al-Baqarah: 67-74).
#
{67} أي: واذكروا ما جرى لكم مع موسى حين قتلتم قتيلاً؛ فادّارَأْتم فيه، أي: تدافعتم واختلفتم في قاتله حتى تفاقم الأمر بينكم، وكاد ـ لولا تبيين الله لكم ـ يحدث بينكم شر كبير، فقال لكم موسى في تبيين القاتل: اذبحوا بقرة، وكان من الواجب المبادرة إلى امتثال أمره وعدم الاعتراض عليه، ولكنهم أبوا إلا الاعتراض فقالوا: {أتتخذنا هزواً}؛ فقال نبي الله: {أعوذ بالله أن أكون من الجاهلين}؛ فإن الجاهل هو الذي يتكلم بالكلام الذي لا فائدة فيه وهو الذي يستهزئ بالناس، وأما العاقل فيرى أن من أكبر العيوب المزرية بالدين والعقل استهزاءه بمن هو آدمي مثله. وإن كان قد فضل عليه فتفضيله يقتضي منه الشكر لربه والرحمة لعباده: فلما قال لهم موسى ذلك علموا أن ذلك صدق، فقالوا:
(67) Maksudnya, dan ingatlah kalian apa yang terjadi pada kalian bersama Musa عليه السلام ketika kalian membunuh seseorang lalu kalian saling tuduh menuduh tentang itu, maksudnya, kalian saling mengingkari dan saling berselisih tentang pembunuhnya hingga perkara itu menjadi rumit di antara kalian, dan hampir saja -sekiranya Allah tidak menjelaskannya untuk kalian- terjadi suatu keburukan yang dahsyat di antara kalian. Lalu Nabi Musa عليه السلام ber-kata kepada kalian untuk mengungkap pelaku pembunuhannya, "Kalian sembelihlah seekor sapi," dan yang wajib adalah bersegera dalam menaati perintahnya tanpa ada sanggahan atasnya. Akan tetapi mereka enggan melakukannya kecuali dengan memberikan sanggahan seraya mereka berkata, ﴾ أَتَتَّخِذُنَا هُزُوٗاۖ ﴿ "Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Nabi Allah Musa menjawab, ﴾ أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنۡ أَكُونَ مِنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ ﴿ "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil," karena orang yang jahil itu ada-lah orang yang berbicara dengan perkataan yang tidak ada guna-nya dan orang bodoh seperti itulah yang mengejek orang. Adapun orang yang berakal, maka pastilah dia akan meya-kini bahwa sebesar-besarnya aib yang mengurangi derajat agama dan akal, adalah olok-olokannya terhadap orang yang mana dia adalah sama manusianya seperti dirinya, walaupun (memang) dia lebih utama daripada orang yang dihinanya, karena keutamaan itu menuntutnya bersyukur kepada Allah dan berlaku kasih sayang terhadap sesama makhluk. Dan ketika Nabi Musa عليه السلام mengata-kan hal itu kepada mereka, maka mereka mengetahui bahwa itu benar, lalu mereka berkata,
#
{68} {ادع لنا ربك يبين لنا ما هي}؛ أي ما سنُّها {قال إنه يقول إنها بقرة لا فارض}؛ أي: كبيرة، {ولا بكر}؛ أي: صغيرة، {عوان بين ذلك فافعلوا ما تؤمرون}؛ واتركوا التشديد والتعنت.
(68) ﴾ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَۚ ﴿ "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu?" Yakni, berapa umurnya? ﴾ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ لَّا فَارِضٞ ﴿ "Musa menjawab, 'Sesung-guhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua'," yakni tidak terlalu dewasa, besar, ﴾ وَلَا بِكۡرٌ عَوَانُۢ ﴿ "dan tidak muda," yakni, bukan yang masih kecil, ﴾ عَوَانُۢ بَيۡنَ ذَٰلِكَۖ فَٱفۡعَلُواْ مَا تُؤۡمَرُونَ ﴿ "pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepa-damu," dan tinggalkanlah bersikap keras dan berlebih-lebihan.
#
{69} {قالوا ادع لنا ربك يبين لنا ما لونها قال إنه يقول إنها بقرة صفراء فاقع لونها}؛ أي: شديد، {تسر الناظرين}؛ من حسنها.
(69) ﴾ قَالُواْ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوۡنُهَاۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ صَفۡرَآءُ فَاقِعٞ لَّوۡنُهَا ﴿ "Mereka berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.' Musa menjawab, 'Sesungguh-nya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya'." yakni yang sangat, ﴾ تَسُرُّ ٱلنَّٰظِرِينَ ﴿ "lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya," karena bagusnya.
#
{70} {قالوا ادع لنا ربك يبين لنا ما هي إن البقر تشابه علينا}؛ فلم نهتد إلى ما تريد، {وإنا إن شاء الله لمهتدون}.
(70) ﴾ قَالُواْ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ ٱلۡبَقَرَ تَشَٰبَهَ عَلَيۡنَا ﴿ "Mereka berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sapi itu (masih) samar bagi kami'." Artinya, kami belum paham apa yang kamu inginkan, ﴾ وَإِنَّآ إِن شَآءَ ٱللَّهُ لَمُهۡتَدُونَ ﴿ "dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."
#
{71} {قال إنه يقول إنها بقرة لا ذلول}؛ أي: مذللة بالعمل {تثير الأرض}؛ بالحراثة {ولا تسقي الحرث}؛ أي: ليست بسانية، {مسلمة}؛ من العيوب أو من العمل {لا شية فيها}؛ أي: لا لون فيها غير لونها الموصوف المتقدم، {قالوا الآن جئت بالحق}؛ أي: بالبيان الواضح، وهذا من جهلهم، وإلا فقد جاءهم بالحق أول مرة، فلو أنهم اعترضوا أيَّ بقرة لحصل المقصود، ولكنهم شددوا بكثرة الأسئلة؛ فشدد الله عليهم، ولو لم يقولوا إن شاء الله لم يهتدوا أيضاً إليها، {فذبحوها}؛ أي: البقرة التي وصفت بتلك الصفات، {وما كادوا يفعلون}؛ بسبب التعنت الذي جرى منهم.
(71) ﴾ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ لَّا ذَلُولٞ ﴿ "Musa berkata, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai'." Yakni belum pernah dimanfaatkan untuk bekerja, baik ﴾ تُثِيرُ ٱلۡأَرۡضَ ﴿ "membajak tanah" dengan bercocok tanam, ﴾ وَلَا تَسۡقِي ٱلۡحَرۡثَ ﴿ "dan tidak pula untuk mengairi tanaman," yakni, bukan dari hewan untuk bekerja, ﴾ مُسَلَّمَةٞ ﴿ "tidak bercacat" dari aib atau dari bekerja, dan ﴾ لَّا شِيَةَ فِيهَاۚ ﴿ "tidak ada belangnya," yakni tidak ada warna padanya selain warna yang telah disebutkan sebelumnya. ﴾ قَالُواْ ٱلۡـَٰٔنَ جِئۡتَ بِٱلۡحَقِّۚ ﴿ "Mereka berkata, 'Sekarang barulah kamu me-nerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya'." Yakni dengan penje-lasan yang sempurna, dan ini merupakan kejahilan mereka, kalau tidak demikian, niscaya dia telah membawakan mereka suatu ke-benaran sejak semula. Sekiranya mereka tidak menyanggah sapi yang mana niscaya terlaksanalah yang dimaksud dengan sapi apa saja, akan tetapi mereka ngeyel dengan memperbanyak pertanyaan, maka Allah memperlakukan mereka juga dengan keras, dan sekiranya mereka tidak mengatakan insya Allah, niscaya mereka pun tidak akan di-bimbing untuk mendapatkannya. ﴾ فَذَبَحُوهَا ﴿ "Kemudian mereka me-nyembelihnya," yaitu sapi yang telah dijelaskan dengan sifat-sifat tersebut, ﴾ وَمَا كَادُواْ يَفۡعَلُونَ ﴿ "dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu" disebabkan sikap keras kepala yang terjadi dari mereka.
#
{72 ـ 73} فلما ذبحوها قلنا لهم اضربوا القتيل ببعضها، أي: بعضو منها إما بعضو معين أو أي عضو منها فليس في تعيينه فائدة؛ فضربوه ببعضها؛ فأحياه الله، وأخرج ما كانوا يكتمون؛ فأخبر بقاتله، وكان في إحيائه ـ وهم يشاهدون ـ ما يدل على إحياء الله الموتى، لعلكم تعقلون؛ فتنزجرون عن ما يضركم.
(72-73) Dan ketika mereka menyembelihnya, Kami ber-kata kepada mereka; pukullah yang terbunuh itu dengan sebagian dari sembelihan tersebut, maksudnya dengan salah satu organ tubuhnya, organ tertentu ataupun organ mana saja darinya, karena dalam penentuannya juga tidak ada gunanya. Lalu mereka memu-kulnya dengan sebagiannya kemudian Allah menghidupkannya kembali, dan mengemukakan apa yang mereka sembunyikan, lalu Allah mengabarkan tentang pelaku pembunuhan, dan dalam tindakan Allah menghidupkannya -sedang mereka menyaksikan- adalah suatu dalil bahwa Allah itu menghidupkan yang mati agar kalian berpikir hingga kalian menghindari segala yang memuda-ratkan diri kalian.
#
{74} {ثم قست قلوبكم}؛ أي: اشتدت وغلظت فلم تؤثر فيها الموعظة {من بعد ذلك}؛ أي: من بعد ما أنعم الله عليكم بالنعم العظيمة وأراكم الآيات، ولم يكن ينبغي أن تقسو قلوبكم لأن ما شاهدتم مما يوجب رقة القلب وانقياده، ثم وصف قسوتها بأنها {كالحجارة} التي هي أشد قسوة من الحديد، لأن الحديد؛ والرصاص إذا أذيب في النار ذاب بخلاف الأحجار، وقوله: {أو أشد قسوة}؛ أي: أنها لا تقصر عن قساوة الأحجار، وليست «أو» بمعنى بل. ثم ذكر فضيلة الأحجار على قلوبهم فقال: {وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله}، فبهذه الأمور فَضَلَتْ قلوبَكم. ثم توعدهم تعالى أشد الوعيد فقال: {وما الله بغافل عمَّا تعملون}، بل هو عالم بها حافظ لصغيرها وكبيرها، وسيجازيكم على ذلك أتم الجزاء وأوفاه. واعلم أن كثيراً من المفسرين رحمهم الله قد أكثروا في حشو تفاسيرهم من قصص بني إسرائيل، ونزَّلوا عليها الآيات القرآنية، وجعلوها تفسيراً لكتاب الله، محتجين بقوله - صلى الله عليه وسلم -: «حدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج». والذي أرى أنه وإن جاز نقل أحاديثهم على وجه تكون مفردة غير مقرونة ولا منزلة على كتاب الله، فإنه لا يجوز جعلها تفسيراً لكتاب الله قطعاً إذا لم تصح عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، وذلك أن مرتبتها كما قال - صلى الله عليه وسلم -: «لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم» ، فإذا كانت مرتبتها أن تكون مشكوكاً فيها، وكان من المعلوم بالضرورة من دين الإسلام أن القرآن يجب الإيمان به والقطع بألفاظه ومعانيه، فلا يجوز أن تجعل تلك القصص المنقولة بالروايات المجهولة التي يغلب على الظن كذبها، أو كذب أكثرها معاني لكتاب الله مقطوعاً بها، ولا يستريب بهذا أحد، ولكن بسبب الغفلة عن هذا حصل ما حصل، والله الموفق.
(74) ﴾ ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوبُكُم ﴿ "Kemudian hatimu menjadi keras," maksud-nya mengeras dan menebal hingga nasihat tidak mampu berpe-ngaruh padanya ﴾ مِّنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ ﴿ "setelah itu," maksudnya, setelah Allah memberikan nikmat atas kalian dengan nikmat-nikmat yang besar dan memperlihatkan kepada kalian ayat-ayatNya, dan seharusnya tidaklah patut hati-hati kalian menjadi keras, karena apa yang kalian saksikan sendiri seharusnya menimbulkan kelembutan hati dan ketundukannya. Kemudian Allah menerangkan tentang kekerasan hati mereka yaitu bahwasanya ia, ﴾ كَٱلۡحِجَارَةِ ﴿ "seperti batu" daripada besi, karena besi dan timah apabila dibakar dalam api, niscaya akan meleleh, berbeda dengan batu. Dan FirmanNya, ﴾ أَوۡ أَشَدُّ قَسۡوَةٗۚ ﴿ "Atau lebih keras lagi," maksudnya bahwa ia tidaklah terbatas hanya sekeras batu, dan أَوْ (atau) di sini tidaklah bermakna بَلْ (bahkan). Kemudian Allah menyebutkan tentang keutamaan batu atas hati mereka seraya berfirman, ﴾ وَإِنَّ مِنَ ٱلۡحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنۡهُ ٱلۡأَنۡهَٰرُۚ وَإِنَّ مِنۡهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخۡرُجُ مِنۡهُ ٱلۡمَآءُۚ وَإِنَّ مِنۡهَا لَمَا يَهۡبِطُ مِنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۗ ﴿ "Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan di antara-nya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah." Maka dengan sifat-sifat itu, batu itu melebihi keutamaan hati mereka. Kemudian Allah تعالى mengancam mereka dengan ancaman yang paling keras seraya berfirman, ﴾ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan," bahkan Allah sangat mengetahuinya, menghafalnya, baik kecil maupun besar, dan kalian akan diberi balasan atas perbuatan kalian dengan balasan yang paling sempurna dan paling penuh. Ketahuilah bahwasanya kebanyakan para ahli tafsir  telah memperbanyak penyisipan cerita-cerita Bani Israil dalam tafsir mereka, dan memaknai ayat-ayat al-Qur`an menurut cerita-cerita tersebut, mereka menjadikan cerita-cerita tersebut sebagai tafsir bagi kitabullah dengan dalih sabda Nabi ﷺ, حَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَلَا حَرَجَ. "Sampaikanlah dari Bani Israil dan tidak masalah."[7] Dan menurut hemat saya adalah bahwasanya bila pun boleh meriwayatkan cerita-cerita mereka adalah dalam bentuk dialo-kasikan tersendiri tanpa dikaitkan dan tidak pula menjadi makna dasar atas kitabullah, karena sesungguhnya menjadikannya seba-gai tafsir bagi kitabullah tidaklah boleh sama sekali apabila tidak shahih kabarnya dari Rasulullah ﷺ, hal tersebut dikarenakan bahwa derajat cerita-cerita tersebut adalah seperti sabda beliau ﷺ, لَا تُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوْهُمْ. "Janganlah kalian membenarkan ahli Kitab dan jangan pula men-dustakannya."[8] Apabila derajatnya diragukan, dan suatu hal yang pasti dike-tahui dalam agama Islam bahwasanya al-Qur`an itu wajib diimani dengan keyakinan bulat, baik kata-katanya maupun makna-makna-nya, oleh karena itu tidak boleh menjadikan cerita-cerita tersebut yang diriwayatkan secara majhul (tidak diketahui) yang kemung-kinan besar menurut akal adalah cerita dusta atau mayoritasnya adalah dusta, sebagai makna-makna al-Qur`an sebagai suatu yang pasti dan tidak ada seorang pun yang meragukannya, akan tetapi karena kelalaian terhadap hal ini akhirnya terjadilah apa yang ter-jadi. Hanya Allah sajalah Dzat yang membimbing.
Ayah: 75 - 78 #
{أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (76) أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ (77) وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ (78)}.
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata,' Kami pun telah ber-iman,' tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, 'Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang Mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya de-ngan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?' Tidakkah mereka mengeta-hui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga." (Al-Baqarah: 75-78).
#
{75} هذا قطع لأطماع المؤمنين من إيمان أهل الكتاب؛ أي فلا تطمعوا في إيمانهم، وأخلاقهم لا تقتضي الطمع فيهم؛ فإنهم كانوا يحرفون كلام الله من بعد ما عقلوه وعلموه، فيضعون له معانيَ ما أرادها الله؛ ليوهموا الناس أنها من عند الله، وما هي من عند الله، فإذا كانت حالهم في كتابهم الذي يرونه شرفهم ودينهم يصدون به الناس عن سبيل الله، فكيف يرجى منهم إيمان لكم؟! فهذا من أبعد الأشياء.
(75) Ayat ini adalah sebuah pemupusan akan harapan kaum Mukminin dari keimanan ahli kitab. Yakni janganlah kalian terlalu berharap mereka akan beriman, sedangkan akhlak mereka tidak mendukung harapan kalian terhadap mereka, karena mereka dahulu merubah kalam Allah setelah mereka memahami dan me-ngetahuinya, lalu mereka membuat suatu makna yang tidak Allah kehendaki untuk menipu manusia bahwasanya makna-makna itu datangnya dari sisi Allah padahal itu bukanlah dari sisi Allah. Jika perilaku mereka terhadap kitab mereka sendiri -yang mana mereka meyakininya sebagai kemuliaan bagi mereka dan agama mereka-, mereka menghalangi manusia dari jalan Allah dengan kitab itu, maka bagaimana mungkin mereka diharapkan percaya kepada kalian? Hal ini adalah perkara yang paling mustahil.
#
{76} ثم ذكر حال منافقي أهل الكتاب، فقال: {وإذا لقوا الذين آمنوا قالوا آمنا}، فأظهروا لهم الإيمان قولاً بألسنتهم ما ليس في قلوبهم، {وإذا خلا بعضهم إلى بعض}؛ فلم يكن عندهم أحد من غير أهل دينهم قال بعضهم لبعض: {أتحدثونهم بما فتح الله عليكم}؛ أي: أتظهرون لهم الإيمان وتخبرونهم أنكم مثلهم؟ فيكون ذلك حجة لهم عليكم، يقولون إنهم قد أقروا بأن ما نحن عليه حق وما هم عليه باطل، فيحتجون عليكم بذلك عند ربكم {أفلا تعقلون}؛ أي: أفلا يكون لكم عقل فتتركون ما هو حجة عليكم؟
(76) Kemudian Allah menyebutkan tentang kisah kaum munafik ahli kitab seraya berfirman, ﴾ وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا ﴿ "Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, 'Kami pun telah beriman'." Mereka menampakkan keimanan mereka secara lisan kepada kaum Muslimin yang tidak ada dalam hati mereka, ﴾ وَإِذَا خَلَا بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ ﴿ "tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja" di sisi mereka tidak ada seorang pun selain dari pe-meluk agama mereka, maka berkatalah sebagian mereka kepada sebagian lain, ﴾ أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ ﴿ "Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang Mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu?" Yakni, apakah kalian menampakkan keimanan kalian kepada kaum Muslimin dan kalian kabarkan bahwasanya kalian itu sama seperti mereka? Hingga hal itu menjadi hujjah yang mem-bela mereka yang justru memberatkan kalian. Mereka berkata bahwasanya mereka telah mengakui bahwa apa yang kami jadikan pedoman adalah benar dan apa yang mereka jadikan pedoman adalah batil, lalu mereka berhujjah terhadap kalian dengan hal itu pada sisi Rabb kalian, ﴾ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ﴿ "tidakkah kamu mengerti?" Mak-sudnya, tidakkah kalian memiliki pikiran hingga kalian mening-galkan hal-hal yang menjadi hujjah melawan kalian?
#
{77} هذا يقوله بعضهم لبعض: {أو لا يعلمون أن الله يعلم ما يسرون وما يعلنون}، فهم وإن أسروا ما يعتقدونه فيما بينهم، وزعموا أنهم بإسرارهم لا يتطرق عليهم حجة للمؤمنين؛ فإن هذا غلط منهم وجهل كبير؛ فإن الله يعلم سرهم وعلنهم؛ فيظهر لعباده ما هم عليه.
(77) Ini adalah perkataan sebagian mereka kepada sebagian yang lain. ﴾ أَوَلَا يَعۡلَمُونَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعۡلِنُونَ ﴿ "Tidakkah mereka me-ngetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?" Mereka itu walaupun menyembu-nyikan apa yang mereka yakini di antara mereka saja, dan mereka mengira bahwasanya dengan tindakan menyembunyikan itu tidak ada jalan bagi kaum Mukminin berhujjah atas mereka, maka se-sungguhnya hal itu adalah suatu kesalahan dan kebodohan yang besar dari mereka, karena Allah mengetahui yang rahasia dan yang terang-terangan dari mereka, lalu Allah menampakkan keadaan mereka kepada hamba-hambaNya.
#
{78} {ومنهم}؛ أي: من أهل الكتاب {أميون}؛ أي: عوام، وليسوا من أهل العلم {لا يعلمون الكتاب إلا أماني}؛ أي: ليس لهم حظ من كتاب الله إلا التلاوة فقط، وليس عندهم خبر بما عند الأولين الذين يعلمون حق المعرفة حالهم، وهؤلاء إنما معهم ظنون وتقاليد لأهل العلم منهم. فذكر في هذه الآيات علماءهم وعوامهم ومنافقيهم ومن لم ينافق منهم، فالعلماء منهم متمسكون بما هم عليه من الضلال، والعوام مقلدون لهم، لا بصيرة عندهم؛ فلا مطمع لكم في الطائفتين.
(78) ﴾ وَمِنۡهُمۡ ﴿ "Dan di antara mereka," yakni, di antara ahli kitab, ﴾ أُمِّيُّونَ ﴿ "ada yang buta huruf," maksudnya yang awam, tidak mengerti apa-apa dan bukan dari orang yang berilmu,﴾ لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّآ أَمَانِيَّ ﴿ "mereka tidak mengetahui al-Kitab (Taurat), kecuali do-ngengan bohong belaka," maksudnya, mereka tidak memiliki bagian dari kitabullah selain dari membaca saja, dan mereka juga tidak memiliki kabar tentang apa yang orang-orang terdahulu ketahui dengan sebenar-benar pengetahuan akan keadaan mereka, mereka hanyalah memiliki dugaan-dugaan semata dan taklid-taklid kepada orang yang berilmu di antara mereka. Lalu Allah menyebutkan dalam ayat-ayat ini tentang ulama-ulama, orang-orang awam, dan orang-orang munafik mereka serta orang-orang yang tidak munafik di antara mereka. Di antara ulama mereka ada yang berpegang teguh dengan pedoman kese-satan, dan orang-orang awam bertaklid kepada mereka, tidak ada bashirah dalam diri mereka, maka tidak ada harapan bagi kalian (hai orang-orang Mukmin) dari kedua kelompok tersebut.
Ayah: 79 #
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ (79)}.
"Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, 'Ini dari Allah', (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerja-kan." (Al-Baqarah: 79).
#
{79} توعد تعالى المحرفين للكتاب الذين يقولون لتحريفهم وما يكتبون {هذا من عند الله}، وهذا فيه إظهار الباطل وكتم الحق، وإنما فعلوا ذلك مع علمهم، {ليشتروا به ثمناً قليلاً}، والدنيا كلها من أولها إلى آخرها ثمن قليل، فجعلوا باطلهم شَرَكاً يصطادون به ما في أيدي الناس. فظلموهم من وجهين: من جهة تلبيس دينهم عليهم، ومن جهة أخذ أموالهم بغير حق بل بأبطل الباطل، [وذلك] أعظم ممن يأخذها غصباً وسرقة ونحوهما، ولهذا توعدهم بهذين الأمرين، فقال: {فويل لهم مما كتبت أيديهم}؛ أي من التحريف والباطل {وويل لهم مما يكسبون}؛ من الأموال، والويل شدة العذاب والحسرة، وفي ضمنها الوعيد الشديد. قال شيخ الإسلام لما ذكر هذه الآيات من قوله: أفتطمعون إلى يكسبون: «فإن الله ذم الذين يحرفون الكلم عن مواضعه، وهو متناول لمن حمل الكتاب والسنة على ما أصَّلَه من البدع الباطلة، وذم الذين لا يعلمون الكتاب إلا أماني وهو متناول لمن ترك تدبر القرآن ولم يعلم إلا مجرد تلاوة حروفه، ومتناول لمن كتب كتاباً بيده مخالفاً لكتاب الله لينال به دنيا وقال: إنه من عند الله، مثل أن يقول: هذا هو الشرع والدين، وهذا معنى الكتاب والسنة، وهذا [معقول] السلف والأئمة، وهذا هو أصول الدين الذي يجب اعتقاده على الأعيان أو الكفاية، ومتناول لمن كتم ما عنده من الكتاب والسنة، لئلا يَحْتَجَّ به مخالفه في الحق الذي يقوله، وهذه الأمور كثيرة جداً في أهل الأهواء جملة، كالرافضة [والجهمية ونحوهم من أهل الأهواء والكلام، وفي أهل الأهواء] وتفصيلاً مثل كثير من المنتسبين إلى الفقهاء ... » انتهى.
(79) Allah تعالى mengancam orang-orang yang merubah kitab suci yang berkata tentang apa yang mereka rubah dan apa yang mereka tulis, ﴾ هَٰذَا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ ﴿ "Ini dari Allah." Ayat ini mengandung isyarat tentang menampakkan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran, dan mereka melakukan hal itu dengan ilmu,﴾ لِيَشۡتَرُواْ بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ ﴿ "untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu." Seluruh dunia dari awal hingga akhirnya merupakan keun-tungan yang sedikit (dibandingkan kitab suci Allah), lalu mereka menjadikan kebatilan mereka sebagai sekutu, yang mana mereka berburu dengannya harta benda dan apa pun yang ada di tangan manusia. Dan mereka menzhalimi orang-orang tersebut dalam dua aspek, yaitu aspek mencampur adukkan agama mereka dan aspek mengambil harta mereka tanpa hak bahkan dengan cara yang paling batil. Hal itu[9] lebih besar dosanya daripada orang yang mengambilnya tanpa izin atau mencuri dan semacamnya. Oleh karena itu, Allah mengancam mereka dengan dua perkara tersebut, Allah berfirman, ﴾ فَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتۡ أَيۡدِيهِمۡ ﴿ "Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri," yaitu disebabkan perubahan dan kebatilan, ﴾ وَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا يَكۡسِبُونَ ﴿ "dan kece-lakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan," disebab-kan harta. Kata وَيْلٌ itu bermakna azab yang keras dan kerugian, dan termasuk di dalamnya adalah azab yang pedih. Syaikhul Islam berkata ketika menyebutkan ayat-ayat ini, dari FirmanNya, "Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, 'Kami pun telah beriman,' tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, 'Apakah kamu menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya de-ngan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Rabbmu; tidakkah kamu mengerti?' Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menu-lis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, 'Ini dari Allah,' (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan." "Sesungguhnya Allah تعالى mencela orang-orang yang merubah ayat-ayat dari makna-makna yang dimaksudkan. Hal ini meliputi orang yang membawa (mengajarkan) al-Qur`an dan as-Sunnah dengan dasar-dasar yang mereka buat dari bid'ah-bid'ah yang batil, dan Allah juga mencela orang-orang yang tidak mengerti al-Kitab kecuali hanya dongeng bohong belaka, yang ini juga meliputi orang yang meninggalkan tadabbur al-Qur`an dan dia tidak mengerti apa-apa kecuali hanya sekedar membaca huruf-hurufnya saja, dan juga meliputi orang yang menulis sebuah karangan dengan tangan-nya sendiri yang bertentangan dengan kitabullah demi sekedar mendapatkan faidah dunia lalu dia berkata bahwa tulisan itu da-tangnya dari sisi Allah, seperti dia mengatakan, 'Inilah syariat dan agama itu, dan inilah makna al-Qur`an dan as-Sunnah, dan inilah pemikiran[10] para salaf dan para ulama umat, inilah dasar-dasar agama yang harus diyakini, baik secara wajib ain maupun kifayah.' Dan juga meliputi orang yang menyembunyikan sesuatu yang telah dia ketahui dari al-Qur`an dan as-Sunnah agar seseorang yang menyelisihinya tidak berhujjah dengannya atas kebenaran yang dia katakan. Perkara-perkara seperti ini sangat banyak terjadi pada hamba-hamba hawa nafsu secara umum -seperti ar-Rafidhah [dan al-Jahmiyah dan semacamnya dari pengikut-pengikut hawa nafsu dan ilmu kalam, dan pada pengikut hawa nafsu]- dan secara khusus seperti juga banyak orang-orang yang bernisbat kepada para ahli fikih..."[11]
Ayah: 80 - 82 #
{وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (80) بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (81) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (82)}.
"Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.' Katakanlah, 'Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janjiNya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?' (Bukan demikian) yang benar, barangsiapa berbuat dosa, sedangkan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal shalih, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya." (Al-Baqa-rah: 80-82).
#
{80} ذكر أفعالهم القبيحة، ثم ذكر ـ مع هذا ـ أنهم يزكون أنفسهم، ويشهدون لها بالنجاة من عذاب الله والفوز بثوابه، وأنهم لن تمسهم النار إلا أياماً معدودة؛ أي قليلة تعد بالأصابع، فجمعوا بين الإساءة والأمن، ولما كان هذا مجرد دعوى رد تعالى عليهم؛ فقال: {قل}؛ لهم يا أيها الرسول، {أتخذتم عند الله عهداً}؛ أي: بالإيمان به وبرسله وبطاعته، فهذا الوعد الموجب لنجاة صاحبه الذي لا يتغير ولا يتبدل {أم تقولون على الله مالا تعلمون}؛ فأخبر تعالى أن صدق دعواهم متوقفة على أحد هذين الأمرين اللذين لا ثالث لهما. إما أن يكونوا قد اتخذوا عند الله عهداً؛ فتكون دعواهم صحيحة. وإما أن يكونوا متقولين عليه؛ فتكون كاذبة فيكون أبلغ لخزيهم وعذابهم، وقد عُلِم من حالهم أنهم لم يتخذوا عند الله عهداً لتكذيبهم كثيراً من الأنبياء حتى وصلت بهم الحال إلى أن قتلوا طائفة منهم، ولنكولهم عن طاعة الله ونقضهم المواثيق، فتعين بذلك أنهم متقولون مختلقون قائلون عليه ما لا يعلمون، والقول عليه بلا علم من أعظم المحرمات وأشنع القبيحات.
(80) Allah menyebutkan tentang perbuatan-perbuatan me-reka yang buruk, kemudian Allah menyebutkan -bersama dengan semua keburukan mereka tersebut- bahwasanya mereka menyu-cikan diri mereka (baca: menyatakan diri bahwa mereka suci) dan mereka mempersaksikan (memastikan) keselamatan bagi diri me-reka dari azab Allah dan kemenangan dengan ganjaranNya, dan bahwasanya mereka tidak akan tersentuh oleh api neraka kecuali hanya beberapa hari tertentu saja, maka artinya sangat sedikit yang dapat dihitung oleh jari; mereka menyatukan antara dosa-dosa dengan rasa aman (dari azab). Namun ketika semua itu hanyalah sebatas dugaan saja, Allah membantah mereka dalam FirmanNya, ﴾ قُلۡ ﴿ "Katakanlah" kepada mereka wahai Rasulullah ﷺ,﴾ أَتَّخَذۡتُمۡ عِندَ ٱللَّهِ عَهۡدٗا ﴿ "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah?" Yakni, dengan beriman kepadaNya, kepada Rasul-rasulNya dan dengan menaati keduanya, maka janji itu yang membawa keselamatan pelakunya yang tidak akan berubah dan tidak berganti, ﴾ أَمۡ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" Lalu Allah تعالى mengabarkan bahwa kebenaran dugaan mereka itu tergantung dari salah satu dari dua perkara tersebut yang tidak ada ketiganya. Jika mereka telah menerima janji dari Allah hingga dugaan mereka adalah benar, atau mungkin mereka hanya berkata bohong belaka hingga dugaan mereka itu hanyalah dusta dan hal itu men-jadi lebih kuat dalam penghinaan dan siksaan bagi mereka, pada-hal telah diketahui dari sifat mereka bahwasanya mereka belum menerima janji dari Allah karena banyaknya pendustaan mereka terhadap para Nabi, hingga perkara mereka itu sampai kepada tin-dakan membunuh sekelompok dari para Nabi di antara mereka. Dan karena penolakan mereka untuk taat kepada Allah dan pem-batalan mereka terhadap perjanjian-perjanjian, maka jelas dan pastilah dengan semua itu kebohongan dan dusta mereka yang berkata apa yang tidak mereka ketahui, dan berkata terhadap hal itu tanpa ilmu termasuk hal yang diharamkan paling besar dan keburukan yang paling keji.
Kemudian Allah تعالى menyebutkan hukum yang bersifat umum untuk setiap orang, yang meliputi Bani Israil maupun selain me-reka, yaitu suatu hukum yang tidak ada hukum yang sebanding dengannya, yang bukan dongengan bohong belaka mereka dan dugaan-dugaan dengan perkara orang-orang yang celaka dan orang-orang yang selamat, Allah berfirman, ﴾ بَلَىٰۚ ﴿ "Bukan demikian yang benar," yaitu bukanlah perkara itu seperti apa yang kalian se-butkan, karena ia hanyalah perkataan yang tidak ada maknanya, akan tetapi,
#
{81} {من كسب سيئة}؛ وهو نكرة في سياق الشرط؛ فيعم الشرك فما دونه، والمراد به الشرك، هنا بدليل قوله: {وأحاطت به خطيئته}؛ أي: أحاطت بعاملها فلم تدع له منفذاً، وهذا لا يكون إلا الشرك، فإن من معه الإيمان لا تحيط به خطيئته، {فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون}؛ وقد احتج بها الخوارج على كفر صاحب المعصية، وهي حجة عليهم كما ترى، فإنها ظاهرة في الشرك، وهكذا كل مُبْطِل يحتَجُّ بآية أو حديث صحيح على قوله الباطل؛ فلا بد أن يكون فيما احتج به حجة عليه.
(81) ﴾ مَن كَسَبَ سَيِّئَةٗ ﴿ "barangsiapa yang berbuat dosa," dengan kata berbentuk nakirah (umum) dalam susunan kalimat syarat, maka mencakup kesyirikan ataupun yang lainnya, walaupun maksudnya adalah kesyirikan, dalam hal ini dengan dasar dalil Firman Allah تعالى, ﴾ وَأَحَٰطَتۡ بِهِۦ خَطِيٓـَٔتُهُۥ ﴿ "Dan dia telah diliputi oleh dosa-nya," maksudnya pelakunya telah diliputi hingga dia tidak memi-liki jalan keluar, hal ini tidaklah lain kecuali kesyirikan saja, karena barangsiapa yang memiliki keimanan, maka dia tidak akan diliputi oleh kesalahannya. ﴾ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." Orang-orang Khawarij berhujjah dengan ayat ini atas kufurnya pelaku kemaksiatan, pada-hal ayat itu sebagai hujjah bantahan terhadap mereka sebagaimana yang jelas Anda lihat, karena ayat itu sebenarnya jelas tentang kesyirikan. Demikianlah setiap pelaku kebatilan selalu berhujjah dengan suatu ayat atau hadits yang shahih untuk memperkuat perkataannya yang batil, sehingga dalil yang dipakainya berhujjah menjadi bantahan yang melawannya.
#
{82} {والذين آمنوا}؛ بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر {وعملوا الصالحات}؛ ولا تكون الأعمال صالحة إلا بشرطين: أن تكون خالصة لوجه الله، متبعاً بها سنة رسوله. فحاصل هاتين الآيتين أن أهل النجاة والفوز أهل الإيمان والعمل الصالح، والهالكون أهل النار المشركون بالله الكافرون به.
(82) ﴾ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ﴿ "Dan orang-orang yang beriman" kepada Allah, para malaikat, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan Hari Akhir, ﴾ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ﴿ "serta beramal shalih," dan suatu amal itu tidak menjadi shalih kecuali dengan dua syarat: Amal tersebut ikhlas hanya untuk Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ. Kesimpulan dari kedua ayat ini adalah bahwa orang-orang yang selamat dan berhasil adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih, sedangkan orang-orang yang celaka (penghuni neraka) adalah orang-orang yang musyrik kepada Allah dan kafir terhadapNya.
Ayah: 83 #
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (83)}.
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan ber-buat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemu-dian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari padamu, dan kamu selalu berpaling." (Al-Baqarah: 83).
#
{83} فهذه الشرائع من أصول الدين التي أمر الله بها في كل شريعة لاشتمالها على المصالح العامة في كل زمان ومكان؛ فلا يدخلها نسخ، كأصل الدين، ولهذا أمرنا الله بها في قوله: {واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئاً}؛ إلى آخر الآية. فقوله: {وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل}؛ هذا من قسوتهم أن كل أمر أمروا به استعصوا، فلا يقبلونه إلا بالأيمان الغليظة والعهود الموَثَّقة {لا تعبدون إلا الله}؛ هذا أمر بعبادة الله وحده ونهي عن الشرك به، وهذا أصل الدين فلا تقبل الأعمال كلها إن لم يكن هذا أساسها، فهذا حق الله تعالى على عباده، ثم قال: {وبالوالدين إحساناً}؛ أي أحسنوا بالوالدين إحساناً، وهذا يعم كل إحسان قولي وفعلي مما هو إحسان إليهم، وفيه النهي عن الإساءة إلى الوالدين أو عدم الإحسان والإساءة؛ لأن الواجب الإحسان، والأمر بالشيء نهي عن ضده، وللإحسان ضدان: الإساءة وهي أعظم جرماً، وترك الإحسان بدون إساءة وهذا محرم لكن لا يجب أن يلحق بالأول. وكذا يقال في صلة الأقارب واليتامى والمساكين، وتفاصيل الإحسان لا تنحصر بالعد بل تكون بالحد كما تقدم. ثم أمر بالإحسان إلى الناس عموماً فقال: {وقولوا للناس حسناً}؛ ومن القول الحسن أمرهم بالمعروف ونهيهم عن المنكر وتعليمهم العلم وبذل السلام والبشاشة وغير ذلك من كل كلام طيب، ولما كان الإنسان لا يسع الناس بماله أُمر بأمر يقدر به على الإحسان إلى كل مخلوق وهو الإحسان بالقول، فيكون في ضمن ذلك النهي عن الكلام القبيح للناس حتى للكفار، ولهذا قال تعالى: {ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن}؛ ومن أدب الإنسان الذي أدب الله به عباده أن يكون الإنسان نزيهاً في أقواله وأفعاله، غير فاحش ولا بذيء ولا شاتم ولا مخاصم، بل يكون حسن الخلق واسع الحلم، مجاملاً لكلِّ أحد، صبوراً على ما يناله من أذى الخلق امتثالاً لأمر الله ورجاءً لثوابه. ثم أمرهم بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة لما تقدم أن الصلاة متضمنة للإخلاص للمعبود، والزكاة متضمنة للإحسان إلى العبيد، ثم بعد هذا الأمر لكم بهذه الأوامر الحسنة التي إذا نظر إليها البصير العاقل، عرف أن من إحسان الله على عباده أن أمرهم بها وتفضل بها، عليهم وأخذ المواثيق عليكم {توليتم}؛ على وجه الإعراض؛ لأن المتولي قد يتولى وله نية رجوع إلى ما تولى عنه، وهؤلاء ليس لهم رغبة ولا رجوع في هذه الأوامر، فنعوذ بالله من الخذلان. وقوله: {إلا قليلاً منكم}؛ هذا استثناء؛ لئلا يوهم أنهم تولوا كلهم، فأخبر أن قليلاً منهم عصمهم الله وثبتهم.
(83) Syariat-syariat ini adalah di antara dasar-dasar agama yang diperintahkan oleh Allah pada setiap syariat yang diturun-kan, karena meliputi maslahat-maslahat yang umum dalam setiap masa dan tempat, yang tidak disentuh oleh hukum naskh, sebagai dasar agama. Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada kita dengannya dalam FirmanNya, ﴾ وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا 36 ﴿ "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36). FirmanNya ﴾ وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil." Ini merupakan bagian dari keke-rasan hati mereka, bahwa setiap perintah yang ditujukan kepada mereka, niscaya mereka melanggarnya, dan mereka tidaklah me-nerimanya kecuali dengan sumpah-sumpah yang kuat dan janji-janji yang kokoh. Dan perjanjian tersebut adalah, ﴾ لَا تَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ ﴿ "Janganlah kamu menyembah selain Allah." Ini merupakan perintah untuk menyembah kepada Allah semata dan larangan dari mem-persekutukanNya. Ini adalah dasar agama, di mana segala per-buatan tidak akan diterima bila tidak berdasar di atasnya, dan hal itu adalah hak Allah atas hamba-hambaNya. Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَانٗا ﴿ "Dan berbuat baik-lah kepada ibu bapak," yakni berbaktilah kalian kepada kedua orang tua. Ini bersifat umum mencakup segala kebajikan, baik perkataan maupun tindakan yang merupakan perbuatan baik kepada mereka. Ayat ini menunjukkan larangan dari berbuat buruk kepada kedua orang tua atau larangan tidak berbuat baik dan berbuat jelek, karena yang wajib adalah berbuat baik, dan perintah kepada sesuatu adalah larangan dari hal yang bertentangan dengannya. Dan kebalikan dari berbuat kebaikan ada dua, berbuat buruk yang merupakan kejahatan yang paling besar, dan meninggalkan ber-buat baik sekalipun tidak berbuat buruk, juga merupakan hal yang diharamkan, akan tetapi tidak mesti disamakan dengan yang pertama. Dan seperti ini juga hukumnya dalam hal silaturahim kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Adapun perin-cian masalah berbuat baik tidaklah terbatas oleh bilangan, akan tetapi dengan definisi sebagaimana yang telah berlalu. Kemudian Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik secara umum dengan FirmanNya, ﴾ وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسۡنٗا ﴿ "Serta ucapkan-lah kata-kata yang baik kepada manusia," dan di antara perkataan yang baik adalah memerintah mereka kepada yang ma'ruf dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar, serta mengajarkan ilmu kepada mereka, menyebarkan salam dan wajah berseri, dan lain sebagainya dari perkataan-perkataan yang baik. Dan ketika tidak semua manusia mampu berbuat baik dengan hartanya, maka mereka diperintahkan dengan suatu hal yang mereka mampu melakukannya untuk berbuat baik kepada setiap makhluk, yaitu berbuat baik dengan perkataan. Dengan demikian termasuk dalam kandungan hal itu juga adalah larangan dari perkataan yang buruk kepada manusia hingga kepada kaum kafir. Oleh karena itulah Allah تعالى berfirman, ﴾ وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ﴿ "Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik." (Al-Ankabut: 46). Dan di antara tata krama seorang manusia yang telah Allah didikkan kepada hamba-hambaNya adalah agar manusia itu mulia dalam perkataan maupun tindakannya, tidak berlaku keji dan tidak pula jorok, tidak mencela dan tidak juga bertengkar, akan tetapi berakhlak yang baik, luas keramahannya, pandai bergaul dengan setiap orang, bersabar atas segala yang diterima dari gang-guan makhlukNya sebagai tindakan menaati perintah Allah dan pengharapan atas ganjaranNya. Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat, karena seperti yang telah dijelaskan bahwa shalat itu mengandung sikap keikhlasan kepada Dzat yang disembah, sedangkan zakat mengandung tindakan berbuat baik kepada hamba. Kemudian setelah perintah ini, kalian pasti men-dapatkan kebaikan-kebaikan dan justru dengan adanya perintah-perintah yang baik tersebut, yang mana bila seorang yang sangat jeli dan paham melihat hal-hal itu niscaya dia akan mengetahui kebaikan Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya yang memerintah-kan hal-hal tersebut kepada mereka dan memuliakan mereka dengannya, yang telah mengambil janji-janji atas kalian, ﴾ تَوَلَّيۡتُمۡ ﴿ "kamu tidak memenuhi janji itu," dengan cara berpaling, karena orang yang berbalik pergi itu terkadang masih memiliki niat untuk kem-bali lagi kepada hal yang dia tinggalkan, namun mereka ini sama sekali tidak memiliki keinginan dan tidak pula punya niat untuk kembali. Maka mari kita berlindung kepada Allah dari keterhinaan. Dan FirmanNya, ﴾ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنكُمۡ ﴿ "Kecuali sebagian kecil dari kamu," ini adalah pengecualian, agar tidak timbul asumsi bahwasa-nya mereka berpaling semuanya, maka Allah mengabarkan bahwa ada sedikit di antara mereka yang dilindungi oleh Allah dan di-kukuhkan dalam hal tersebut.
Ayah: 84 - 86 #
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (84) ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (85) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (86)}.
"Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): Kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebang-sa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya. Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan meng-usir segolongan darimu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuh-an; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi-mu. Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong." (Al-Baqarah: 84-86).
#
{84 ـ 85} وهذا الفعل المذكور في هذه الآية فعل للذين كانوا في زمن الوحي بالمدينة، وذلك أن الأوس والخزرج ـ وهم الأنصار ـ كانوا قبل مبعث النبي - صلى الله عليه وسلم - مشركين، وكانوا يقتتلون على عادة الجاهلية، فنزلت عليهم الفرق الثلاث من فرق اليهود: بنو قريظة، وبنو النضير، وبنو قينقاع، فكل فرقة منهم حالفت فرقة من أهل المدينة، فكانوا إذا اقتتلوا أعان اليهودي حليفه على مقاتليه الذين يُعِينونهم الفرقة الأخرى من اليهود، فيقتل اليهوديُ اليهوديَ، ويخرجه من دياره إذا حصل جلاء ونهب، ثم إذا وضعت الحرب أوزارها، وكان قد حصل أسارى بين الطائفتين فدى بعضهم بعضاً، والأمور الثلاثة كلها قد فرضت عليهم: ففرض عليهم أن لا يسفك بعضهم دم بعض، ولا يخرج بعضهم بعضاً، وإذا وجدوا أسيراً منهم وجب عليهم فداؤه، فعملوا بالأخير وتركوا الأولين، فأنكر الله عليهم ذلك فقال: {أفتؤمنون ببعض الكتاب}؛ وهو فداء الأسير {وتكفرون ببعض}؛ وهو القتل والإخراج، وفيها دليل على أن الإيمان يقتضي فعل الأوامر واجتناب النواهي، وأن المأمورات من الإيمان. قال تعالى: {فما جزاء من يفعل ذلك منكم إلا خزي في الحياة الدنيا}؛ وقد وقع ذلك فأخزاهم الله، وسلط رسوله عليهم فقتل من قتل، وسبى من سبى منهم، وأجلى من أجلى، {ويوم القيامة يردون إلى أشد العذاب}؛ أي: أعظمه، {وما الله بغافل عما تعملون}؛ ثم أخبر تعالى عن السبب الذي أوجب لهم الكفر ببعض الكتاب والإيمان ببعضه، فقال:
(84-85) Perbuatan yang disebutkan dalam ayat itu adalah sebuah perbuatan orang-orang yang ada pada zaman turunnya wahyu di Madinah. Hal itu karena suku Aus dan Khazraj -yang mana mereka itu adalah kaum Anshar- sebelum diutusnya Nabi ﷺ adalah kaum musyrikin, dan mereka dahulu saling berperang sebagaimana kebiasaan kaum jahiliyah. Lalu datang kepada me-reka tiga kelompok dari kelompok-kelompok kaum Yahudi, yaitu Bani Quraizhah, Bani Nadhir dan Bani Qainuqa', dan setiap dari kelompok itu bergabung bersama salah satu kelompok dari pen-duduk Madinah, dan penduduk Madinah tersebut bila saling berperang, maka orang-orang Yahudi itu mendukung sekutunya untuk memerangi kelompok yang dibantu juga oleh Yahudi yang lain, yang akhirnya orang Yahudi membunuh orang Yahudi lain-nya dan dia mengusirnya dari kampungnya bila terjadi kekalahan ataupun perampasan. Kemudian bila peperangan berhenti, dan di antara kedua belah pihak memiliki tawanan-tawanan, maka seba-gian mereka menebus sebagian yang lain. Ketiga perkara itu telah diwajibkan atas mereka, diwajibkan atas mereka agar tidak menumpahkan darah sebagian mereka atas sebagian lainnya, dan sebagian mereka tidak mengusir sebagian yang lain, lalu apabila mereka mendapatkan tawanan di antara mereka, maka wajib atas mereka untuk menebusnya. Namun mereka mengamalkan yang terakhir ini dan tidak mengamalkan dua hal yang sebelumnya, lalu Allah mengingkari perbuatan me-reka seraya Allah berfirman, ﴾ أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ ﴿ "Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat)" yaitu penebusan tawanan, ﴾ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ ﴿ "dan ingkar terhadap sebagian yang lain?" Yaitu pem-bunuhan dan pengusiran. Ayat ini adalah dalil bahwasanya keimanan itu menuntut pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan, dan bahwasanya hal-hal yang diperintahkan itu adalah di antara keimanan. Allah berfirman, ﴾ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ ﴿ "Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia." Hal itu benar-benar telah terjadi, di mana Allah telah menghinakan mereka, dan Allah telah menguasakan RasulNya terhadap mereka hingga di antara mereka ada yang terbunuh dan ada yang ditawan bahkan ada juga yang terusir, dan terusirlah orang yang mengusir, ﴾ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ ﴿ "dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat," yaitu yang paling besar, ﴾ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." Kemudian Allah تعالى mengabarkan tentang sebab yang mewajibkan mereka untuk beriman kepada sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain seraya ber-firman,
#
{86} {أولئك الذين اشتروا الحياة الدنيا بالآخرة}؛ توهموا أنهم إن لم يعينوا حلفاءهم حصل لهم عار فاختاروا النار على العار، فلهذا قال: {فلا يخفف عنهم العذاب}؛ بل هو باقٍ على شدته، ولا يحصل لهم راحة بوقت من الأوقات {ولا هم ينصرون}؛ أي: يدفع عنهم مكروه.
(86) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا بِٱلۡأٓخِرَةِۖ ﴿ "Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat." Mereka mengira bahwasanya mereka itu bila tidak membantu sekutu-sekutu mereka, niscaya mereka akan mendapatkan aib yang besar, maka mereka lebih memilih neraka daripada aib semata. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾ فَلَا يُخَفَّفُ عَنۡهُمُ ٱلۡعَذَابُ ﴿ "Maka tidak akan diringankan siksa mereka," bahkan dia kekal dalam kerasnya siksaan dan mereka sama sekali tidak mempunyai waktu istirahat, ﴾ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ ﴿ "dan mereka tidak akan ditolong," maksudnya tidak ada yang akan men-jauhkan hal-hal yang tidak disukai dari mereka.
Ayah: 87 #
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ (87)}.
"Dan sungguh Kami telah mendatangkan al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) se-sudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami mem-perkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepada-mu seorang rasul yang membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongkan diri; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh." (Al-Baqarah: 87).
#
{87} يمتنُّ تعالى على بني إسرائيل أن أرسل إليهم كليمه موسى وآتاه التوراة، ثم تابع من بعده بالرسل الذين يحكمون بالتوراة، إلى أن ختم أنبياءهم بعيسى [بن مريم] عليه السلام وآتاه من الآيات البينات ما يؤمن على مثله البشر {وأيدناه بروح القدس}؛ أي: قواه الله بروح القدس، قال أكثر المفسرين إنه جبريل عليه السلام، وقيل إنه الإيمان الذي يؤيد الله به عباده، ثم مع هذه النعم التي لا يُقدَر قدرُها لمَّا أتوكم {بما لا تهوى أنفسكم استكبرتم}؛ عن الإيمان بهم، {ففريقاً}؛ منهم، {كذبتم وفريقاً تقتلون}؛ فقدمتم الهوى على الهدى وآثرتم الدنيا على الآخرة، وفيها من التوبيخ والتشديد ما لا يخفى.
(87) Allah تعالى memberikan anugerahNya atas Bani Israil yaitu dengan mengutus kepada mereka Nabi yang pernah berbi-cara langsung denganNya, yaitu Musa عليه السلام dan memberikan kepada beliau kitab Taurat, kemudian disusul setelahnya para nabi-nabi yang berhukum dengan kitab Taurat, hingga ditutuplah nabi bagi mereka dengan Nabi Isa bin Maryam عليه السلام dan Allah memberikan kepadanya bukti-bukti kebenaran yang tidak seorang pun pernah diberi amanat (mukjizat) dengan semisalnya. ﴾ وَأَيَّدۡنَٰهُ بِرُوحِ ٱلۡقُدُسِۗ ﴿ "Dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus," maksudnya Allah me-nguatkannya dengan Ruhul Qudus. Sebagian besar ahli tafsir me-ngatakan bahwa Ruhul Qudus itu adalah Jibril عليه السلام, dan ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah keimanan yang mana Allah menolong hambaNya dengannya. Kemudian dengan kenikmatan-kenikmatan yang tidak dapat diukur banyaknya ketika hadir ke-pada kalian (hai Bani Israil), ﴾ بِمَا لَا تَهۡوَىٰٓ أَنفُسُكُمُ ٱسۡتَكۡبَرۡتُمۡ ﴿ "yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong diri" dari keimanan kepada mereka, ﴾ فَفَرِيقٗا ﴿ "maka beberapa orang" di antara mereka ﴾ كَذَّبۡتُمۡ وَفَرِيقٗا تَقۡتُلُونَ ﴿ "kamu dustakan dan beberapa orang yang lain kamu bunuh," karena kalian mendahulukan hawa nafsu daripada petunjuk dan kalian lebih memilih dunia daripada akhirat. Ayat ini mengandung kecaman dan celaan yang nampak jelas.
Ayah: 88 #
{وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ (88)}.
"Dan mereka berkata, 'Hati kami tertutup.' Tetapi sebenar-nya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman." (Al-Baqarah: 88).
#
{88} أي: اعتذروا عن الإيمان لما دعوتهم إليه يا أيها الرسول بأن قلوبهم غلف أي عليها غلاف وأغطية فلا تفقه ما تقول، يعني فيكون لهم ـ بزعمهم ـ عذر لعدم العلم، وهذا كذب منهم، فلهذا قال تعالى: {بل لعنهم الله بكفرهم}؛ أي: أنهم مطرودون ملعونون بسبب كفرهم؛ فقليلاً المؤمن منهم، أو قليلاً إيمانهم، وكفرهم هو الكثير.
(88) Maksudnya, mereka membela diri (dengan mengemu-kakan alasan) kenapa mereka tidak beriman ketika engkau berdak-wah kepada mereka, karena hati mereka tertutup atau di atasnya ada pelapis dan penutup hingga apa yang engkau bicarakan tidak mereka pahami, maksudnya, mereka -menurut dugaan mereka- memiliki alasan karena tidak tahu, akan tetapi hal ini adalah dusta belaka dari mereka. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ بَل لَّعَنَهُمُ ٱللَّهُ بِكُفۡرِهِمۡ ﴿ "Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keing-karan mereka," maksudnya bahwasanya mereka terusir dan terkutuk yang disebabkan oleh kekufuran mereka, dan sangat sedikit sekali di antara mereka yang beriman, atau keimanan mereka sangat sedikit sedangkan kekufuran mereka sangatlah banyak.
Ayah: 89 - 90 #
{وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ (89) بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ (90)}.
"Dan setelah datang kepada mereka al-Qur`an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelum-nya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepa-danya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual diri-nya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki, bahwa Allah menurunkan karuniaNya kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemur-kaan. Dan orang-orang kafir itu mendapat siksaan yang meng-hinakan." (Al-Baqarah: 89-90).
#
{89 ـ 90} أي: {ولما جاءهم [كتابٌ]} من عند الله على يد أفضل الخلق وخاتم الأنبياء، المشتمل على تصديق ما معهم من التوراة، وقد علموا به، وتيقنوه على أنهم إذا كان وقع بينهم وبين المشركين في الجاهلية حروب استنصروا بهذا النبي وتوعدوهم بخروجه، وأنهم يقاتلون المشركين معه، فلما جاءهم هذا الكتاب والنبي الذي عرفوا؛ كفروا به بغياً وحسداً أن ينزل الله من فضله على من يشاء من عباده، فلعنهم الله وغضب عليهم غضباً بعد غضب؛ لكثرة كفرهم وتوالي شكهم وشركهم، ولهم في الآخرة عذاب مهين أي مؤلم موجع، وهو صلْيُ الجحيم وفوت النعيم المقيم، فبئس الحال حالهم، وبئس ما استعاضوا واستبدلوا من الإيمان بالله وكتبه ورسله، الكفر به وبكتبه وبرسله مع علمهم وتيقنهم، فيكون أعظمَ لعذابهم.
(88-90) Maksudnya, ﴾ وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ ﴿ "dan setelah datang kepada mereka al-Qur`an" dari sisi Allah melalui sebaik-baik makhluk dan penutup para Nabi, yang mengandung segala hal yang membenar-kan Taurat yang ada pada mereka, dan sebenarnya mereka telah mengetahuinya, dan mereka telah yakin bahwasanya bila terjadi peperangan di antara mereka dengan kaum musyrikin pada masa jahiliyah, mereka meminta bantuan kepada Nabi ini, dan mereka mengancam kepada orang-orang musyrik itu akan munculnya Nabi tersebut, dan bahwasanya mereka akan memerangi kaum musyrikin bersamanya, namun ketika benar-benar telah datang kepada mereka kitab dan Nabi yang telah mereka ketahui tersebut, mereka malah kafir terhadapnya karena dengki dan zhalim, dise-babkan Allah memberikan kemuliaanNya terhadap siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Maka Allah melaknat mereka dan memurkai mereka dengan murka yang sangat besar, dan banyaknya pengingkaran mereka dan berturut-turutnya kera-guan dan kesyirikan mereka, maka mereka mendapatkan azab yang menghinakan di akhirat nanti, maksudnya menyakitkan dan pedih, yaitu masuk Neraka Jahim dan lenyapnya nikmat surga yang abadi, maka teramat buruklah kondisi mereka, dan teramat buruklah apa yang mereka ganti dan rubah dari keimanan kepada Allah, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya, kepada pengingkaran kepada Allah, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya, padahal mereka mengetahui dan meyakininya, sehingga dengan begitu azabnya lebih dahsyat lagi.
Ayah: 91 - 93 #
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (91) وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَى بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ (92) وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (93)}.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kepada al-Qur`an yang diturunkan Allah,' mereka berkata, 'Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.' Dan mereka kafir kepada al-Qur`an yang diturunkan sesudahnya, sedang al-Qur`an itu adalah (Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, 'Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman? Sungguh Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zhalim.' Dan (ingatlah), ketika Kami mengam-bil janji darimu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), 'Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!' Mereka menjawab, 'Kami mendengar tetapi tidak menaati.' Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafir-annya. Katakanlah, 'Amat jahat perbuatan yang telah diperintah-kan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)'." (Al-Baqarah: 91-93).
#
{91} أي: وإذا أُمِر اليهود بالإيمان بما أنزل الله على رسوله وهو القرآن استكبروا وعتوا و {قالوا نؤمن بما أنزل علينا ويكفرون بما وراءه}؛ أي: بما سواه من الكتب، مع أن الواجب أن يؤمنوا بما أنزل الله مطلقاً سواء أنزل عليهم أو على غيرهم، وهذا هو الإيمان النافع، الإيمان بما أنزل الله على جميع رسل [الله]، وأما التفريق بين الرسل والكتب وزعم الإيمان ببعضها دون بعض فهذا ليس بإيمان بل هو الكفر بعينه، ولهذا قال تعالى: {إن الذين يكفرون بالله ورسله ويريدون أن يفرقوا بين الله ورسله ويقولون نؤمن ببعض ونكفر ببعض ويريدون أن يتخذوا بين ذلك سبيلا أولئك هم الكافرون حقًّا}؛ ولهذا رد عليهم تبارك وتعالى هنا ردًّا شافياً وألزمهم إلزاماً لا محيد لهم عنه فرد عليهم بكفرهم بالقرآن بأمرين فقال: {وهو الحق}؛ فإذا كان هو الحق في جميع ما اشتمل عليه من الإخبارات والأوامر والنواهي وهو من عند ربهم؛ فالكفر به بعد ذلك كفر بالله وكفر بالحق الذي أنزله. ثم قال: {مصدقاً لما معهم}؛ أي: موافقاً له في كلِّ ما دل عليه من الحق ومهيمناً عليه، فَلِمَ تؤمنون بما أنزل عليكم وتكفرون بنظيره، هل هذا إلا تعصب واتباع للهوى لا للهدى؟ وأيضاً فإن كون القرآن مصدقاً لما معهم يقتضي أنه حجة لهم على صدق ما في أيديهم من الكتب، فلا سبيل لهم إلى إثباتها إلا به، فإذا كفروا به وجحدوه صاروا بمنزلة من ادعى دعوى بحجة وبينة ليس له غيرها، ولا تتم دعواه إلا بسلامة بينته، ثم يأتي هو لبينته وحجته فيقدح فيها ويكذب بها، أليس هذا من الحماقة والجنون؟ فكان كفرهم بالقرآن كفراً بما في أيديهم ونقضاً له. ثم نقض عليهم تعالى دعواهم الإيمان بما أنزل إليهم بقوله: {قل}؛ لهم {فَلِمَ تقتلون أنبياء الله من قبل إن كنتم مؤمنين}.
(91) Jika orang Yahudi diperintahkan untuk beriman ke-pada apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya yaitu al-Qur`an maka mereka takabur dan sombong serta, ﴾ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُۥ ﴿ "mereka berkata, 'Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami.' Dan mereka kafir kepada al-Qur`an yang diturunkan sesudahnya'." Maksudnya, kafir dengan kitab-kitab selainnya, padahal yang wajib adalah mereka harus beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allah secara mutlak, baik yang diturun-kan kepada mereka atau kepada selain mereka, dan inilah keimanan yang berguna, keimanan kepada apa yang diturunkan oleh Allah kepada seluruh Rasul-rasul Allah. Adapun membeda-bedakan antara kitab-kitab dan para Rasul atau mengaku beriman kepada sebagiannya tanpa sebagiannya yang lain, maka yang seperti ini bukanlah suatu keimanan, akan tetapi itu adalah hakikat kekufuran yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُواْ بَيۡنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضٖ وَنَكۡفُرُ بِبَعۡضٖ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيۡنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا 150 أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ حَقّٗاۚ ﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan bermaksud membedakan antara, (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya, dengan mengatakan, 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain),' serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), mereka itulah sebenar-benar orang kafir." (An-Nisa`: 150-151). Oleh karena itu, Allah membantah mereka dengan bantahan yang telak, dan mewajibkan mereka dengan kewajiban yang tidak ada pelarian bagi mereka darinya. Allah membantah kekufuran mereka terhadap al-Qur`an dengan dua perkara seraya berfirman, ﴾ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ ﴿ "Sedang al-Qur`an itu adalah (Kitab) yang haq." Apabila al-Qur`an itu haq dalam segala hal yang dikandungnya berupa kabar, perintah dan larangan, yang mana ia juga datang dari sisi Rabb mereka, maka mengingkarinya adalah sebuah pengingkaran kepada Allah dan kepada yang haq yang Dia turunkan. Kemudian Allah berfirman, ﴾ مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَهُمۡۗ ﴿ "Yang membenar-kan apa yang ada pada mereka," maksudnya, yang sesuai dengannya dalam segala perkara yang dijelaskan olehnya dari kebenaran, dan sebagai pelengkap baginya, lalu kenapa kalian beriman kepada Taurat yang diturunkan kepada kalian namun kalian ingkar kepada yang sepertinya? Tindakan yang demikian itu hanya fanatisme saja serta mengikuti hawa nafsu, bukan mengikuti petunjuk. Demikian juga dengan posisi al-Qur`an sebagai kitab yang membenarkan Taurat yang ada pada mereka menunjukkan bahwa kitab ini ada-lah hujjah bagi mereka atas kebenaran yang ada pada mereka dari kitab-kitab yang ada, dan itu berarti tidak ada jalan lain bagi me-reka dalam membuktikan Taurat kecuali dengan al-Qur`an, namun bila mereka mengingkari dan menentangnya, maka mereka men-jadi kaum yang berkedudukan sebagai pengklaim suatu pengakuan dengan suatu hujjah dan keterangan yang dia tidak memiliki selainnya, klaimnya tersebut tidaklah akan sempurna kecuali bila keterangannya benar, kemudian dia kembali menarik hujjah dan keterangannya itu sendiri dan mendustainya. Bukankah hal yang seperti ini adalah sebuah kebodohan dan kegilaan? Pengingkaran mereka terhadap al-Qur`an hakikatnya adalah pengingkaran ter-hadap Taurat yang ada pada mereka sendiri, bahkan menjadi pem-batal baginya. Kemudian Allah menolak pengakuan mereka tentang keiman-an mereka kepada apa yang diturunkan kepada mereka dengan FirmanNya, ﴾ قُلۡ ﴿ "Katakanlah" kepada mereka, ﴾ فَلِمَ تَقۡتُلُونَ أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
#
{92} {ولقد جاءكم موسى بالبينات}؛ أي: بالأدلة الواضحات المبينة للحق {ثم اتخذتم العجل من بعده}؛ أي: بعد مجيئه {وأنتم ظالمون}؛ في ذلك ليس لكم عذر.
(92) ﴾ وَلَقَدۡ جَآءَكُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ﴿ "Sungguh Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat)," yakni dengan keterangan-keterangan yang jelas dan berdasarkan kebenaran,﴾ ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ ﴿ "kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudahnya," maksudnya setelah kedatangannya, ﴾ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ ﴿ "dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zhalim" dalam hal ter-sebut yang kalian tidak memiliki alasan tentangnya.
#
{93} {وإذ أخذنا ميثاقكم ورفعنا فوقكم الطورخذوا ما آتيناكم بقوة واسمعوا}؛ أي: سماع قبول وطاعة واستجابة، {قالوا سمعنا وعصينا}؛ أي: صارت هذه حالتهم {وأشربوا في قلوبهم العجل}؛ أي: صُبِغ حب العجل وحب عبادته في قلوبهم وشربها بسبب كفرهم {قل بئسما يأمركم به إيمانكم إن كنتم مؤمنين}؛ أي: أنتم تدعون الإيمان وتتمدحون بالدين الحق وأنتم قتلتم أنبياء الله واتخذتم العجل إلهاً من دون الله لمَّا غاب عنكم موسى نبي الله، ولم تقبلوا أوامره ونواهيه إلا بعد التهديد وَرَفْعِ الطور فوقكم، فالتزمتم بالقول ونقضتم بالفعل، فما هذا الإيمان الذي ادعيتم؟ وما هذا الدين؟ فإن كان هذا إيماناً على زعمكم، فبئس الإيمان الداعي صاحبه إلى الطغيان والكفر برسل الله وكثرة العصيان، وقد عُهِد أن الإيمان الصحيح يأمر صاحبه بكل خير وينهاه عن كل شرٍّ، فوضح بهذا كذبهم وتبين تناقضهم.
(93) ﴾ وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱسۡمَعُواْۖ ﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji darimu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), 'Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!'" Maksud-nya, mendengar dengan menerima dan taat serta respon untuk menunaikan. ﴾ قَالُواْ سَمِعۡنَا وَعَصَيۡنَا ﴿ "Mereka menjawab, 'Kami mendengar tetapi tidak menaati'." Karena hal ini menjadi suatu kebiasaan me-reka, ﴾ وَأُشۡرِبُواْ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡعِجۡلَ بِكُفۡرِهِمۡۚ ﴿ "dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya," yakni, dijadikan dalam hati mereka kecintaan kepada anak sapi itu dan penyembahan mereka kepadanya serta menyerapnya (baca: menikmatinya) yang disebabkan oleh kekufuran mereka tersebut. ﴾ قُلۡ بِئۡسَمَا يَأۡمُرُكُم بِهِۦٓ إِيمَٰنُكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "Katakanlah, 'Amat jahat per-buatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu ber-iman (kepada Taurat)'." Maksudnya kalian mengaku beriman dan kalian memuji diri kalian dengan agama yang benar dan kalian juga membunuh para Nabi Allah lalu kalian menjadikan anak sapi sebagai sesembahan kalian selain dari pada Allah ketika Musa عليه السلام, Nabi Allah, tidak hadir di tengah kalian, kalian tidak menerima perintah-perintah dan larangan-larangannya kecuali setelah adanya ancaman dan akan diangkatnya gunung Thursina di atas kalian, lalu kalian menaati secara lisan namun kalian mendustainya secara tindakan, maka pengakuan iman seperti apakah yang kalian klaim itu? Dan agama apakah itu? Apabila hal yang seperti itu adalah keimanan sebagaimana yang kalian klaim, maka sangat jeleklah keimanan orang yang mengajak orang lain kepada kezhaliman dan kekufuran kepada Rasul-rasul Allah dan banyak bermaksiat, padahal telah diketahui bahwasanya keimanan yang benar adalah mengajak orang kepada segala hal yang baik dan mencegahnya dari segala hal yang buruk. Dengan semua itu jelaslah kebohongan mereka dan nyatalah pertentangan dalam diri mereka.
Ayah: 94 - 96 #
{قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (94) وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (95) وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (96)}.
"Katakanlah, 'Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar.' Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kema-tian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Menge-tahui orang-orang yang berbuat zhalim. Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, pada-hal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Al-Baqarah: 94-96).
#
{94} أي: {قل}؛ لهم على وجه تصحيح دعواهم، {إن كانت لكم الدار الآخرة}؛ يعني الجنة، {خالصة من دون الناس}؛ كما زعمتم أنه لن يدخل الجنة إلا من كان هوداً أو نصارى، وأن النار لن تمسهم إلا أياماً معدودة فإن كنتم صادقين بهذه الدعوى، {فتمنوا الموت}؛ وهذا نوع مباهلة بينهم وبين رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وليس بعد هذا الإلجاء والمضايقة لهم بعد العناد منهم إلا أحد أمرين: إما أن يؤمنوا بالله ورسوله، وإما أن يباهلوا على ما هم عليه بأمر يسير عليهم وهو تمني الموت الذي يوصلهم إلى الدار التي هي خالصة لهم، فامتنعوا عن ذلك؛ فعلم كل أحد أنهم في غاية المعاندة والمحادّة لله ورسوله مع علمهم بذلك، ولهذا قال تعالى:
(94) ﴾ قُلۡ ﴿ "Katakanlah" kepada mereka dalam bentuk mem-benarkan pengakuan mereka, ﴾ إِن كَانَتۡ لَكُمُ ٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ ﴿ "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat itu," maksudnya surga, ﴾ خَالِصَةٗ مِّن دُونِ ٱلنَّاسِ ﴿ "khusus untukmu di sisi Allah bukan untuk orang lain," sebagaimana yang kalian klaim bahwasanya tidaklah akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani, dan bahwasanya neraka tidaklah akan menyentuh mereka kecuali hanya dalam waktu yang dapat dihitung saja, maka bila kalian benar dalam pengakuan ini, ﴾ فَتَمَنَّوُاْ ٱلۡمَوۡتَ ﴿ "maka inginilah kematian(mu)." Ini adalah sebuah bentuk mubahalah (saling mendoakan agar orang yang dusta dilaknat Allah) antara mereka dan Rasulullah ﷺ, dan tidak ada lagi setelah pemaksaan dan tekanan bagi mereka setelah kedurhakaan mereka kecuali salah satu dari dua perkara, pertama mereka beriman ke-pada Allah dan RasulNya, atau kedua, bermubahalah dengan sesuatu yang mereka jadikan sebagai pedoman untuk dipertaruhkan de-ngan perkara yang ringan yaitu keinginan untuk mati yang akan menyampaikan mereka kepada negeri yang khusus bagi mereka tersebut. Namun mereka menolak hal tersebut, sehingga setiap orang dapat mengetahui bahwa mereka itu hakikatnya benar-benar dalam kondisi durhaka dan menentang Allah dan RasulNya pada-hal mereka mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman,
#
{95} {ولن يتمنوه أبداً بما قدمت أيديهم}؛ من الكفر والمعاصي؛ لأنهم يعلمون أنه طريق لهم إلى المجازاة بأعمالهم الخبيثة، فالموت أكره شيء إليهم، وهم أحرص على الحياة من كل أحد من الناس حتى من المشركين الذين لا يؤمنون بأحد من الرسل والكتب. ثم ذكر شدة محبتهم الدنيا فقال:
(95) ﴾ وَلَن يَتَمَنَّوۡهُ أَبَدَۢا بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡۚ ﴿ "Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-ke-salahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri)" disebabkan kekufuran dan kemaksiatan, karena mereka sangat mengetahui bahwa hal itu adalah jalan bagi mereka kepada pembalasan atas perbuatan-perbuatan mereka yang buruk, maka kematian itu ada-lah suatu perkara yang paling mereka benci, dan mereka adalah orang yang paling rakus terhadap kehidupan dibanding setiap manusia hingga dari kaum musyrikin yang tidak beriman kepada salah seorang Rasul pun dari para Rasul dan kitab-kitab. Kemudian Allah menyebutkan tentang sifat cinta mereka yang begitu besar terhadap kehidupan dunia seraya berfirman,
#
{96} {يود أحدهم لو يعمر ألف سنة}؛ وهذا: أبلغ ما يكون من الحرص تمنوا حالة هي من المحالات، والحال أنهم لو عُمِّروا العمر المذكور لم يغن عنهم شيئاً، ولا دفع عنهم من العذاب شيئاً، {والله بصير بما يعملون}؛ تهديد لهم على المجازاة بأعمالهم.
(96) ﴾ يَوَدُّ أَحَدُهُمۡ لَوۡ يُعَمَّرُ أَلۡفَ سَنَةٖ ﴿ "Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun." Hal ini, adalah lebih dalam maknanya dari sekedar ketamakan, di mana mereka berkhayal tentang suatu hal yang paling mustahil di antara hal-hal yang mustahil, walau-pun faktanya bila mereka diberikan kehidupan sebanyak yang di-sebutkan dalam ayat ini, tetap saja tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka, dan tidak juga menyelamatkan mereka dari azab. ﴾ وَٱللَّهُ بَصِيرُۢ بِمَا يَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." Ini adalah sebuah ancaman bagi mereka dengan adanya pembalasan terhadap perbuatan-perbuatan mereka.
Ayah: 97 - 98 #
{قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (97) مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ (98)}.
"Katakanlah, 'Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (al-Qur`an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-ma-laikatNya, rasul-rasulNya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir'." (Al-Baqarah: 97-98).
#
{97 ـ 98} أي: قل لهؤلاء اليهود الذين زعموا أن الذي منعهم من الإيمان أن وليك جبريل عليه السلام ولو كان غيره من ملائكة الله لآمنوا بك وصدقوا: إن هذا الزعم منكم تناقض وتهافت وتكبر على الله، فإن جبريل عليه السلام هو الذي نزل بالقرآن من عند الله على قلبك، وهو الذي ينزل على الأنبياء قبلك، والله هو الذي أمره وأرسله بذلك، فهو رسول محض، مع أن هذا الكتاب الذي نزل به جبريل مصدقاً لما تقدمه من الكتب غير مخالف لها ولا مناقض، وفيه الهداية التامة من أنواع الضلالات، والبشارة بالخير الدنيوي والأخروي لمن آمن به، فالعداوة لجبريل الموصوف بذلك كفر بالله وآياته وعداوة لله ولرسله وملائكته، فإن عداوتهم لجبريل لا لذاته، بل لما ينزل به من عند الله من الحق على رسل الله، فيتضمن الكفر والعداوة للذي أنزله وأرسله والذي أرسل به والذي أرسل إليه، فهذا وجه ذلك.
(97-98) Maksudnya, katakanlah kepada orang-orang Ya-hudi yang mengklaim bahwasanya hal yang menghalangi mereka dari beriman adalah bahwa Jibril عليه السلام, walimu (Muhammad ﷺ), seandainya dia adalah berupa malaikat-malaikat Allah yang lain selain Jibril, niscaya mereka beriman kepadamu dan memper-cayaimu. Sesungguhnya klaim seperti ini saling bertentangan dan merupakan kesombongan terhadap Allah, karena Jibril عليه السلام itu adalah malaikat yang turun dengan membawa al-Qur`an dari Allah kepada hatimu, dan dialah yang turun juga kepada para Nabi se-belummu, dan Allah-lah yang memerintahkan dan mengutusnya dengan tugas seperti itu, maka dia sebatas malaikat yang diutus, padahal kitab yang diturunkan oleh Jibril itu telah membenarkan apa yang telah lewat dari kitab-kitab yang sebelumnya dan tidak menyelisihi dan bertentangan dengannya. Kitab ini berisi petunjuk yang sempurna dari segala bentuk kesesatan, juga berisi kabar gembira tentang kebaikan dunia dan akhirat bagi orang yang ber-iman kepadanya, maka permusuhan terhadap Jibril yang dijelaskan sifat-sifatnya di atas adalah sebuah pengingkaran terhadap Allah dan ayat-ayatNya serta permusuhan kepada Allah, kepada Rasul-rasulNya dan malaikat-malaikatNya. Sesungguhnya permusuhan mereka terhadap Jibril bukanlah kepada Jibril pribadi, namun juga terhadap al-Qur`an yang dibawa olehnya dari sisi Allah berupa kebenaran (yang diturunkan) kepada Rasul-rasul Allah, maka permusuhan dan pengingkaran itu mencakup kepada Dzat yang menyuruhnya turun dan kepada al-Qur`an yang diturunkan olehNya serta kepada Rasul yang diturunkan kitab itu kepadanya, inilah maksud dari hal itu.
Ayah: 99 #
{وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلَّا الْفَاسِقُونَ (99)}.
"Dan sungguh Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik." (Al-Baqarah: 99).
#
{99} يقول لنبيه - صلى الله عليه وسلم -: {ولقد أنزلنا إليك آيات بينات}؛ تحصل بها الهداية لمن استهدى وإقامة الحجة على من عاند، وهي في الوضوح والدلالة على الحق قد بلغت مبلغاً عظيماً، ووصلت إلى حالة لا يمتنع من قبولها إلا من فسق عن أمر الله وخرج عن طاعة الله، واستكبر غاية التكبر.
(99) Allah berfirman kepada NabiNya, Muhammad ﷺ, ﴾ وَلَقَدۡ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ءَايَٰتِۭ بَيِّنَٰتٖۖ ﴿ "Dan sungguh Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas," yang dapat diperoleh darinya petunjuk bagi orang yang mencari hidayah, dan menegakkan hujjah atas orang yang menentangnya, di mana ayat-ayat itu dalam penjelasan dan penunjukannya (dilalah) kepada kebenaran sangatlah jelas, hingga tidak mungkin ditolak kecuali oleh orang-orang yang menyimpang dari perintah Allah dan bermaksiat dari ketaatan kepadaNya, serta berlaku sombong dengan kesombongan yang besar.
Ayah: 100 #
{أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (100)}.
"Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman." (Al-Baqarah: 100).
#
{100} وهذا فيه التعجب من كثرة معاهداتهم وعدم صبرهم على الوفاء بها فكلما تفيد التكرار، فكلما وجد العهد ترتب عليه النقض، ما السبب في ذلك؟ السبب أن أكثرهم لا يؤمنون، فعدم إيمانهم هو الذي أوجب لهم نقض العهود، ولو صدق إيمانهم لكانوا مثل من قال الله فيهم: {من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه}.
(100) Ayat ini menunjukkan tentang suatu keheranan karena banyaknya perjanjian mereka dan tidak sabarnya mereka untuk menunaikan janji-janji itu. Kata "setiap kali" mengandung makna pengulangan, maka setiap kali ada janji, setiap kali itu juga ada pengingkaran. Apakah sebab dari semua itu? Sebabnya adalah bahwa mayoritas mereka tidak beriman, oleh karena ketiadaan iman mereka itulah yang membawa mereka kepada pengingkaran terhadap janji-janji tersebut, seandainya keimanan mereka itu benar, niscaya mereka seperti orang-orang yang Allah تعالى Firmankan, ﴾ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ رِجَالٞ صَدَقُواْ مَا عَٰهَدُواْ ٱللَّهَ عَلَيۡهِۖ ﴿ "Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang mene-pati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah." (Al-Ahzab: 23).
Ayah: 101 - 103 #
{وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101) وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (102) [وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (103)]}.
"Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak me-ngetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setanlah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajar-kan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun hingga mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.' Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat tersebut sihir yang membuat mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Sungguh mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menu-karnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sungguh pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengeta-hui."[12] (Al-Baqarah: 101-103).
#
{101} أي: ولما جاءهم هذا الرسول الكريم بالكتاب العظيم بالحق الموافق لما معهم وكانوا يزعمون أنهم متمسكون بكتابهم، فلما كفروا بهذا الرسول وبما جاء به {نبذ فريق من الذين أوتوا الكتاب كتاب الله}؛ الذي أنزل إليهم أي طرحوه رغبة عنه {وراء ظهورهم}؛ وهذا أبلغ في الإعراض كأنهم في فعلهم هذا من الجاهلين وهم يعلمون صدقه وحقيقة ما جاء به، تبين بهذا أن هذا الفريق من أهل الكتاب لم يبق في أيديهم شيء حيث لم يؤمنوا بهذا الرسول، فصار كفرهم به كفراً بكتابهم من حيث لا يشعرون. ولما كان من العوائد القدرية والحكمة الإلهية أن من ترك ما ينفعه وأمكنه الانتفاع به ولم ينتفع؛ ابتلي بالاشتغال بما يضره، فمن ترك عبادة الرحمن؛ ابتليَ بعبادة الأوثان، ومن ترك محبة الله وخوفه ورجاءه؛ ابتليَ بمحبة غير الله وخوفه ورجائه، ومن لم ينفق ماله في طاعة الله أنفقه في طاعة الشيطان، ومن ترك الذلَّ لربه؛ ابتليَ بالذل للعبيد، ومن ترك الحق؛ ابتليَ بالباطل.
(101) Maksudnya, ketika Rasul yang mulia ini, Muhammad ﷺ, telah datang kepada mereka dengan membawa kitab yang agung dengan kebenaran yang sesuai dengan apa yang ada pada mereka, sedang mereka mengaku bahwa mereka berpegang teguh kepada kitab mereka tersebut, lalu ketika mereka mengingkari Rasul tersebut dan apa yang beliau bawa, maka ﴾ نَبَذَ فَرِيقٞ مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ ﴿ "orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah" yang diturunkan kepada mereka, maksudnya mereka melemparnya karena benci terhadapnya, ﴾ وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ ﴿ "ke belakang (punggung)nya." Ini adalah sikap parah dalam pengingkaran, seolah-olah mereka, dengan tindakannya itu, adalah orang-orang yang tidak tahu, padahal mereka mengetahui kebenarannya dan hakikat kitab yang dibawanya. Maka jelaslah dengan hal ini bahwa kelom-pok ini berasal dari ahli kitab yang mana kitab tersebut tidak akan tetap berada di tangan mereka selama mereka tidak beriman kepada Rasul tersebut, maka kekufuran mereka kepada Nabi ﷺ adalah sebuah pengingkaran terhadap kitab mereka sendiri, tanpa mereka sadari. Ketika hukum takdir dan hikmah Tuhan bahwa barangsiapa yang meninggalkan suatu hal yang bermanfaat baginya dan sangat mungkin dia mengambil manfaat darinya, namun tidak dia man-faatkan, niscaya dia akan diuji dengan disibukkan oleh suatu hal yang justru memudaratkannya, maka barangsiapa yang mening-galkan penyembahan kepada Dzat yang Maha Pengasih, niscaya dia diuji dengan menyembah berhala, dan barangsiapa yang me-ninggalkan cinta kepada Allah, takut dan berharap kepadaNya, niscaya akan diuji dengan cinta kepada selain Allah, takut dan mengharapnya, barangsiapa yang tidak mengeluarkan hartanya dalam ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan mengeluarkannya dalam ketaatan kepada setan, barangsiapa yang meninggalkan kepasrahan hanya kepada Rabbnya, niscaya ia akan diuji dengan kepasrahan kepada hamba-hambaNya, dan barangsiapa yang me-ninggalkan kebenaran, niscaya dia akan diuji dengan kebatilan.
#
{102 ـ 103} كذلك: هؤلاء اليهود لما نبذوا كتاب الله اتبعوا ما تتلوا الشياطين، وتختلق من السحر على ملك سليمان حيث أخرجت الشياطين للناس السحر، وزعموا أن سليمان عليه السلام كان يستعمله وبه حصل له الملك العظيم، وهم كذبة في ذلك فلم يستعمله سليمان بل نزهه الصادق في قيله: {وما كفر سليمان}؛ أي: بتعلم السحر فلم يتعلمه، {ولكن الشياطين كفروا}؛ في ذلك {يعلمون الناس السحر}؛ من إضلالهم وحرصهم على إغواء بني آدم وكذلك اتبع اليهود السحر الذي أُنْزِلَ على الملكين الكائنين بأرض بابل من أرض العراق، أنزل عليهما السحر امتحاناً وابتلاءً من الله لعباده فيعلمانهم السحر، {وما يعلمان من أحد حتى}؛ ينصحاه و {يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر}؛ أي: لا تتعلم السحر؛ فإنه كفر، فينهيانه عن السحر ويخبرانه عن مرتبته، فتعليم الشياطين للسحر على وجه التدليس والإضلال، ونسبته وترويجه إلى من برأه الله منه وهو سليمان عليه السلام، وتعليم الملكين امتحاناً مع نصحمها لئلا يكون لهم حجة، فهؤلاء اليهود يتبعون السحر الذي تعلمه الشياطين والسحر الذي يعلمه الملكان، فتركوا علم الأنبياء والمرسلين وأقبلوا على علم الشياطين، وكلٌّ يصبو إلى ما يناسبه. ثم ذكر مفاسد السحر فقال: {فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء وزوجه}؛ مع أن محبة الزوجين لا تقاس بمحبة غيرهما، لأن الله قال في حقهما: {وجعل بينكم مودة ورحمة}؛ وفي هذا دليل على أن السحر له حقيقة، وأنه يضر بإذن الله؛ أي: بإرادة الله، والإذن نوعان: إذن قدري: وهو المتعلق بمشيئة الله كما في هذه الآية، وإذن شرعي كما في قوله تعالى في الآية السابقة: {فإنه نزله على قلبك بإذن الله}؛ وفي هذه الآية وما أشبهها أن الأسباب مهما بلغت في قوة التأثير فإنها تابعة للقضاء والقدر ليست مستقلة في التأثير، ولم يخالف في هذا الأصل أحد من فرق الأمة غير القدرية في أفعال العباد زعموا: أنها مستقلة غير تابعة للمشيئة، فأخرجوها عن قدرة الله، فخالفوا كتاب الله وسنة رسوله وإجماع الصحابة والتابعين. ثم ذكر أن علم السحر مضرة محضة، ليس فيه منفعة لا دينية ولا دنيوية، كما يوجد بعض المنافع الدنيوية في بعض المعاصي كما قال تعالى في الخمر والميسر: {قل فيهما إثم كبير ومنافع للناس وإثمهما أكبر من نفعهما}؛ فهذا السحر مضرة محضة فليس له داعٍ أصلاً، فالمنهيات كلها إما مضرة محضة أو شرها أكبر من خيرها، كما أن المأمورات إما مصلحة محضة أو خيرها أكثر من شرها. {ولقد علموا}؛ أي: اليهود، {لمن اشتراه}؛ أي: رغب في السحر رغبة المشتري في السلعة، {ما له في الآخرة من خلاق}؛ أي: نصيب بل هو موجب للعقوبة، فلم يكن فعلهم إياه جهلاً ولكنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة فلبئس {ما شروا به أنفسهم لو كانوا يعلمون}؛ علماً يثمر العمل ما فعلوه.
(102-103) Seperti itu juga, orang-orang Yahudi ketika mereka melemparkan Kitabullah, mereka akhirnya mengikuti apa yang dibaca oleh setan dan diciptakan dari sebuah sihir pada masa kerajaan Sulaiman, di mana setan-setan mengeluarkan sihir kepada manusia hingga mereka menyangka bahwasanya Sulaiman memakai sihir dan menggunakannya untuk mendapatkan kerajaan yang besar. Mereka adalah pendusta dalam hal itu karena Sulaiman tidak memakainya, karena Allah telah menyucikannya dalam FirmanNya, ﴾ وَمَا كَفَرَ سُلَيۡمَٰنُ ﴿ "Padahal Sulaiman tidaklah kafir," yakni dengan mempelajari sihir karena dia tidak mempelajarinya,﴾ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُواْ ﴿ "akan tetapi setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir)" dalam hal itu, ﴾ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ ﴿ "mereka mengajarkan sihir kepada manusia" karena usaha penyesatan mereka dan semangat mereka untuk menggoda anak Adam, kaum Yahudi juga mengikuti sihir yang diturunkan oleh dua malaikat yang berada di Babil, negeri Irak, di mana sihir diturunkan kepada mereka sebagai ujian dan cobaan dari Allah untuk hamba-hambaNya, lalu mereka berdua mengajarkan sihir kepada orang-orang, ﴾ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنۡ أَحَدٍ حَتَّىٰ ﴿ "sedang keduanya tidak mengajarkan kepada siapa pun hingga" mereka berdua menasihatinya, dan ﴾ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةٞ فَلَا تَكۡفُرۡۖ ﴿ "berkata, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir'." Maksud-nya, janganlah kamu mempelajari sihir, karena sihir itu adalah kekufuran, mereka berdua melarangnya mempelajari sihir seraya mengabarkan tentang tingkatannya. Pengajaran setan akan sihir dalam bentuk pengaburan dan penyesatan lalu menisbatkan dan melariskannya kepada seseorang yang telah disucikan oleh Allah dari sihir, yaitu Nabi Sulaiman عليه السلام. Adapun pengajaran kedua malaikat itu adalah sebagai cobaan dengan adanya nasihat keduanya, agar tidak menjadi hujjah bagi mereka. Orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang diajarkan oleh setan dan sihir yang diajarkan oleh kedua malaikat tersebut, kemu-dian mereka meninggalkan ilmu-ilmu dari para Nabi dan Rasul, dan menerima ilmu-ilmu setan, maka masing-masing orang akan cenderung kepada hal yang sesuai dengannya. Kemudian Allah menyebutkan tentang kemudaratan sihir seraya berfirman, ﴾ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَزَوۡجِهِۦۚ ﴿ "Maka me-reka mempelajari dari kedua malaikat sihir yang membuat mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya" padahal cinta kasih kedua suami istri tidaklah dapat diukur dengan cinta kasih selain mereka, karena Allah تعالى telah berfirman tentang mereka berdua, ﴾ وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ ﴿ "Dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang." (Ar-Rum: 21). Hal ini menunjukkan bahwa sihir itu memiliki hakikat dan bahwa dia dapat memudaratkan atas izin dari Allah dan atas ke-hendak Allah. Adapun izin itu ada dua macam; izin yang bersifat takdir (penciptaan) yaitu yang bersangkutan dengan kehendak Allah sebagaimana yang ada dalam ayat ini, dan izin yang bersifat syariat sebagaimana dalam FirmanNya تعالى yang lalu, ﴾ فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ ﴿ "Maka Jibril itu telah menurunkannya (al-Qur`an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah." (Al-Baqarah: 97). Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya menjelaskan bahwa apa pun sebabnya walaupun ia memiliki pengaruh yang sangat besar, ia tetap saja mengikuti qadha dan takdir di mana sebab-sebab tersebut tidak berdiri sendiri (independent) dalam pengaruhnya, dan tidak ada satu pun dari kelompok-kelompok umat Islam yang menentang dasar kerangka ini selain al-Qadariyah dalam pembahasan perbuatan-perbuatan hamba, di mana mereka menyatakan bahwasanya perbuatan-perbuatan hamba itu terpisah dan tidak tunduk kepada kehendak, mereka mengeluarkannya dari takdir Allah dan mereka menyalahi Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ serta ijma' para sahabat dan tabi'in. Kemudian Allah menyebutkan bahwa ilmu sihir itu murni berbahaya, tidak ada manfaatnya sedikit pun, baik secara agama maupun dunia, sebagaimana terdapat beberapa manfaat pada be-berapa kemaksiatan seperti dalam Firman Allah tentang khamar dan judi, ﴾ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ ﴿ "Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya'." (Al-Baqarah: 219). Sihir itu murni berbahaya bahkan ia tidak memiliki faktor penunjang sama sekali, dan hal-hal yang dilarang itu semuanya murni berbahaya atau mudaratnya lebih besar daripada manfaat-nya, sebagaimana perkara-perkara yang diperintahkan itu juga murni bermanfaat atau manfaatnya lebih besar daripada mudarat-nya. ﴾ وَلَقَدۡ عَلِمُواْ ﴿ "Sungguh mereka telah meyakini," yaitu orang-orang Yahudi, bahwa ﴾ لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ ﴿ "barangsiapa yang menukarnya dengan sihir itu," yaitu menyukai sihir sebagaimana pembeli menyukai suatu barang dagangan, ﴾ مَا لَهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنۡ خَلَٰقٖۚ ﴿ "tiadalah baginya keuntungan di akhirat," maksudnya tidak mendapat bagian, bahkan hal itu mengakibatkan hukuman, dan tidaklah perbuatan mereka itu atas dasar kebodohan, akan tetapi karena sangat menyukai kehidupan dunia daripada akhirat, maka sangat j e l e k l a h ﴾ مَا شَرَوۡاْ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ﴿ "perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui," maksudnya, mengetahui akan buah dari per-buatan yang telah mereka lakukan.
Ayah: 104 - 105 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (104) مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (105)}
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad), 'Ra'ina,' tetapi katakanlah, 'Unzhurna,' dan 'dengarlah.' Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tu-hanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendakiNya (untuk diberi) rahmatNya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar." (Al-Baqarah: 104-105).
#
{104} كان المسلمون يقولون حين خطابهم للرسول عند تعلمهم أمر الدين: {راعنا}؛ أي: راع أحوالنا فيقصدون بها معنى صحيحاً، وكان اليهود يريدون بها معنى فاسداً، فانتهزوا الفرصة فصاروا يخاطبون الرسول بذلك ويقصدون المعنى الفاسد، فنهى الله المؤمنين عن هذه الكلمة سَدًّا لهذا الباب، ففيه النهي عن الجائز إذا كان وسيلة إلى محرم، وفيه الأدب واستعمال الألفاظ التي لا تحتمل إلا الحسن وعدم الفحش وترك الألفاظ القبيحة أو التي فيها نوع تشويش واحتمال لأمر غير لائق، فأمرهم بلفظة لا تحتمل إلا الحسن فقال: {وقولوا انظرنا}؛ فإنها كافية يحصل بها المقصود من غير محذور، {واسمعوا}؛ لم يذكر المسموع ليعم ما أمر باستماعه فيدخل فيه سماع القرآن وسماع السنة التي هي الحكمة لفظاً ومعنى واستجابة ففيه الأدب والطاعة، ثم توعد الكافرين بالعذاب المؤلم الموجع.
(104) Kaum Muslimin berkata di tengah perbincangan mereka bersama Rasul saat mereka belajar perkara-perkara agama mereka, ﴾ رَٰعِنَا ﴿ "Perhatikanlah kami," maksudnya perhatikan kon-disi kami, dan mereka bermaksud baik, sedangkan orang-orang Yahudi juga mengatakan seperti itu namun dengan maksud jelek, mereka memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengatakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ dengan maksud yang jelek, maka Allah melarang orang-orang beriman mengucapkan kalimat itu untuk mencegah masalah tersebut. Ayat ini menunjukkan larangan tentang suatu perkara yang (pada dasarnya) boleh tetapi bisa menjadi jalan menuju kepada hal yang haram. Juga menunjukkan akhlak dan pemakaian kalimat yang tidak bermakna kecuali hanya yang baik dan tidak keji serta meninggalkan kalimat-kalimat yang jelek, atau yang mengandung makna mengganggu atau perkara yang tidak patut, maka Allah memerintahkan mereka kepada ka-limat-kalimat yang tidak bermaksud kecuali hanya yang baik saja. Allah berfirman, ﴾ وَقُولُواْ ٱنظُرۡنَا ﴿ "Namun katakanlah, 'Lihatlah kami'." dengan kalimat ini cukup mewakili maksud yang dikehendaki tanpa ada sedikit pun masalah, ﴾ وَٱسۡمَعُواْۗ ﴿ "dan dengarlah," Allah tidak menyebutkan hal yang didengar agar menjadi lebih umum kepada segala perkara yang diperintahkan untuk didengar, maka hal itu mencakup perintah mendengar al-Qur`an dan mendengar sunnah yang merupakan hikmah secara lafazh maupun makna dan sebagai respon. Ayat ini juga menunjukkan adab dan ketaatan, kemudian Allah mengancam orang-orang kafir dengan azab yang pedih lagi menyakitkan.
#
{105} وأخبر عن عداوة اليهود والمشركين للمؤمنين أنهم ما يودون، {أن ينزل عليكم من خير}؛ أي: لا قليلاً ولا كثيرًا، {من ربكم}؛ حسدًا منهم وبغضاً لكم أن يختصكم بفضله فإنه، {ذو الفضل العظيم} ومن فضله عليكم؛ إنزال الكتاب على رسولكم ليزكيكم ويعلمكم الكتاب والحكمة ويعلمكم ما لم تكونوا تعلمون، فله الحمد والمنة.
(105) Dan Allah mengabarkan tentang permusuhan orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik terhadap orang-orang beriman yaitu bahwasanya mereka tidaklah menginginkan, ﴾ أَن يُنَزَّلَ عَلَيۡكُم مِّنۡ خَيۡرٖ ﴿ "diturunkannya suatu kebaikan kepadamu," maksudnya, tidak menginginkan kamu (kaum Muslimin) mendapat kebaikan, baik sedikit ataupun banyak ﴾ مِّن رَّبِّكُمۡۚ ﴿ "dari Tuhanmu," karena kedengkian dan kebencian mereka kepada kamu, karena Allah memberikan keistimewaan kepada kalian dari karuniaNya, oleh karena ﴾ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ ﴿ "Allah mempunyai karunia yang besar," dan di antara karuniaNya atas kalian adalah menurunkan kitab kepada Rasul kalian untuk menyucikan kalian, mengajarkan kalian kitab dan hikmah tersebut, dan mengajarkan kalian apa yang belum ka-lian ketahui, maka segala pujian dan pengagungan hanya bagiNya.
Ayah: 106 - 107 #
{مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (106) أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (107)}.
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik dari-padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu menge-tahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu? Tidakkah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepu-nyaan Allah? Dan tiada seorang pelindung maupun seorang peno-long pun bagimu selain Allah." (Al-Baqarah: 106-107).
#
{106} النسخ هو النقل، فحقيقة النسخ نقل المكلفين من حكم مشروع إلى حكم آخر أو إلى إسقاطه، وكان اليهود ينكرون النسخ ويزعمون أنه لا يجوز، وهو مذكور عندهم في التوراة، فإنكارهم له كفر وهوى محض، فأخبر الله تعالى عن حكمته في النسخ، وأنه ما ينسخ {من آية أو ننسها}؛ أي: ننسها العباد فنزيلها من قلوبهم، {نأت بخير منها}؛ وأنفع لكم، {أو مثلها}؛ فدل على أن النسخ لا يكون لأقل مصلحة لكم من الأول لأن فضله تعالى يزداد خصوصاً على هذه الأمة التي سهل عليها دينها غاية التسهيل، وأخبر أن من قدح في النسخ [فقد] قدح في ملكه وقدرته فقال: {ألم تعلم أن الله على كل شيء قدير}.
(106) Nasakh (mengganti dan menghapus) bermakna me-mindahkan, maka hakikat dari nasakh itu adalah memindahkan seorang mukallaf dari suatu hukum syariat kepada hukum syariat yang lain atau bahkan digugurkan. Hukum nasakh ini diingkari oleh orang-orang Yahudi bahkan mereka mengira bahwa hal itu tidak boleh, padahal telah disebutkan dalam kitab mereka Taurat. Oleh karena itu, pengingkaran mereka terhadapnya merupakan kekufuran dan hawa nafsu belaka, dan Allah mengabarkan ten-tang hikmahNya dalam nasakh tersebut dan bahwasanya tidaklah dinasakh, ﴾ مِنۡ ءَايَةٍ أَوۡ نُنسِهَا ﴿ "ayat mana saja, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya," maksudnya Kami jadikan manusia melupakannya dan Kami menghilangkannya dari hati mereka, ﴾ نَأۡتِ بِخَيۡرٖ مِّنۡهَآ ﴿ "Kami datangkan yang lebih baik darinya" dan lebih berguna bagi kalian, ﴾ أَوۡ مِثۡلِهَآۗ ﴿ "atau sebanding dengannya." Maka ayat ini menunjukkan bahwa yang menasakh tidak akan menjadi maslahat yang lebih kecil daripada yang dinasakh, karena karunia Allah تعالى itu selalu bertambah, khususnya terhadap umat ini yang telah Dia mudahkan urusan agamanya dengan semudah-mudahnya, dan Dia mengabar-kan bahwa siapa yang menghina nasakh, maka sesungguhnya dia telah menghina kerajaan dan KuasaNya. Allah berfirman,﴾ أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ﴿ "Tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?"
#
{107} {ألم تعلم أن الله له ملك السموات والأرض}؛ فإذا كان مالكاً لكم متصرفاً فيكم تصرف المالك البر الرحيم في أقداره وأوامره ونواهيه، فكما أنه لا حجر عليه في تقدير ما يقدره على عباده من أنواع التقادير، كذلك لا يعترض عليه فيما يشرعه لعباده من الأحكام، فالعبد مدبر مسخر تحت أوامر ربه الدينية والقدرية فما له والاعتراض، وهو أيضاً ولي عباده ونصيرهم، فيتولاهم في تحصيل منافعهم، وينصرهم في دفع مضارهم، فمن ولايته لهم، أن يشرع لهم من الأحكام ما تقتضيه حكمته ورحمته بهم. ومن تأمل ما وقع في القرآن والسنة من النسخ، عرف بذلك حكمة الله، ورحمته عباده، وإيصالهم إلى مصالحهم من حيث لا يشعرون بلطفه.
(107) ﴾ أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ ﴿ "Tidakkah kamu menge-tahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?" Apabila Dia adalah Raja kalian Yang memerintah kalian sebagai perintah Raja Yang Pemurah lagi Pengasih dalam ketetapan-ketetapanNya, perintah-perintahNya, larangan-laranganNya, sebagaimana tidak ada halangan bagiNya dalam menakdirkan sesuatu yang ditakdir-kanNya, maka tidak ada pula yang menghalangiNya dalam segala yang ditetapkanNya tentang hukum-hukum syariat bagi hamba-hambaNya. Maka seorang hamba telah diatur dan disiapkan untuk tunduk di bawah perintah-perintah Tuhannya, baik agama maupun hal-hal yang telah ditentukan, maka kenapa dia menolak? Allah juga pelindung bagi hambaNya dan penolong mereka, Dia menjadi Pelindung mereka dalam memperoleh hal-hal yang ber-guna bagi mereka, menolong mereka dalam menjauhkan mereka dari hal-hal yang mudarat, maka di antara perlindungan Allah terhadap mereka adalah Dia mensyariatkan bagi mereka hukum-hukum yang didasarkan oleh hikmah dan kasih sayangNya kepada mereka. Barangsiapa yang memperhatikan nasakh yang terjadi dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, niscaya dia akan mengetahui hikmah-hikmah Allah, kasih sayangNya terhadap hamba-hambaNya, dan membawa mereka kepada kemaslahatan tanpa mereka sadari akan kemurahanNya.
Ayah: 108 - 110 #
{أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (108) وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (109) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (110)}.
"Apakah kamu ingin bertanya kepada Rasulmu seperti Bani Israil bertanya kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang-siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. Sebagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (Al-Baqarah: 108-110).
#
{108} ينهى الله المؤمنين أو اليهود بأن يسألوا رسولهم، {كما سئل موسى من قبل}؛ والمراد بذلك أسئلة التعنت والاعتراض، كما قال تعالى: {يسألك أهل الكتاب أن تنزل عليهم كتاباً من السماء فقد سألوا موسى أكبر من ذلك فقالوا أرنا الله جهرة}؛ وقال تعالى: {يا أيها الذين آمنوا لا تسألوا عن أشياء إن تبد لكم تسؤكم}؛ فهذه ونحوها هي المنهي عنها. وأما سؤال الاسترشاد والتعلم فهذا محمود قد أمر الله به كما قال تعالى: {فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون}؛ ويقرهم عليه كما في قوله: {يسألونك عن الخمر والميسر}؛ و {يسألونك عن اليتامى}؛ ونحو ذلك. ولما كانت المسائل المنهي عنها مذمومة قد تصل بصاحبها إلى الكفر قال: {ومن يتبدل الكفر بالإيمان فقد ضل سواء السبيل}.
(108) Allah melarang orang-orang yang beriman atau orang-orang Yahudi untuk bertanya kepada Rasul mereka,﴾ كَمَا سُئِلَ مُوسَىٰ مِن قَبۡلُۗ ﴿ "sebagaimana Bani Israil bertanya kepada Musa pada zaman dahulu?" Maksud dari hal itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang menyu-litkan dan menantang, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, ﴾ يَسۡـَٔلُكَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيۡهِمۡ كِتَٰبٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِۚ فَقَدۡ سَأَلُواْ مُوسَىٰٓ أَكۡبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓاْ أَرِنَا ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ ﴿ "Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sungguh mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, 'Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata'." (An-Nisa`: 153). Allah تعالى juga berfirman, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَسۡـَٔلُواْ عَنۡ أَشۡيَآءَ إِن تُبۡدَ لَكُمۡ تَسُؤۡكُمۡ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyu-sahkanmu." (Al-Ma`idah: 101). Ayat-ayat ini dan yang semisalnya adalah pertanyaan-perta-nyaan yang dilarang. Adapun pertanyaan untuk mendapat arahan dan ilmu, maka yang demikian itu adalah terpuji, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkannya sebagaimana dalam FirmanNya, ﴾ فَسۡـَٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ 43 ﴿ "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An-Nahl: 43). Dan Allah menyetujui mereka dalam hal itu dalam Firman-Nya, ﴾ يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ ﴿ "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi." (Al-Baqa-rah: 219). ﴾ وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡيَتَٰمَىٰۖ ﴿ "Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim." (Al-Baqarah: 220). Dan semacamnya. Ketika hal-hal yang dilarang darinya itu tercela, yang mung-kin saja membawa pelakunya jatuh kepada kekufuran, maka Allah berfirman, ﴾ وَمَن يَتَبَدَّلِ ٱلۡكُفۡرَ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ ﴿ "Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus."
#
{109} ثم أخبر عن حسد كثير من أهل الكتاب وأنهم بلغت بهم الحال أنهم ودوا {لو يردونكم من بعد إيمانكم كفاراً}؛ وسعوا في ذلك، وعملوا المكايد، وكيدهم راجع عليهم كما قال تعالى: {وقالت طائفة من أهل الكتاب آمنوا بالذي أنزل على الذين آمنوا وجه النهار واكفروا آخره لعلهم يرجعون}؛ وهذا من حسدهم الصادر من عند أنفسهم، فأمرهم الله بمقابلة من أساء إليهم [غاية الإساءة] بالعفو عنهم والصفح حتى يأتي الله بأمره، ثم بعد ذلك أتى الله بأمره إياهم بالجهاد، فشفى الله أنفس المؤمنين منهم، فقتلوا من قتلوا واسترقوا من استرقوا، وأجلوا من أجلوا، {إن الله على كل شيء قدير}.
(109) Kemudian Allah mengabarkan tentang sifat hasad sebagian besar dari orang-orang ahli Kitab dan bahwasanya kondisi tersebut memuncak hingga mereka berkeinginan,﴾ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا ﴿ "agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman," dan mereka berusaha untuk itu, dan meng-gunakan segala tipu daya, namun tipu daya mereka itu kembali kepada mereka sendiri, sebagaimana Allah berfirman, ﴾ وَقَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ ءَامِنُواْ بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَجۡهَ ٱلنَّهَارِ وَٱكۡفُرُوٓاْ ءَاخِرَهُۥ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ 72 ﴿ "Segolongan (lain) dari ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), 'Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada al-Qur`an yang ditu-runkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada per-mulaan siang, dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang Mukmin) kembali (kepada kekafiran)'." (Ali Imran: 72). Ini adalah kedengkian mereka yang timbul dari diri mereka sendiri, lalu Allah memerintahkan kepada mereka untuk membalas orang-orang yang sangat berlaku buruk terhadap mereka dengan cara memaafkan mereka dan berlapang dada hingga datang keten-tuan Allah, kemudian setelah itu datanglah ketentuan Allah kepada mereka agar berjihad, maka Allah menenangkan hati orang-orang yang beriman di antara mereka. Mereka memerangi orang-orang yang telah memerangi, mereka menawan orang-orang yang telah menawan dan mereka mengusir orang-orang yang telah mengusir. ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala se-suatu."
#
{110} ثم أمرهم الله بالاشتغال بالوقت الحاضر بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة وفعل كل القربات، ووعدهم أنهم مهما فعلوا من خير فإنه لا يضيع عند الله بل يجدونه عنده وافراً موفراً قد حفظه {إن الله بما تعملون بصير}.
(110) Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk me-nyibukkan diri mereka pada saat ini dengan menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan mengerjakan segala ibadah, dan Allah menjanjikan bagi mereka bahwasanya bagaimana pun mereka melakukan suatu kebaikan, niscaya tidak akan disia-siakan. Bahkan mereka akan mendapatkan balasan dariNya dengan sempurna dan tidak kurang sedikit pun, karena telah dijaga olehNya.﴾ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan."
Ayah: 111 - 112 #
{وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (111) بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (112)}.
"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, 'Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani.' Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, 'Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.' (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia ber-buat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka ber-sedih hati." (Al-Baqarah: 111-112).
#
{111} أي: قال اليهود: لن يدخل الجنة إلا من كان هوداً، وقالت النصارى: لن يدخل الجنة إلا من كان نصارى، فحكموا لأنفسهم بالجنة وحدهم، وهذا مجرد أماني غير مقبولة إلا بحجة وبرهان فأتوا بها إن كنتم صادقين، وهكذا كل من ادعى دعوى لا بد أن يقيم البرهان على صِحة دعواه، وإلا فلو قلبت عليه دعواه وادعى مدع عكس ما ادعى بلا برهان لكان لا فرق بينهما، فالبرهان هو الذي يصدق الدعاوي أو يكذبها، ولما لم يكن بأيديهم برهان علم كذبهم بتلك الدعوى.
(111) Maksudnya, orang-orang Yahudi berkata, "Tidaklah akan masuk surga kecuali orang Yahudi," dan orang-orang Nasrani berkata, 'Tidaklah akan masuk surga kecuali orang Nasrani." Me-reka menentukan bahwa surga itu bagi mereka sendiri, namun hal ini hanya sebatas angan-angan kosong belaka yang tidak dapat diterima kecuali dengan hujjah dan keterangan yang jelas, maka berikanlah hujjah dan keterangan yang jelas jikalau kalian adalah orang-orang yang benar, demikianlah seharusnya bagi orang yang mengaku dengan suatu pengakuan bahwa dia harus memberikan keterangan dan hujjahnya untuk membenarkan pengakuannya tersebut, namun bila dia tidak memberikannya, maka pengakuan-nya itu dikembalikan kepadanya dan jika ada seseorang yang mengaku dengan hal yang bertentangan dengan pengakuan yang tadi juga tanpa ada keterangan dan hujjah, maka tidaklah ada perbedaan antara kedua pengakuan tersebut. Bukti nyata (burhan) adalah hal yang membenarkan pengakuan atau mendustakannya, dan ketika mereka semua tidak memiliki keterangan yang jelas, maka diketahuilah kebohongan mereka dalam pengakuan tersebut.
#
{112} ثم ذكر تعالى البرهان الجلي العام لكل أحد فقال: {بلى}؛ أي: ليس بأمانيكم ودعاويكم ولكن، {من أسلم وجهه لله}؛ أي: أخلص لله أعماله متوجهاً إليه بقلبه، {وهو}؛ مع إخلاصه {محسن}؛ في عبادة ربه بأن عبده بشرعه فأولئك هم أهل الجنة وحدهم، فلهم أجرهم عند ربهم؛ وهو الجنة بما اشتملت عليه من النعيم، {ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ فحصل لهم المرغوب ونجوا من المرهوب، ويفهم منها أن من ليس كذلك فهو من أهل النار الهالكين، فلا نجاة إلا لأهل الإخلاص للمعبود والمتابعة للرسول.
(112) Kemudian Allah تعالى menyebutkan keterangan yang jelas dan bersifat umum bagi setiap orang seraya berfirman, ﴾ بَلَىٰۚ ﴿ "(Tidak demikian) tentu," maksudnya tidak seperti angan-angan dan klaim kalian, akan tetapi ﴾ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ ﴿ "barangsiapa yang menye-rahkan diri kepada Allah," maksudnya mengikhlaskan segala perbuat-annya dan dengan menyerahkan hatinya kepadaNya, ﴾ وَهُوَ ﴿ "sedang ia" dengan keikhlasannya itu, ﴾ مُحۡسِنٞ ﴿ "berbuat kebajikan" dalam menyembah Rabbnya dengan menyembahNya sesuai syariatNya, maka mereka itulah penghuni surga, dan bagi mereka ganjaran di sisi Rabb mereka yaitu surga dengan segala kenikmatan yang ada padanya, ﴾ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿ "dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati," mereka memperoleh apa yang diharapkan dan terhindar dari apa yang dikhawatirkan. Dapat dipahami dari sini bahwa barangsiapa yang berbeda dengan keterangan di atas, maka dia adalah penghuni neraka lagi sengsara. Oleh karena itu, tidaklah ada keselamatan kecuali bagi orang-orang yang ikhlas dalam beribadah kepada Tuhannya dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ.
Ayah: 113 #
{وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (113)}.
"Dan orang-orang Yahudi berkata, 'Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan,' dan orang-orang Nasrani ber-kata, 'Orang-orang Yahudi tidak mempunyai suatu pegangan,' padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada Hari Kiamat tentang sesuatu yang mereka berselisih padanya." (Al-Baqarah: 113).
#
{113} وذلك أنه بلغ بأهل الكتاب الهوى والحسد إلى أن بعضهم ضلل بعضاً، وكفر بعضهم بعضاً كما فعل الأميون من مشركي العرب وغيرهم، فكل فرقة تضلل [الفرقةَ] الأخرى، ويحكم الله في الآخرة بين المختلفين بحكمه العدل الذي أخبر به عباده، فإنه لا فوز ولا نجاة إلا لمن صدَّق جميع الأنبياء والمرسلين، وامتثل أوامر ربه، واجتنب نواهيه، ومن عداهم فهو هالك.
(113) Yang demikian itu disebabkan karena orang-orang ahli Kitab menyimpan hawa nafsu dan dengki yang besar hingga sebagian mereka menyesatkan sebagian lain, dan sebagian lagi mengkafirkan sebagian lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak membaca dan menulis dari kaum musy-rikin Arab dan selainnya, setiap kelompok menyesatkan kelompok lainnya. Dan Allah akan menghakimi di antara kelompok-kelom-pok yang bertikai itu dengan ketetapanNya yang adil yang telah dikabarkan kepada hamba-hambaNya, maka tidaklah ada keber-hasilan dan tidak juga ada keselamatan kecuali bagi orang yang mempercayai seluruh Rasul dan Nabi, dan menaati perintah-perin-tah Rabbnya, menjauhi larangan-laranganNya; sedangkan orang yang selain mereka, maka dia termasuk yang binasa.
Ayah: 114 #
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (114)}.
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang meng-halang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjidNya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat." (Al-Baqarah: 114).
#
{114} أي: لا أحد أظلم وأشد جرماً ممن منع مساجد الله عن ذكر الله فيها وإقامة الصلاة وغيرها من [أنواع] الطاعات، {وسعى}؛ أي: اجتهد وبذل وسعه، {في خرابها}؛ الحسي والمعنوي، فالخراب الحسي هدمها وتخريبها وتقذيرها، والخراب المعنوي منع الذاكرين لاسم الله فيها، وهذا عام لكل من اتصف بهذه الصفة فيدخل في ذلك أصحاب الفيل وقريش حين صدوا رسول الله عنها عام الحديبية، والنصارى حين أخربوا بيت المقدس، وغيرهم من أنواع الظلمة الساعين في خرابها محادّة لله ومشاقة، فجازاهم الله بأن منعهم دخولها شرعاً وقدراً إلا خائفين ذليلين، فلما أخافوا عباد الله أخافهم الله، فالمشركون الذين صدوا رسوله لم يلبث رسول الله - صلى الله عليه وسلم - إلا يسيراً حتى أذن الله له في فتح مكة ومنع المشركين من قربان بيته فقال تعالى: {يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد عامهم هذا}؛ وأصحاب الفيل قد ذكر الله ما جرى عليهم، والنصارى سلط الله عليهم المؤمنين فأجلوهم [عنه]، وهكذا كل من اتصف بوصفهم فلا بد أن يناله قسطه، وهذا من الآيات العظيمة أخبر بها الباري قبل وقوعها فوقعت كما أخبر، واستدل العلماء بالآية الكريمة على أنه لا يجوز تمكين الكفار من دخول المساجد {لهم في الدنيا خزي}؛ [أي]: فضيحة؛ كما تقدم {ولهم في الآخرة عذاب عظيم}؛ وإذا كان لا أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه، فلا أعظم إيماناً ممن سعى في عمارة المساجد بالعمارة الحسية والمعنوية؛ كما قال تعالى: {إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر}؛ بل قد أمر الله تعالى برفع بيوته وتعظيمها وتكريمها فقال تعالى: {في بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه}. وللمساجد أحكام كثيرة يرجع حاصلها إلى مضمون هذه الآيات الكريمة.
(114) Maksudnya, tidak ada seorang pun yang lebih zhalim dan lebih jahat daripada orang yang menghalang-halangi menye-but nama Allah, mendirikan shalat, dan ibadah ketaatan lainnya dalam masjidNya, ﴾ وَسَعَىٰ ﴿ "dan berusaha" yaitu bersungguh-sungguh dan mengerahkan segala kemampuannya ﴾ فِي خَرَابِهَآۚ ﴿ "untuk mero-bohkannya," baik dengan fisik maupun maknawi. Makna meroboh-kannya dalam bentuk fisik adalah menghancurkan, membongkar dan mengotorinya, sedangkan merobohkannya dalam bentuk maknawi adalah menghalangi orang-orang dari berdzikir kepada Allah di dalamnya. Keterangan ini bersifat umum bagi setiap orang yang berciri dengan sifat-sifat seperti itu. Oleh karena itu, termasuk di dalamnya bala tentara gajah Abrahah dan orang-orang Quraisy yang menghalangi Rasulullah ﷺ dari Ka'bah dalam peristiwa Hudaibiyah, dan juga Nasrani ketika mereka menghancurkan Baitul Maqdis dan selain mereka dari orang-orang zhalim yang berusaha menghancurkannya sebagai bentuk permusuhan kepada Allah dan peperangan terhadapNya, lalu Allah membalas mereka dengan melarang mereka memasukinya secara syar'i maupun takdir pen-ciptaan kecuali mereka dalam kondisi terhina dan takut, dan ketika mereka menimbulkan rasa ketakutan bagi hamba-hamba Allah, maka Allah menciptakan ketakutan bagi mereka. Adapun kondisi orang-orang musyrik yang menghalangi Rasulullah ﷺ, tak lama kemudian Allah mengizinkan beliau untuk menaklukkan mereka pada Fathu Makkah dan kemudian melarang kaum musyrikin untuk mendekati rumahNya dalam FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini." (At-Taubah: 28). Adapun bala tentara gajah, maka Allah telah menyebutkan kisahnya (dalam surat al-Fil) dan apa yang telah menimpa mereka, dan juga Nasrani, maka Allah menjadikan kaum Muslimin mengua-sai mereka hingga mampu mengusir mereka dari Baitul Maqdis. Seperti itulah bagi setiap orang yang berciri seperti mereka di mana pasti akan mendapatkan bagiannya. Ini semua adalah di antara ayat-ayat yang agung yang dika-barkan oleh Allah sebelum terjadi yang pada akhirnya terbukti terjadi sesuai dengan apa yang Dia kabarkan. Dan para ulama mengambil ayat ini sebagai dalil bahwasanya tidak boleh memberi kesempatan bagi kaum kafir untuk memasuki masjid-masjid. ﴾ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞ ﴿ "Mereka di dunia mendapat kehinaan," yaitu celaan, seba-gaimana yang telah dijelaskan, ﴾ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "dan di akhirat mereka mendapat siksa yang berat." Apabila tidak ada yang lebih zhalim daripada para penghalang yang menghalangi orang-orang yang berdzikir kepadaNya dalam masjidNya, maka tidak ada juga yang lebih beriman daripada orang-orang yang memakmurkan masjid, baik memakmurkan dengan fisik maupun maknawi seba-gaimana Firman Allah, ﴾ إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ ﴿ "Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirlah yang memakmurkan masjid-masjid Allah." (At-Taubah: 19). Bahkan Allah تعالى telah memerintahkan untuk meninggikan rumah-rumahNya, mengagungkannya, dan memuliakannya. Allah berfirman, ﴾ فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ ﴿ "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya." (An-Nur: 36). Dan masjid memiliki hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang tidak sedikit, yang pada intinya semuanya berdasar dari kan-dungan ayat-ayat yang mulia ini.
Ayah: 115 #
{وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (115)}.
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap, di situlah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 115).
#
{115} أي: {ولله المشرق والمغرب}؛ خصهما بالذكر لأنهما محل الآيات العظيمة [فهما] مطالع الأنوار ومغاربها، فإذا كان مالكاً لها كان مالكاً لكل الجهات {فأينما تولوا}؛ وجوهكم من الجهات إذا كان توليكم إياها بأمره، إما أن يأمركم باستقبال الكعبة بعد أن كنتم مأمورين باستقبال بيت المقدس، أو تؤمرون بالصلاة في السفر على الراحلة ونحوها، فإن القبلة حيثما توجه العبد، أو تشتبه القبلة فيتحرى الصلاة إليها، ثم يتبين له الخطأ أو يكون معذوراً بصلب أو مرض ونحو ذلك، فهذه الأمور إما أن يكون العبد فيها معذوراً أو مأموراً. وبكل حال فما استقبل جهة من الجهات خارجة عن ملك ربه {فثم وجه الله إن الله واسع عليم}؛ فيه إثبات الوجه لله تعالى على الوجه اللائق به تعالى، وإن لله وجهاً لا تشبهه الوجوه، وهو تعالى واسع الفضل والصفات عظيمها عليم بسرائركم ونياتكم، فمن سعته وعلمه، وسع لكم الأمر، وقبل منكم المأمور، فله الحمد والشكر.
(115) ﴾ وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ ﴿ "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat." Allah menyebutkan keduanya secara khusus, karena kedua-nya adalah poros dari ayat-ayat Allah yang agung pada tempat terbitnya cahaya dan terbenamnya, apabila Dia adalah Penguasa bagi kedua arah tersebut, maka pastilah Dia adalah Penguasa se-luruh arah, ﴾ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ ﴿ "maka ke mana pun kamu menghadap," yakni (menghadapkan) wajah kalian di antara arah-arah yang ada, apa-bila penghadapan wajah kalian itu karena perintahNya, baik dengan perintahNya untuk menghadap Ka'bah setelah sebelumnya kalian diperintahkan untuk menghadap Baitul Maqdis atau kalian dipe-rintahkan untuk menegakkan shalat di atas kendaraan dalam perjalanan atau semacamnya, maka kiblat itu adalah ke manapun seorang hamba menghadapkan wajahnya, atau kiblatnya tidak jelas maka dia menetapkan dengan dugaan terkuat dalam meng-hadap kepadanya, kemudian jelas setelah itu kesalahan dugaannya, atau dia mendapat udzur karena sakit atau lainnya, maka dalam perkara ini seorang hamba boleh jadi diperintahkan atau dimaafkan. Yang jelas, tidaklah mungkin seseorang menghadap ke suatu arah dari arah-arah yang ada yang keluar dari kerajaan Tuhannya, ﴾ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ﴿ "karena di situlah Wajah Allah. Sesung-guhnya Allah Mahaluas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui." Ayat ini merupakan dalil tentang penetapan akan Wajah Allah تعالى yang sesuai denganNya. Oleh karena itu Allah memiliki Wajah, yang semua wajah tidak serupa denganNya dan Dia تعالى sangat luas karunia dan sifatNya, dan yang terbesar darinya adalah Dia Mahatahu tentang yang kalian sembunyikan dan kalian niat-kan, dan di antara karunia dan ilmuNya adalah Dia memudahkan segala perkara bagi kalian dan Dia menerima apa yang diperintah-kan kepada kalian, maka segala puji dan syukur hanya bagiNya.
Ayah: 116 - 117 #
{وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (116) بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (117)}.
"Orang-orang kafir berkata, 'Allah mempunyai anak.' Maha-suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan bumi adalah kepu-nyaan Allah; semua tunduk kepadaNya. Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah ia." (Al-Baqarah: 116-117).
#
{116} {وقالوا}؛ أي: اليهود والنصارى والمشركون وكل من قال ذلك، {اتخذ الله ولداً}؛ فنسبوه إلى ما لا يليق بجلاله وأساءوا كل الإساءة وظلموا أنفسهم وهو تعالى صابر على ذلك منهم، قد حلم عليهم، وعافاهم، ورزقهم مع تنقصهم إياه {سبحانه}؛ أي: تنزه وتقدس عن كل ما وصفه به المشركون والظالمون مما لا يليق بجلاله، فسبحان من له الكمال المطلق من جميع الوجوه الذي لا يعتريه نقصٌ بوجه من الوجوه، ومع رده لقولهم أقام الحجة والبرهان على تنزيهه عن ذلك فقال: {بل له ما في السموات والأرض}؛ أي: جميعهم ملكه وعبيده يتصرف فيهم تصرف المالك بالمماليك وهم قانتون له مسخرون تحت تدبيره، فإذا كانوا كلهم عبيده مفتقرين إليه، وهو غني عنهم فكيف يكون منهم أحد يكون له ولداً، والولد لا بد أن يكون من جنس والده لأنه جزء منه، والله تعالى المالك القاهر وأنتم المملوكون المقهورون وهو الغني وأنتم الفقراء، فكيف مع هذا يكون له ولد؟ هذا من أبطل الباطل وأسمجه. والقنوت نوعان: قنوت عام وهو قنوت الخلق كلهم تحت تدبير الخالق، وخاص وهو قنوت العبادة. فالنوع الأول كما في هذه الآية، والنوع الثاني كما في قوله تعالى: {وقوموا لله قانتين}. ثم قال:
(116) ﴾ وَقَالُواْ ﴿ "Orang-orang kafir berkata," maksudnya, orang-orang kafir dari kaum Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik dan setiap orang yang berkata tentang itu, ﴾ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدٗاۗ ﴿ "Allah mempu-nyai anak." Mereka menisbatkan Allah kepada suatu hal yang tidak layak dengan keagunganNya dan mereka benar-benar berlaku buruk serta mereka menganiaya diri mereka sendiri dengan per-kataan tersebut, dan Allah تعالى bersabar atas perbuatan mereka, sungguh Dia telah berlaku santun terhadap mereka, memaafkan mereka, dan memberikan rizki atas mereka walaupun mereka telah berlaku tidak baik kepadaNya. ﴾ سُبۡحَٰنَهُۥۖ ﴿ "Mahasuci Allah," maksudnya suci dan bebas dari segala hal yang dituduhkan oleh orang-orang musyrik dan orang-orang zhalim dari perkara-perkara yang tidak sesuai dengan ke-agunganNya. Maka Mahasuci Dzat yang memiliki kesempurnaan yang mutlak dalam segala bentuknya yang tidak disisipi oleh ke-kurangan sedikitpun dalam segala bentuknya, bersamaan dengan bantahan Allah terhadap perkataan mereka. Dia juga menegakkan hujjah dan keterangan yang kuat terhadap kesucianNya dari semua itu seraya berfirman, ﴾ بَل لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ﴿ "Bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah," maksudnya, seluruhnya kepunyaan Allah berikut hamba-hambaNya, Dia mengatur mereka dengan pengaturan seorang tuan terhadap budak-budaknya, me-reka tunduk kepadanya dan di bawah pengaturannya. Maka bila mereka semua itu adalah hamba-hambaNya yang membutuhkan-Nya, sedangkan Dia tidak butuh kepada mereka lalu bagaimana-kah ada seseorang di antara mereka yang menjadi anak bagi Allah? Seorang anak itu pasti berasal dari jenis orang tuanya, karena dia merupakan bagian darinya, padahal Allah تعالى adalah yang Maha Memiliki lagi Mahaperkasa, sedangkan kalian adalah orang-orang yang dikuasai dan diatur, Allah Mahakaya dan kalian sangatlah miskin, lalu dengan semua itu bagaimana mungkin Allah memiliki anak? Ini adalah suatu hal yang paling batil dan yang paling buruk. Ketundukan itu ada dua macam; ketundukan yang bersifat umum, yaitu ketundukan seluruh makhluk di bawah pengaturan sang Pencipta, dan kedua, ketundukan yang bersifat khusus, yaitu ketundukan ibadah. Bentuk yang pertama adalah seperti dalam ayat ini, sedang bentuk yang kedua adalah seperti dalam Firman Allah تعالى, ﴾ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ 238 ﴿ "Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'." (Al-Baqarah: 238). Kemudian Allah berfirman,
#
{117} {بديع السموات والأرض}؛ أي: خالقهما على وجه قد أتقنهما وأحسنهما على غير مثال سبق، {وإذا قضى أمراً فإنما يقول له كن فيكون}؛ فلا يستعصي عليه ولا يمتنع منه.
(117) ﴾ بَدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ﴿ "Allah Pencipta langit dan bumi," maksudnya, Yang menciptakan keduanya dalam bentuk yang telah dikokohkan dan diindahkannya tanpa ada contoh sebelumnya. ﴾ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ﴿ "Dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan kepadanya, 'Jadi-lah!' maka jadilah ia," tanpa dibantu dan tanpa terhalang sedikit pun.
Ayah: 118 - 119 #
{وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (118) إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ (119)}.
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata, 'Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaanNya kepada kami?' Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sungguh Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawaban) tentang penghuni-peng-huni neraka." (Al-Baqarah: 118-119).
#
{118} أي: قال الجهلة من أهل الكتاب وغيرهم هلا يكلمنا الله كما كلم الرسل، {أو تأتينا آية}؛ يعنون آيات الاقتراح التي يقترحونها بعقولهم الفاسدة وآرائهم الكاسدة التي تجرؤوا بها على الخالق واستكبروا على رسله كقولهم: {لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة}؛ {يسألك أهل الكتاب أن تنزل عليهم كتاباً من السماء فقد سألوا موسى أكبر من ذلك ... }؛ الآية. {وقالوا مالِ هذا الرسول يأكل الطعام ويمشي في الأسواق لولا أنزل إليه ملك فيكون معه نذيراً أو يلقى إليه كنز أو تكون له جنة يأكل منها ... }؛ الآيات، وقوله: {وقالوا لن نؤمن لك حتى تفجر لنا من الأرض ينبوعاً ... }؛ الآيات. فهذا دأبهم مع رسلهم يطلبون آيات التعنت لا آيات الاسترشاد، ولم يكن قصدهم تبيين الحق فإن الرسل قد جاؤوا من الآيات بما يؤمن على مثله البشر، ولهذا قال تعالى: {قد بينا الآيات لقوم يوقنون}؛ فكل موقن فقد عرف من آيات الله الباهرة وبراهينه الظاهرة ما حصل له به اليقين، واندفع عنه كل شك وريب.
(118) Orang-orang bodoh dari ahli kitab dan selain mereka berkata, "Kenapa Allah tidak berbicara juga kepada kita sebagai-mana Dia berbicara kepada para Rasul, ﴾ أَوۡ تَأۡتِينَآ ءَايَةٞۗ ﴿ "atau datang tanda-tanda kekuasaanNya kepada kami," mereka memaksudkan tanda-tanda dari usulan yang mereka usulkan dari akal-akal mereka yang rendah dan pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang yang mengandung makna kelancangan terhadap sang Pencipta dan kesombongan terhadap Rasul-rasulNya seperti perkataan mereka, ﴾ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ ﴿ "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas." (Al-Baqarah: 55), dan ﴾ يَسۡـَٔلُكَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيۡهِمۡ كِتَٰبٗا مِّنَ ٱلسَّمَآءِۚ فَقَدۡ سَأَلُواْ مُوسَىٰٓ أَكۡبَرَ مِن ذَٰلِكَ ﴿ "Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah me-minta kepada Musa yang lebih besar dari itu." (An-Nisa`: 153), juga ﴾ وَقَالُواْ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأۡكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشِي فِي ٱلۡأَسۡوَاقِ لَوۡلَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَلَكٞ فَيَكُونَ مَعَهُۥ نَذِيرًا 7 أَوۡ يُلۡقَىٰٓ إِلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ تَكُونُ لَهُۥ جَنَّةٞ يَأۡكُلُ مِنۡهَاۚ وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا 8 ﴿ "Dan mereka berkata, 'Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan nya? Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)-nya?' Orang-orang zhalim berkata, 'Kamu sekalian tidaklah mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir'." (Al-Furqan: 7-8). Dalam FirmanNya juga, ﴾ وَقَالُواْ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ تَفۡجُرَ لَنَا مِنَ ٱلۡأَرۡضِ يَنۢبُوعًا 90 ﴿ "Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'." (Al-Isra`: 90). Inilah adat kebiasaan mereka terhadap para Rasul di mana mereka meminta tanda-tanda untuk memojokkan, bukan tanda-tanda untuk mendapatkan petunjuk, dan juga maksud mereka bukanlah untuk menampakkan kebenaran, karena para Rasul telah datang dengan tanda-tanda yang dapat dipercaya oleh orang-orang yang semisal mereka. Oleh karena itu, Allah تعالى berfirman, ﴾ قَدۡ بَيَّنَّا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ﴿ "Sungguh Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." Setiap orang yang yakin telah mengetahui dengan baik dari ayat-ayat Allah yang jelas dan keterangan-keteranganNya yang kuat yang membuatnya merasa yakin dan menghilangkan segala rasa ragu dan bimbang.
Kemudian Allah menyebutkan beberapa ayat yang singkat dan komplit untuk ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran Rasu-lullah ﷺ dan shahihnya apa yang ia emban seraya berfirman,
#
{119} {إنا أرسلناك بالحق بشيراً ونذيراً}؛ فهذا مشتمل على الآيات التي جاء بها، وهي ترجع إلى ثلاثة أمور: الأول في نفس إرساله، والثاني في سيرته وهديه ودِلِّه، والثالث في معرفة ما جاء به من القرآن والسنة. فالأول والثاني قد دخلا في قوله: {إنا أرسلناك}؛ والثالث [دخل] في قوله: {بالحق}. وبيان الأمر الأول: وهو ـ نفس إرساله ـ أنه قد علم حالة أهل الأرض قبل بعثته - صلى الله عليه وسلم - وما كانوا عليه من عبادة الأوثان والنيران والصلبان وتبديلهم للأديان حتى كانوا في ظلمة من الكفر قد عمتهم وشملتهم، إلا بقايا من أهل الكتاب قد انقرضوا قبيل البعثة، وقد علم أن الله تعالى لم يخلق خلقه سدى ولم يتركهم هملاً، لأنه حكيم عليم قدير رحيم، فمن حكمته ورحمته بعباده أن أرسل إليهم هذا الرسول العظيم يأمرهم بعبادة الرحمن وحده لا شريك له، فبمجرد رسالته يعرف العاقل صدقه، وهو آية كبيرة على أنه رسول الله. وأما الثاني فمن عرف النبي - صلى الله عليه وسلم - معرفة تامة، وعرف سيرته وهديه قبل البعثة ونشوءه على أكمل الخصال، ثم من بعد ذلك قد ازدادت مكارمه وأخلاقه العظيمة الباهرة للناظرين، فمن عرفها وسبر أحواله عرف أنها لا تكون إلا أخلاق الأنبياء الكاملين؛ لأنه تعالى جعل الأوصاف أكبر دليل على معرفة أصحابها وصدقهم وكذبهم. وأما الثالث: فهو معرفة ما جاء به - صلى الله عليه وسلم - من الشرع العظيم والقرآن الكريم المشتمل على الإخبارات الصادقة والأوامر الحسنة والنهي عن كل قبيح، والمعجزات الباهرة، فجميع الآيات تدخل في هذه الثلاثة. قوله: {بشيراً}؛ أي: لمن أطاعك بالسعادة الدنيوية والأخروية، {نذيراً}؛ لمن عصاك بالشقاوة والهلاك الدنيوي والأخروي، {ولا تسأل عن أصحاب الجحيم}؛ أي: لست مسؤولاً عنهم، إنما عليك البلاغ وعلينا الحساب.
(119) ﴾ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَٰكَ بِٱلۡحَقِّ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗاۖ ﴿ "Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." Ayat ini meliputi semua ayat yang dia bawa, yang berporos pada tiga perkara, Pertama, berkaitan dengan kerasulannya itu sendiri, dan yang kedua; pada kehidupan, petunjuk, dan bimbingannya, dan yang ketiga; pada pengetahuan tentang apa yang dibawa olehnya berupa al-Qur`an dan as-Sunnah. Perkara pertama dan kedua masuk dalam Firman Allah, ﴾ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَٰكَ ﴿ "Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad)," sedang perkara ketiga masuk dalam FirmanNya, ﴾ بِٱلۡحَقِّ ﴿ "dengan kebenaran." Penjelasan tentang perkara pertama, yaitu kerasulannya itu sendiri, bahwasanya telah diketahui tentang kondisi penduduk bumi sebelum diutusnya beliau ﷺ, yang mana mereka menyem-bah berhala, api dan salib serta merubah-rubah agama, hingga mereka berada dalam gelapnya kekafiran yang telah menguasai dan merasuki mereka semua, kecuali segelintir dari ahli Kitab yang telah punah sesaat sebelum kerasulan tiba. Sungguh telah diketahui bahwasanya Allah تعالى tidaklah menciptakan makhluk-makhlukNya dengan sia-sia dan Dia tidak membiarkan mereka berjalan sendiri, karena Allah itu Mahabijaksana lagi Maha Menge-tahui, Mahamampu lagi Maha Pengasih, maka di antara hikmah dan kasih sayangNya terhadap hamba-hambaNya adalah bahwa Dia mengutus kepada mereka Rasul yang mulia tersebut yang mengajak mereka kepada penyembahan hanya semata kepada Dzat yang Mahakasih, yang tidak ada sekutu bagiNya, karena hanya dengan sebatas kerasulannya, seorang yang berakal akan menge-tahui kebenarannya, dan itulah tanda yang paling besar yang me-nunjukkan bahwasanya beliau itu adalah Rasulullah ﷺ. Penjelasan perkara yang kedua adalah barangsiapa yang mengenal Nabi ﷺ secara baik dan sempurna, dan dia mengetahui sejarah hidupnya dan kehidupannya sebelum diutus serta perkem-bangan hidupnya dengan berpedoman kepada sifat-sifat yang mulia, kemudian setelah itu bertambah mulia dan luhur akhlak dan sifat-sifatnya yang agung dan indah bagi orang yang meman-dangnya, maka barangsiapa yang mengetahuinya dan menapaki kondisi-kondisinya, niscaya dia akan mengetahui bahwasanya semua itu tidaklah mungkin kecuali merupakan akhlak-akhlak para Nabi yang sempurna, karena Allah تعالى telah menjadikan sifat-sifat sebagai tanda terbesar untuk mengetahui pemiliknya dari sisi kebenaran dan kebohongannya. Sedangkan perkara yang ketiga adalah mengetahui apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ berupa syariat yang agung dan al-Qur`an yang mulia yang mengandung segala kabar yang shahih, perintah-perintah kepada hal yang baik, larangan-larangan dari hal-hal yang buruk, dan mukzijat-mukjizat yang besar, maka seluruh tanda-tanda itu masuk ke dalam ketiga perkara tersebut. FirmanNya, ﴾ بَشِيرٗا ﴿ "Sebagai pembawa berita gembira," yaitu bagi orang yang menaatimu dengan kebahagiaan dunia maupun akhirat, ﴾ وَنَذِيرٗاۖ ﴿ "dan pemberi peringatan," yaitu bagi orang yang ber-maksiat kepadamu dengan kesengsaraan dan kehancuran dunia maupun akhirat. ﴾ وَلَا تُسۡـَٔلُ عَنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلۡجَحِيمِ ﴿ "Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawaban) tentang penghuni-penghuni neraka," maksud-nya, kamu tidaklah bertanggung jawab terhadap mereka, karena kamu hanya menyampaikan dan Kami-lah yang akan membalasnya.
Ayah: 120 #
{وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120)}.
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepa-damu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Se-sungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).' Dan sungguh jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah pengeta-huan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).
#
{120} يخبر تعالى رسوله أنه لا يرضى منه اليهود ولا النصارى إلا باتباعه دينهم؛ لأنهم دعاة إلى الدين الذي هم عليه يزعمون أنه الهدى، فقل لهم: {إن هدى الله}؛ الذي أرسلت به {هو الهدى}؛ وأما ما أنتم عليه فهو الهوى بدليل قوله: {ولئن اتبعت أهواءهم بعد الذي جاءك من العلم ما لك من الله من ولي ولا نصير}؛ فهذا فيه النهي العظيم عن اتباع أهواء اليهود والنصارى والتشبه بهم بما يختص به دينهم. والخطاب وإن كان لرسول الله - صلى الله عليه وسلم -، فإن أمته داخلة في ذلك؛ لأن الاعتبار بعموم المعنى لا بخصوص المخاطب، كما أن العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.
(120) Allah تعالى mengabarkan kepada RasulNya bahwasa-nya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka, karena mereka adalah penyeru-penyeru kepada agama yang mereka anut yang mereka anggap sebagai petunjuk, maka katakanlah kepada mereka, ﴾ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ ﴿ "Sesungguhnya petunjuk Allah" yang kamu (Muhammad) diutus dengannya, ﴾ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ ﴿ "itulah petunjuk (yang benar)," sedangkan apa yang kalian anut hanyalah hawa nafsu belaka, dengan dalil Firman Allah تعالى, ﴾ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ ﴿ "Dan sungguh jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." Dalam ayat ini ada sebuah larangan yang keras untuk meng-ikuti hawa nafsu orang-orang Yahudi dan Nasrani dan larangan menyerupai mereka dalam perkara yang menjadi kekhususan agama mereka. Perkataan ini walaupun ditujukan kepada Rasulullah ﷺ, namun umat beliau juga termasuk di dalamnya, karena yang dijadi-kan pedoman adalah keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab-nya.
Kemudian Allah berfirman,
Ayah: 121 - 123 #
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121) يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (122) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (123)}.
"Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Hai Bani Israil, ingat-lah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan takutlah kamu kepada suatu hari yang pada waktu itu seseorang tidak dapat menggantikan orang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan dari padanya, dan tidak akan bermanfaat suatu syafa'at pun kepadanya, dan tidak (pula) mereka akan ditolong." (Al-Baqarah: 121-123).
#
{121} يخبر تعالى أن الذين آتاهم الكتاب ومنَّ عليهم به منِّة مطلقة أنهم {يتلونه حق تلاوته}؛ أي: يتبعونه حق اتباعه، والتلاوة الاتِّباع، فيحلون حلاله، ويحرمون حرامه، ويعملون بمحكمه، ويؤمنون بمتشابهه، وهؤلاء هم السعداء من أهل الكتاب الذين عرفوا نعمة الله وشكروها، وآمنوا بكل الرسل ولم يفرقوا بين أحد منهم، فهؤلاء هم المؤمنون حقًّا لا من قال منهم نؤمن بما أنزل علينا ويكفرون بما وراءه، ولهذا توعدهم بقوله: {ومن يكفر به فأولئك هم الخاسرون}.
(121) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya orang yang telah Dia berikan Kitab dan dikaruniai dengannya karunia yang mutlak, mereka itu ﴾ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ ﴿ "membacanya dengan bacaan yang sebenar-nya," maksudnya mereka mengikutinya dengan sebenar-benar ketaatan. Kata تِلَاوَةٌ (di sini) bermakna mengikuti (اَلْاِتِّبَاعُ). Mereka menghalalkan yang halalnya dan mengharamkan yang haramnya, mereka melaksanakan ayat yang jelas (muhkam) dan beriman kepada ayat yang tidak jelas (mutasyabih). Itulah orang-orang yang bahagia di antara ahli Kitab yang mengetahui nikmat-nikmat Allah dan mereka mensyukurinya, mereka beriman kepada setiap Rasul dan mereka tidak membeda-bedakan salah seorang pun di antara mereka, maka mereka itulah orang-orang yang beriman secara benar, yang bukan dari orang yang berkata, "Kami beriman kepada Taurat yang diturunkan kepada kami namun kami ingkar terhadap al-Qur`an yang datang setelahnya." Oleh karena itu, Allah me-ngancam mereka dalam FirmanNya, ﴾ وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ﴿ "Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
#
{122 ـ 123} وقد تقدم تفسير الآية التي بعدها.
(122-123) Tafsir ayat telah dijelaskan di atas.
Ayah: 124 - 125 #
{وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ (124) وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (125)}.
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan bebe-rapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikan-nya. Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.' Ibrahim berkata, '(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.' Allah berfirman, 'JanjiKu (ini) tidak me-ngenai orang yang zhalim.' Dan (ingatlah), ketika Kami menjadi-kan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim se-bagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, 'Bersihkanlah rumahKu untuk orang-orang yang thawaf, i'tikaf, rukuk, dan sujud'." (Al-Baqarah: 124-125).
#
{124} يخبر تعالى عن عبده وخليله إبراهيم عليه السلام المتفق على إمامته وجلالته الذي كل من طوائف أهل الكتاب تدعيه، بل وكذلك المشركون أن الله ابتلاه وامتحنه بكلمات أي بأوامر ونواهٍ كما هي عادة الله في ابتلائه لعباده ليتبين الكاذب الذي لا يثبت عند الابتلاء والامتحان من الصادق، الذي ترتفع درجته، ويزيد قدره، ويزكو عمله ويخلص ذهبه، وكان من أجلِّهم في هذا المقام الخليل عليه السلام، فأتم ما ابتلاه الله به وأكمله ووفاه، فشكر الله له ذلك، ولم يزل الله شكوراً فقال: {إني جاعلك للناس إماماً}؛ أي: يقتدون بك في الهدي ويمشون خلفك إلى سعادتهم الأبدية، ويحصل لك الثناء الدائم والأجر الجزيل والتعظيم من كل أحد. وهذه ـ لعمر الله ـ أفضل درجة تنافس فيها المتنافسون، وأعلى مقام شمر إليه العاملون، وأكمل حالة حصلها أولو العزم من المرسلين وأتباعهم من كل صِدِّيق متبع لهم داعٍ إلى الله وإلى سبيله، فلما اغتبط إبراهيم بهذا المقام، وأدرك هذا، طلب ذلك لذريته لتعلو درجته ودرجة ذريته، وهذا أيضاً من إمامته ونصحه لعباد الله ومحبته أن يكثر فيهم المرشدون، فلله عظمة هذه الهمم العالية والمقامات السامية. فأجابه الرحيم اللطيف وأخبر بالمانع من نيل هذا المقام فقال: {لا ينال عهدي الظالمين}؛ أي: لا ينال الإمامة في الدين من ظلم نفسه وضرها وحطَّ قدرها لمنافاة الظلم لهذا المقام، فإنه مقام آلته الصبر واليقين، ونتيجته أن يكون صاحبه على جانب عظيم من الإيمان والأعمال الصالحة والأخلاق الجميلة والشمائل السديدة والمحبة التامة والخشية والإنابة، فأين الظلم وهذا المقام؟ ودلَّ مفهوم الآية أن غير الظالم سينال الإمامة، ولكن مع إتيانه بأسبابها.
(124) Allah تعالى mengabarkan tentang seorang hamba dan kekasihNya, Nabi Ibrahim عليه السلام -yang telah disepakati kepemim-pinan dan kemuliaannya di mana setiap kelompok dari ahli Kitab mengakuinya dan bahkan juga orang-orang musyrik- bahwasanya Allah تعالى menguji dan mencobanya dengan beberapa kalimat yaitu dengan perintah-perintah dan larangan-larangan sebagaimana telah menjadi kebiasaan Allah dalam menguji hamba-hambaNya, agar pembohong yang tidak tegar dalam ujian dan cobaan jelas berbeda dengan orang yang jujur, yang derajatnya akan meningkat dan martabatnya terangkat, amalnya bertambah dan ikhlas, dan orang yang paling mulia dalam perkara ini adalah al-Khalil Ibrahim عليه السلام, di mana beliau menghadapi ujian Allah bagi beliau, lalu Allah berterima kasih terhadap beliau karena hal tersebut, dan Allah masih saja terus berterima kasih seraya berfirman, ﴾ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ ﴿ "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia." Maksudnya, mereka akan mengikutimu dalam petunjuk, dan me-reka berjalan di belakangmu menuju kepada kebahagiaan mereka yang abadi, hingga kamu memperoleh pujian yang abadi, balasan yang sempurna, dan penghormatan dari setiap orang. Hal ini -demi Allah- merupakan derajat paling mulia yang diburu oleh orang-orang yang saling berlomba, dan setinggi-tinggi-nya kedudukan yang mana lengan baju orang yang bekerja keras disingsingkan, sesempurna-sempurnanya keadaan yang diperoleh oleh Ulul 'Azmi dari para Rasul, dan pengikut-pengikut mereka dari kalangan shiddiq mengikuti mereka yang mengajak kepada Allah dan kepada jalanNya. Dan ketika Ibrahim عليه السلامbergembira dengan kedudukan seperti itu, dan memperolehnya, lalu beliau memohon hal itu juga diberikan kepada keturunannya agar dera-jatnya dan derajat keturunannya tinggi, hal ini merupakan kepe-mimpinan beliau dan nasihat beliau kepada hamba-hamba Allah serta kebahagiaannya agar banyak di antara mereka orang-orang yang menjadi penyeru kepada petunjuk, maka hanya bagi Allah-lah keagungan cita-cita yang tinggi dan kedudukan-kedudukan yang mulia ini. Kemudian Allah yang Maha Penyayang lagi Mahalembut mengabulkannya dan Dia mengabarkan tentang penghalang dari memperoleh kedudukan seperti ini dalam FirmanNya,﴾ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "JanjiKu ini tidak mengenai orang-orang yang zhalim," maksud-nya, orang yang menzhalimi diri sendiri (dengan dosa dan kemak-siatan) dan memudaratkannya serta merendahkan kedudukannya tidak memperoleh kepemimpinan dalam agama, karena tidak ada kezhaliman dalam kedudukan ini. Dan sesungguhnya perangkat untuk menggapai kedudukan seperti ini adalah kesabaran dan keyakinan. Hasilnya adalah agar pelakunya berada dalam kondisi keimanan yang kuat dan amalan shalih, akhlak-akhlak yang luhur, karakter yang lurus, kecintaan yang sempurna, rasa takut (kepada siksa Allah), dan penyerahan diri. Maka sungguh jauh hal ini de-ngan kezhaliman. Pemahaman terbalik dari ayat ini menunjukkan bahwasanya selain orang yang zhalim akan memperoleh kepe-mimpinan, akan tetapi dengan berusaha melakukan segala faktor-faktor penyebabnya.
#
{125} ثم ذكر تعالى أنموذجاً باقياً دالاًّ على إمامة إبراهيم وهو: هذا البيت الحرام الذي جعل قصده ركناً من أركان الإسلام حاطاًّ للذنوب والآثام، وفيه من آثار الخليل وذريته ما عرف به إمامته وتُذُكِّرت به حالته فقال: {وإذ جعلنا البيت مثابة للناس}؛ أي: مرجعاً يثوبون إليه بحصول منافعهم الدينية والدنيوية، يترددون إليه ولا يقضون منه وطراً، وجعله {أمناً}؛ يأمن به كلُّ أحد حتى الوحش وحتى الجمادات كالأشجار، ولهذا كانوا في الجاهلية ـ على شركهم ـ يحترمونه أشد الاحترام ويجد أحدهم قاتل أبيه في الحرم فلا يهيجه، فلما جاء الإسلام زاده حرمة وتعظيماً وتشريفاً وتكريماً، {واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى}؛ يحتمل أن يكون المراد بذلك المقام المعروف الذي قد جعل الآن مقابل باب الكعبة، وأن المراد بهذا ركعتا الطواف يستحب أن تكونا خلف مقام إبراهيم وعليه جمهور المفسرين ويحتمل أن يكون المقام مفرداً مضافاً فيعم جميع مقامات إبراهيم في الحج، وهي المشاعر كلها من الطواف والسعي والوقوف بعرفة ومزدلفة ورمي الجمار والنحر وغير ذلك من أفعال الحج، فيكون معنى قوله: {مصلى}؛ أي: معبداً، أي اقتدوا به في شعائر الحج، ولعل هذا المعنى أولى لدخول المعنى الأول فيه واحتمال اللفظ له. {وعهدنا إلى إبراهيم وإسماعيل}؛ أي: أوحينا إليهما وأمرناهما بتطهير بيت الله من الشرك والكفر والمعاصي ومن الرجس والنجاسات والأقذار ليكون {للطائفين}؛ فيه {والعاكفين والركع السجود}؛ أي: المصلين، قدّم الطواف لاختصاصه بالمسجد الحرام، ثم الاعتكاف لأن من شرطه المسجد مطلقاً، ثم الصلاة مع أنها أفضل لهذا المعنى، وأضاف الباري البيت إليه لفوائد: منها: أن ذلك يقتضي شدة اهتمام إبراهيم وإسماعيل بتطهيره لكونه بيت الله فيبذلان جهدهما، ويستفرغان وسعهما في ذلك. ومنها: أن الإضافة تقتضي التشريف والإكرام ففي ضمنها أمر عباده بتعظيمه وتكريمه. ومنها: أن هذه الإضافة هي السبب الجالب للقلوب إليه.
(125) Kemudian Allah تعالى menyebutkan sebuah contoh yang abadi yang menunjukkan akan kepemimpinan Nabi Ibrahim عليه السلام yaitu Baitullah al-Haram yang pergi kepadanya dijadikan Allah sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, sebagai penggugur dosa dan kesalahan. Ayat ini juga menunjukkan peninggalan-peninggalan Nabi Ibrahim dan keturunannya yang dengannya diketahui kepemim-pinan Ibrahim dan selalu diingat kejadiannya dalam FirmanNya, ﴾ وَإِذۡ جَعَلۡنَا ٱلۡبَيۡتَ مَثَابَةٗ لِّلنَّاسِ ﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu sebagai tempat berkumpul bagi manusia." Maksudnya, tempat kembali yang mana mereka berkumpul padanya dengan menda-patkan manfaat-manfaat buat mereka, baik agama maupun dunia, mereka berulang-ulang pergi kepadanya dan mereka tidak pernah habis keinginan untuk pergi ke sana. Dan Allah menjadikannya ﴾ وَأَمۡنٗا ﴿ "tempat yang aman," yang setiap orang merasa aman dengan-nya hingga binatang buas sekalipun dan bahkan benda-benda mati seperti pepohonan. Oleh karena itu, mereka di zaman jahiliyah -sekalipun begitu parah kondisi kesyirikan mereka- mereka meng-hormatinya dengan penghormatan yang tinggi sampai kalau salah seorang mendapatkan orang yang membunuh ayahnya di al-Haram maka dia tidak akan menghardiknya, dan ketika agama Islam hadir, bertambahlah kehormatan, pengagungan dan kemuliaannya, serta penghormatan manusia terhadapnya. ﴾ وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِـۧمَ مُصَلّٗىۖ ﴿ "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat." Kemungkinan maksud dari maqam itu adalah seperti yang diketahui sekarang yaitu yang telah dijadikan sebagai sesuatu yang berhadapan dengan pintu Ka'bah saat ini, dan shalat yang dimaksud adalah shalat sunnah dua rakaat thawaf yang di-anjurkan agar dilakukan di belakang Maqam Ibrahim, dan dengan inilah sebagian besar ahli tafsir menafsirkannya. Kemungkinan lain maqam ini adalah sebuah kata tunggal yang bersandar, maka kata "Maqam" bersifat umum untuk tempat-tempat yang disinggahi oleh Nabi Ibrahim dalam ibadah haji, yaitu semua masy'ar-masy'ar al-Haram, thawaf, sa'i, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, melempar jumrah, menyembelih kurban dan sebagainya dari perbuatan-per-buatan haji, dengan begitu makna Firman Allah, ﴾ مُصَلّٗىۖ ﴿ "Tempat shalat," maksudnya, tempat ibadah. Artinya adalah contohlah beliau dalam manasik-manasik haji. Semoga makna yang terakhir ini adalah lebih utama karena makna yang pertama termasuk di dalamnya dan kemungkinan lafazhnya dimaksudkan untuknya. ﴾ وَعَهِدۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ ﴿ "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail," maksudnya Kami mewahyukan kepada keduanya dan Kami perintahkan keduanya untuk menyucikan rumah Allah dari kesyirikan, kekufuran, dan kemaksiatan, dan juga dari kotoran, najis, dan kejorokan untuk ﴾ لِلطَّآئِفِينَ ﴿ "orang-orang yang thawaf" pada-nya, ﴾ وَٱلۡعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ ﴿ "orang-orang yang i'tikaf, rukuk, dan sujud," maksudnya, orang-orang yang shalat. Thawaf didahulukan karena kekhususannya berkaitan dengan Masjid al-Haram, kemudian i'tikaf, karena di antara syaratnya adalah sebuah masjid secara mutlak, kemudian shalat padahal amalan ini adalah yang paling utama bagi makna ini. Allah menyandarkan rumah kepadaNya karena beberapa faidah. Di antaranya: Bahwasanya hal itu menunjukkan kepada tingginya perhatian Nabi Ibrahim عليه السلام dan Nabi Ismail عليه السلام untuk membersihkannya, karena ia adalah rumah Allah, maka mereka berdua bersungguh-sungguh berusaha melakukannya dan mereka berdua benar-benar memusatkan segala upaya mereka dalam hal itu. Yang lain adalah, bahwasanya penyandaran ini menunjukkan kemuliaan dan penghormatan, dan di antara cakupannya adalah Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengagungkan dan memuliakannya. Faidah lainnya adalah, bahwasanya penyandaran ini meru-pakan sebab yang membuka kecenderungan hati kepadanya.
Ayah: 126 #
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (126)}.
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, 'Ya Tuhanku, jadi-kanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan Hari Kemudian.' Allah berfirman, 'Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, ke-mudian Aku paksa dia menjalani siksa neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali'." (Al-Baqarah: 126).
#
{126} أي: وإذ دعا إبراهيم لهذا البيت أن يجعله الله بلداً آمناً ويرزق أهله من أنواع الثمرات، ثم قيد عليه السلام هذا الدعاء للمؤمنين تأدباً مع الله إذ كان دعاؤه الأول فيه الإطلاق، فجاء الجواب فيه مقيداً بغير الظالم، فلما دعا لهم بالرزق وقيده بالمؤمن وكان رزق الله شاملاً للمؤمن والكافر والعاصي والطائع قال تعالى: {ومن كفر}؛ أي: أرزقهم كلهم مسلمهم وكافرهم، أما المسلم فيستعين بالرزق على عبادة الله ثم ينتقل منه إلى نعيم الجنة، وأما الكافر فيتمتع فيها قليلاً، {ثم أضطره}؛ أي: ألجئه وأخرجه مكرهاً {إلى عذاب النار وبئس المصير}.
(126) Ketika Nabi Ibrahim عليه السلام berdoa bagi Baitullah agar Allah menjadikannya sebagai negeri yang aman dan Allah mem-berikan rizki berbagai macam buah-buahan kepada penduduknya, kemudian beliau mengkhususkan doa ini hanya bagi orang-orang yang beriman sebagai tindakan kesopanan kepada Allah, di mana doa beliau yang pertama bersifat umum, dan diberi jawaban yang dibatasi dengan selain yang zhalim, dan ketika beliau berdoa agar mereka mendapatkan rizki dan beliau membatasinya hanya bagi orang-orang Mukmin saja, padahal rizki Allah itu menyeluruh kepada orang Mukmin, orang kafir, pelaku kemaksiatan, dan pe-laku ketaatan, maka Allah تعالى berfirman, ﴾ وَمَن كَفَرَ ﴿ "Dan kepada orang yang kafir pun" Aku memberi rizki kepada mereka semuanya, baik Muslim maupun kafir. Adapun yang Muslim, dia akan memper-gunakan rizki itu untuk beribadah kepada Allah, kemudian de-ngannya dia berpindah kepada kenikmatan surga, sedangkan yang kafir, dia akan bersenang-senang padanya sementara, ﴾ ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ ﴿ "kemudian Aku paksa ia," maksudnya, Aku mendorongnya dan me-ngeluarkannya dengan paksa untuk ﴾ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ﴿ "menjalani siksa neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
Ayah: 127 - 129 #
{وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (127) رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (128) رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129)}
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), 'Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepadamu dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami, umat yang tunduk patuh kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguh-nya Engkau-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penya-yang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur`an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana'." (Al-Baqa-rah: 127-129).
#
{127} أي: واذكر إبراهيم وإسماعيل في حالة رفعهما القواعد من البيت الأساس واستمرارهما على هذا العمل العظيم، وكيف كانت حالهما من الخوف والرجاء حتى إنهما مع هذا العمل دعوا الله أن يتقبل منهما عملهما حتى يجعل فيه النفع العميم.
(127) Maknanya, ingatlah saat Nabi Ibrahim عليه السلام dan Nabi Ismail عليه السلام membangun kembali pondasi-pondasi baitullah dan kesinambungan keduanya terhadap pekerjaan yang agung tersebut, dan bagaimana kondisi mereka berdua dalam rasa kekhawatiran dan pengharapan, hingga mereka berdua berdoa kepada Allah di samping bekerja agar Allah menerima perbuatan mereka berdua dan agar Allah menjadikan padanya manfaat yang luas.
#
{128} ودعوا لأنفسهما وذريتهما بالإسلام الذي حقيقته خضوع القلب وانقياده لربه المتضمن لانقياد الجوارح {وأرنا مناسكنا}؛ أي: علمناها على وجه الإراءة والمشاهدة ليكون أبلغ، يحتمل أن يكون المراد بالمناسك أعمال الحج كلها كما يدل عليه السياق والمقام ويحتمل أن يكون المراد ما هو أعم من ذلك وهو الدين كله والعبادات كلها كما يدل عليه عموم اللفظ، لأن النسك التعبد، ولكن غلب على متعبدات الحج تغليباً عرفياً، فيكون حاصل دعائهما يرجع إلى التوفيق للعلم النافع والعمل الصالح. ولما كان العبد مهما كان لا بد أن يعتريه التقصير ويحتاج إلى التوبة قالا: {وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم}.
(128) Mereka berdua memohon bagi diri mereka dan keturunan mereka agar berpegang teguh kepada Islam yang pada hakikatnya adalah ketundukan hati dan kepatuhannya kepada Rabbnya yang meliputi ketundukan anggota tubuh, ﴾ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا ﴿ "dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami," maksudnya, ajarilah kami hal-hal itu dalam bentuk pertun-jukan dan demonstrasi agar lebih mantap. Kemungkinan juga maksud dari manasik di sini adalah seluruh kegiatan yang dilaku-kan pada saat ibadah haji sebagaimana yang diisyaratkan oleh konteks ayat. Kemungkinan juga maksudnya adalah suatu hal yang lebih umum dari itu semua, yaitu agama secara keseluruhan dan ibadah secara keseluruhan, sebagaimana yang diisyaratkan oleh keumuman lafazh ayat, karena kata اَلنُّسُكُ berarti peribadahan. Akan tetapi kata ini lebih cenderung dan lebih sering dipakai pada kegiatan-kegiatan ibadah saat haji. Maka hasil dari doa mereka berdua adalah taufik kepada ilmu dan amal shalih. Ketika seorang hamba itu, bagaimanapun kondisinya, pasti ditimpa oleh kelalaian dan dia butuh kepada taubat, maka mereka berdua pun berkata, ﴾ وَتُبۡ عَلَيۡنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."
#
{129} {ربنا وابعث فيهم}؛ أي: في ذريتنا {رسولاً منهم}؛ ليكون أرفع لدرجتهما ولينقادوا له وليعرفوه حقيقة المعرفة {يتلو عليهم آياتك}؛ لفظاً وحفظاً وتحفيظاً، {ويعلمهم الكتاب والحكمة}؛ معنى {ويزكيهم}؛ بالتربية على الأعمال الصالحة والتبري من الأعمال الردية التي لا تزكو النفس معها، {إنك أنت العزيز}؛ أي: القاهر لكلِّ شيء الذي لا يمتنع على قوته شيء {الحكيم}؛ الذي يضع الأشياء مواضعها، فبعزتك وحكمتك ابعث فيهم هذا الرسول. فاستجاب اللهُ لهما؛ فبعث الله هذا الرسول الكريم الذي رحم الله به ذريتهما خاصة وسائر الخلق عامة، ولهذا قال عليه الصلاة والسلام: «أنا دعوة أبي إبراهيم».
(129) ﴾ رَبَّنَا وَٱبۡعَثۡ فِيهِمۡ ﴿ "Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka," maksudnya kepada keturunan kami ﴾ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ ﴿ "seorang Rasul di antara mereka," agar lebih tinggi derajatnya, agar ditaati dan agar mereka mengenalnya dengan sebaik-baiknya, ﴾ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِكَ ﴿ "yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu" dari sisi lafazhnya, menjaga dan menghafal, ﴾ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ ﴿ "dan mengajarkan ke-pada mereka al-Kitab (al-Qur`an) dan al-Hikmah (as-Sunnah)," sebagai makna darinya, ﴾ وَيُزَكِّيهِمۡۖ ﴿ "serta menyucikan mereka," dengan men-didik mereka atas amalan-amalan shalih dan menjauhkan dari amalan-amalan yang buruk yang membuat jiwa tidak suci dengan-nya. ﴾ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ﴿ "Sesungguhnya Engkau-lah yang Mahaperkasa" maksudnya, yang Mampu menundukkan segala sesuatu dan yang tidak dapat dibendung kekuatanNya oleh apa pun, ﴾ ٱلۡحَكِيمُ ﴿ "lagi Mahabijaksana," Yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya; maka dengan kemuliaan dan kebijaksanaanMu, utuslah Rasul tersebut kepada mereka. Allah mengabulkan doa mereka berdua, dan Allah mengutus Rasul yang mulia ini (Muhammad ﷺ) yang dengan beliau ketu-runan mereka berdua dirahmati Allah secara khusus dan seluruh makhluk secara umum, dan oleh karena itu Nabi Muhammad ﷺ bersabda, أَنَا دَعْوَةُ أَبِيْ إِبْرَاهِيْمَ. "Saya adalah (perwujudan) doa dari bapak moyang saya, Nabi Ibrahim عليه السلام."[13]
Dan ketika Ibrahim mengagungkan Allah dengan keagungan yang seperti ini dan Dia mengabarkan tentang sifat-sifatNya yang sempurna, Allah berfirman,
Ayah: 130 - 134 #
{وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (130) إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (131) وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (132) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133) تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (134)}
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melain-kan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Ketika Tuhannya ber-firman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab, 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.' Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata), 'Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.' Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya.' Itu adalah umat yang berlalu, baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggunganjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Baqarah: 130-134).
#
{130} أي: ما يرغب {عن ملة إبراهيم}؛ بعد ما عرف من فضله، {إلا من سفه نفسه}؛ أي: جهلها وامتهنها ورضي لها بالدون وباعها بصفقة المغبون كما أنه لا أرشد وأكمل ممَّن رغب في ملة إبراهيم، ثم أخبر عن حالته في الدنيا والآخرة فقال: {ولقد اصطفيناه في الدنيا}؛ أي: اخترناه ووفقناه للأعمال التي صار بها من المصطفين الأخيار، {وإنه في الآخرة لمن الصالحين}؛ الذين لهم أعلى الدرجات.
(130) Tidaklah ada orang yang benci ﴾ عَن مِّلَّةِ إِبۡرَٰهِـۧمَ ﴿ "kepada agama Ibrahim," setelah dia mengetahui keutamaannya,﴾ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُۥۚ ﴿ "melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri," maksud-nya, membodohi dan menghinakannya, ridha dengan kehinaan dan menjualnya dengan transaksi yang merugikan, sebagaimana tidak lebih lurus dan tidak lebih sempurna dari orang yang menyu-kai agama Ibrahim. Kemudian Allah mengabarkan tentang kondi-sinya di dunia maupun di akhirat seraya berfirman,﴾ وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَٰهُ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ ﴿ "Dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia," maksudnya Kami mengutamakan dan membimbingnya kepada amalan-amalan yang membuatnya termasuk orang-orang yang terpilih dan isti-mewa, ﴾ وَإِنَّهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ﴿ "dan sesungguhnya di akhirat dia benar-benar termasuk orang-orang yang shalih," yakni orang-orang yang memiliki derajat yang tinggi.
#
{131} {إذ قال له ربُّه أسلم قال}؛ امتثالاً لربه {أسلمتُ لربِّ العالمين}؛ إخلاصاً وتوحيداً ومحبة وإنابة فكان التوحيدُ للهِ نعته، ثم ورَّثه في ذريته ووصاهم به، وجعلها كلمة باقية في عقبه، وتوارثت فيهم حتى وصلت ليعقوبَ فوصى بها بنيه.
(131) ﴾ إِذۡ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥٓ أَسۡلِمۡۖ قَالَ ﴿ "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah'! (Maka) Ibrahim menjawab," sebagai ketundukan kepada Tuhannya, ﴾ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ﴿ "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam," dengan ikhlas dan bertauhid, mencintai, dan pasrah. Maka bertauhid kepada Allah adalah sifat beliau, lalu beliau me-wariskannya kepada keturunannya dan mewasiatkannya kepada mereka, dan beliau jadikan tauhid itu sebagai kalimat yang terus ada pada generasi selanjutnya, dan terus diwarisi di antara mereka hingga sampai kepada Ya'qub, lalu beliau juga mewasiatkan hal itu kepada anak-anaknya,
Kalian wahai anak-anak Ya'qub! Bapak moyang kalian telah mewasiatkan kepada kalian secara khusus, maka wajiblah atas kalian tunduk secara sempurna, dan mengikuti penutup para Nabi. Allah berfirman,
#
{132} {يا بني إن الله اصطفى لكم الدين}؛ أي: اختاره، وتخيره لكم رحمة بكم وإحساناً إليكم، فقوموا به، واتصفوا بشرائعه، وانصبغوا بأخلاقه حتى تستمروا على ذلك فلا يأتيكم الموت إلا وأنتم عليه، لأن من عاش على شيء مات عليه، ومن مات على شيء بعث عليه.
(132) ﴾ يَٰبَنِيَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ ﴿ "Hai anak-anakku! Sesungguh-nya Allah telah memilih agama ini bagimu." Maksudnya, Allah telah menjadikannya untuk kalian dan memilihnya bagi kalian sebagai kasih sayang dan berlaku baik kepada kalian, maka laksanakanlah, tunaikanlah syariat-syariatnya, hiasilah diri kalian dengan akhlak-akhlaknya hingga kalian senantiasa seperti itu, dan tidaklah ke-matian itu mendatangi dirimu kecuali kalian masih berpedoman padanya, karena barangsiapa yang hidup dengan suatu ajaran, nis-caya dia akan meninggal dengan ajaran tersebut, dan barangsiapa yang meninggal dengan suatu ajaran, niscaya dia akan dibangkitkan dengan ajaran tersebut.
#
{133} ولما كان اليهود يزعمون أنهم على ملة إبراهيم ومن بعده يعقوب قال تعالى منكراً عليهم: {أم كنتم شهداء}؛ أي: حضوراً {إذ حضر يعقوب الموت}؛ أي: مقدماته وأسبابه فقال لبنيه على وجه الاختبار ولتقرَّ عينُه في حياته بامتثالهم ما وصاهم به: {ما تعبدون من بعدي}؛ فأجابوه بما قرت به عينُه فقالوا: {نعبد إلهك وإله آبائك إبراهيم وإسماعيل وإسحاق إلهاً واحداً}؛ فلا نشرك به شيئاً ولا نعدل به {ونحن له مسلمون}؛ فجمعوا بين التوحيد والعمل، ومن المعلوم أنهم لم يحضروا يعقوب، لأنهم لم يوجدوا بعد، فإذا لم يحضروا، فقد أخبر الله عنه أنه وصى بنيه بالحنيفية لا باليهودية، ثم قال تعالى:
(133) Dan ketika Yahudi mengklaim bahwasanya mereka berpegang pada agama Nabi Ibrahim dan orang yang setelahnya, Nabi Ya'qub, maka Allah تعالى berfirman sebagai bantahan atas klaim mereka tersebut, ﴾ أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَآءَ ﴿ "Adakah kamu hadir," maksudnya berada di sana, ﴾ إِذۡ حَضَرَ يَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ ﴿ "ketika Ya'qub kedatangan tanda-tanda maut," yaitu pendahuluan dan sebab-sebabnya. Lalu beliau berkata kepada anak-anaknya sebagai sesuatu tes, dan agar hati-nya lega dalam kehidupannya dengan ketaatan mereka terhadap apa yang diwasiatkannya, ﴾ مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِيۖ ﴿ "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Maka mereka menjawabnya dengan hal yang mem-buat hatinya lega, mereka berkata,﴾ نَعۡبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبۡرَٰهِـۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗا ﴿ "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa," kami tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun dan kami tidak menyimpang darinya, ﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ﴿ "dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya." Mereka telah menyatukan antara tauhid dan perbuatan. Dan telah diketahui bahwa mereka (kaum Yahudi) tidak hadir di sisi Nabi Ya'qub, karena mereka belum diciptakan saat itu, lalu ketika mereka (kaum Yahudi) tidak hadir, maka sungguh Allah تعالى telah mengabarkan tentang beliau bahwa beliau mewasiatkan anak-anaknya dengan Agama yang hanif (bersih dari syirik dan kebatilan) dan bukan dengan agama Yahudi. Kemudian Allah تعالى berfirman,
#
{134} {تلك أمة قد خلت}؛ أي: مضت {لها ما كسبت ولكم ما كسبتم}؛ أي: كلٌّ له عمله، وكلٌّ سيجازى بما فعله، لا يُؤَاخذ أحد بذنب أحد، ولا ينفع أحداً إلا إيمانه وتقواه، فاشتغالكم بهم وادعاؤكم أنكم على ملتهم والرضا بمجرد القول أمر فارغ لا حقيقة له، بل الواجب عليكم أن تنظروا حالتكم التي أنتم عليها هل تصلح للنجاة أم لا؟
(134) ﴾ تِلۡكَ أُمَّةٞ قَدۡ خَلَتۡۖ ﴿ "Itu adalah umat yang berlalu," yakni telah lewat, ﴾ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَلَكُم مَّا كَسَبۡتُمۡۖ ﴿ "baginya apa yang telah diusahakan-nya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan." Maksudnya, setiap orang akan mendapatkan (pahala) perbuatannya sendiri, dan setiap orang akan dibalas dengan apa yang telah diperbuatnya, seseorang tidaklah akan disiksa karena dosa orang lain, dan tidaklah akan bermanfaat bagi seseorang, kecuali hanya keimanan dan ketakwa-annya. Maka kesibukan kalian terhadap mereka dan anggapan kalian bahwa kalian berada dalam agama mereka dan rela hanya sebatas perkataan semata, adalah perkara kosong belaka yang tidak ada hakikatnya, semestinya kalian memperhatiakan kembali kondisi kalian, apakah patut memperoleh keselamatan ataukah tidak?
Ayah: 135 #
{وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (135)}
"Dan mereka berkata, 'Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.' Katakanlah, 'Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik'." (Al-Baqarah: 135).
#
{135} أي: دعا كل من اليهود والنصارى المسلمين إلى الدخول في دينهم زاعمين أنهم هم المهتدون وغيرهم ضال، [قل] له مجيباً جواباً شافياً {بل}؛ نتبع {ملة إبراهيم حنيفاً}؛ أي: مقبلاً على الله معرضاً عما سواه قائماً بالتوحيد تاركاً للشرك والتنديد، فهذا الذي في اتباعه الهداية وفي الإعراض عن ملته الكفر والغواية.
(135) Setiap orang dari Yahudi dan Nasrani berdoa agar kaum Muslimin masuk ke dalam agama mereka dengan asumsi bahwa mereka itu adalah orang-orang yang diberi petunjuk, se-dangkan orang lain adalah sesat. Katakanlah[14] kepadanya sebagai jawaban yang pantas, ﴾ بَلۡ ﴿ "tidak, melainkan" kami mengikuti,﴾ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِـۧمَ حَنِيفٗاۖ ﴿ "agama Ibrahim yang lurus," yaitu yang menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain diriNya, menegakkan tauhid dan meninggalkan kesyirikan, dan inilah agama yang dengan meng-ikutinya, maka hidayah diperolehnya, dan inilah agama yang de-ngan berpaling darinya, maka kekafiran dan kesesatan diperoleh.
Ayah: 136 #
{قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (136)}
"Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kepadaNya kami tunduk patuh." (Al-Baqarah: 136).
#
{136} هذه الآية الكريمة قد اشتملت على جميع ما يجب الإيمان به. واعلم أن الإيمان الذي هو تصديق القلب التام بهذه الأصول، وإقراره المتضمن لأعمال القلوب والجوارح، وهو ـ بهذا الاعتبار ـ يدخل فيه الإسلام وتدخل فيه الأعمال الصالحة كلها، فهي من الإيمان وأثر من آثاره، فحيث أطلق الإيمان دخل فيه ما ذكر، وكذلك الإسلام إذا أطلق دخل فيه الإيمان، فإذا قرن بينهما كان الإيمان اسماً لما في القلب من الإقرار والتصديق، والإسلام اسماً للأعمال الظاهرة. وكذلك إذا جمع بين الإيمان والأعمال الصالحة. فقوله تعالى: {قولوا}؛ أي: بألسنتكم متواطئة عليها قلوبكم، وهذا هو القول التام المترتب عليه الثواب والجزاء، فكما أن النطق باللسان بدون اعتقاد القلب نفاق وكفر، فالقول الخالي من العمل عمل القلب عديم التأثير قليل الفائدة، وإن كان العبد يؤجر عليه إذا كان خيراً ومعه أصل الإيمان، لكن فرق بين القول المجرد والمقترن به عمل القلب. وفي قوله {قولوا}؛ إشارة إلى الإعلان بالعقيدة والصدع بها والدعوة لها، إذ هي أصل الدين وأساسه، وفي قوله {آمنا}؛ ونحوه مما فيه صدور الفعل منسوباً إلى جميع الأمة إشارة إلى أنه يجب على الأمة الاعتصام بحبل الله جميعاً والحث على الائتلاف حتى يكون داعيهم واحداً وعملهم متحداً، وفي ضمنه النهي عن الافتراق. وفيه أن المؤمنين كالجسد الواحد. وفي قوله: {قولوا آمنا بالله ... } الخ؛ دلالة على جواز إضافة الإنسان إلى نفسه الإيمان على وجه التقييد، بل على وجوب ذلك، بخلاف قوله أنا مؤمن ونحوه فإنه لا يقال إلا مقروناً بالاستثناء بالمشيئة لما فيه من تزكية النفس والشهادة على نفسه بالإيمان، فقوله: {آمنا بالله}؛ أي: بأنه واجب الوجود واحد أحد متصف بكل صفة كمال، منزه عن كل نقص وعيب، مستحق لإفراده بالعبادة كلها وعدم الإشراك به في شيء منها بوجه من الوجوه. {وما أنزل إلينا}؛ يشمل القرآن والسنة لقوله تعالى: {وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة}؛ فيدخل فيه الإيمان بما تضمنه كتاب الله وسنة رسوله من صفات الباري وصفات رسله واليوم الآخر والغيوب الماضية والمستقبلة، والإيمان بما تضمنه ذلك من الأحكام الشرعية الأمرية وأحكام الجزاء وغير ذلك {وما أنزل إلى إبراهيم ... }؛ إلى آخر الآية، فيه الإيمان بجميع الكتب المنزلة على جميع الأنبياء، والإيمان بالأنبياء عموماً وخصوصاً ما نص عليه في الآية لشرفهم ولإتيانهم بالشرائع الكبار، فالواجب في الإيمان بالأنبياء والكتب أن يؤمن بهم على وجه العموم والشمول، ثم ما عرف منهم بالتفصيل وجب الإيمان به مفصلاً. وقوله: {لا نفرق بين أحد منهم}؛ أي: بل نؤمن بهم كلهم، هذه خاصية المسلمين التي انفردوا بها عن كلِّ من يدعي أنه على دين، فاليهود والنصارى والصابئون وغيرهم وإن زعموا أنهم يؤمنون بما يؤمنون به من الرسل والكتب فإنهم يكفرون بغيره فيفرقون بين الرسل والكتب، بعضها يؤمنون به وبعضها يكفرون به، وينقض تكذيبهم تصديقهم، فإن الرسول الذي زعموا أنهم قد آمنوا به قد صدق سائر الرسل وخصوصاً محمداً - صلى الله عليه وسلم -، فإذا كذبوا محمداً فقد كذبوا رسولهم فيما أخبرهم به فيكون كفراً برسولهم، وفي قوله: {وما أوتي النبيون من ربهم}؛ دلالة على أن عطية الدين هي العطية الحقيقية المتصلة بالسعادة الدنيوية والأخروية، لم يأمرنا أن نؤمن بما أوتي الأنبياء من الملك والمال ونحو ذلك، بل أمرنا أن نؤمن بما أعطوا من الكتب والشرائع، وفيه أن الأنبياء مبلغون عن الله ووسائط بين الله وبين خلقه في تبليغ دينه، ليس لهم من الأمر شيء. وفي قوله: {من ربهم}؛ إشارة إلى أنه من كمال ربوبيته لعباده أن ينزل عليهم الكتب ويرسل إليهم الرسل، فلا تقتضي ربوبيته تركهم سدى ولا هملاً، وإذا كان ما أوتي النبيون إنما هو من ربهم ففيه الفرق بين الأنبياء وبين من يدعي النبوة، وأنه يحصل الفرق بينهم بمجرد معرفة ما يدعون إليه، فالرسل لا يدعون إلا لخير ولا ينهون إلا عن كل شر، وكل واحد منهم يصدق الآخر ويشهد له بالحق من غير تخالف ولا تناقض لكونه من عند ربهم، {فلو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافاً كثيراً}؛ وهذا بخلاف من ادعى النبوة فلا بد أن يتناقضوا في أخبارهم وأوامرهم ونواهيهم كما يعلم ذلك من سبر أحوال الجميع وعرف ما يدعون إليه، فلما بين تعالى جميع ما يؤمن به عموماً وخصوصاً وكان القول لا يغني عن العمل قال: {ونحن له مسلمون}؛ أي: خاضعون لعظمته منقادون لعبادته بباطننا وظاهرنا مخلصون له العبادة، بدليل تقديم المعمول وهو {له}؛ على العامل وهو، {مسلمون}. فقد اشتملت هذه الآية الكريمة على إيجازها واختصارها على أنواع التوحيد الثلاثة: توحيد الربوبية، وتوحيد الألوهية، وتوحيد الأسماء والصفات. واشتملت على الإيمان بجميع الرسل وجميع الكتب، وعلى التخصيص الدال على الفضل بعد التعميم، وعلى التصديق بالقلب واللسان والجوارح والإخلاص لله في ذلك، وعلى الفرق بين الرسل الصادقين ومن ادعى النبوة من الكاذبين، وعلى تعليم الباري عباده كيف يقولون، ورحمته وإحسانه عليهم بالنعم الدينية المتصلة بسعادة الدنيا والآخرة. فسبحان من جعل كتابه تبياناً لكل شيء وهدى ورحمة لقوم يؤمنون.
(136) Ayat yang mulia ini meliputi seluruh perkara yang wajib diimani. Ketahuilah bahwasanya iman yang artinya pembe-naran hati yang total terhadap dasar-dasar ini, dan pengakuannya yang diikuti dengan perbuatan-perbuatan hati dan tubuh, dan keimanan itu -dengan kategori seperti ini- termasuk di dalamnya kata Islam juga seluruh amalan-amalan shalih, maka itu semua adalah sebagian dari iman dan merupakan suatu pengaruh dari pengaruh-pengaruhnya. Maka ketika disebutkan kata iman secara bebas, maka perkara-perkara yang disebutkan akan masuk ke dalamnya, demikian pula kata Islam, bila disebutkan secara bebas, maka iman masuk ke dalamnya, namun bila disandingkan bersama, maka iman berarti apa yang ada dalam hati berupa keyakinan dan kepercayaan, sedang Islam adalah nama perbuatan-perbuatan zahir. Demikian pula apabila dia menggabungkan antara iman dan amal shalih. Dan Firman Allah تعالى, ﴾ قُولُوٓاْ ﴿ "Katakanlah," yakni, dengan lisan kalian yang didasari dari hati kalian, dan inilah perkataan yang sempurna yang mendatangkan ganjaran dan balasan, seba-gaimana juga perkataan dengan lisan tanpa ada keyakinan dalam hati adalah sebuah kemunafikan dan kekufuran. Perkataan yang lepas dari perbuatan -perbuatan hati- sangat tidak berpengaruh dan tidak berguna, walaupun seorang hamba itu akan diberikan ganjaran apabila baik, dan kebaikan itu didasari oleh keimanan, akan tetapi dibedakan antara perkataan semata dengan perkataan yang dibarengi dengan perbuatan hati. Dalam FirmanNya, ﴾ قُولُوٓاْ ﴿ "Katakanlah," ada sebuah petunjuk untuk menampakkan akidah, menyatakan secara terang-terangan dan berdakwah kepadanya, karena akidah adalah dasar agama dan pondasinya. Dan dalam FirmanNya, ﴾ ءَامَنَّا ﴿ "Kami beriman," dan semacamnya yang berbentuk adanya suatu perbuatan yang dinisbatkan kepada seluruh umat, adalah sebuah petunjuk kepada suatu hal, bahwa umat ini wajib berpegang teguh kepada tali agama Allah secara keseluruhan, dan sebuah anjuran untuk bersatu agar pendorong bagi mereka adalah satu dan amalan mereka bersatu, juga termasuk larangan dari perpecahan, dalam kondisi seperti itu kaum Mukminin adalah seperti satu tubuh. Dalam Firman Allah تعالى, ﴾ قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ. . . ﴿ "Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami beriman kepada Allah...' hingga akhir, terkan-dung sebuah dalil akan bolehnya seseorang menisbahkan keimanan kepada dirinya dalam bentuk pembatasan, bahkan ini adalah dalil atas wajibnya penisbatan tersebut, berbeda dengan perkataan, "Saya seorang Mukmin," atau semacamnya, karena perkataan ini tidaklah diucapkan kecuali dibarengi pengecualian dengan kehen-dak Allah, karena mengandung penyucian diri dan kesaksian atas diri sendiri dengan keimanan. Maka FirmanNya, ﴾ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ ﴿ "Kami beriman kepada Allah," yakni bahwasanya Dia adalah pasti ada dan Satu lagi Esa, yang bersifat dengan segala sifat-sifat yang sempurna, terlepas dari setiap kekurangan dan aib, berhak untuk diesakan dalam seluruh ibadah dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu pun dalam segala bentuknya. ﴾ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا ﴿ "Dan apa yang diturunkan kepada kami," yang me-liputi al-Qur`an dan as-Sunnah berdasarkan Firman Allah تعالى, ﴾ وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ ﴿ "Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu." (An-Nisa`: 113). Maka iman masuk di dalamnya sebagaimana yang dikandung Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ dari sifat-sifat Allah dan sifat-sifat NabiNya, Hari Akhir, hal-hal ghaib yang telah lampau maupun yang akan datang, keimanan terhadap apa yang juga dikandungnya dari hukum-hukum syariat yang bersifat perintah dan larangan, hukum tentang ganjaran dan lain sebagainya,﴾ وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ...﴿ "dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim" hingga akhir ayat, menunjukkan keimanan kepada seluruh kitab-kitab yang di-turunkan kepada seluruh Nabi, juga keimanan kepada para Nabi secara umum dan secara khusus kepada Nabi-nabi yang jelas dise-butkan dalam ayat-ayat, karena kemuliaan mereka dan pelaksanaan mereka terhadap syariat-syariat yang penting. Maka yang wajib dalam beriman kepada para Nabi dan kitab-kitab adalah untuk beriman kepada mereka secara umum dan menyeluruh, kemudian apa yang telah diketahui secara terperinci wajib diimani dengan terperinci juga. FirmanNya, ﴾ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ ﴿ "Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka," akan tetapi kami beriman kepada mereka semua, hal ini adalah suatu keistimewaan kaum Muslimin yang membedakan mereka dengan orang-orang yang mengaku bahwa dia menganut suatu agama. Kaum Yahudi, Nasrani, orang-orang shabi'ah dan selain mereka, walaupun mereka mengaku beriman kepada Nabi-nabi dan kitab-kitab yang mereka yakini, namun mereka mengingkari selainnya, mereka membeda-bedakan antara para Nabi dan kitab-kitab, mereka beriman kepada sebagian dan mengingkari yang lain, yang oleh karenanya pendustaan me-reka itu membatalkan kepercayaan mereka sendiri. Rasul yang mereka klaim bahwa mereka beriman kepadanya saja telah mempercayai seluruh Rasul dan khususnya kepada Rasu-lullah Muhammad ﷺ, maka bila mereka mendustai Muhammad ﷺ, berarti mereka telah mendustai Rasul mereka tersebut tentang apa yang telah dia kabarkan yang menjadikan mereka mengingkari Rasul mereka sendiri. Dan dalam Firman Allah تعالى, ﴾ وَمَآ أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ ﴿ "Serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhannya," ada-lah dalil yang menunjukkan bahwa pemberian agama adalah suatu pemberian yang hakiki yang berhubungan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah tidak memerintahkan kepada kita untuk beriman kepada sesuatu yang diberikan kepada para Nabi berupa kerajaan dan harta atau semacamnya, namun Allah memerintahkan kepada kita agar beriman kepada sesuatu yang diberikan kepada mereka berupa kitab-kitab dan syariat-syariat. Ayat ini juga menunjukkan bahwasanya para Nabi itu adalah pembawa berita dari Allah dan menjadi perantara antara Allah dengan makhluk-makhlukNya dalam misi penyampaian agamaNya, dan dalam urusan itu mereka tidak punya hak sedikit pun. Dan dalam FirmanNya, ﴾ مِن رَّبِّهِمۡ ﴿ "Dari tuhannya," terkandung sebuah penjelasan bahwa di antara kesempurnaan rububiyah Allah terhadap hamba-hambaNya adalah bahwa Dia menurunkan kepada mereka kitab-kitab suci dan mengutus Rasul-rasul buat mereka. RububiyahNya menuntut untuk tidak membiarkan mereka sia-sia dan tidak diperhatikan, dan apabila apa yang diberikan kepada para Nabi itu berasal dari Tuhan mereka, maka di sana terkandung sebuah perbedaan antara para Nabi dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, dan bahwasanya sangat jelas perbedaan mereka itu dengan sekedar mengetahui apa yang mereka dakwahkan. Para Rasul hanya menyeru kepada kebaikan dan hanya melarang dari setiap yang buruk, dan setiap orang di antara mereka mempercayai yang lainnya, menyaksikannya atas kebenaran tanpa ada perseli-sihan dan pertentangan, karena semuanya berasal dari Tuhan mereka yang Satu. ﴾ وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ ٱخۡتِلَٰفٗا كَثِيرٗا 82 ﴿ "Kalau kiranya al-Qur`an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (An-Nisa`: 82). Ini berbeda jauh dari orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, pastilah terjadi pertentangan di antara mereka dalam kabar-kabar mereka, perintah-perintah mereka, larangan-larangan me-reka, sebagaimana hal itu telah diketahui oleh orang yang telah mencermati kehidupan mereka dan mengetahui apa-apa yang mereka dakwahkan. Dan ketika Allah تعالى menjelaskan seluruh hal yang harus diimani secara umum dan khusus, dan perkataan itu tidaklah berguna tanpa amalan, maka Allah berfirman, ﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ﴿ "Dan kepadaNya kami tunduk patuh," maksudnya, pasrah kepada keagunganNya, patuh dalam menyembahNya secara lahir maupun batin, ikhlas dalam menyembahNya. Itu semua didasari oleh dalil didahulukannya kata yang menjadi obyek yaitu, ﴾ لَهُۥ ﴿ "kepadaNya," daripada kata yang menjadi subyek, ﴾ مُسۡلِمُونَ ﴿ "kami tunduk patuh." Ayat ini mengandung -dengan ringkas dan intisarinya- ma-cam-macam tauhid yang tiga, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid Asma` wa Shifat. Ayat ini juga mengandung keimanan kepada seluruh Rasul dan seluruh kitab (yang diturunkan Allah), dan mengandung pengkhususan yang bermaksud pengutamaan setelah adanya penyebutan secara global, juga pembenaran dengan hati, lisan, dan anggota tubuh, serta keikhlasan hanya kepada Allah dalam semua itu, juga perbedaan antara para Rasul yang benar dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi lagi pendusta berdasarkan pengajaran Allah kepada hamba-hambaNya bagaimana cara berbicara, berda-sarkan kasih sayangNya dan kebaikanNya kepada mereka dengan segala nikmat-nikmatNya yang agamis yang berhubungan dengan kebahagiaan dunia maupun akhirat. Mahasuci Allah Dzat yang telah menjadikan kitabNya sebagai penjelas akan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Ayah: 137 #
{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (137)}
"Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengeta-hui." (Al-Baqarah: 137).
#
{137} أي: فإن آمن أهل الكتاب بمثل ما آمنتم به يا معشر المؤمنين من جميع الرسل، وجميع الكتب، الذين أول من دخل فيهم وأولى خاتمهم وأفضلهم محمد - صلى الله عليه وسلم -، والقرآن، وأسلموا لله وحده ولم يفرقوا بين أحد من الرسل ، {فقد اهتدوا}؛ للصراط المستقيم الموصل لجنات النعيم؛ أي فلا سبيل لهم إلى الهداية إلا بهذا الإيمان، لا كما زعموا بقولهم كونوا هوداً أو نصارى تهتدوا فزعموا أن الهداية خاصة بما كانوا عليه. والهدى: هو العلم بالحق والعمل به، وضده الضلال عن العلم، والضلال عن العمل بعد العلم وهو الشقاق الذي كانوا عليه لما تولوا وأعرضوا، فالمشاق هو الذي يكون في شقٍّ والله ورسوله في شقٍّ، ويلزم من المشاقة المحادَّة والعداوة البليغة التي من لوازمها بذل ما يقدرون عليه من أذية الرسول، فلهذا وعد الله رسوله أن يكفيه إياهم لأنه {السميع} لجميع الأصوات باختلاف اللغات على تفنن الحاجات. {العليم} بما بين أيديهم وما خلفهم بالغيب والشهادة بالظواهر والبواطن، فإذا كان كذلك كفاك الله شرهم، وقد أنجز الله لرسوله وعده، وسلطه عليهم حتى قتل بعضهم، وسبى بعضهم، وأجلى بعضهم، وشردهم كل مشرد، ففيه معجزة من معجزات القرآن وهو الإخبار بالشيء قبل وقوعه فوقع طبق ما أخبر.
(137) Maknanya, apabila ahli Kitab beriman seperti ber-imannya kalian (kaum Mukminin) kepada seluruh Rasul, (termasuk dari mereka seorang Nabi dan yang paling utama yaitu Muhammad) dan seluruh Kitab (termasuk al-Qur`an), dan mereka berserah diri hanya kepada Allah semata dan mereka tidak membeda-bedakan salah seorang di antara para Rasul itu, ﴾ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ ﴿ "sungguh mereka telah mendapat petunjuk" kepada jalan yang lurus yang menyam-paikan kepada surga yang penuh kenikmatan. Artinya, tidak ada jalan menuju kepada hidayah bagi mereka kecuali dengan keimanan tersebut, dan bukan seperti apa yang mereka sangkakan dalam perkataan mereka, "Jadilah orang Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk," mereka mengklaim bahwa petunjuk itu khusus dengan apa yang mereka anut. Hidayah itu adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkan-nya, sedangkan lawannya adalah kesesatan dari ilmu dan kesesatan dari amal perbuatan setelah berilmu, dan itulah penentangan yang pernah terjadi pada mereka ketika mereka berpaling dan meng-ingkari. Orang yang menentang itu adalah orang yang berada di satu pihak sedang Allah dan RasulNya di pihak yang lain, dan konsekuensi dari penentangan itu adalah permusuhan dan pertem-puran yang dahsyat yang mana hal-hal yang harus ada dari hal itu adalah mengerahkan segala apa yang mereka mampu dalam meng-ganggu Rasul ﷺ. Oleh karena itu Allah menjanjikan RasulNya untuk melindunginya dari mereka karena Dia adalah ﴾ ٱلسَّمِيعُ ﴿ "Yang Maha Mendengar" seluruh suara dengan segala macam bahasa dengan berbagai keperluan, ﴾ ٱلۡعَلِيمُ ﴿ "lagi Maha Mengetahui" apa yang ada pada mereka, dan yang di belakang mereka, yang ghaib maupun yang nyata, yang batin maupun yang lahir. Apabila kon-disinya seperti itu, maka Allah akan melindungimu dari kejahatan mereka. Dan sesungguhnya Allah telah menunaikan janjiNya kepada RasulNya, Allah membuat RasulNya menguasai mereka hingga sebagian mereka terbunuh, sebagian lain ditawan, sebagian yang lain diusir dan setiap pendepak mendepak mereka dengan kasar. Ayat ini menunjukkan sebuah mukjizat di antara mukjizat-mukjizat al-Qur`an yaitu mengabarkan suatu hal sebelum terjadi lalu terbukti terjadi sesuai dengan apa yang dikabarkannya.
Ayah: 138 #
{صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ (138)}
"Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah." (Al-Baqarah: 138).
#
{138} أي: الزموا صبغة الله وهو دينه، وقوموا به قياماً تامًّا بجميع أعماله الظاهرة والباطنة وجميع عقائده في جميع الأوقات حتى يكون لكم صبغة وصفة من صفاتكم، فإذا كان صفة من صفاتكم أوجب ذلك لكم الانقياد لأوامره طوعاً واختياراً ومحبة، وصار الدين طبيعة لكم بمنزلة الصبغ التام للثوب الذي صار له صفة، فحصلت لكم السعادة الدنيوية والأخروية لحثِّ الدين على مكارم الأخلاق ومحاسن الأعمال ومعالي الأمور. فلهذا قال على سبيل التعجب المتقرر للعقول الزكية؛ {ومن أحسن من الله صبغة}؛ أي: لا أحسن صبغة من صبغته ، وإذا أردت أن تعرف نموذجاً يبين لك الفرق بين صبغة الله وبين غيرها من الصبغ فقس الشيء بضده، فكيف ترى في عبد آمن بربه إيماناً صحيحاً أثر معه خضوع القلب وانقياد الجوارح، فلم يزل يتحلى بكل وصف حسن وفعل جميل وخلق كامل ونعت جليل، ويتخلى من كل وصف قبيح ورذيلة وعيب فَوَصْفُهُ الصدق في قوله وفعله والصبر والحلم والعفة والشجاعة والإحسان القولي والفعلي ومحبة الله وخشيته وخوفه ورجاؤه، فحاله الإخلاص للمعبود والإحسان لعبيده، فقسه بعبد كفر بربه وشرد عنه وأقبل على غيره من المخلوقين فاتصف بالصفات القبيحة من الكفر والشرك والكذب والخيانة والمكر والخداع وعدم العفة والإساءة إلى الخلق في أقواله وأفعاله فلا إخلاص للمعبود ولا إحسان إلى عبيده؛ فإنه يظهر لك الفرق العظيم بينهما، ويتبين لك أنه لا أحسن [صبغة] من صبغة الله، وفي ضمنه أنه لا أقبح صبغة ممن انصبغ بغير دينه. وفي قوله: {ونحن له عابدون}؛ بيان لهذه الصبغة وهي القيام بهذين الأصلين الإخلاص والمتابعة؛ لأن العبادة: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأعمال والأقوال الظاهرة والباطنة، ولا تكون كذلك حتى يشرعها الله على لسان رسوله. والإخلاص أن يقصد العبد وجه الله وحده في تلك الأعمال، فتقديم المعمول يؤذن بالحصر، وقال: {ونحن له عابدون}؛ فوصفهم باسم الفاعل الدال على الثبوت والاستقرار؛ ليدلَّ على اتصافهم بذلك [وكونه صار صبغةً لهم ملازماً].
(138) Maksudnya, peganglah shibghah[15] Allah yaitu agama-Nya, tegakkanlah dia dengan penegakan sebenar-benarnya dengan segala perbuatan lahir maupun batin, dan juga akidah-akidahnya pada setiap waktu, hingga hal itu menjadi shibghah dan sifat di antara sifat-sifat kalian, lalu apabila dia adalah sifat dari sifat-sifat kalian, maka hal itu mengharuskan kalian untuk tunduk kepada perintah-perintahNya secara pasrah, penuh kesadaran dan kecin-taan, hingga agama menjadi tabiat kalian seperti sebuah celupan yang sempurna bagi sebuah pakaian yang jelas menjadi sifat bagi-nya, sehingga tercapailah kebahagiaan dunia maupun akhirat, karena agama menganjurkan kepada akhlak yang mulia, amalan yang luhur, dan perkara yang indah. Oleh karena itu, Allah berfirman sebagai kekaguman yang jelas bagi akal yang sehat, ﴾ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبۡغَةٗۖ ﴿ "Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah?" Maksudnya, tidak ada yang lebih baik shibghahnya dari shibghah Allah. Apabila Anda ingin tahu salah satu contohnya yang menjelaskan kepada Anda tentang per-bedaan shibghah Allah dengan shibghah selainNya, maka analogi-kanlah sesuatu dengan hal yang berkontradiksi dengannya, bagai-manakah Anda melihat seorang hamba yang beriman kepada Tuhannya dengan keimanan yang benar yang mempengaruhi kepasrahan hati dan ketundukan anggota tubuh dengannya, dan dia akan selalu menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang mulia, amalan yang baik, adab yang luhur dan tata krama yang santun, juga menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang jelek, hina dan dina, maka sifatnya adalah kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, sabar, ramah tamah, menjaga diri, berani, berbuat baik lewat lisan maupun tindakan, mencintai Allah, takut kepadaNya, khawatir akan pembalasanNya, mengharapNya, hingga dia ikhlas hanya untuk Allah dan berlaku baik kepada hamba-hambaNya, banding-kanlah dengan seorang hamba yang mengingkari Tuhannya, jauh dariNya dan mendekat kepada selainNya dari makhluk-makhluk-Nya. Dia mempunyai sifat yang buruk seperti kufur, syirik, dusta, khianat, tipu daya, tidak menjaga diri, dan berbuat tidak baik kepada makhluk secara lisan maupun tindakan, maka tidak ada keikhlasan kepada TuhanNya dan tidak juga berbuat baik kepada hamba-hambaNya. Dengan demikian sangatlah jelas perbedaan-nya bagi Anda di antara kedua hamba tersebut, dan mengertilah Anda bahwa tidak ada shibghah yang lebih baik daripada shibghah Allah, dan termasuk makna hal ini adalah tidak ada shibghah yang lebih jelek daripada orang yang tercelup dengan shibghah selain agama Allah. Dalam FirmanNya, ﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah," terkandung sebuah penjelasan akan shibghah tersebut yaitu menunaikan dua dasar; keikhlasan dan mengikuti contoh, karena ibadah itu adalah sebuah kata yang menyeluruh bagi setiap hal yang dicintai oleh Allah dan diridhaiNya, baik perbuatan maupun perkataan lahir maupun batin, dan hal itu tidak bisa ter-jadi, hingga Allah mensyariatkannya melalui lisan RasulNya. Keikhlasan itu adalah, seorang hamba menghendaki Wajah Allah semata dalam perbuatan-perbuatan tersebut, dan dengan mendahulukan kata yang menjadi obyek, maka maknanya bermak-sud pembatasan. Dan Allah berfirman, ﴾ وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah." Allah menjelaskan mereka dengan memakai kata "isim fa'il" atau kata benda pelaku yang menunjuk-kan akan kelanggengan dan keberlangsungan agar menunjukkan bahwa mereka bersifat seperti itu, dan hal itu telah menjadi shibghah bagi mereka secara pasti.
Ayah: 139 #
{قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ (139)}
"Katakanlah, 'Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepadaNya kami mengikhlaskan hati'." (Al-Baqarah: 139).
#
{139} المحاجة: هي المجادلة بين اثنين فأكثر تتعلق في المسائل الخلافية حتى يكون كل من الخصمين يريد نصرة قوله وإبطال قول خصمه، فكل واحد منهما يجتهد في إقامة الحجة على ذلك، والمطلوب منها أن تكون بالتي هي أحسن بأقرب طريق يرد الضال إلى الحق، ويقيم الحجة على المعاند، ويوضح الحق، ويبين الباطل، فإن خرجت عن هذه الأمور كانت مماراة ومخاصمة لا خير فيها، وأحدثت من الشرِّ ما أحدثت، فكان أهل الكتاب يزعمون أنهم أولى بالله من المسلمين، وهذا مجرد دعوى تفتقر إلى برهان ودليل، فإذا كان رب الجميع واحداً ليس ربًّا لكم دوننا، وكلٌّ منا ومنكم له عمله، فاستوينا نحن وأنتم بذلك، فهذا لا يوجب أن يكون أحد الفريقين أولى بالله من غيره؛ لأن التفريق مع الاشتراك في الشيء من غير فرق مؤثر دعوى باطلة، وتفريق بين متماثلين ومكابرة ظاهرة، وإنما يحصل التفضيل بإخلاص الأعمال الصالحة لله وحده، وهذه الحالة وصف المؤمنين وحدهم فتعين أنهم أولى بالله من غيرهم لأن الإخلاص هو الطريق إلى الخلاص. فهذا هو الفرق بين أولياء الرحمن وأولياء الشيطان بالأوصاف الحقيقية التي يسلمها أهل العقول ولا ينازع فيها إلا كل مكابر جهول، ففي هذه الآية إرشاد لطيف لطريق المحاجة، وأن الأمور مبنية على الجمع بين المتماثلين، والفرق بين المختلفين.
(139) Kata اَلْمَحَاجَّةُ bermakna perdebatan antara dua orang atau lebih dalam masalah-masalah khilafiyah hingga setiap pihak dari kedua belah pihak mengusahakan untuk menguatkan argumen-argumen mereka dan menjatuhkan argumen-argumen lawannya, setiap pihak dari mereka berusaha untuk menegakkan argumen dalam hal tersebut. Yang diharapkan dalam perdebatan itu adalah seharusnya berjalan dengan cara yang paling baik, dengan jalan yang paling dekat untuk mengembalikan seseorang yang tersesat kepada kebenaran, dan menegakkan hujjah atas orang-orang yang keras kepala, menjelaskan kebenaran dan menerangkan kebatilan. Jika keluar dari prinsip-prinsip di atas, maka perdebatan itu men-jadi sebuah perdebatan kusir dan pertengkaran mulut yang tidak ada gunanya, dan dapat menimbulkan keburukan. Para ahli Kitab mengaku bahwa mereka adalah yang paling berhak kepada Allah daripada kaum Muslimin. Ini hanyalah sebatas pengakuan yang butuh dalil dan keterangan yang kuat. Apabila Tuhan bagi semuanya hanya satu dan bukan Tuhan kalian saja, dan setiap dari kita dan kalian memiliki amal perbuatan, hingga kalian[16] dan kami sama sederajat dalam hal itu, dengan demikian hal itu tidaklah mengharuskan adanya salah satu dari kedua kelompok itu lebih berhak kepada Allah dari lainnya, karena pembedaan dengan adanya keikutsertaan dalam suatu hal tanpa ada perbedaan yang mempengaruhi adalah sebuah pengakuan yang kosong dan batil, dan memisahkan antara kedua hal yang semisal adalah suatu kecongkakan yang jelas sekali. Hanya saja dapat terjadi pengutamaan yang didasarkan dengan keikhlasan dalam amalan-amalan shalih hanya untuk Allah semata. Dan kon-disi yang seperti itu hanyalah sifat kaum Mukminin saja, maka pas-tilah bahwa merekalah yang paling berhak kepada Allah daripada selainnya, karena keikhlasan adalah jalan menuju keselamatan. Inilah perbedaan antara wali-wali ar-Rahman dan wali-wali setan dalam sifat-sifat yang hakiki yang diterima oleh orang-orang yang berakal dan tidak diperdebatkan kecuali oleh orang yang sombong dan bodoh. Ayat ini menunjukkan sebuah bimbingan yang baik dalam perdebatan, dan bahwasanya segala perkara itu harus berdasar atas asas penggabungan antara hal-hal yang semi-sal, dan pemisahan antara hal-hal yang berbeda.
Ayah: 140 #
{أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (140)}
"Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) me-ngatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, 'Apa-kah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?' Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan." (Al-Baqarah: 140).
#
{140} وهذه دعوى أخرى منهم ومحاجة في رسل الله زعموا أنهم أولى بهؤلاء الرسل المذكورين من المسلمين؛ فردَّ الله عليهم بقوله: {أأنتم أعلم أم الله}؛ فالله يقول: {ما كان إبراهيم يهودياً ولا نصرانياً ولكن كان حنيفاً مسلماً وما كان من المشركين}؛ وهم يقولون بل كان يهودياً أو نصرانياً، فإما أن يكونوا هم الصادقين العالمين أو يكون الله تعالى هو الصادق العالم بذلك، فأحد الأمرين متعين لا محالة، وصورة الجواب مبهم وهو في غاية الوضوح والبيان، حتى أنه من وضوحه لم يحتج أن يقول بل الله أعلم وهو أصدق، ونحو ذلك لانجلائه لكل أحد، كما إذا قيل الليل أنور أم النهار؟ والنار أحر أم الماء؟ والشرك أحسن أم التوحيد؟ ونحو ذلك، وهذا يعرفه كل من له أدنى عقل حتى أنهم بأنفسهم يعرفون ذلك ويعرفون أن إبراهيم وغيره من الأنبياء لم يكونوا هوداً ولا نصارى، فكتموا هذا العلم وهذه الشهادة، فلهذا كان ظلمهم أعظم الظلم، ولهذا قال تعالى: {ومن أظلم ممن كتم شهادة عنده من الله}؛ فهي شهادة عندهم مودعة من الله لا من الخلق فيقتضي الاهتمام بإقامتها، فكتموها وأظهروا ضدها، جمعوا بين كتم الحق وعدم النطق به وإظهار الباطل والدعوة إليه، أليس هذا أعظم الظلم؟ بلى والله وسيعاقبهم عليه أشد العقوبة، فلهذا قال: {وما الله بغافل عما تعملون}؛ بل قد أحصى أعمالهم وعدها وادَّخر لهم جزاءها، فبئس الجزاءُ جزاؤهم، وبئست النار مثوى للظالمين. وهذه طريقة القرآن في ذكر العلم والقدرة عقب الآيات المتضمنة للأعمال التي يجازى عليها، فيفيد ذلك الوعد والوعيد والترغيب والترهيب، ويفيد أيضاً ذكر الأسماء الحسنى بعد الأحكام أن الأمر الديني والجزائي أثرٌ من آثارها وموجب من موجباتها وهي مقتضية له. ثم قال تعالى:
(140) Ini juga merupakan klaim lain dari mereka dan se-buah perdebatan mengenai Rasul-rasul Allah. Mereka mengklaim bahwa mereka lebih berhak kepada para Rasul yang disebutkan daripada kaum Muslimin, lalu Allah membantah mereka dengan FirmanNya, ﴾ ءَأَنتُمۡ أَعۡلَمُ أَمِ ٱللَّهُۗ ﴿ "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah?" Allah juga berfirman, ﴾ مَا كَانَ إِبۡرَٰهِيمُ يَهُودِيّٗا وَلَا نَصۡرَانِيّٗا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفٗا مُّسۡلِمٗا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ 67 ﴿ "Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (Ali Imran: 67). Mereka berkata bahwasanya Nabi Ibrahim itu Yahudi atau Nasrani, kemungkinan merekalah yang benar dan mengetahui ataukah Allah-lah yang benar dan mengetahui hal tersebut? Maka salah satu dari kemungkinan itulah yang benar dan pasti ada. Gambaran jawabannya seakan-akan kurang jelas, padahal sangat jelas dan nampak sekali, hingga karena kejelasannya itu tidaklah akan didebat lagi bila dikatakan bahwa Allah-lah yang lebih tahu dan lebih benar, dan semacam itu karena sangat jelas sekali bagi setiap orang. Hal ini seperti kita mengatakan; apakah malam lebih terang ataukah siang? Api lebih panas ataukah air? Kesyirikan lebih baik ataukah tauhid? Dan semacamnya. Hal seperti ini dapat diketahui oleh orang yang paling kerdil akalnya sekalipun, bahkan mereka sendiri pun mengetahui hal ini dan mengetahui bahwa Nabi Ibrahim dan para nabi lainnya bukanlah Yahudi dan bukan pula Nasrani, mereka menyembunyikan pengetahuan dan kesak-sian mereka, oleh karena itu kezhaliman mereka itu adalah kezha-liman yang paling besar. Karena itu Allah berfirman,﴾ وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَٰدَةً عِندَهُۥ مِنَ ٱللَّهِۗ ﴿ "Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" Mak-sudnya, kesaksian mereka yang merupakan titipan dari Allah تعالى dan bukan dari makhluk sehingga memerlukan adanya perhatian yang besar dengan menegakkannya, namun mereka menyembu-nyikannya dan menampakkan yang sebaliknya. Mereka menyatu-kan antara menyembunyikan kebenaran dan tidak mengucapkan-nya dengan menampakkan kebatilan dan berdakwah kepadanya. Tidakkah tindakan mereka ini adalah sebesar-besarnya kezhaliman? Memang benar, dan Allah akan menghukum mereka karena hal itu dengan seberat-beratnya siksaan. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan." Allah menghitung perbuatan-perbuatan mereka dan menyimpannya serta menyiapkan balasannya bagi mereka, maka seburuk-buruk balasan adalah balasan mereka, dan neraka itu sangatlah buruk, yang menjadi tempat kembali orang-orang yang zhalim. Beginilah metode al-Qur`an dalam menyebutkan Ilmu dan Kuasa Allah setelah ayat-ayat yang mengandung perbuatan-per-buatan yang akan diberikan ganjaran. Hal itu berarti sebuah janji dan ancaman, harapan dan kekhawatiran, demikian juga penye-butan nama-nama Allah setelah ketetapan hukum bahwa perkara agama dan balasan adalah sebuah akibat di antara akibat-akibatnya, dan motif-motif pendorongnya yang menuntut suatu pembalasan.
Ayah: 141 #
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (141)}.
"Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusaha-kannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Baqarah: 141).
#
{141} تقدم تفسيرها وكررها لقطع التعلق بالمخلوقين، وإن المعول عليه ما اتصف به الإنسان لا عمل أسلافه وآبائه، فالنفع الحقيقي بالأعمال لا بالانتساب المجرد للرجال.
(141) Telah berlalu tafsir ayat tersebut. Dan Allah meng-ulang ayat ini untuk memupuskan adanya ketergantungan kepada makhluk, dan bahwasanya yang menjadi sandaran adalah apa yang menjadi sifat manusia itu, bukan dari perbuatan para pendahulu dan nenek moyangnya. Maka manfaat yang sebenarnya adalah dengan perbuatan, bukan dengan sebatas penisbatan diri kepada orang.
Ayah: 142 - 0 #
{سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (142) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
"Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?' Katakanlah, 'Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…." (Al-Baqarah: 142-143).
#
{142} قد اشتملت الآية الأولى على معجزة وتسلية وتطمين قلوب المؤمنين واعتراض، وجوابه من ثلاثة أوجه وصفة المعترض وصفة المُسلِّم لحكم الله دينه، فأخبر تعالى أنه سيعترض السفهاء من الناس وهم الذين لا يعرفون مصالح أنفسهم بل يضيعونها ويبيعونها بأبخس ثمن وهم اليهود والنصارى ومن أشبههم من المعترضين على أحكام الله وشرائعه، وذلك أن المسلمين كانوا مأمورين باستقبال بيت المقدس مدة مقامهم بمكة ثم بعد الهجرة إلى المدينة نحو سنة ونصف لما لله [تعالى] في ذلك من الحكم التي سيشير إلى بعضها، وكانت حكمته تقتضي أمرهم باستقبال الكعبة فأخبرهم أنه لا بد أن يقول السفهاء من الناس: {ما ولاَّهم عن قبلتهم التي كانوا عليها}؛ وهي استقبال بيت المقدس أيْ: أيُّ شيء صرفهم عنه؟ وفي ذلك الاعتراض على حكم الله وشرعه وفضله وإحسانه، فسَّلاهم وأخبر بوقوعه وأنه إنما يقع ممن اتصف بالسفه قليل العقل والحلم والديانة، فلا تبالوا بهم إذ قد عُلِم مصدر هذا الكلام، فالعاقل لا يبالي باعتراض السفيه ولا يلقي له ذهنه. ودلت الآية على أنه لا يعترض على أحكام الله إلا سفيه جاهل معاند، وأما الرشيد المؤمن العاقل فيتلقى أحكام ربه بالقبول والانقياد والتسليم كما قال تعالى: {وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمراً أن يكون لهم الخيرة من أمرهم}؛ {فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم}؛ الآية {إنما كان قول المؤمنين إذا دعوا إلى الله ورسوله ليحكم بينهم أن يقولوا سمعنا وأطعنا}؛ وقد كان في قوله السفهاء ما يغني عن رد قولهم وعدم المبالاة به، ولكنه تعالى مع هذا لم يترك هذه الشبهة حتى أزالها وكشفها مما سيعرض لبعض القلوب من الاعتراض فقال تعالى: {قل}؛ لهم مجيباً: {لله المشرق والمغرب يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم}؛ أي: فإذا كان المشرق والمغرب ملكاً لله ليس جهة من الجهات خارجة من ملكه ومع هذا يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم ومنه هدايتكم إلى هذه القبلة التي هي ملة أبيكم إبراهيم فلأي شيء يعترض المعترض بتوليتكم قبلة داخلة تحت ملك الله؟ لم تستقبلوا جهة ليست ملكاً له فهذا يوجب التسليم لأمره بمجرد ذلك، فكيف وهو من فضل الله عليكم وهدايته وإحسانه أن هداكم لذلك، فالمعترض عليكم معترض على فضل الله حسداً لكم وبغياً. ولما كان قوله: {يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم}؛ مطلقاً والمطلق يُحمَل على المقيد فإن الهداية والضلال لهما أسباب أوجبتها حكمة الله وعدله وقد أخبر في غير موضع من كتابه بأسباب الهداية التي إذا أتى بها العبد حصل له الهدى كما قال تعالى: {يهدي به الله من اتبع رضوانه سبل السلام}؛ ذكر في هذه الآية السبب الموجب لهداية هذه الأمة مطلقاً بجميع أنواع الهداية ومنَّة الله عليها فقال:
(142) Ayat pertama meliputi mukjizat dan hiburan serta menenangkan hati kaum Mukminin, juga sebuah bantahan beserta jawabannya dari tiga faktor, dan sifat orang-orang yang memban-tah serta sifat orang-orang yang menerima hukum Allah sebagai agamanya. Allah تعالى memberikan kabar bahwasanya orang-orang bodoh di antara manusia akan membantah, yaitu mereka yang tidak mengenal kemaslahatan bagi diri mereka sendiri, bahkan mereka menyia-nyiakannya dan menukarnya dengan harga yang paling rendah, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang semisal dengan mereka dari orang-orang yang suka membantah hukum-hukum Allah dan syariat-syariatNya. Yang demikian itu karena kaum Muslimin diperintahkan untuk meng-hadap ke Baitul Maqdis selama mereka menetap di Makkah, kemu-dian setelah hijrah ke Madinah kira-kira satu tahun setengah lama-nya; karena Allah memiliki hikmah-hikmah di balik itu semua yang akan disebutkan sebagiannya, dan hikmahNya menuntut adanya perintah kepada mereka untuk menghadap ke Ka'bah. Lalu Allah mengabarkan kepada mereka bahwa orang-orang bodoh di antara manusia itu pasti akan berkata,﴾ مَا وَلَّىٰهُمۡ عَن قِبۡلَتِهِمُ ٱلَّتِي كَانُواْ عَلَيۡهَاۚ ﴿ "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya," yakni, menghadap Baitul Maqdis, maksudnya apa yang menyebabkan mereka berpaling darinya? Hal ini adalah sebuah bantahan terha-dap hukum Allah, syariat, karunia, dan kebaikanNya. Maka Allah menghibur mereka dan Dia mengabarkan tentang kejadiannya serta hal seperti itu hanya terjadi dari orang-orang bodoh yang sedikit akal, sedikit keramahan, dan miskin agama. Maka janganlah kalian mempedulikan mereka karena telah diketahui sumber perkataan itu. Orang yang berakal tidaklah akan mempedulikan ocehan orang bodoh dan tidak mengambil pusing tentangnya. Ayat ini menunjukkan bahwa tidaklah akan membantah terhadap hukum-hukum Allah kecuali orang bodoh, dungu, dan pembangkang. Sedangkan orang yang berakal, lagi beriman dan pandai, pastilah akan menerima hukum-hukum Allah dengan kepasrahan, ketundukan, serta kepatuhan, sebagaimana Firman Allah تعالى, ﴾ وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ ﴿ "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah mene-tapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (Al-Ahzab: 36), dan juga Firman Allah, ﴾ فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ﴿ "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan." (An-Nisa`: 65), dan FirmanNya, ﴾ إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ ﴿ "Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka di-panggil kepada Allah dan RasulNya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh'." (An-Nur: 51). FirmanNya, ﴾ ٱلسُّفَهَآءُ ﴿ "Orang-orang bodoh," sudah cukup untuk menolak perkataan mereka dan tidak perlunya mempedulikan mereka. Akan tetapi Allah تعالى dengan adanya hal itu tidak akan membiarkan suatu syubhat hingga Dia menghilangkan dan me-nyingkap apa yang akan dibeberkan kepada sebagian hati dari bantahan tersebut. Maka Allah berfirman, ﴾ قُل ﴿ "Katakanlah" kepada mereka sebagai jawaban, ﴾ لِّلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ﴿ "Ke-punyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus," maksudnya, apabila arah barat dan timur adalah milik Allah dan tidak ada satu arah pun yang keluar dari kekuasaan Allah, dan dengan ini Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus, yang di antaranya adalah petunjukNya kepada kalian untuk menghadap ke kiblat tersebut yang merupakan ajaran bapak kalian Ibrahim, lalu untuk apa orang yang membantah itu melakukan bantahan tentang perpindahan kiblat kalian kepada arah yang ter-masuk bagian dari kekuasaan Allah? Dan kalian tidak menghadap sebuah arah yang bukan kekuasaan Allah. Dengan hujjah tersebut saja wajiblah ketundukan kepada perintahNya, lalu bagaimana pula bila hal itu adalah karunia Allah dan petunjukNya, serta kebaikan-Nya kepada kalian yang memberikan petunjuk kepada kalian me-nuju hal tersebut? Orang yang membantah kalian berarti dia telah membantah karunia Allah, karena dengki dan zhalim terhadap kalian. Dan ketika Firman Allah, ﴾ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ﴿ "Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus" bersifat mutlak (tidak terbatas), sedangkan sesuatu yang tidak terbatas itu harus dimaknai dengan hal yang telah membatasinya, maka hida-yah dan kesesatan itu memiliki sebab-sebab yang telah menjadi suatu keharusan dari hikmah Allah تعالى dan keadilanNya, dan sesungguhnya Allah telah mengabarkan dalam ayat lain tentang sebab-sebab hidayah, yang mana apabila seorang hamba melaku-kan sebab-sebab itu, niscaya dia akan memperoleh hidayah, seba-gaimana Allah berfirman, ﴾ يَهۡدِي بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَٰمِ ﴿ "Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan." (Al-Ma`idah: 16). Dalam ayat ini Allah menyebutkan suatu sebab yang meng-akibatkan umat ini memperoleh hidayah secara mutlak dengan se-gala bentuk hidayah, dan Allah menganugerahkannya bagi mereka, Allah berfirman,
(143) ﴾ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا ﴿ "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan," yakni tegak dan terpilih, sedangkan yang selain pertengahan adalah ujung dan pinggir yang tergolong dalam mara bahaya; Allah menjadikan umat ini sebagai pertengahan dalam segala perkara agama. Pertengahan (dalam keyakinan dan sikap) terhadap para Nabi di antara orang-orang yang melampaui batas terhadap mereka seperti Nasrani dengan orang-orang yang berpaling dari mereka seperti Yahudi, yaitu dengan beriman kepada mereka seluruhnya dengan cara yang benar. Pertengahan dalam syariat, tidak seperti sikap berlebih-lebih-annya orang-orang Yahudi dan kesalahan-kesalahan mereka, tidak pula seperti tindakan asal-asalan orang-orang Nasrani. Dalam hal bersuci dan makanan, tidak seperti Yahudi yang (menurut mereka) suatu shalat tidak akan sah kecuali dalam tempat ibadah dan biara-biara mereka, tidak pula air menyucikan mereka dari najis-najis, dan sesungguhnya telah diharamkan atas mereka makanan yang baik sebagai suatu hukuman bagi mereka. Tidak pula seperti Nasrani yang sama sekali tidak menganggap sesuatu pun sebagai najis, dan tidak pula mengharamkan sesuatu pun, akan tetapi mereka membolehkan segala yang berjalan maupun yang merangkak, sedang kesucian kaum Muslimin adalah kesucian paling sempurna dan paling lengkap. Allah تعالى menghalalkan bagi mereka segala yang baik dari berbagai macam makanan, minuman, dan pakaian, serta mengha-ramkan bagi mereka segala yang buruk dari itu semua. Umat ini memiliki agama paling sempurna, akhlak paling mulia, dan amalan-amalan paling utama. Allah تعالى telah mengaruniakan kepada me-reka ilmu, keramahan, keadilan, kebaikan perbuatan yang tidak Allah karuniakan kepada umat-umat sebelumnya selain mereka. Oleh karena itu, mereka adalah ﴾ أُمَّةٗ وَسَطٗا ﴿ "umat yang pertengahan," yang sempurna lagi seimbang, agar mereka menjadi ﴾ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ﴿ "saksi atas perbuatan manusia," karena keadilan dan keputusan me-reka yang adil, di mana mereka menghukumi seluruh manusia dari segala macam pemeluk agama dan tidak ada yang menghukum semua itu selain dari mereka; maka apa pun yang diterima oleh umat ini, niscaya itu diterima, dan apa pun yang ditolak, niscaya tertolak. Bila ditanyakan, "Bagaimana mungkin keputusan mereka atas manusia dapat diterima padahal setiap dari kedua belah pihak yang bersengketa tidak dapat menerima perkataan pihak yang lain? Dijawab: Tidak dapat diterimanya perkataan salah satu pihak dari kedua pihak yang bersengketa adalah karena adanya suatu tuduhan, adapun bila tidak ada tuduhan tertentu dan hanya ada keadilan yang sempurna, sebagaimana yang terdapat pada umat ini, maka yang sebenarnya dimaksudkan adalah berhukum dengan keadilan dan kebenaran, dan syarat semua itu adalah ilmu dan keadilan, sedangkan kedua hal itu terdapat pada umat ini yang pada akhirnya perkataannya dapat diterima. Apabila ada seseorang yang ragu tentang keutamaannya, lalu dia meminta seseorang yang dapat menguatkan keutamaannya, maka dia adalah Nabi mereka, Muhammad ﷺ sebaik-baik makhlukNya. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ ﴿ "Dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu," dan di antara kesaksian umat ini terhadap umat-umat yang lain adalah bahwasanya di Hari Kiamat Allah سبحانه وتعالى bertanya kepada para Rasul tentang dakwah mereka dan umat-umat yang mendustai dakwah tersebut, sedangkan mereka mengingkari bahwa para Rasul itu telah menyampaikan dakwah mereka, maka para Rasul itu meminta persaksian kepada umat ini yang akhirnya direkomendasikan oleh Nabi mereka. Ayat ini merupakan dalil bahwa ijma' (konsensus) umat ini merupakan suatu hujjah yang pasti kuat, dan bahwasanya mereka itu terlepas dari kesalahan dengan adanya kemutlakan Firman Allah تعالى, ﴾ وَسَطٗا ﴿ "Pertengahan." Sekiranya kesepakatan mereka itu dimungkinkan terjadi kesalahan, niscaya tidak menjadi pertengah-an kecuali hanya pada beberapa perkara saja. Dan Firman Allah, ﴾ لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ﴿ "Agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manu-sia," berkonsekuensi bahwa mereka bila bersaksi terhadap suatu hukum bahwa Allah تعالى telah menghalalkan dan mengharamkan, atau mewajibkan, maka mereka terlepas dari dosa dalam hal ter-sebut. Ayat ini juga menunjukkan bahwa dalam berhukum, bersaksi, dan mengeluarkan fatwa atau semacamnya harus dengan syarat adil.
Ayah: 143 #
{وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (143)}.
"…Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (dahulu) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (Al-Baqarah: 143).
#
{143} يقول تعالى: {وما جعلنا القبلة التي كنت عليها}؛ وهي: استقبال بيت المقدس أولاً، {إلا لنعلم}؛ أي: علماً يتعلق به الثواب والعقاب، وإلا فهو تعالى عالم بكل الأمور قبل وجودها، ولكن هذا العلم لا يعلق عليه ثواباً ولا عقاباً لتمام عدله وإقامة الحجة على عباده، بل إذا وجدت أعمالهم ترتب عليها الثواب والعقاب، أي شرعنا تلك القبلة لنعلم ونمتحن {من يتبع الرسول}؛ ويؤمن به فيتبعه على كل حال لأنه عبد مأمور مدبر، ولأنه قد أخبرت الكتب المتقدمة أنه يستقبل الكعبة فالمنصف الذي مقصوده الحق مما يزيده ذلك إيماناً وطاعة للرسول، وأما من انقلب على عقبيه وأعرض عن الحق واتبع هواه فإنه يزداد كفراً إلى كفره وحيرة إلى حيرته ويدلي بالحجة الباطلة المبنية على شبهة لا حقيقة لها {وإن كانت}؛ أي: صرفك عنها {لكبيرة}؛ أي: شاقة {إلا على الذين هدى الله}؛ فعرفوا بذلك نعمة الله عليهم وشكروا وأقروا له بالإحسان حيث وجههم إلى هذا البيت العظيم الذي فضله على سائر بقاع الأرض وجعل قصده ركناً من أركان الإسلام وهادماً للذنوب والآثام، فلهذا خفَّ عليهم ذلك وشقَّ على من سواهم. ثم قال تعالى: {وما كان الله ليضيع إيمانكم}؛ أي: ما ينبغي له ولا يليق به تعالى بل هي من الممتنعات عليه، فأخبر أنه ممتنع عليه ومستحيل أن يضيع إيمانكم، وفي هذا بشارة عظيمة لمن منَّ الله عليهم بالإسلام والإيمان بأن الله سيحفظ عليهم إيمانهم فلا يضيعه، وحفظه نوعان: حفظ عن الضياع والبطلان بعصمته لهم عن كل مفسد ومزيل له ومنقص من المحن المقلقة والأهواء الصادة، وحفظ بتنميته لهم وتوفيقهم لما يزداد به إيمانهم ويتم به إيقانهم، فكما ابتدأكم بأن هداكم للإيمان فسيحفظه لكم ويتم نعمته بتنميته وتنمية أجره وثوابه وحفظه من كل مكدر، بل إذا وجدت المحن التي المقصود منها تبيين المؤمن الصادق من الكاذب فإنها تمحص المؤمنين وتظهر صدقهم، وكأن في هذا احترازاً عما قد يقال أن قوله: {وما جعلنا القبلة التي كنت عليها إلا لنعلم من يتبع الرسول ممن ينقلب على عقبيه}؛ قد يكون سبباً لترك بعض المؤمنين إيمانهم فدفع هذا الوهم بقوله: {وما كان الله ليضيع إيمانكم}؛ بتقديره لهذه المحنة أو غيرها، ودخل في ذلك من مات من المؤمنين قبل تحويل الكعبة فإن الله لا يضيع إيمانهم لكونهم امتثلوا أمر الله وطاعة رسوله في وقتها، وطاعة الله امتثال أمره في كل وقت بحسب ذلك. وفي هذه الآية دليل لمذهب أهل السنة والجماعة أن الإيمان تدخل فيه أعمال الجوارح. وقوله: {إن الله بالنَّاسِ لرءوفٌ رحيمٌ}؛ أي: شديد الرحمة بهم عظيمها، فمن رأفته ورحمته بهم أن يُتِمَّ عليهم نعمته التي ابتدأهم بها، وأن ميز عنهم من دخل في الإيمان بلسانه دون قلبه، وأن امتحنهم امتحاناً زاد به إيمانهم وارتفعت به درجتهم، وأن وجههم إلى أشرف البيوت وأجلها.
(143) Allah تعالى berfirman, ﴾ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ ﴿ "Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (dahulu)," yaitu meng-hadap Baitul Maqdis pertama-tama, ﴾ إِلَّا لِنَعۡلَمَ ﴿ "melainkan agar Kami mengetahui," yakni, pengetahuan yang berkaitan dengan ganjaran maupun hukuman, karena sesungguhnya Allah تعالى itu Maha Me-ngetahui segala perkara sebelum terjadinya, akan tetapi pengeta-huan ini tidak Dia kaitkan dengan ganjaran dan tidak pula hukuman karena kesempurnaan keadilanNya dan penegakan hujjah terhadap hamba-hambaNya. Akan tetapi apabila amal-amal mereka telah ada, itulah yang mengakibatkan ganjaran atau hukuman. Artinya, Kami mensyariatkan perpindahan kiblat itu agar Kami mengetahui dan menguji, ﴾ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ ﴿ "siapa yang mengikuti Rasul," beriman kepadanya dengan mengikutinya dalam segala kondisi, karena dia adalah seorang hamba yang diperintah dan dibimbing, dan karena kitab-kitab terdahulu telah mengabarkan bahwasanya dia menghadap Ka'bah. Orang yang memandang secara adil yang hanya mencari kebenaranlah yang akan membuat iman dan ketaatannya kepada Rasul bertambah. Adapun orang yang membelot, berpaling dari kebenaran, dan mengikuti hawa nafsunya, maka hal itu akan me-nambah kekufuran baginya di atas kekufurannya dan kebingungan di atas kebingungannya, dan dia mengemukakan hujjah batil yang didasari oleh syubhat yang tidak ada hakikatnya sama sekali. ﴾ وَإِن كَانَتۡ ﴿ "Dan sungguh pemindahan kiblat itu," yakni pengalih-anmu darinya, ﴾ لَكَبِيرَةً ﴿ "terasa amat berat," maksudnya sangat sulit, ﴾ إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ ﴿ "kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah," sehingga mereka mengetahui nikmat Allah atas mereka dalam hal tersebut lalu mereka bersyukur dan mengakui kebaik-anNya dalam memberikan perintah untuk menghadapkan wajah ke Ka'bah, yang telah Dia muliakan atas tempat-tempat di seluruh bumi, dan menuju kepadanya (untuk haji) adalah salah satu di antara rukun-rukun Islam serta sebagai penggugur dosa dan kesa-lahan. Oleh karena itulah hal tersebut terasa ringan bagi mereka, dan terasa berat bagi selain mereka. Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ ﴿ "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu," maksudnya tidaklah patut dan tidaklah pantas bagiNya تعالى, bahkan hal itu merupakan perkara yang tidak mungkin dilakukanNya. Allah تعالى mengabarkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukanNya dan sangat mustahil Dia menyia-nyiakan keimanan kalian. Dalam hal ini ada sebuah kabar gembira bagi orang yang telah dikaruniakan keimanan dan keis-laman oleh Allah سبحانه وتعالى, yaitu bahwa Allah تعالى akan menjaga keimanan mereka dan tidak menyia-nyiakannya. Penjagaan Allah itu ada dua macam. Pertama: Penjagaan dari kesia-siaan dan kehilangan, dengan perlindunganNya dari segala hal yang dapat merusak, menghapus, dan menguranginya, berupa ujian-ujian yang menggoncangkan dan hawa nafsu yang mengha-langi. Kedua: Penjagaan dengan menumbuhkannya untuk mereka dan memberikan taufik terhadap mereka kepada perkara yang dapat menambah keimanan dan menguatkan keyakinan mereka, dan sebagaimana Allah memulai dengan memberikan hidayahNya buat kalian kepada keimanan, maka begitu pula Allah akan menjaga keimanan itu bagi kalian dan akan menyempurnakan nikmatNya dengan menumbuhkannya dan memperbanyak ganjaran dan balasan, serta memeliharanya dari segala hal yang mengotorinya. Bahkan bila ujian-ujian yang dimaksudkan darinya terjadi, hal itu akan menampakkan Mukmin yang hakiki dari Mukmin yang bohongan, dan menyaring kaum Mukminin dan menampakkan kejujuran mereka, seolah-olah merupakan sikap kewaspadaan dari suatu dugaan yang muncul dari Firman Allah, ﴾ وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ ﴿ "Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot," yang terkadang menjadi penyebab bagi sebagian kaum Mukminin untuk meninggalkan keimanan mereka, maka untuk membantah dugaan seperti itu, Allah berfirman, ﴾ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ ﴿ "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu," dengan pertimbanganNya atas ujian-ujian itu atau yang selainnya. Dan termasuk dalam hal itu juga adalah orang yang meninggal dari kaum Muslimin sebelum peralihan kiblat ke Ka'bah, sesungguhnya Allah تعالى tidak akan menyia-nyiakan keimanan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang menunaikan perintah-perintah Allah تعالى dan menaati Rasulullah ﷺ pada waktunya, dan taat kepada Allah تعالى dengan menunaikan perintahNya pada setiap waktu sesuai dengan hal tersebut. Ayat ini merupakan dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa perbuatan-perbuatan anggota tubuh termasuk ke dalam iman. FirmanNya, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia," maksudnya, rahmat yang sangat banyak atas mereka, karena di antara bentuk kasih sayang dan rahmatNya terhadap mereka adalah dengan menyem-purnakan nikmatNya yang telah Dia anugerahkan kepada mereka, dan Dia bedakan dari mereka orang yang beriman dengan lisannya saja tanpa hatinya, dan Dia menguji mereka dengan ujian yang membuat keimanan mereka bertambah dan derajat mereka me-ningkat, serta membimbing mereka kepada rumah yang paling mulia dan paling agung (yakni surga).
Ayah: 144 #
{قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (144)}
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (Al-Ba-qarah: 144).
#
{144} يقول الله لنبيه: {قد نرى تقلب وجهك في السماء}؛ أي كثرة تردده في جميع جهاته شوقاً وانتظاراً لنزول الوحي باستقبال الكعبة، وقال: {وجهك}؛ ولم يقل بصرك لزيادة اهتمامه، ولأن تقليب الوجه مستلزم لتقليب البصر، {فلنُوَلِّيَنَّكَ}؛ أي: نوجهك لولايتنا إياك، {قبلة ترضاها}؛ أي: تحبها، وهي الكعبة، وفي هذا بيان لفضله وشرفه - صلى الله عليه وسلم -، حيث أن الله تعالى يسارع في رضاه. ثم صرح له باستقبالها فقال: {فولِّ وجهك شطر المسجد الحرام}؛ والوجه: ما أقبل من بدن الإنسان {وحيث ما كنتم}؛ أي: من بر وبحر شرق وغرب جنوب وشمال، {فولوا وجوهكم شطره}؛ أي: جهته، ففيها اشتراط استقبال الكعبة للصلوات كلها فرضها ونفلها، وأنه إن أمكن استقبال عينها وإلا فيكفي شطرها وجهتها، وأن الالتفات بالبدن مبطل للصلاة؛ لأن الأمر بالشيء نهي عن ضده. ولما ذكر تعالى ـ فيما تقدم ـ المعترضين على ذلك من أهل الكتاب وغيرهم وذكر جوابهم، ذكر هنا أن أهل الكتاب والعلمِ منهم يعلمون أنك في ذلك على حقٍّ واضحٍ لما يجدونه في كتبهم فيعترضون عناداً وبغياً، فإذا كانوا يعلمون بخطئهم فلا تبالوا بذلك، فإن الإنسان إنما يغمه اعتراض من اعترض عليه إذا كان الأمر مشتبهاً وكان ممكناً أن يكون معه صواب، فأما إذا تيقن أن الصواب والحق مع المعترض عليه وأن المعترض معاند عارف ببطلان قوله فإنه لا محل للمبالاة، بل يُنتظَر بالمعترض العقوبة الدنيوية والأخروية فلهذا قال تعالى: {وما الله بغافل عمَّا يعملُون}؛ بل يحفظ عليهم أعمالهم ويجازيهم عليها، وفيها وعيد للمعترضين وتسلية للمؤمنين.
(144) Allah تعالى berfirman kepada NabiNya, ﴾ قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ ﴿ "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu (Muhammad) me-nengadah ke langit," maksudnya, beliau seringkali melakukan hal itu berulang-ulang dengan rasa harap dan menunggu turunnya wahyu tentang menghadap ke Ka'bah. Allah تعالى berfirman, ﴾ وَجۡهِكَ ﴿ "Mukamu," dan bukan dengan matamu adalah untuk menambah perhatiannya, dan karena pembalikan wajah secara pasti diikuti dengan pembalikan mata. ﴾ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ ﴿ "Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu," maksudnya, Kami akan mengarahkan kamu karena kekuasaan Kami terhadapmu, ﴾ قِبۡلَةٗ تَرۡضَىٰهَاۚ ﴿ "ke kiblat yang kamu sukai," maksudnya, yang kamu senangi yaitu Ka'bah. Ini me-rupakan suatu penjelasan akan keutamaan dan kemuliaan beliau ﷺ, di mana Allah تعالى bersegera dalam memenuhi keinginan beliau, kemudian Allah menegaskan tentang menghadap ke arah Ka'bah. Allah تعالى berfirman, ﴾ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ ﴿ "Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram." Muka adalah suatu bagian yang terdepan dari tubuh manusia. ﴾ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ ﴿ "Dan di mana saja kamu berada," yaitu di lautan atau daratan, timur atau barat, selatan atau utara, ﴾ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ ﴿ "maka palingkanlah mukamu ke arahnya," mak-sudnya, menghadap kepada arah Ka'bah. Di dalam ayat ini terdapat kandungan disyaratkannya meng-hadap kiblat dalam menjalankan setiap shalat, baik yang wajib maupun yang sunnah. Apabila memungkinkan menghadap kepada dzat Ka'bah tersebut, (maka wajib menghadap fisik Ka'bah), namun bila tidak memungkinkan, maka ke arahnya saja. Dan ini juga me-nunjukkan bahwa berpaling dengan badan itu membatalkan shalat, karena perintah kepada sesuatu itu berarti larangan dari perkara yang berlawanan dengannya. Ketika Allah تعالى menyebutkan -dalam pembahasan tadi- orang-orang yang membantah hal tersebut dari ahli Kitab dan selain me-reka dan Allah تعالى juga menyebutkan tentang jawaban atas bantahan mereka itu, lalu Allah dalam ayat ini menyebutkan bahwasanya ahli Kitab dan orang-orang yang berilmu di antara mereka menge-tahui dengan benar bahwasanya engkau berada dalam kebenaran yang jelas, karena mereka mendapatkannya ada di dalam kitab mereka, akan tetapi mereka berpaling karena membangkang dan zhalim. Apabila mereka mengetahui akan kesalahan mereka, jangan-lah kalian mempedulikan hal itu, karena sesungguhnya manusia akan dipusingkan oleh suatu bantahan dari orang yang memban-tahnya apabila perkaranya tidaklah jelas dan kemungkinan saja yang benar itu ada padanya, namun apabila dia yakin bahwa kebenaran itu ada bersama orang yang dibantah, sedangkan orang yang membantah itu hanyalah seorang yang keras kepala yang mengetahui kesalahan perkataannya, maka sama sekali tidak ada yang harus dipedulikan padanya, akan tetapi tunggu saja siksaan dunia dan akhirat yang akan dirasakan oleh orang-orang yang membantah tersebut. Karena itu Allah berfirman, ﴾ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan," bah-kan Allah memelihara perbuatan-perbuatan mereka dan akan mem-berikan balasannya. Di dalam ayat ini terdapat ancaman terhadap orang-orang yang membantah dan sekaligus hiburan bagi kaum Mukminin.
Ayah: 145 #
{وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (145)}
"Dan sungguh jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sungguh jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim." (Al-Baqarah: 145).
#
{145} كان النبي - صلى الله عليه وسلم - من كمال حرصه على هداية الخلق يبذل [لهم] غاية ما يقدر عليه من النصيحة ويتلطف بهدايتهم، ويحزن إذا لم ينقادوا لأمر الله، فكان من الكفار من تمرَّد عن أمر الله واستكبر على رسل الله وترك الهدى عمداً وعدواناً فمنهم اليهود والنصارى أهل الكتاب الأول الذين كفروا بمحمد عن يقين لا عن جهل؛ فلهذا أخبره الله تعالى أنك لو {أتيت الذين أتُوا الكتاب بكل آيةٍ}؛ أي: بكلِّ برهان ودليل يوضح قولك ويبين ما تدعو إليه، {ما تبعوا قبلتك}؛ أي: ما تبعوك؛ لأن اتباع القبلة دليل على اتباعه، ولأن السبب هو شأن القبلة، وإنما كان الأمر كذلك لأنهم معاندون عرفوا الحقَّ وتركوه، فالآياتُ إنما [تفيدو] ينتفع بها من يتطلب الحق وهو مشتبه عليه؛ فتوضح له الآيات البينات، وأما من جزم بعدم اتباع الحق فلا حيلة فيه، وأيضاً فإن اختلافهم فيما بينهم حاصل، وبعضهم غير تابع قبلة بعض، فليس بغريب منهم مع ذلك أن لا يتبعوا قبلتك يا محمد وهم الأعداء حقيقة الحسدة. وقوله: {وما أنت بتابع قبلتهُم}؛ أبلغ من قوله ولا تتبع؛ لأن ذلك يتضمن أنه - صلى الله عليه وسلم -، اتصف بمخالفتهم، فلا يمكن وقوع ذلك منه، ولم يقل ولو أُتُوا بكل آية؛ لأنهم لا دليل لهم على قولهم، وكذلك إذا تبين الحق بأدلته اليقينية لم يلزم الإتيان بأجوبة الشُبَه الواردة عليه؛ لأنه لا حد لها، ولأنه يعلم بطلانها للعلم بأن كلَّ ما نافى الحق الواضح فهو باطل، فيكون حل الشبه من باب التبرع. {ولئن اتَّبعت أهواءهُم}؛ إنما قال: أهواءهم ولم يقل دينهم؛ لأن ما هم عليه مجرد أهوية نفس، حتى هم في قلوبهم يعلمون أنه ليس بدين، ومن ترك الدين اتبع الهوى ولا محالة، قال تعالى: {أفرأيت من اتخذ إلهه هواه}، {من بعد ما جاءك من العلم}؛ بأنك على الحق وهم على الباطل، {إنَّك إذاً}؛ أي: إن اتبعتهم، فهذا احتراز لئلا تنفصل هذه الجملة عما قبلها ولو في الأفهام {لمن الظالمين}؛ أي: داخل فيهم ومندرج في جملتهم، وأي ظلم أعظم من ظلم من علم الحق والباطل؟ فآثر الباطل على الحق، وهذا وإن كان الخطاب له - صلى الله عليه وسلم -، فإن أمته داخلة في ذلك؛ وأيضاً فإذا كان هو - صلى الله عليه وسلم -، لو فعل ذلك ـ وحاشاه ـ صار ظالماً مع علو مرتبته وكثرة إحسانه فغيره من باب أولى وأحرى. ثم قال تعالى:
(145) Di antara semangat Nabi Muhammad ﷺ yang besar dalam menyampaikan hidayah kepada manusia adalah, beliau mengerahkan segala daya dan upaya untuk mereka dari nasihat dan lemah lembut dalam memberi hidayah kepada mereka, beliau sangat sedih bila mereka tidak tunduk kepada perintah Allah. Di antara kaum kafir ada yang membangkang terhadap perintah Allah, berlaku sombong terhadap Rasul-rasul Allah dan meninggalkan hidayah dengan sengaja dan melampaui batas; di antara mereka itu ada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, yaitu ahli kitab pertama yang mengingkari Nabi Muhammad ﷺ dengan keyakinan, bukan dengan kebodohan. Oleh karena itu Allah تعالى mengabarkan bahwasanya sekiranya, ﴾ أَتَيۡتَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ بِكُلِّ ءَايَةٖ ﴿ "kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan)," maksudnya, dengan segala bukti nyata dan dalil yang menjelaskan perkataan-mu dan menerangkan apa yang kamu dakwahkan kepadanya,﴾ مَّا تَبِعُواْ قِبۡلَتَكَۚ ﴿ "mereka tidak akan mengikuti kiblatmu," maksudnya, mereka tidak akan mengikutimu; karena mengikuti dalam hal kiblat me-nunjukkan akan ketundukan kepada beliau, dan karena sebabnya adalah dalam perkara kiblat, dan perkara tersebut bisa seperti itu adalah karena mereka durhaka, di mana mereka telah mengetahui kebenaran namun mereka meninggalkannya, maka ayat-ayat itu hanya akan bermanfaat bagi orang yang mencari kebenaran, namun perkaranya samar menurutnya, maka ayat-ayat yang jelas akan (berfungsi) menerangkan untuknya. Adapun orang yang telah bertekad untuk tidak mengikuti kebenaran, maka tidak ada alasan lagi baginya, dan juga perpecah-an di antara mereka benar-benar terjadi, di mana sebagian mereka tidak mengikuti kiblat sebagian yang lain. Oleh karena itu, bukan-lah suatu hal yang aneh, apabila mereka tidak mengikuti kiblatmu wahai Muhammad ﷺ, dan mereka itu adalah musuh yang benar-benar dengki. FirmanNya, ﴾ وَمَآ أَنتَ بِتَابِعٖ قِبۡلَتَهُمۡۚ ﴿ "Dan kamu pun tidak akan meng-ikuti kiblat mereka," ini lebih mantap daripada kalimat "janganlah kamu mengikuti," karena hal itu mengandung suatu dugaan bahwa Muhammad ﷺ memiliki sifat tampil beda dengan mereka, maka hal itu tidaklah mungkin terjadi dari beliau. Allah juga tidak ber-firman "sekiranya didatangkan kepada mereka setiap ayat," karena mereka tidak memiliki dalil atas apa yang mereka katakan. Demi-kian juga apabila telah jelas kebenaran itu dengan dalil-dalilnya yang yakin, maka tidaklah harus menjawab hal yang syubhat yang muncul darinya, karena dia tidak memiliki batas dan juga karena dia mengetahui kebatilannya, atas dasar pengetahuan bahwa setiap yang bertentangan dengan kebenaran yang jelas itu adalah suatu kebatilan, maka menjawab hal yang syubhat itu hanyalah sebatas suatu tindakan derma semata (yang tidak harus). ﴾ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم ﴿ "Dan sungguh jika kamu mengikuti keinginan mereka." Allah berkata, "keinginan mereka" dan tidak berkata "agama mereka"; karena apa yang mereka anut saat itu adalah sebatas hawa nafsu diri mereka, hingga dalam hati mereka pun mengetahui bahwa hal itu bukanlah agama, dan barangsiapa yang meninggal-kan agama, maka dia hanya mengikuti hawa nafsu, tidak ada lain-nya. Allah تعالى berfirman, ﴾ أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ ﴿ "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu-nya sebagai tuhannya?" (Al-Jatsiyah: 23). ﴾ مِّنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ ﴿ "Setelah datang ilmu kepadamu," bahwa-sanya engkau berada di atas kebenaran sedangkan mereka dalam kebatilan, ﴾ إِنَّكَ إِذٗا ﴿ "sesungguhnya kamu kalau begitu," maksudnya, jika kamu mengikuti mereka, hal ini adalah sebuah tindakan pen-cegahan agar kalimat ini tidak terputus dengan kalimat yang se-belumnya, walaupun hanya dalam pikiran, ﴾ لَّمِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "termasuk golongan orang-orang yang zhalim," yakni, tergolong bersama mereka dan tergabung di antara kelompok mereka. Dan kezhaliman apa-kah yang paling keji dari kezhaliman orang yang mengetahui kebenaran dan kebatilan lalu dia lebih memilih kebatilan daripada kebenaran? Hal ini walaupun pembicaraannya kepada Muhammad ﷺ, namun umatnya termasuk di dalamnya. Demikian juga apabila beliau ﷺ melakukan hal itu -dan ini tentu sangatlah mustahil- niscaya beliau juga zhalim, meskipun dengan kedudukannya yang tinggi dan kebaikannya yang banyak, maka orang-orang yang selainnya tentunya lebih pantas dan patut.
Ayah: 146 - 147 #
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (146) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (147)}
"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka me-ngetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (Al-Baqarah: 146-147).
#
{146} يخبر تعالى أن أهل الكتاب قد تقرر عندهم وعرفوا أن محمداً رسول الله وأن ما جاء به حق وصدق، وتيقنوا ذلك كما تيقنوا أبناءهم بحيث لا يشتبهون [عليهم] بغيرهم، فمعرفتهم بمحمد - صلى الله عليه وسلم -، وصلت إلى حد لا يشكون فيه ولا يمترون. لكن فريقاً منهم وهم أكثرهم الذين كفروا به كتموا هذه الشهادة مع تيقنها وهم يعلمون، ومن أظلم ممن كتم شهادة عنده من الله وفي ضمن ذلك تسلية للرسول والمؤمنين وتحذير لهم من شرهم وشبههم، وفريق منهم لم يكتموا الحق وهم يعلمون، فمنهم من آمن به، ومنهم من كفر به جهلاً. فالعالم عليه إظهار الحق وتبيينه وتزيينه بكلِّ ما يقدر عليه من عبارة وبرهان ومثال وغير ذلك، وإبطال الباطل وتمييزه عن الحق وتشيينه وتقبيحه للنفوس بكل طريق مؤدٍّ لذلك، فهؤلاء الكاتمون عكسوا الأمر فانعكست أحوالهم.
(146) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya ahli kitab itu telah jelas bagi mereka dan telah mereka ketahui bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu adalah Rasulullah dan bahwa apa yang dibawa oleh beliau itu adalah haq dan benar. Bahkan mereka sangat yakin akan hal itu sebagaimana mereka yakin terhadap anak-anak mereka, di mana mereka tidak mungkin saling tertukar dengan anak-anak yang lain. Oleh karena itu pengetahuan mereka tentang Nabi Muhammad ﷺ telah sampai pada batas tidak ada keraguan dan tidak ada perde-batan padanya. Akan tetapi kelompok mayoritas di antara mereka mengingkari beliau, mereka menyembunyikan kesaksian yang meyakinkan tersebut padahal mereka mengetahuinya. Maka siapa-kah yang lebih zhalim dari orang yang menyembunyikan kesaksian dari sisi Allah? Termasuk dalam kandungan ayat ini adalah hiburan bagi Rasulullah ﷺ dan kaum Mukminin, juga peringatan untuk mereka dari kejahatan orang-orang kafir dan syubhat mereka. Namun ada sekelompok dari mereka yang tidak menyembunyikan kebenaran tersebut dan mereka mengetahui hal itu, dan di antara mereka ada yang beriman dan ada juga yang tetap kafir kepadanya karena kebodohan. Seorang yang berilmu wajib memperlihatkan kebenaran, menjelaskan, dan menghiasinya dengan segala yang mampu dia lakukan dari penjelasan kalimat, pengungkapan keterangan, contoh, dan lain sebagainya. Dan wajib baginya mengingkari kebatilan, membedakannya dari kebenaran, dan menjadikannya dibenci oleh jiwa dengan segala cara yang menyampaikan kepada hal tersebut. Dan oleh karena orang-orang yang telah menyembunyikan kebe-naran tersebut telah berlaku kebalikan dari yang seharusnya, maka kondisi mereka pun terimbas dengannya.
#
{147} {الحق من ربك}؛ أي: هذا الحق الذي هو أحق أن يسمى حقًّا من كلِّ شيء لما اشتمل عليه من المطالب العالية والأوامر الحسنة وتزكية النفوس وحثها على تحصيل مصالحها ودفع مفاسدها لصدوره من ربك الذي من جملة تربيته لك أن أنزل عليك هذا القرآن الذي فيه تربية العقول والنفوس وجميع المصالح، {فلا تكونن من الممترين}؛ أي: فلا يحصل لك أدنى شك وريبة فيه، بل تفكر فيه وتأمل حتى تصل بذلك إلى اليقين، لأن التفكر فيه لا محالة دافع للشك موصل لليقين.
(147) ﴾ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ ﴿ "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu," mak-sudnya, kebenaran ini adalah yang paling benar untuk dinamakan sebagai kebenaran dari segala sesuatu, karena apa yang ia kandung dari cita-cita yang tinggi, perintah-perintah yang baik, penyucian jiwa, mengajaknya kepada hal-hal yang mendatangkan manfaat dan menolak mudarat adalah bersumber dari Tuhanmu, dan yang termasuk dalam bimbinganNya bagimu adalah bahwa Dia menu-runkan kepadamu al-Qur`an yang berisi pendidikan bagi akal, jiwa dan segala kemaslahatan. ﴾ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ﴿ "Sebab itu janganlah se-kali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu," yakni, jangan sampai ada sedikit saja keraguan dan kebimbangan darimu, akan tetapi renungkan dan pikirkanlah hal itu hingga kamu sampai kepada keyakinan, karena berpikir tentangnya sudah pasti akan menghi-langkan keraguan dan akan menyampaikan kepada keyakinan.
Ayah: 148 #
{وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)}
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam mem-buat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada Hari Kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 148).
#
{148} أي: كل أهل دين وملة له وجهة يتوجه إليها في عبادته، وليس الشأن في استقبال القبلة فإنه من الشرائع التي تتغير بها الأزمنة والأحوال ويدخلها النسخ والنقل من جهة إلى جهة، ولكن الشأن كل الشأن في امتثال طاعة الله والتقرب إليه وطلب الزلفى عنده، فهذا هو عنوان السعادة ومنشور الولاية، وهو الذي إذا لم تتصف به النفوس حصلت لها خسارة الدنيا والآخرة، كما أنها إذا اتصفت به فهي الرابحة على الحقيقة، وهذا أمر متفق عليه في جميع الشرائع، وهو الذي خلق الله له الخلق وأمرهم به، والأمر بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق إليها يتضمن فعلها وتكميلها وإيقاعها على أكمل الأحوال والمبادرة إليها، ومن سبق في الدنيا إلى الخيرات فهو السابق في الآخرة إلى الجنات، فالسابقون أعلى الخلق درجة، والخيرات تشمل جميع الفرائض والنوافل من صلاة وصيام وزكاة وحج وعمرة وجهاد ونفع متعدٍّ وقاصر، ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير وينشطها ما رتب الله عليها من الثواب قال: {أينما تكونوا يأت بكم الله جميعاً إن الله على كلِّ شيء قدير}؛ فيجمعكم ليوم القيامة بقدرته، فيجازي كل عامل بعمله؛ {ليجزي الذين أساءوا بما عملوا ويجزي الذين أحسنوا بالحسنى}. ويستدل بهذه الآية الشريفة على الإتيان بكل فضيلة يتصف بها العمل، كالصلاة في أول وقتها، والمبادرة إلى إبراء الذمة من الصيام والحجِّ والعمرة وإخراج الزكاة، والإتيان بسنن العبادات وآدابها، فلله ما أجمعها وأنفعها من آية.
(148) Maksudnya, setiap pemeluk suatu agama pasti memi-liki arah yang menjadi tujuan dalam menghadap ketika beribadah, dan masalahnya bukan menghadap kiblat, karena sesungguhnya dia adalah sebuah syariat di mana waktu dan kondisi bisa berubah, dan terkena hukum nasakh dan peralihan dari suatu arah ke arah yang lain, akan tetapi masalahnya adalah dalam menunaikan ke-taatan kepada Allah, mendekatkan diri kepadaNya, dan memohon derajat dariNya. Inilah tanda-tanda kebahagiaan dan kecintaan, yaitu suatu hal yang bila jiwa tidak bersifat dengannya, niscaya akan mengakibatkan kerugian dunia dan akhirat, sebagaimana juga bila dia bersifat dengannya, maka itulah keuntungan yang sesungguhnya. Ini adalah suatu perkara yang telah disepakati dalam seluruh syariat, karena Allah menciptakan makhluk untuk hal itu dan Dia perintahkan kepadanya. Perintah untuk berlomba kepada kebaikan merupakan suatu yang lebih dari sekedar perintah untuk berbuat baik, karena berlomba berbuat kebaikan meliputi beberapa hal, yaitu dengan melakukannya, menyempurnakannya, dan menem-patkannya dalam bentuk yang paling sempurna, serta bersegera kepadanya. Barangsiapa yang berlomba kepada kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi pemenang di akhirat dengan surga, dan orang-orang yang terdepan dalam perlombaan adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya. Kebaikan itu meliputi segala hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan, seperti Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Umrah dan Jihad serta memberikan manfaat secara luas maupun sempit. Ketika suatu hal yang paling mendorong jiwa untuk berlomba-lomba kepada kebaikan dan menggiatkannya adalah apa yang dijanjikan oleh Allah terhadapnya dari pahala, maka Allah berfirman,﴾ أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada Hari Kiamat). Sesung-guhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu," Allah akan mengumpul-kan kalian pada Hari Kiamat dengan kuasaNya, kemudian Allah akan membalas segala perbuatan setiap orang sesuai dengan per-buatannya, ﴾ لِيَجۡزِيَ ٱلَّذِينَ أَسَٰٓـُٔواْ بِمَا عَمِلُواْ وَيَجۡزِيَ ٱلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ بِٱلۡحُسۡنَى 31 ﴿ "Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)." (An-Najm: 31). Ayat yang mulia ini dapat dijadikan dalil untuk mengadakan setiap hal yang mulia yang berkaitan dengan suatu perbuatan, seperti shalat pada awal waktu, bersegera dalam menunaikan ke-wajiban, seperti puasa, Haji, Umrah, mengeluarkan Zakat, menger-jakan sunnah-sunnah ibadah dan adab-adabnya. Sungguh hanya milik Allah sajalah ayat yang sangat lengkap dan paling berman-faat ini.
Ayah: 149 - 150 #
{وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (149) وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (150)}
Dan darimana saja kamu keluar, maka palingkanlah Wajah-mu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Rabb. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajah-mu ke arahnya, agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Dan agar Aku sempurnakan nikmatKu atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 149-150).
#
{149} أي: {ومن حيث خرجت}؛ في أسفارك وغيرها وهذا للعموم، {فولِّ وجهك شطر المسجد الحرام}؛ أي: جهته. ثم خاطب الأمة عموماً فقال:
(149) Maksudnya, ﴾ وَمِنۡ حَيۡثُ خَرَجۡتَ ﴿ "Dan dari mana saja kamu keluar" dalam perjalananmu atau selainnya; dan ini bersifat umum, ﴾ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۖ ﴿ "maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram," maksudnya, menghadaplah kepadanya, kemudian Allah mengarahkan FirmanNya kepada seluruh umat secara umum,
#
{150} {وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره}؛ وقال: {وإنه للحق من ربك}؛ أكده بأن، واللام لئلا يقع لأحد فيه أدنى شبهة، ولئلا يظن أنه على سبيل التشهي لا الامتثال، {وما الله بغافل عما تعملون}؛ بل هو مطلع عليكم في جميع أحوالكم فتأدبوا معه وراقبوه بامتثال أوامره واجتناب نواهيه، فإن أعمالكم غير مغفول عنها بل مجازون عليها أتم الجزاء إن خيراً فخير وإن شرًّا فشر، وقال هنا: {لئلا يكون للناس عليكم حجة}؛ أي: شرعنا لكم استقبال الكعبة المشرفة لينقطع عنكم احتجاج الناس من أهل الكتاب والمشركين، فإنه لو بقي مستقبلاً لبيت المقدس لتوجهت عليه الحجة، فإن أهل الكتاب يجدون في كتابهم أن قبلته المستقرة هي الكعبة البيت الحرام، والمشركين يرون أن من مفاخرهم هذا البيت العظيم، وأنه من ملة إبراهيم، وأنه إذا لم يستقبله محمد - صلى الله عليه وسلم -، توجهت نحوه حججهم، وقالوا كيف يدَّعي أنه على ملة إبراهيم وهو من ذريته وقد ترك استقبال قبلته، فباستقبال القبلة قامت الحجة على أهل الكتاب والمشركين وانقطعت حججهم عليه، إلا من ظلم منهم؛ أي: من احتج منهم بحجة هو ظالم فيها وليس لها مستند إلا اتباع الهوى والظلم؛ فهذا لا سبيل إلى إقناعه والاحتجاج عليه، وكذلك لا معنى لجعل الشبهة التي يوردونها على سبيل الاحتجاج محلا يؤبه لها ولا يلقى لها بال، فلهذا قال تعالى: {فلا تخشوهم}؛ لأن حجتهم باطلة، والباطل كاسمه مخذول، مخذول صاحبه، وهذا بخلاف صاحب الحقِّ فإن للحق صولة وعزًّا يوجب خشية من هو معه، وأمر تعالى بخشيته التي هي رأس كل خير، فمن لم يخشَ الله؛ لم ينكف عن معصيته، ولم يمتثل أمره. وكان صرف المسلمين إلى الكعبة مما حصلت فيها فتنة كبيرة أشاعها أهل الكتاب والمنافقون والمشركون وأكثروا فيها من الكلام والشبه، فلهذا بسطها الله تعالى، وبينها أكمل بيان، وأكدها بأنواع من التأكيدات التي تضمنتها هذه الآيات. منها: الأمر بها ثلاث مرات مع كفاية المرة الواحدة. ومنها: أن المعهود أن الأمر إما أن يكون للرسول فتدخل فيه الأمة [تبعاً] أو للأمة عموماً، وفي هذه الآية أمر فيها الرسول بالخصوص في قوله: {فول وجهك}؛ والأمة عموماً في قوله: {فولوا وجوهكم}. ومنها: أنه ردَّ فيه جميع الاحتجاجات الباطلة التي أوردها أهل العناد وأبطلها شبهة شبهة كما تقدم توضيحها. ومنها: أنه قطع الأطماع من اتباع الرسول قبلة أهل الكتاب. ومنها: قوله: {وإنه للحق من ربك}؛ فمجرد إخبار الصادق العظيم كافٍ شافٍ، ولكن مع هذا قال: {وإنه للحق من ربك}. ومنها: أنه أخبر وهو العالم بالخفيات أن أهل الكتاب متقرر عندهم صحة هذا الأمر، ولكنهم يكتمون هذه الشهادة مع العلم. ولما كان توليته لنا إلى استقبال القبلة نعمة عظيمة وكان لطفه بهذه الأمة ورحمته لم يزل يتزايد وكلما شرع لهم شريعة فهي نعمة عظيمة قال: {ولأتم نعمتي عليكم}؛ فأصل النعمة الهداية لدينه بإرسال رسوله وإنزال كتابه، ثم بعد ذلك النعم المتممات لهذا الأصل لا تعد كثرة ولا تحصر منذ بعث الله رسوله إلى أن قرب رحيله من الدنيا وقد أعطاه الله من الأحوال والنعم وأعطى أمته ما أتم به نعمته عليه وعليهم وأنزل الله عليه {اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام ديناً}؛ فلله الحمد على فضله الذي لا نبلغ له عدًّا فضلاً عن القيام بشكره، {ولعلكم تهتدون}؛ أي: تعلمون الحق وتعملون به، فالله تبارك وتعالى من رحمته بالعباد قد يسَّر لهم أسباب الهداية غاية التيسير ونبههم على سلوك طرقها وبينها لهم أتم تبيين حتى أن من جملة ذلك أنه يقيض للحق المعاندين له فيجادلون فيه فيتضح بذلك الحق وتظهر آياته وأعلامه، ويتضح بطلان الباطل وأنه لا حقيقة له، ولولا قيامه في مقابلة الحق لربما لم يتبين حاله لأكثر الخلق وبضدها تتبين الأشياء، فلولا الليل ما عرف فضل النهار، ولولا القبيح ما عرف فضل الحسن، ولولا الظلمة ما عرف منفعة النور، ولولا الباطل ما اتضح الحق اتضاحاً ظاهراً. فلله الحمد على ذلك.
(150) ﴾ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥ ﴿ "Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya," lalu Dia berfirman, ﴾ وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ ﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Rabbmu." Allah menegaskan dengan huruf "inna" dan "lam," agar tidak terjadi syubhat yang terkecil sekalipun pada seseorang, dan agar dia tidak mengira bahwa itu hanyalah kesenangan belaka dan bukannya melaksanakan perintah. ﴾ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan," akan tetapi Dia mengawasi kalian di segala kondisi kalian, maka berbuat baiklah kepadaNya dan cermatilah pengawasanNya dengan selalu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya, karena sesungguhnya perbuatan-perbuatan kalian itu tidaklah dilalaikan, akan tetapi akan mendapatkan balasannya dengan balasan yang paling sem-purna; bila baik, maka baiklah balasannya, dan bila buruk, maka buruk pulalah balasannya. Allah تعالى kemudian berfirman, ﴾ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيۡكُمۡ حُجَّةٌ ﴿ "Agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia atas kamu," maksudnya, Kami menetapkan bagi kalian untuk menghadap Ka'bah yang mulia, agar tidak ada bantahan dari ahli Kitab dan kaum musyrikin kepada kalian, karena seandainya kalian masih tetap menghadap ke Baitul Maqdis, niscaya hujjah itu akan terus ada, karena sesungguhnya ahli Kitab mendapatkan dalam kitab mereka bahwa kiblat mereka yang tetap adalah Ka'bah Baitul Haram, sedang kaum musyrikin memandang bahwa di antara kehormatan milik mereka adalah al-Baitul Haram tersebut, dan bahwa dia adalah dari ajaran Nabi Ibrahim عليه السلام. Bila Nabi Muhammad ﷺ tidak berkiblat ke arahnya, niscaya bantahan-bantahan mereka akan tertuju kepada beliau dengan berkata, Bagaimana dia mengaku menganut ajaran Nabi Ibrahim sedangkan dia termasuk keturunannya, namun dia me-ninggalkan menghadap kiblatnya? Oleh karena itu, dengan meng-hadap ke arah kiblat, maka tegaklah hujjah atas ahli kitab dan kaum musyrikin sekaligus serta lenyaplah bantahan mereka atas beliau ﷺ kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka. Artinya orang yang berhujjah di antara mereka dengan hujjah yang dia berlaku zhalim dengannya yang tidak memiliki sandaran sama sekali kecuali hanya hawa nafsu dan kezhaliman, maka orang seperti ini tidak ada jalan untuk memuaskannya dan berhujjah atasnya, demikian pula tidak ada artinya menjadikan syubhat yang mereka utarakan dengan maksud membantah itu sebagai suatu masalah yang tidak perlu diperhatikan dan tidak perlu dipeduli-kan. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ ﴿ "Maka jangan-lah kau takut kepada mereka," karena hujjah mereka adalah batil, sedangkan batil itu adalah seperti namanya sendiri yaitu sesuatu yang ditinggalkan, dan ahli kebatilan ditinggalkan. Hal ini sangat berbeda jauh dengan ahli kebenaran, karena kebenaran itu memi-liki kekuatan dan kemuliaan yang menimbulkan rasa takut kepada mereka yang berada dalam kebenaran, Allah تعالى memerintahkan untuk takut kepadaNya di mana hal itu merupakan puncak dari segala kebaikan. Maka barangsiapa yang tidak takut kepada Allah, niscaya dia tidak akan menahan diri dari kemaksiatan kepadaNya, dan tidak menunaikan perintahNya. Perpindahan kiblat kaum Muslimin ke arah Ka'bah mengaki-batkan fitnah yang besar yang dimunculkan oleh ahli Kitab, kaum munafik dan kaum musyrikin. Mereka memperbesar fitnah itu dengan memperbanyak pembicaraan dan syubhat-syubhat tentang-nya. Oleh karena itu Allah membeberkan hal tersebut dan menjelas-kannya dengan sejelas-jelasnya serta menegaskannya dengan segala bentuk sarana-sarana penegasan yang dikandung dalam ayat ini: Pertama: Adanya perintah untuk memalingkan wajah ke arah Ka'bah sebanyak tiga kali, padahal dengan sekali saja sudah cukup. Kedua: Kesepakatan bahwa perintah itu ditujukan kepada Rasul yang tentunya umatnya termasuk di dalamnya sebagai suatu konsekuensi, atau ditujukan langsung kepada umat yang bersifat umum, dan dalam ayat ini perintah kepada Rasul secara khusus, ﴾ فَوَلِّ وَجۡهَكَ ﴿ "Palingkanlah wajahmu," dan kepada umat secara umum dalam Firman Allah, ﴾ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ ﴿ "Maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya." Ketiga: Bahwasanya Allah menolak segala bantahan batil yang dimunculkan oleh orang-orang durhaka, dan Allah meng-gugurkan semua syubhat satu demi satu sebagaimana yang telah dijelaskan. Keempat: Bahwasanya Allah memupus keinginan yang besar (ahli Kitab) agar Rasul ikut menghadap kiblat ahli kitab (Baitul Maqdis). Kelima: FirmanNya, ﴾ وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ ﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu adalah benar-benar suatu yang haq dari Rabbmu." Sudah cukup dan lengkap hanya dengan sebatas kabar dari Dzat yang Benar dan Agung, akan tetapi dengan hal itu juga Allah berfirman,﴾ وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ ﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu adalah benar-benar suatu yang haq dari Rabbmu." Keenam: Allah mengabarkan –dan Dia adalah Dzat yang Mahatahu segala yang tersembunyi– bahwasanya tentang kebe-naran hal itu telah diakui oleh ahli Kitab, akan tetapi mereka me-nyembunyikan pengakuan dan kesaksian itu. Dan karena perintahNya tentang peralihan dalam menghadap kiblat bagi kita adalah sebuah nikmat yang besar, kasih sayang dan rahmatNya terhadap umat ini senantiasa bertambah, dan setiap kali Dia mensyariatkan kepada mereka suatu syariat agama itu merupakan suatu kenikmatan yang besar, maka Dia berfirman, ﴾ وَلِأُتِمَّ نِعۡمَتِي عَلَيۡكُمۡ ﴿ "Dan agar Kusempurnakan nikmatKu atas kamu." Maka dasar kenikmatan itu adalah hidayah kepada agamaNya dengan mengutus RasulNya dan penurunan kitabNya, kemudian setelah itu ada kenikmatan-kenikmatan pelengkap bagi nikmat dasar ini yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak dapat dibatasi sejak Allah mengutus RasulNya hingga mendekati kepergian beliau dari dunia. Allah تعالى telah memberikan kepadanya segala nikmat, serta memberikan kepada umatnya apa yang menyempurnakan nikmatnya itu kepada beliau dan kepada mereka lalu Allah menu-runkan wahyu kepadanya, ﴾ ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ ﴿ "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Al-Ma`idah: 3). Segala puji hanya milik Allah atas segala karuniaNya yang tidak mampu kita hitung, apalagi untuk mensyukurinya, ﴾ وَلَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ﴿ "dan supaya kamu mendapat petunjuk," maksudnya, kalian mengetahui kebenaran lalu mengamalkannya. Merupakan rahmat Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya, yaitu Dia memudahkan bagi mereka sebab-sebab hidayah dengan sangat mudah sekali, dan Dia mengingatkan mereka untuk me-nempuh jalannya, lalu Allah menjelaskan kepada mereka dengan keterangan yang paling sempurna. Dan di antara hal itu adalah Dia menakdirkan bagi kebenaran itu adanya para pembangkang terhadapnya, lalu mereka berdebat tentangnya, hingga jelaslah kebenaran dan nampaklah ayat-ayat dan tanda-tandaNya, serta teranglah batilnya kebatilan itu dan bahwa kebatilan itu tidak ada hakikatnya sama sekali. Sekiranya bukan karena adanya perlawanan kebatilan terhadap kebenaran, mungkin saja keadaannya tidak akan jelas bagi sebagian besar makhluk, karena dengan hal yang kontradiksi, jelaslah segala sesuatu. Sekiranya bukan karena adanya malam hari, tidaklah diketahui keutamaan siang hari, sekiranya bukan karena kejelekan, tidaklah diketahui keutamaan keindahan, sekiranya bukan karena kegelapan, tidaklah diketahui manfaatnya cahaya, dan sekiranya bukan karena kebatilan, maka kebenaran tidak akan benar-benar jelas. Akhirnya segala puji hanya bagi Allah atas semua itu.
Ayah: 151 - 152 #
{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (151) فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ (152)}
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku." (Al-Baqarah: 151-152).
#
{151} يقول تعالى: إن إنعامنا عليكم باستقبال الكعبة وإتمامها بالشرائع والنعم المتممة ليس ذلك ببدع من إحساننا ولا بأوله بل أنعمنا عليكم بأصول النعم ومتمماتها فأبلغها إرسالنا إليكم هذا الرسول الكريم منكم تعرفون نسبه وصدقه وأمانته وكماله ونصحه {يتلو عليكم آياتنا}؛ وهذا يعم الآيات القرآنية وغيرها، فهو يتلو عليكم الآيات المبينة للحق من الباطل والهدى من الضلال التي دلتكم أولاً على توحيد الله وكماله ثم على صدق رسوله ووجوب الإيمان به ثم على جميع ما أخبر به من المعاد والغيوب، حتى حصل لكم الهداية التامة والعلم اليقيني {ويزكيكم}؛ أي: يطهر أخلاقكم ونفوسكم بتربيتها على الأخلاق الجميلة، وتنزيهها عن الأخلاق الرذيلة، وذلك كتزكيتهم من الشرك إلى التوحيد ومن الرياء إلى الإخلاص، ومن الكذب إلى الصدق، ومن الخيانة إلى الأمانة، ومن الكبر إلى التواضع، ومن سوء الخلق، إلى حسن الخلق ومن التباغض والتهاجر والتقاطع إلى التحاب والتواصل والتوادد وغير ذلك من أنواع التزكية {ويعلمكم الكتاب}؛ أي: القرآن ألفاظه ومعانيه {والحكمة}؛ قيل هي السنة، وقيل: الحكمة معرفة أسرار الشريعة والفقه فيها وتنزيل الأمور منازلها، فيكون على هذا تعليم السنة داخلاً في تعليم الكتاب؛ لأن السنة تبين القرآن وتفسره وتعبر عنه {ويعلمكم ما لم تكونوا تعلمون}؛ لأنهم كانوا قبل بعثته في ضلال مبين لا علم ولا عمل، فكل علم أو عمل نالته هذه الأمة فعلى يده - صلى الله عليه وسلم -، وبسببه كان. فهذه النعم هي أصول النعم على الإطلاق، وهي أكبر نعم ينعم بها على عباده؛ فوظيفتهم شكر الله عليها والقيام بها، فلهذا قال تعالى:
(151) Allah تعالى menyatakan, "Sesungguhnya pemberian nikmat Kami atas kalian dengan menghadap ke Ka'bah dan pe-nyempurnaannya dengan dasar-dasar syariat serta nikmat-nikmat penyempurna, bukanlah suatu yang aneh dalam kebaikan Kami dan bukan pula yang pertama, bahkan Kami telah memberikan nikmat atas kalian dengan nikmat-nikmat dasar dan penyempurna-nya, dan yang paling besar adalah Kami mengutus kepada kalian seorang Rasul yang mulia dari kalangan kalian, di mana kalian mengetahui garis keturunannya, kejujuran, amanah, kesempurnaan, dan ketulusannya, ﴾ يَتۡلُواْ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِنَا ﴿ "yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu." Ini mencakup segala ayat-ayatNya, baik ayat al-Qur`an maupun ayat-ayat lainnya, beliau membacakan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan kebenaran dari kebatilan dan hidayah dari kesesatan, yang menunjukkan kepada kalian, pertama, tentang keesaan Allah dan kesempurnaanNya, kedua, tentang kebenaran RasulNya, dan wajibnya beriman kepadanya, kemudian kepada segala hal yang dikabarkan olehnya berupa Hari Pembalasan mau-pun hal-hal yang ghaib, hingga kalian memperoleh hidayah yang sempurna dan ilmu yang meyakinkan. ﴾ وَيُزَكِّيكُمۡ ﴿ "Dan menyucikan kamu," maksudnya, menyucikan akhlak dan jiwa kalian dengan mendidiknya. Dengan akhlak yang mulia, dan membersihkannya dari akhlak yang tercela, yang de-mikian itu seperti menyucikan mereka dari kesyirikan kepada ke-tauhidan, dari riya` kepada keikhlasan, dari kebohongan kepada kejujuran, dari pengkhianatan kepada amanah, dari kesombongan kepada kerendahan hati, dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang luhur, dan dari saling benci, saling bermusuhan, serta saling memutuskan hubungan kepada saling mencintai, saling bersilatu-rahim, dan saling kasih mengasihi, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk penyucian. ﴾ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ ﴿ "Dan mengajarkan kepadamu al-Kitab," yaitu al-Qur`an, baik lafazhnya maupun maknanya, ﴾ وَٱلۡحِكۡمَةَ ﴿ "dan al-Hikmah." Suatu pendapat berkata, al-Hikmah adalah as-Sunnah. Yang lain berpendapat, al-Hikmah adalah mengetahui rahasia-rahasia syariat dan fikih serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Maka dalam hal ini pengajaran as-Sunnah termasuk ke dalam pengajaran al-Kitab, karena as-Sunnah itu menjelaskan al-Qur`an, menafsirkannya, dan mengutarakan maksudnya, ﴾ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ ﴿ "dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui," karena mereka itu benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata sebelum diutusnya beliau ﷺ, yang tidak berilmu dan tidak pula beramal. Setiap ilmu maupun amal yang diperoleh umat ini adalah dari Rasulullah ﷺ dan karena sebab beliaulah semua itu ada. Nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat-nikmat dasar secara mutlak, dan dia adalah kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya. Oleh karena itu tugas mereka selanjut-nya adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut dan menegakkannya. Karena itu Allah berfirman,
#
{152} {فاذكروني أذكركم}؛ فأمر تعالى بذكره، ووعد عليه أفضل جزاء وهو ذكره؛ لمن ذكره كما قال تعالى على لسان رسوله: «من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي، ومن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير منهم» ، وذكر الله تعالى أفضله ما تواطأ عليه القلب واللسان وهو [الذكرُ] الذي يثمر معرفة الله ومحبته وكثرة ثوابه، والذكر هو رأس الشكر فلهذا أمر به خصوصاً ثم من بعده أمر بالشكر عموماً فقال: {واشكروا لي}؛ أي: على ما أنعمت عليكم بهذه النعم ودفعت عنكم صنوف النقم، والشكر يكون بالقلب إقراراً بالنعم واعترافاً، وباللسان ذكراً وثناءً، وبالجوارح طاعةً لله وانقياداً لأمره واجتناباً لنهيه، فالشكر فيه بقاء النعمة الموجودة وزيادة في النعم المفقودة، قال تعالى: {لئن شكرتم لأزيدنكم}. وفي الإتيان بالأمر بالشكر بعد النعم الدينية من العلم وتزكية الأخلاق والتوفيق للأعمال بيان أنها أكبر النعم، بل هي النعم الحقيقية التي تدوم إذا زال غيرها، وإنه ينبغي لمن وفقوا لعلم أو عمل أن يشكروا الله على ذلك ليزيدهم من فضله وليندفع عنهم الإعجاب فيشتغلوا بالشكر، ولما كان الشكر ضده الكفر نهى عن ضده فقال: {ولا تكفرون}؛ المراد بالكفر ههنا ما يقابل الشكر، فهو كفر النعم وجحدها وعدم القيام بها. ويحتمل أن يكون المعنى عامًّا فيكون الكفر أنواعاً كثيرة أعظمه الكفر بالله، ثم أنواع المعاصي على اختلاف أنواعها وأجناسها من الشرك فما دونه.
(152) ﴾ فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ ﴿ "Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, nis-caya Aku ingat (pula) kepadamu." Allah تعالى memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingatNya, dan menjanjikan baginya sebaik-baik balasan yaitu bahwa Allah akan mengingatnya pula, yaitu bagi orang yang ingat kepadaNya, sebagaimana yang disabdakan dari lisan RasulNya, مَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَمَنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ. "Barangsiapa yang menyebut (mengingat)Ku pada dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya pada DiriKu, dan barangsiapa yang menyebut (mengingat)Ku pada khalayak ramai, niscaya Aku akan mengingatnya pula pada khalayak ramai yang lebih baik dari mereka."[1] Dzikir kepada Allah تعالى yang paling istimewa adalah dzikir yang dilakukan dengan hati dan lisan yaitu dzikir yang menum-buhkan ma'rifat kepada Allah, kecintaan padaNya, dan menghasil-kan ganjaran yang banyak dariNya. Dzikir adalah puncak rasa syukur. Oleh Karena itu Allah memerintahkan hal itu secara khusus, kemudian memerintahkan untuk bersyukur secara umum seraya berfirman, ﴾ وَٱشۡكُرُواْ لِي ﴿ "Dan bersyukurlah kepadaKu," maksudnya, terhadap apa yang telah Aku nikmatkan kepada kalian dengan nikmat-nikmat tersebut dan Aku jauhkan dari kalian berbagai ma-cam kesulitan. Syukur itu dilakukan dengan hati berupa pengakuan atas kenikmatan yang didapatkan, dengan lisan berupa dzikir dan pujian, dan dengan anggota tubuh berupa ketaatan kepada Allah serta kepatuhan terhadap perintahNya dan menjauhi laranganNya. Syukur itu menyebabkan kelanggengan nikmat yang telah dida-patkan dan menambah kenikmatan yang belum didapatkan. Allah تعالى berfirman, ﴾ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ ﴿ "Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah, (nikmat) kepa-damu." (Ibrahim: 7). Dengan adanya perintah untuk bersyukur setelah kenikmatan agama, seperti ilmu dan penyucian akhlak, serta taufik kepada pengamalan, merupakan penjelasan bahwa hal itu adalah sebesar-besarnya kenikmatan, bahkan dia adalah kenikmatan yang sebe-narnya yang akan selalu eksis bila yang lainnya lenyap. Dan seyog-yanya bagi orang yang diberikan taufik kepada ilmu dan amal agar bersyukur kepada Allah atas semua itu, agar Allah menambahkan nikmatNya dan menghindarkan dirinya dari rasa bangga diri hingga akhirnya dia hanya sibuk dengan bersyukur. Dan ketika kebalikan dari rasa syukur adalah pengingkaran, maka Allah تعالى melarang pengingkaran tersebut seraya berfirman, ﴾ وَلَا تَكۡفُرُونِ ﴿ "Dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu," maksud dari pengingkaran di sini adalah suatu hal yang bertolak belakang dengan bersyukur, yaitu ingkar terhadap kenikmatan yang diberi-kan dan menampiknya, serta tidak bersyukur kepadaNya. Kemungkinan juga maknanya adalah bersifat umum, maka pengingkaran itu ada bermacam-macam, dan yang paling besar adalah pengingkaran terhadap Allah, kemudian macam-macam kemaksiatan dengan segala bentuk dan jenisnya dari kesyirikan dan selainnya.
Ayah: 153 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (153)}
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (ke-pada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 153).
#
{153} أمر الله تعالى المؤمنين بالاستعانة على أمورهم الدينية والدنيوية {بالصبر والصلاة}؛ فالصبر هو حبس النفس وكفها على ما تكره، فهو ثلاثة أقسام: صبرها على طاعة الله حتى تؤديها، وعن معصية الله حتى تتركها، وعلى أقدار الله المؤلمة فلا تتسخطها. فالصبر هو المعونة العظيمة على كل أمر، فلا سبيل لغير الصابر أن يدرك مطلوبه، خصوصاً الطاعات الشاقة المستمرة فإنها مفتقرة أشد الافتقار إلى تحمل الصبر وتجرع المرارة الشاقة، فإذا لازم صاحبها الصبر فاز بالنجاح، وإن رده المكروه والمشقة عن الصبر والملازمة عليها لم يدرك شيئاً وحصل على الحرمان، وكذلك المعصية التي تشتد دواعي النفس ونوازعها إليها وهي في محل قدرة العبد، فهذه لا يمكن تركها إلا بصبر عظيم وكف لدواعي قلبه ونوازعها لله تعالى واستعانة بالله على العصمة منها فإنها من الفتن الكبار، وكذلك البلاء الشاق خصوصاً إن استمر، فهذا تضعف معه القوى النفسانية والجسدية ويوجد مقتضاها وهو التسخط إن لم يقاومها صاحبها بالصبر لله والتوكل عليه واللجْأ إليه والافتقار على الدوام، فعلمت أن الصبر محتاج إليه العبد، بل مضطر في كل حالة من أحواله، فلهذا أمر الله تعالى به وأخبر أنه {مع الصابرين}؛ أي: مع من كان الصبر لهم خلقاً وصفة وملكة بمعونته وتوفيقه وتسديده فهانت عليهم بذلك المشاق والمكاره وسهل عليهم كل عظيم وزالت عنهم كل صعوبة، وهذه معية خاصة تقتضي محبته ومعونته ونصره وقربه وهذه منقبة عظيمة للصابرين فلو لم يكن للصابرين فضيلة إلا أنهم فازوا بهذه المعية من الله لكفى بها فضلاً وشرفاً، وأما المعية العامة فهي معية العلم والقدرة كما في قوله تعالى: {وهو معكم أينما كنتم} وهذه عامة للخلق. وأمر تعالى بالاستعانة بالصلاة لأن الصلاة هي عماد الدين ونور المؤمنين، وهي الصلة بين العبد وبين ربه، فإذا كانت صلاة العبد صلاة كاملة مجتمعاً فيها ما يلزم فيها وما يسن، وحصل فيها حضور القلب الذي هو لبها فصار العبد إذا دخل فيها استشعر دخوله على ربه ووقوفه بين يديه موقف العبد الخادم المتأدب مستحضراً لكل ما يقوله وما يفعله مستغرقاً بمناجاة ربه ودعائه، لا جرم أن هذه الصلاة من أكبر المعونة على جميع الأمور، فإن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر، ولأن هذا الحضور الذي يكون في الصلاة يوجب للعبد في قلبه وصفاً وداعياً يدعوه إلى امتثال أوامر ربه واجتناب نواهيه، هذه هي الصلاة التي أمر الله أن نستعين بها على كل شيء.
(153) Allah تعالى memerintahkan kaum Mukminin untuk meminta pertolongan dalam segala urusan mereka, baik dunia maupun akhirat, ﴾ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ ﴿ "dengan sabar dan shalat." Kesabaran adalah pengendalian dan penjagaan diri terhadap hal yang dibenci. Dan kesabaran ada tiga macam, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah hingga mampu menunaikannya, sabar dari kemaksiatan kepada Allah hingga menjauhinya, dan sabar atas takdir-takdir Allah yang memilukan agar tidak memakinya. Kesabaran adalah pertolongan yang besar terhadap segala sesuatu, karena sama sekali tidak ada jalan bagi orang yang tidak bersabar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, khususnya dalam hal ketaatan yang sangat sulit dan berkesinambungan, di mana hal itu sangatlah membutuhkan kesabaran dan keberanian untuk merasakan kepahitan yang menyakitkan. Namun jika pela-kunya itu konsekuen dengan kesabaran, niscaya dia akan memper-oleh kemenangan, namun bila dia dijauhkan oleh hal yang tidak disukai dan hal yang sulit dari kesabaran dan konsekuen terhadap-nya, niscaya dia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali keham-paan. Demikian pula dalam hal kemaksiatan yang mana dorongan nafsu dan godaannya yang begitu kuat untuk melakukannya dan dia sendiri mampu melakukannya, dan ini tidaklah mungkin ditinggalkan kecuali dengan kesabaran yang besar serta menahan dorongan dan godaan nafsunya karena Allah تعالى, lalu dia meminta pertolongan kepadaNya untuk memeliharanya dari perbuatan tersebut, karena hal itu adalah termasuk fitnah-fitnah yang besar. Demikian juga ujian yang paling berat, khususnya bila berlanjut. Dan ini akan lemah dengan adanya kekuatan rohani dan jasmani namun ujian tersebut akan menimbulkan kecaman bila dia tidak melawannya dengan kesabaran karena Allah, dan bertawakal padaNya dengan bersandar kepadaNya, serta melakukannya secara terus-menerus. Akhirnya Anda ketahui bahwa kesabaran itu sangatlah di-butuhkan oleh seorang hamba, bahkan menjadi suatu yang darurat dalam setiap kondisi. Oleh karena itu Allah تعالى memerintahkan kepadanya dan mengabarkan bahwasanya Dia, ﴾ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿ "beserta orang-orang yang sabar," maksudnya beserta orang yang menjadikan kesabaran sebagai akhlak, sifat, dan karakternya dengan adanya pertolongan, bimbingan, dan arahanNya, hingga kesulitan dan kemalangan itu terasa sepele, segala hal yang besar terasa mudah, dan segala kesusahan yang dia rasakan akan lenyap. Ini adalah kebersamaan khusus yang akan menyebabkan kecintaan, perto-longan, pembelaan, dan kedekatanNya, dan ini semua adalah keutamaan yang besar bagi orang-orang yang bersabar. Sekiranya orang-orang yang bersabar itu tidak memiliki keutamaan, kecuali mereka memperoleh kebersamaan dari Allah itu, niscaya cukuplah bagi mereka hal itu sebagai keutamaan dan kemuliaan. Adapun kebersamaan yang umum yaitu kebersamaan ilmu dan kekuasaan sebagaimana dalam FirmanNya, ﴾ وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ ﴿ "Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada," (Al-Hadid: 4), maka ini bersifat umum untuk seluruh makhluk. Dan Allah تعالى memerintahkan untuk meminta pertolongan dengan Shalat, karena Shalat adalah tiang Agama dan cahaya kaum Mukminin, dan ia adalah penghubung antara seorang hamba de-ngan Rabbnya. Apabila shalat seorang hamba itu sempurna, ditam-bah dengan apa yang diwajibkan dan yang disunnahkan padanya, Shalat yang terisi oleh kehadiran hati yang merupakan intinya, hingga seorang hamba bila mulai melaksanakan Shalat, dia merasa masuk menemui Tuhannya dan berdiri berhadapan denganNya sebagaimana berdirinya seorang pembantu yang bersopan santun dan penuh perhatian dengan apa yang dia bicarakan dan apa yang ia lakukan, serta terbuai dalam bermunajat kepada Rabbnya dan berdoa kepadaNya; maka tidak salah lagi bahwa Shalat itu adalah sebesar-besar penolong dari segala perkara, karena shalat itu men-cegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan karena kehadiran hati di dalam shalat itu mengharuskan adanya sebuah karakter dalam hati seorang hamba yang mengajaknya kepada pelaksanaan perin-tah Rabbnya dan menjauhi larangan-laranganNya. Inilah shalat yang diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan penolong dalam segala perkara.
Ayah: 154 #
{وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ (154)}
"Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati, bahkan (sebenar-nya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (Al-Baqarah: 154).
#
{154} لما ذكر تبارك وتعالى الأمر بالاستعانة بالصبر على جميع الأحوال ذكر نموذجاً مما يستعان بالصبر عليه وهو الجهاد في سبيله وهو أفضل الطاعات البدنية وأشقها على النفوس لمشقته في نفسه ولكونه مؤدياً للقتل وعدم الحياة التي إنما يرغب الراغبون في هذه الدنيا لحصول الحياة ولوازمها، فكل ما يتصرفون به فإنه سعيٌ لها ودفع لما يضادها. ومن المعلوم أن المحبوب لا يتركه العاقل إلا لمحبوب أعلى منه وأعظم، فأخبر تعالى أن من قتل في سبيله بأن قاتل في سبيل الله لتكون كلمة الله هي العليا ودينه الظاهر لا لغير ذلك من الأغراض فإنه لم تفته الحياة المحبوبة بل حصل له حياة أعظم وأكمل مما تظنون وتحسبون، فالشهداء {أحياء عند ربهم يرزقون. فرحين بما آتاهم الله من فضله ويستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم ألاَّ خوف عليهم ولا هم يحزنون. يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين}؛ فهل أعظم من هذه الحياة المتضمنة للقرب من الله تعالى وتمتعهم برزقه البدني في المأكولات والمشروبات اللذيذة والرزق الروحي وهو الفرح وهو الاستبشار وزوال كل خوف وحزن وهذه حياة برزخية أكمل من الحياة الدنيا، بل قد أخبر النبي - صلى الله عليه وسلم - أن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر ترد أنهار الجنة، وتأكل من ثمارها وتأوي إلى قناديل معلقة بالعرش. وفي هذه الآية أعظم حث على الجهاد في سبيل الله وملازمة الصبر عليه، فلو شعر العباد بما للمقتولين في سبيل الله من الثواب لم يتخلف عنه أحد، ولكن عدم العلم اليقيني التام هو الذي فتر العزائم وزاد نوم النائم وأفات الأجور العظيمة والغنائم، لم لا يكون كذلك والله تعالى قد {اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله فيقتلون ويقتلون}؛ فوالله لو كان للإنسان ألف نفس تذهب نفساً فنفساً في سبيل الله لم يكن عظيماً في جانب هذا الأجر العظيم. ولهذا لا يتمنى الشهداء بعدما عاينوا من ثواب الله وحسن جزائه إلا أن يُرَدُّوا إلى الدنيا؛ حتى يقتلوا في سبيله مرة بعد مرة. وفي الآية دليل على نعيم البرزخ وعذابه كما تكاثرت بذلك النصوص.
(154) Ketika Allah تعالى menyebutkan perintah untuk men-jadikan kesabaran sebagai penolong dalam segala hal, lalu Dia menyebutkan sebuah contoh dalam menjadikan kesabaran sebagai penolong, yaitu berjihad di jalanNya, di mana jihad itu merupakan ketaatan paling utama yang bersifat jasmani dan suatu hal yang paling berat bagi jiwa karena kesulitan yang ada dalam dirinya berkaitan dengan nyawa, dan karena hal itu bisa mengakibatkan kematian serta kehilangan nyawa yang hanya disukai oleh orang-orang yang cinta kepada dunia agar mendapatkan kehidupan dan sumber-sumbernya, dan semua yang mereka lakukan adalah se-buah usaha untuk mendapatkan kehidupan dan menolak hal yang bertentangan dengannya. Dan telah diketahui bahwa sesuatu yang dicintai tidak akan ditinggalkan oleh seorang yang berakal kecuali kepada suatu hal yang dicintai yang lebih tinggi dan lebih agung. Maka Allah تعالى mengabarkan bahwa barangsiapa yang terbunuh di jalanNya yaitu berperang di jalan Allah dengan maksud untuk meninggikan kalimat Allah dan agamaNya yang jelas dan bukan karena tujuan lainnya, niscaya dia tidak akan kehilangan kehidupan yang dia cintai, bahkan dia akan memperoleh kehidupan yang lebih utama dan lebih sempurna daripada apa yang kalian perkirakan dan pikirkan. Maka orang-orang yang mati syahid itu, ﴾ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ 169 فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ 170 يَسۡتَبۡشِرُونَ بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضۡلٖ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ 171 ﴿ "Mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka, dan mereka bergirang hati tentang orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman." (Ali Imran: 169-171). Adakah yang lebih agung dari kehidupan tersebut yang me-ngandung kedekatan dengan Allah تعالى dan menikmati rizkiNya yang bersifat jasmani seperti makanan dan minuman yang lezat serta rizki yang bersifat rohani seperti kesenangan, hilangnya se-gala kekhawatiran dan kesedihan? Inilah kehidupan Alam Barzakh yang lebih sempurna dari kehidupan dunia. Bahkan Nabi ﷺ telah mengabarkan bahwa ruh para syuhada ada dalam perut (tembolok) burung hijau yang minum dari sungai-sungai surga, makan buah-buahan surga, dan berlindung dalam sangkar-sangkar yang digan-tung di bawah Arasy.[2] Ayat ini mengandung anjuran paling besar untuk berjihad di jalan Allah dan konsisten di atas kesabaran padanya, jikalau hamba merasakan apa yang didapatkan oleh orang-orang yang terbunuh di jalan Allah berupa pahala, niscaya tidak akan ada seorang pun yang mau terlambat melakukannya, namun karena tidak adanya pengetahuan pasti yang sempurna itulah yang membuat hilang-nya tekad, bertambah lelaplah orang yang tidur serta terlewatlah ganjaran yang agung dan ghanimah, kenapa tidak begitu, padahal Allah تعالى telah ﴾ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ ﴿ "membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh." (At-Taubah: 111). Demi Allah, sekiranya manusia memiliki seribu jiwa yang kemudian jiwa tersebut akan pergi satu persatu di jalan Allah, tidaklah menjadi suatu yang agung dibanding dengan pahala yang besar tersebut. Oleh karena itu, tidaklah para syuhada berangan-angan setelah mereka pasti mendapatkan ganjaran dan pahala yang baik dari Allah تعالى, kecuali mereka ingin dikembalikan ke dunia hingga mereka dapat terbunuh lagi di jalanNya sekali lagi dan sekali lagi. Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan adanya kenikmatan Alam Barzakh dan siksaannya, sebagaimana banyak sekali ayat yang menunjukkan hal tersebut.
Ayah: 155 - 157 #
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)}
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.' Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 155-157).
#
{155} أخبر تعالى أنه لا بد أن يبتليَ عباده بالمحن ليتبين الصادق من الكاذب والجازع من الصابر، وهذه سنته تعالى في عباده، لأن السراء لو استمرت لأهل الإيمان ولم يحصل معها محنة لحصل الاختلاط الذي هو فساد، وحكمة الله تقتضي تمييز أهل الخير من أهل الشر، هذه فائدة المحن لا إزالة ما مع المؤمنين من الإيمان ولا ردهم عن دينهم، فما كان الله ليضيع إيمان المؤمنين. فأخبر في هذه الآية أنه سيبتلي عباده، {بشيء من الخوف}؛ من الأعداء، {والجوع}؛ أي: بشيء يسير منهما لأنه لو ابتلاهم بالخوف كله أو الجوع لهلكوا، والمحن تمحص لا تهلك، {ونقص من الأموال}؛ وهذا يشمل جميع النقص المعتري للأموال من جوائح سماوية وغرق وضياع وأخذ الظلمة للأموال من الملوك الظلمة وقطاع الطريق وغير ذلك {والأنفس}؛ أي: ذهاب الأحباب من الأولاد والأقارب والأصحاب، ومن أنواع الأمراض في بدن العبد أو بدن من يحبه، {والثمرات}؛ أي: الحبوب وثمار النخيل والأشجار كلها والخضر ببرد أو برَد أو حرق أو آفة سماوية من جراد ونحوه، فهذه الأمور لا بد أن تقع لأن العليم الخبير أخبر بها فوقعت كما أخبر، فإذا وقعت انقسم الناس قسمين: جازعين وصابرين. فالجازع حصلت له المصيبتان، فوات المحبوب وهو وجود هذه المصيبة وفوات ما هو أعظم منها وهو الأجر بامتثال أمر الله بالصبر ففاز بالخسارة والحرمان ونقص ما معه من الإيمان، وفاته الصبر والرضا والشكران وحصل له السخط الدال على شدة النقصان. وأما من وفقه الله للصبر عند وجود هذه المصائب فحبس نفسه عن التسخط قولاً وفعلاً واحتسب أجرها عند الله وعلم أن ما يدركه من الأجر بصبره أعظم من المصيبة التي حصلت له، بل المصيبة تكون نعمة في حقه لأنها صارت طريقاً لحصول ما هو خير له وأنفع منها، فقد امتثل أمر الله وفاز بالثواب، فلهذا قال تعالى: {وبشر الصابرين}؛ أي: بشرهم بأنهم يوفون أجرهم بغير حساب، فالصابرون هم الذين فازوا بالبشارة العظيمة والمنحة الجسيمة، ثم وصفهم بقوله:
(155) Allah تعالى mengabarkan bahwa sudah menjadi keha-rusan bagi hamba-hambaNya untuk diuji dengan segala cobaan agar jelas orang yang benar dan orang yang dusta, orang yang sabar dengan orang yang tidak sabar. Dan ini adalah sunnah Allah pada hamba-hambaNya, karena suatu kesenangan itu bila terus berlanjut bagi orang yang beriman dan tidak diiringi dengan suatu cobaan, niscaya akan terjadi campur aduk yang merupakan kerusakan baginya. Kemahabijaksanaan Allah memastikan untuk memilah-milah antara orang-orang yang baik dari orang-orang yang jahat. Inilah manfaat dari cobaan dan ujian, bukannya untuk menghilang-kan keimanan yang ada pada seorang hamba yang beriman dan tidak pula untuk memalingkan mereka dari agamanya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan kaum Mukminin. Allah تعالى mengabarkan bahwasanya Dia akan menguji hamba-hambaNya ﴾ بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ ﴿ "dengan sedikit ketakutan" dari musuh-mu-suh ﴾ وَٱلۡجُوعِ ﴿ "dan kelaparan," yakni dengan suatu yang sedikit dari keduanya, karena apabila Allah menguji mereka dengan seluruh ketakutan atau seluruh kelaparan, niscaya mereka akan binasa, sedangkan cobaan-cobaan itu hanya akan membersihkan, bukannya membinasakan, ﴾ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ ﴿ "dan kekurangan harta," yang meliputi seluruh kekurangan yang bersangkutan dengan harta, baik bencana dari langit, tenggelam, kehilangan, raja-raja yang zhalim dan pe-rompak jalanan yang merampas harta dan sebagainya. ﴾ وَٱلۡأَنفُسِ ﴿ "Dan jiwa," yaitu perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak, kerabat karib, dan teman sejawat, dan dari berbagai macam penyakit pada tubuh seorang hamba atau tubuh orang yang dicintainya, ﴾ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ ﴿ "dan buah-buahan," yaitu biji-bijian, hasil pohon kurma dan segala macam pepohonan serta sayur mayur, dengan adanya hawa dingin, gemuruh, kebakaran, atau penyakit dari langit seperti adanya hama belalang atau semacamnya. Hal-hal tersebut pasti akan terjadi karena Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengamati telah mengabarkan tentangnya, yang akhirnya terjadi-lah apa yang Dia kabarkan. Maka apabila semua itu terjadi, terba-gilah manusia ke dalam dua golongan: Orang-orang yang berkeluh kesah dan orang-orang yang sabar. Orang yang tidak sabar mendapatkan dua musibah: Hilang-nya sesuatu yang dicintai yaitu adanya musibah tersebut, dan hilangnya sesuatu yang lebih besar dari hal pertama, yaitu pahala dengan menunaikan perintah Allah yaitu bersabar, akhirnya dia memperoleh kerugian dan kehampaan, serta kekurangan iman yang ada padanya, juga kehilangan kesabaran, ridha dan rasa syukur, namun yang ia dapatkan hanyalah kemurkaan yang menunjukkan banyaknya kekurangan. Adapun orang yang diberi taufik oleh Allah تعالى dengan ke-sabaran ketika terjadinya musibah-musibah, ia akan menahan diri dari mencaci-maki, baik secara lisan maupun perbuatan, ia hanya mengharap pahala dari sisi Allah dan ia tahu bahwa kesabarannya lebih besar daripada musibah yang menimpa dirinya, bahkan musibah itu menjadi sebuah kenikmatan tersendiri bagi dirinya, karena musibah itu telah menjadi jalan untuknya dalam memper-oleh sesuatu yang lebih baik baginya dan lebih bermanfaat dari musibah itu. Sesungguhnya ia telah menunaikan perintah Allah untuk bersabar yang akhirnya ia memperoleh pahala. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿ "Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang bersabar," maksudnya, kabarkan berita gembira bahwa mereka akan mendapatkan pahala mereka tanpa batas. Orang-orang yang bersabar adalah mereka yang berhasil dengan kabar gembira yang agung dan pemberian yang besar, kemudian Allah menjelaskan tentang mereka dengan FirmanNya,
#
{156} {الذين إذا أصابتهم مصيبة}؛ وهي كل ما يؤلم القلب أو البدن أو كليهما مما تقدم ذكره، {قالوا إنا لله}؛ أي: مملوكون لله مدبرون تحت أمره وتصريفه فليس لنا من أنفسنا وأموالنا شيء، فإذا ابتلانا بشيء منها فقد تصرف أرحم الراحمين بمماليكه وأموالهم فلا اعتراض عليه، بل من كمال عبودية العبد علمه بأن وقوع البلية من المالك الحكيم الذي هو أرحم بعبده من نفسه، فيوجب له ذلك الرِّضا عن الله والشكر له على تدبيره لما هو خير لعبده وإن لم يشعر بذلك، ومع أننا مملوكون لله فإنا إليه راجعون يوم المعاد، فمجازٍ كل عامل بعمله، فإن صبرنا واحتسبنا وجدنا أجرنا موفراً عنده، وإن جزعنا وسخطنا لم يكن حظنا إلا السخط وفوات الأجر، فكون العبد لله وراجعاً إليه من أقوى أسباب الصبر.
(156) ﴾ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ ﴿ "Yaitu orang-orang yang apabila di-timpa musibah," yaitu segala hal yang menyakitkan hati atau tubuh atau keduanya dari segala hal yang telah disebutkan sebelumnya, ﴾ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ ﴿ "mereka mengucapkan; 'Inna lillah'," maksudnya, kami ada-lah milik Allah yang diatur di bawah perintah dan kekuasaanNya, kami tak punya hak sedikit pun terhadap harta maupun diri kami sendiri. Bila Dia menguji kami dengan (mengambil atau memus-nahkan) sesuatu darinya, maka pada hakikatnya Dia Yang Maha Pengasih telah melakukan tindakan terhadap hamba-hamba milikNya dan harta-harta mereka. Oleh karena itu tidak perlu ada gugatan sama sekali terhadap semua itu. Bahkan termasuk kesem-purnaan penghambaan seorang hamba adalah pengetahuannya bahwa terjadinya suatu cobaan itu adalah dari Yang Maha Memiliki lagi Mahabijaksana, yang mana Dia adalah Dzat yang paling Penga-sih terhadap hambaNya daripada diri hamba itu sendiri. Dengan demikian, hamba itu haruslah ridha terhadap Allah dan bersyukur kepadaNya atas pengaturanNya kepada sesuatu yang lebih baik bagi hambaNya, walaupun hamba itu sendiri tidak sadar akan hal tersebut. Dan keadaan bahwa kami ini milik Allah تعالى, bersama itu kami juga akan kembali kepadaNya pada Hari Kebangkitan nanti, lalu Dia akan membalas setiap perbuatan dari pelakunya. Bila kami bersabar dan hanya mengharap pahala di sisiNya, niscaya kami akan memperoleh ganjaran secara sempurna di sisiNya, namun bila kami tidak bersabar dan mencaci maki, niscaya kami tidak memiliki apa-apa kecuali hanya murka dan lenyapnya pahala. Keberadaan seorang hamba bahwa dia milik Allah dan akan kembali kepadaNya adalah faktor terbesar yang menyebabkan tumbuhnya kesabaran.
#
{157} {أولئك}؛ الموصوفون بالصبر المذكور {عليهم صلوات من ربهم}؛ أي: ثناء وتنويه بحالهم، {ورحمة}؛ عظيمة، ومن رحمته إياهم أن وفقهم للصبر الذي ينالون به كمال الأجر {وأولئك هم المهتدون}؛ الذين عرفوا الحق، وهو في هذا الموضع علمهم بأنهم لله وأنهم إليه راجعون وعملوا به وهو هنا صبرهم لله، ودلت هذه الآية على أن من لم يصبر فله ضد ما لهم فحصل له الذم من الله والعقوبة والضلال والخسار، فما أعظم الفرق بين الفريقين وما أقل تعب الصابرين وأعظم عناء الجازعين. فقد اشتملت هاتان الآيتان على توطين النفوس على المصائب قبل وقوعها لتخف وتسهل إذا وقعت، وبيان ما تقابل به إذا وقعت وهو الصبر، وبيان ما يعين على الصبر وما للصابرين من الأجر. ويعلم حال غير الصابر بضد حالة الصابر وأن هذا الابتلاء والامتحان سنة الله التي قد خلت ولن تجد لسنة الله تبديلاً وبيان أنواع المصائب.
(157) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," yakni orang-orang yang ber-laku sabar yang disebutkan tadi, ﴾ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ ﴿ "yang mendapat-kan keberkahan yang sempurna dari Rabb mereka," yaitu pujian dan perubahan kondisi mereka, ﴾ وَرَحۡمَةٞۖ ﴿ "dan rahmat" yang agung. Dan di antara rahmatNya kepada mereka adalah bahwa Allah memberi taufik kepada mereka dengan kesabaran yang membuat mereka mendapatkan pahala yang sempurna, ﴾ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ﴿ "dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk," yaitu orang-orang yang mengetahui kebenaran, yaitu pengetahuan mereka bahwa mereka itu adalah milik Allah dan mereka itu akan kembali kepadaNya, serta berbuat karenaNya, dalam hal ini kesabaran mereka, karena Allah سبحانه وتعالى. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak bersabar akan mendapatkan kebalikannya yaitu celaan dari Allah, hukuman, ke-sesatan, dan kerugian. Maka alangkah besarnya perbedaan antara kedua golongan itu. Alangkah sedikitnya kelelahan orang-orang yang bersabar dan alangkah besarnya kesulitan orang-orang yang tidak bersabar. Kedua ayat ini mengandung penguatan jiwa terhadap musi-bah-musibah sebelum terjadi, agar menjadi ringan dan mudah dihadapi bila terjadi, juga penjelasan tentang apa yang harus digu-nakan untuk menghadapinya pada saat terjadinya musibah yaitu kesabaran, penjelasan tentang hal yang membantu dalam bersabar, serta pahala yang diperoleh oleh orang-orang yang bersabar. Ayat ini juga memberitahukan kondisi orang-orang yang tidak bersabar dengan kebalikan dari kondisi orang-orang yang bersabar tadi, dan bahwasanya ujian dan cobaan itu adalah sunnatullah yang telah berlaku atas orang-orang terdahulu, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnatullah, serta penjelasan bermacam-macam musibah.
Ayah: 158 #
{إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (158)}
"Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 158).
#
{158} يخبر تعالى: {إن الصفا والمروة}؛ وهما معروفان {من شعائر الله}؛ أي: أعلام دينه الظاهرة التي تعبَّد الله بها عباده، وإذا كانا من شعائر الله فقد أمر الله بتعظيم شعائره فقال: {ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب}؛ فدل مجموع النصين أنهما من شعائر الله، وأن تعظيم شعائره من تقوى القلوب، والتقوى واجبة على كل مكلف، وذلك يدل على أن السعي بهما فرض لازم للحج والعمرة كما عليه الجمهور، ودلت عليه الأحاديث النبوية، وفعله النبي - صلى الله عليه وسلم -، وقال: «خذوا عني مناسككم». {فمن حج البيت أو اعتمر فلا جناح عليه أن يطوف بهما}؛ هذا دفع لوهم من توهم وتحرج من المسلمين عن الطواف بينهما لكونهما في الجاهلية تعبد عندهما الأصنام، فنفى تعالى الجناح لدفع هذا الوهم لا لأنه غير لازم، ودل تقييد نفي الجناح فيمن تطوف بهما في الحج والعمرة أنه لا يتطوع بالسعي مفرداً إلا مع انضمامه لحج أو عمرة، بخلاف الطواف بالبيت فإنه يشرع مع العمرة والحج وهو عبادة مفردة. فأما السعي والوقوف بعرفة ومزدلفة ورمي الجمار فإنها تتبع النسك، فلو فعلت غير تابعة للنسك كانت بدعة، لأن البدعة نوعان: نوع يتعبد لله بعبادة لم يشرعها أصلاً، ونوع يتعبد له بعبادة قد شرعها على صفة مخصوصة فتفعل على غير تلك الصفة وهذا منه. وقوله: {ومن تطوع}؛ أي: فعل طاعة مخلصاً بها لله تعالى {خيراً}؛ من حج وعمرة وطواف وصلاة وصوم وغير ذلك، فهو خير له؛ فدل هذا على أنه كلما ازداد العبد من طاعة الله ازداد خيره وكماله ودرجته عند الله لزيادة إيمانه، ودل تقييد التطوع بالخير أن من تطوع بالبدع التي لم يشرعها الله ولا رسوله أنه لا يحصل له إلا العناء، وليس بخير له، بل قد يكون شرًّا له إن كان متعمداً عالماً لعدم مشروعية العمل. {فإن الله شاكر عليم}؛ الشاكر والشكور من أسماء الله تعالى الذي يقبل من عباده اليسير من العمل، ويجازيهم عليه العظيم من الأجر الذي إذا قام عبده بأوامره وامتثل طاعته أعانه على ذلك وأثنى عليه ومدحه وجازاه في قلبه نوراً وإيماناً وسعة وفي بدنه قوة ونشاطاً وفي جميع أحواله زيادة بركة ونماء وفي أعماله زيادة توفيق، ثم بعد ذلك يقدم على الثواب الآجل عند ربه كاملاً موفراً لم تنقصه هذه الأمور، ومن شكره لعبده أن من ترك شيئاً لله أعاضه الله خيراً منه، ومن تقرب منه شبراً تقرب منه ذراعاً، ومن تقرب منه ذراعاً تقرب منه باعاً، ومن أتاه يمشي أتاه هرولة، ومن عامله ربح عليه أضعافاً مضاعفة، ومع أنه شاكر فهو عليم بمن يستحق الثواب الكامل بحسب نيته وإيمانه وتقواه ممن ليس كذلك، عليم بأعمال العباد فلا يضيعها بل يجدونها أوفر ما كانت على حسب نياتهم التي اطلع عليها العليم الحكيم.
(158) Allah تعالى mengabarkan, ﴾ إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ ﴿ "Sesungguhnya Shafa dan Marwa," keduanya adalah tempat yang telah diketahui, ﴾ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ ﴿ "adalah sebagian dari syiar Allah," yakni tanda-tanda agamaNya yang jelas yang dipakai oleh hamba-hambaNya untuk beribadah kepada Allah dengannya, dan apabila kedua tempat itu adalah di antara syiar-syiar Allah, maka Allah telah memerintah-kan untuk mengagungkan syiar-syiarNya seraya berfirman, ﴾ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ 32 ﴿ "Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesung-guhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (Al-Hajj: 32). Kedua nash di atas menunjukkan bahwa kedua tempat ter-sebut adalah di antara syiar-syiar Allah, dan mengagungkan syiar-syiar Allah itu timbul dari ketakwaan hati, sedangkan ketakwaan itu wajib atas orang-orang yang telah terbebani kewajiban (mukallaf). Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa melakukan Sa'i di antara dua tempat itu adalah sebuah kewajiban yang pasti dalam ibadah Haji dan Umrah, sebagaimana yang disepakati oleh mayo-ritas ulama, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits dan perbuatan Nabi ﷺ. Beliau ﷺ bersabda, خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ. "Ambillah (contoh) dariku dalam manasik Haji (dan Umrah) kalian."[3] فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ ﴿ "Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa bagi-nya mengerjakan Sa'i antara keduanya." Ayat ini adalah jawaban bagi orang yang ragu dan merasa bersalah di antara kaum Muslimin yang melakukan Sa'i antara keduanya, karena pada masa jahiliyah dulu, kedua tempat tersebut menjadi tempat disembahnya patung-patung, lalu Allah meniadakan dosa untuk menolak keraguan ter-sebut, bukan karena ia merupakan suatu yang tidak wajib. Pemba-tasan peniadaan dosa bagi orang yang sa'i di antara kedua tempat itu saat ibadah Haji dan Umrah menunjukkan bahwa tidaklah seseorang melakukan Sa'i secara tersendiri kecuali disertai dengan Haji atau Umrah, berbeda dengan thawaf di Baitullah, karena ia disyariatkan bersama umrah dan haji karena ia merupakan ibadah yang tersendiri. Adapun Sa'i, Wuquf di Arafah dan Muzdalifah, serta melem-par Jumrah adalah bagian kegiatan yang mengikuti nusuk (tata cara haji), sekiranya Anda melakukannya tanpa mengikuti nusuk, maka perbuatan itu adalah sebuah bid'ah, karena bid'ah itu ada dua macam: Pertama adalah yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang tidak disyariatkan sama sekali, dan kedua adalah yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang disyariatkan oleh-Nya dalam bentuk tertentu tapi dikerjakan dengan bentuk yang lain; dan perbuatan ini termasuk dalam kategori kedua. FirmanNya, ﴾ وَمَن تَطَوَّعَ ﴿ "Dan barangsiapa dengan kerelaan hati," maksudnya, melakukan suatu ketaatan dengan ikhlas karena Allah semata, ﴾ خَيۡرٗا ﴿ "yang baik," seperti Haji, Umrah, Thawaf, Shalat, Puasa dan sebagainya, maka hal itu adalah baik baginya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali ketaatan seorang hamba bertambah kepada Allah, maka bertambah pula kebaikannya, kesempurnaan-nya, dan derajatnya di sisi Allah تعالى, karena bertambahnya keimanan dalam dirinya dan juga menunjukkan akan batas kerelaan hatinya dengan yang baik, dan bahwa barangsiapa yang melakukan suatu bid'ah dengan kerelaan hati, yang tidak disyariatkan oleh Allah تعالى dan tidak pula oleh RasulNya ﷺ, niscaya dia tidak akan memper-oleh apa-apa kecuali lelah semata, dan bukan suatu yang baik untuknya, bahkan kemungkinan bisa menjadi suatu yang buruk baginya jikalau dia melakukannya secara sengaja dan mengetahui tentang tidak disyariatkannya amalan tersebut. ﴾ فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ﴿ "Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." Asy-Syakir dan asy-Syakur (yang Maha Men-syukuri) adalah di antara nama-nama Allah تعالى yang baik, di mana Dia تعالى menerima perbuatan yang sedikit sekali pun dari hamba-Nya, lalu Dia membalasnya dengan pahala yang besar, yakni bila seorang hamba menunaikan perintah-perintahNya dan menunai-kan ketaatan kepadaNya, niscaya Dia akan menolongnya, memu-jinya, dan membalasnya dengan memberikan cahaya (hidayah), keimanan, dan kelapangan dalam hatinya, kekuatan dan semangat dalam dirinya, tambahan keberkahan dan peningkatan dalam segala kondisinya, bertambahnya taufik dalam perbuatannya, kemudian setelah itu Dia mendahulukan balasan yang ditangguhkan di sisi Rabbnya secara sempurna dan lengkap, yang tidak dikurangi oleh perkara-perkara tersebut. Dan di antara syukur Allah kepada hambaNya adalah bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik darinya, barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya sejengkal, Dia akan mendekat kepadanya satu hasta, barangsiapa yang mende-katkan diri kepadaNya satu hasta, Dia akan mendekat kepadanya satu depa, barangsiapa yang menuju kepadaNya dengan berjalan, Dia akan menuju kepadanya dengan berlari kecil, dan barangsiapa yang bermuamalah denganNya, niscaya dia akan beruntung ber-lipat-lipat ganda. Dan di samping bahwa Allah adalah Maha Ber-syukur, Dia pun Maha Mengetahui siapa yang berhak memperoleh balasan sempurna sesuai dengan niat, keimanan, dan ketakwaan-nya dari orang yang tidak seperti itu, Maha Mengetahui perbuatan hamba-hambaNya, tidak menyia-nyiakannya bahkan mereka akan mendapat balasan paling sempurna sesuai niat mereka yang diketa-hui oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Ayah: 159 - 162 #
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ (159) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (160) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (162)}
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada ma-nusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Aku-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka ditangguhkan." (Al-Baqarah: 159-162).
#
{159} هذه الآية وإن كانت نازلة في أهل الكتاب وما كتموا من شأن الرسول - صلى الله عليه وسلم -، وصفاته فإن حكمها عامٌّ لكل من اتصف بكتمان ما أنزل الله {من البينات}؛ الدالات على الحق المظهرات له {والهدى}؛ وهو العلم الذي تحصل به الهداية إلى الصراط المستقيم، ويتبين به طريق أهل النعيم من طريق أهل الجحيم، فإن الله أخذ الميثاق على أهل العلم بأن يبينوا للناس ما منَّ الله به عليهم من علم الكتاب ولا يكتموه، فمن نبذ ذلك وجمع بين المفسدتين: كتم ما أنزل الله والغش لعباد الله فأولئك {يلعنهم الله}؛ أي: يبعدهم ويطردهم عن قربه ورحمته {ويلعنهم اللاعنون}؛ وهم جميع الخليقة، فتقع عليهم اللعنة من جميع الخليقة لسعيهم في غش الخلق وفساد أديانهم وإبعادهم من رحمة الله، فجوزوا من جنس عملهم، كما أن معلم الناس الخير يصلي الله عليه وملائكته حتى الحوت في جوف الماء لسعيه في مصلحة الخلق وإصلاح أديانهم، وقربهم من رحمة الله، فجوزي من جنس عمله. فالكاتم لما أنزله الله مضاد لأمر الله مشاق لله، يبين الله الآيات للناس ويوضحها، وهذا يسعى في طمسها وإخفائها ، فهذا عليه هذا الوعيد الشديد.
(159) Ayat ini walaupun turun kepada Ahli Kitab dan apa yang mereka sembunyikan tentang Rasulullah ﷺ dan sifat-sifat beliau, namun hukum ayat ini tetap bersifat umum kepada setiap orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah تعالى,﴾ مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ ﴿ "berupa keterangan-keterangan yang jelas" yang menunjukkan dan menampakkan kebenaran, ﴾ وَٱلۡهُدَىٰ ﴿ "dan petunjuk," yaitu ilmu yang membawa kepada hidayah menuju ke jalan yang lurus, dan menunjukkan jalan penghuni surga dari jalan penghuni neraka. Sesungguhnya Allah telah mengikat janji kepada para ulama agar mereka menjelaskan kepada manusia apa yang telah Allah karuniakan kepada mereka dari ilmu tentang al-Kitab dan agar mereka tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang me-nyia-nyiakan hal itu dan melakukan dua kerusakan sekaligus, yaitu menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan berlaku curang terhadap hamba-hamba Allah, maka mereka itu ﴾ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ ﴿ "dilaknati oleh Allah," maksudnya, Dia تعالى menjauhkan dan mengusir mereka dari kedekatan kepadaNya dan dari rahmatNya, ﴾ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ﴿ "dan dilaknati pula oleh seluruh makhluk yang dapat melaknati," mereka adalah seluruh makhluk. Laknat akan menimpa mereka dari seluruh makhluk, karena usaha mereka untuk berlaku curang terhadap para makhluk, merusak agama mereka, dan men-jauhkan mereka dari rahmat Allah. Akhirnya mereka pun dibalas sesuai dengan jenis perbuatan mereka, sebagaimana para pengajar manusia kepada kebaikan, maka Allah dan para malaikatNya akan bershalawat atasnya, bahkan ikan paus di lautan yang dalam,[4] karena usahanya dalam memberikan manfaat kepada makhluk, memperbaiki agama mereka, dan mendekatkan mereka kepada rahmat Allah, sehingga dia pun dibalas sesuai dengan jenis per-buatannya. Orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah adalah bertentangan dengan perintah Allah dan menentang Allah. Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepada manusia dan me-nerangkannya, sedangkan orang ini berusaha menghapus dan menyembunyikannya, maka orang ini terkena oleh ancaman yang keras tersebut.
#
{160} {إلا الذين تابوا}؛ أي: رجعوا عما هم عليه من الذنوب ندماً وإقلاعاً وعزماً على عدم المعاودة {وأصلحوا}؛ ما فسد من أعمالهم؛ فلا يكفي ترك القبيح حتى يحصل فعل الحسن، ولا يكفي ذلك في الكاتم أيضاً حتى يبين ما كتمه ويبدي ضد ما أخفى فهذا يتوب الله عليه لأن توبة الله غير محجوب عنها، فمن أتى بسبب التوبة تاب الله عليه لأنه {التواب}؛ أي: الرجاع على عباده بالعفو والصفح بعد الذنب إذا تابوا وبالإحسان والنعم بعد المنع إذا رجعوا {الرحيم}؛ الذي اتصف بالرحمة العظيمة التي وسعت كل شيء، ومن رحمته أن وفقهم للتوبة والإنابة فتابوا وأنابوا ثم رحمهم بأن قبل ذلك منهم لطفاً وكرماً، هذا حكم التائب من الذنب.
(160) ﴾ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ ﴿ "Kecuali mereka yang telah bertaubat," mak-sudnya, mereka kembali dari dosa yang selama ini mereka lakukan dalam keadaan menyesal, merasa bersalah, dan bertekad untuk tidak mengulangi kembali, ﴾ وَأَصۡلَحُواْ ﴿ "dan mengadakan perbaikan" terhadap apa yang telah rusak dari perbuatan-perbuatan mereka. Maka tidaklah cukup hanya meninggalkan suatu kejelekan hingga adanya perbuatan baik, dan hal itu pun tidaklah cukup bagi orang yang menyembunyikan hingga dia menjelaskan apa yang telah dia sembunyikan dan menampakkan kebalikan dari apa yang telah dia sembunyikan. Seperti inilah orang yang akan diampuni oleh Allah, karena ampunan Allah tidaklah terhalang. Barangsiapa yang me-lakukan sebab-sebab ampunan, niscaya Allah akan mengampuni-nya, karena Allah adalah ﴾ ٱلتَّوَّابُ ﴿ "Maha Menerima Taubat," maksud-nya, Maha Menerima kembali hamba-hambaNya dengan penuh maaf dan kerelaan setelah berdosa apabila mereka bertaubat, dan dengan kebajikan serta kenikmatan setelah terputus apabila me-reka kembali, ﴾ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "lagi Maha Penyayang," bersifat kasih sayang yang agung yang meliputi segala sesuatu. Dan di antara kasih sayangNya adalah bahwa Dia memberikan taufik kepada mereka untuk bertaubat dan berserah diri sehingga mereka pun bertaubat dan menyerahkan diri mereka, kemudian Dia merahmati mereka dengan menerima itu semua dengan rasa kasih dan murah hati; inilah hukum orang yang bertaubat dari dosa.
#
{161} وأما من كفر واستمر على كفره حتى مات لم يرجع إلى ربه ولم ينب إليه ولم يتب عن قريب فأولئك {عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين}؛ لأنه لما صار كفرهم وصفاً ثابتاً صارت اللعنة عليهم وصفاً ثابتاً لا تزول، لأن الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً.
(161) Adapun orang yang kafir dan senantiasa dalam keku-furannya hingga ia mati dan tidak kembali kepada Rabbnya, tidak menyerahkan diri kepadaNya, serta tidak bertaubat dengan segera, maka ﴾ عَلَيۡهِمۡ لَعۡنَةُ ٱللَّهِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ﴿ "mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan manusia seluruhnya," karena ketika kekufuran mereka telah menjadi karakter yang menetap pada diri mereka, maka laknat pun menjadi karakter untuk mereka yang tetap dan tidak akan hilang, karena suatu hukum itu tergantung pada alasan-nya dari segi ada atau tidak adanya.
#
{162} {خالدين فيها}؛ أي: في اللعنة أو في العذاب وهما متلازمان {لا يخفف عنهم العذاب}؛ بل عذابهم دائم شديد مستمر {ولا هم ينظرون}؛ أي: يمهلون لأن وقت الإمهال وهو الدنيا قد مضى، ولم يبق لهم عذر فيعتذرون.
(162) ﴾ خَٰلِدِينَ فِيهَا ﴿ "Mereka kekal di dalamnya," yakni dalam laknat atau dalam siksaan itu, dan kedua hal itu saling berkaitan erat, ﴾ لَا يُخَفَّفُ عَنۡهُمُ ٱلۡعَذَابُ ﴿ "tidak akan diringankan siksa dari mereka," bahkan siksa mereka akan selalu ada dan pedih, serta berkesinambungan, ﴾ وَلَا هُمۡ يُنظَرُونَ ﴿ "dan tidak pula mereka ditangguhkan," maksudnya, tidak akan pernah ditunda, karena waktu penundaan yaitu dunia telah berlalu, dan tidak ada lagi yang tersisa bagi mereka suatu alasan pun.
Ayah: 163 #
{وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (163)}
"Dan Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah: 163).
#
{163} يخبر تعالى وهو أصدق القائلين أنه {إله واحد}؛ أي: متوحد منفرد في ذاته وأسمائه وصفاته وأفعاله فليس له شريك في ذاته ولا سمي له ولا كفو له ولا مثل ولا نظير ولا خالق ولا مدبر غيره، فإذا كان كذلك فهو المستحق لأن يؤله ويعبد بجميع أنواع العبادة ولا يشرك به أحد من خلقه لأنه {الرحمن الرحيم}؛ المتصف بالرحمة العظيمة التي لا يماثلها رحمة أحد فقد وسعت كل شيء وعمت كل حي، فبرحمته وجدت المخلوقات وبرحمته حصلت لها أنواع الكمالات، وبرحمته اندفع عنها كل نقمة، وبرحمته عرَّف عباده نفسه بصفاته وآلائه وبين لهم كل ما يحتاجون إليه من مصالح دينهم ودنياهم بإرسال الرسل وإنزال الكتب، فإذا علم أن ما بالعباد من نعمة فمن الله وأن أحداً من المخلوقين لا ينفع أحداً عُلِمَ أن الله هو المستحق لجميع أنواع العبادة وأن يفرد بالمحبة والخوف والرجاء والتعظيم والتوكل وغير ذلك من أنواع الطاعات وأن من أظلم الظلم وأقبح القبيح أن يعدل عن عبادته إلى عبادة العبيد وأن يشرك المخلوقين من تراب برب الأرباب أو يعبد المخلوق المدبر العاجز من جميع الوجوه مع الخالق المدبر القادر القوي الذي [قد] قهر كل شيء، ودان له كل شيء. ففي هذه الآية إثبات وحدانية الباري وإلهيته وتقريرها بنفيها عن غيره من المخلوقين وبيان أصل الدليل على ذلك وهو إثبات رحمته التي من آثارها وجود جميع النعم واندفاع جميع النقم، فهذا دليل إجمالي على وحدانيته تعالى. ثم ذكر الأدلة التفصيلية فقال:
(163) Allah تعالى mengabarkan -dan Dia adalah Yang Maha-benar perkataanNya- bahwa Dia adalah ﴾ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ ﴿ "sesembahan Yang Maha Esa," maksudnya, hanya satu dan sendiri pada DzatNya, nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, tidak ada sekutu bagiNya pada DzatNya, tidak ada yang menyamaiNya, tidak ada bandinganNya, dan yang serupa denganNya, tidak ada yang sesuai denganNya, tidak ada pencipta, tidak ada pengatur selain DiriNya. Oleh karena itu, apabila kondisinya demikian, maka Dia-lah yang berhak dituhankan dan disembah dengan segala bentuk peribadahan, dan tidak satu makhluk pun yang dapat disekutukan denganNya, karena sesungguhnya Dia, ﴾ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Maha Pengasih lagi Maha Penyayang," bersifat rahmat yang agung yang tidak bisa disamakan dengan rahmat seseorang pun, yang meliputi segala sesuatu dan menyebar kepada setiap yang hidup. Karena rahmatNya-lah sehingga para makhluk tercipta, dengan rahmatNya-lah mereka memperoleh berbagai bentuk pelengkap, dengan rahmatNya-lah tercabut darinya segala kesulitan, dengan rahmatNya-lah Dia memperkenalkan diri kepada hambaNya de-ngan sifat-sifat dan karunia-karuniaNya, Dia menjelaskan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dari kemaslahatan agama dan dunia mereka dengan mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab. Apabila diketahui bahwa nikmat yang diperoleh seorang hamba hanyalah dari Allah dan bahwa seseorang dari makhluk tidaklah mampu memberikan manfaat kepada orang lain, maka dari situ diketahuilah bahwa hanya Allah yang berhak atas segala bentuk ibadah, dan hanya Dia-lah yang berhak mendapatkan kecin-taan, rasa takut, harap, pengagungan dan tawakal, serta lain-lain-nya dari berbagai bentuk ketaatan. Kezhaliman yang paling zhalim dan keburukan yang paling buruk adalah di mana beribadah kepa-daNya diubah menjadi beribadah kepada hamba, dan dengan para makhluk yang berasal dari tanah disekutukan dengan Tuhannya segala tuhan, atau seorang hamba menyembah makhluk yang diatur lagi lemah dari segala sisi dengan sang Pencipta lagi Maha Mengatur dan Mampu lagi Kuat, yang menguasai segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk kepadaNya. Ayat ini menunjukkan penetapan akan keesaan dan ketuhanan Sang pencipta, dan penegasannya dengan cara meniadakan hal itu dari selain diriNya dari para makhluk, serta penjelasan tentang dasar dalil terhadap hal itu, yaitu penetapan tentang rahmatNya yang salah satu pengaruhnya adalah adanya segala kenikmatan dan penolakan segala kesulitan. Ini adalah dalil global tentang keesaan Allah تعالى.
Ayah: 164 #
{إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)}
Kemudian Allah menyebutkan dalil-dalil yang terperinci seraya berfirman, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih ber-gantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti." (Al-Baqarah: 164).
#
{164} أخبر تعالى أن في هذه المخلوقات العظيمة آيات؛ أي: أدلة على وحدانية الباري وإلهيته وعظيم سلطانه ورحمته وسائر صفاته، ولكنها {لقوم يعقلون}؛ أي: لمن لهم عقول يعملونها فيما خلقت له، فعلى حسب ما منَّ الله على عبده من العقل ينتفع بالآيات ويعرفها بعقله وفكره وتدبره، ففي {خلق السموات}؛ في ارتفاعها واتساعها وإحكامها وإتقانها وما جعل الله فيها من الشمس والقمر والنجوم وتنظيمها لمصالح العباد وفي خلق {الأرض}؛ مهاداً للخلق يمكنهم القرار عليها والانتفاع بما عليها والاعتبار، ما يدل ذلك على انفراد الله تعالى بالخلق والتدبير وبيان قدرته العظيمة التي بها خلقها، وحكمته التي بها أتقنها وأحسنها ونظمها، وعلمه ورحمته التي بها أودع ما أودع من منافع الخلق ومصالحهم وضروراتهم وحاجاتهم، وفي ذلك أبلغ الدليل على كماله واستحقاقه أن يفرد بالعبادة لانفراده بالخلق والتدبير والقيام بشؤون عباده. وفي {اختلاف الليل والنهار}؛ وهو تعاقبهما على الدوام إذا ذهب أحدهما خلفه الآخر، وفي اختلافهما في الحر والبرد والتوسط، وفي الطول والقصر والتوسط، وما ينشأ عن ذلك من الفصول التي بها انتظام مصالح بني آدم وحيواناتهم، وجميع ما على وجه الأرض من أشجار ونوابت، كل ذلك بانتظام وتدبير وتسخير تنبهر له العقول، وتعجز عن إدراكه من الرجال الفحول ما يدل ذلك على قدرة مصرفها وعلمه وحكمته ورحمته الواسعة ولطفه الشامل وتصريفه وتدبيره الذي تفرد به وعظمته وعظمة ملكه وسلطانه ممّا يوجب أن يؤله ويعبد ويفرد بالمحبة والتعظيم والخوف والرجاء وبذل الجهد في محابه ومراضيه. وفي {الفلك التي تجري في البحر} وهي السفن والمراكب ونحوها مما ألهم الله عباده صنعتها وخلق لهم من الآلات الداخلية والخارجية ما أقدرهم عليها ثم سخر لها هذا البحر العظيم والرياح التي تحملها بما فيها من الركاب والأموال والبضائع التي هي من منافع الناس وبما تقوم مصالحهم وتنتظم معايشهم، فمن الذي ألهمهم صنعتها وأقدرهم عليها وخلق لهم من الآلات ما به يعملونها، أم من الذي سخر لها البحر تجري فيه بإذنه وتسخيره والرياح، أم من الذي خلق للمراكب البرية والبحرية النار والمعادن المعينة على حملها وحمل ما فيها من الأموال، فهل هذه الأمور حصلت اتفاقاً أم استقل بعملها هذا المخلوق الضعيف العاجز الذي خرج من بطن أمه لا علم له ولا قدرة، ثم خلق له ربه القدرة وعلمه ما يشاء تعليمه، أم المسخر لذلك رب واحد حكيم عليم لا يعجزه شيء ولا يمتنع عليه شيء. بل الأشياء قد دانت لربوبيته، واستكانت لعظمته، وخضعت لجبروته. وغاية العبد الضعيف أن جعله الله جزءاً من أجزاء الأسباب التي بها وجدت هذه الأمور العظام، فهذا يدل على رحمة الله وعنايته بخلقه، وذلك يوجب أن تكون المحبة كلها له والخوف والرجاء وجميع الطاعة والذل والتعظيم {وما أنزل الله من السماء من ماء}؛ وهو المطر النازل من السحاب {فأحيا به الأرض بعد موتها}؛ فأظهرت من أنواع الأقوات وأصناف النبات ما هو من ضرورات الخلائق التي لا يعيشون بدونها، أليس ذلك دليلاً على قدرة من أنزله وأخرج به ما أخرج ورحمته ولطفه بعباده وقيامه بمصالحهم وشدة افتقارهم وضرورتهم إليه من كل وجه؟ أَما يوجب ذلك أن يكون هو معبودهم وإلههم؟ أليس ذلك دليلاً على إحياء الموتى ومجازاتهم بأعمالهم؟ {وبث فيها}؛ أي في الأرض {من كلِّ دابة}؛ أي: نشر في أقطار الأرض من الدواب المتنوعة ما هو دليل على قدرته وعظمته ووحدانيته وسلطانه العظيم، وسخرها للناس ينتفعون بها بجميع وجوه الانتفاع: فمنها ما يأكلون من لحمه ويشربون من دره، ومنها ما يركبون، ومنها ما هو ساعٍ في مصالحهم وحراستهم، ومنها ما يعتبر به، ومنها أنه بث فيها من كل دابة فإنه سبحانه هو القائم بأرزاقهم المتكفل بأقواتهم، فما من دابة في الأرض إلا على الله رزقها ويعلم مستقرها ومستودعها. وفي {تصريف الرياح}؛ باردة وحارة وجنوباً وشمالاً وشرقاً ودبوراً وبين ذلك، وتارة تثير السحاب، وتارة تؤلف بينه، وتارة تلقحه، وتارة تدره، وتارة تمزقه، وتزيل ضرره، وتارة تكون رحمة، وتارة ترسل بالعذاب، فمن الذي صرفها هذا التصريف وأودع فيها من منافع العباد ما لا يستغنون عنه، وسخرها ليعيش فيها جميع الحيوانات وتصلح الأبدان والأشجار والحبوب والنوابت إلا العزيز الحكيم الرحيم اللطيف بعباده المستحق لكل ذلٍّ وخضوع ومحبةٍ وإنابة وعبادة، وفي تسخير السحاب بين السماء والأرض على خفته ولطافته يحمل الماء الكثير فيسوقه الله إلى حيث شاء فيحيي به البلاد والعباد ويروي التلول والوهاد وينزله على الخلق وقت حاجتهم إليه، فإذا كان يضرهم كثرته أمسكه عنهم فينزله رحمة ولطفاً ويصرفه عناية وعطفاً، فما أعظم سلطانه وأغزر إحسانه وألطف امتنانه، أليس من القبيح بالعباد أن يتمتعوا برزقه ويعيشوا ببره وهم يستعينون بذلك على مساخطه ومعاصيه، أليس ذلك دليلاً على حلمه وصبره وعفوه وصفحه وعظيم لطفه، فله الحمد أولاً وآخراً وباطناً وظاهراً. والحاصل أنه كلما تدبر العاقل في هذه المخلوقات، وتغلغل فكره في بدائع المبتدعات، وازداد تأمله للصنعة وما أودع فيها من لطائف البر والحكمة علم بذلك أنها خلقت للحق وبالحق، وأنها صحائف آيات وكتب دلالات على ما أخبر به الله عن نفسه ووحدانيته وما أخبرت به الرسل من اليوم الآخر، وأنها مسخرات ليس لها تدبير ولا استعصاء على مدبرها ومصرفها، فتعرف أن العالم العلوي والسفلي كلهم إليه مفتقرون وإليه صامدون، وأنه الغني بالذات عن جميع المخلوقات فلا إله إلا الله، ولا رب سواه.
(164) Allah تعالى mengabarkan bahwa pada makhluk-makh-luk yang besar tersebut ada tanda-tanda, yaitu dalil-dalil bagi ke-esaan Allah, Sang Pencipta, KetuhananNya, keagungan kekuasaan-Nya, kasih sayangNya, dan seluruh sifat-sifatNya, akan tetapi hal itu ﴾ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ﴿ "bagi kaum yang mengerti," maksudnya, bagi mereka yang memiliki akal sehat yang mereka pakai sesuai dengan fung-sinya. Oleh karena itu sebesar apa kadar yang dikaruniakan oleh Allah terhadap hambaNya dari akal tersebut, sebesar itu pula dia mengambil manfaat dari ayat-ayat itu dengan akal, pemikiran, dan perenungannya, maka dalam ﴾ خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ﴿ "penciptaan langit," bagaimana ia ditinggikan, diluaskan, dikokohkan, dan dimantap-kan serta apa yang diciptakan oleh Allah padanya seperti matahari, bulan, dan bintang-bintang, serta pengaturannya demi kemasla-hatan hamba-hambaNya dan dalam penciptaan ﴾ وَٱلۡأَرۡضِ ﴿ "bumi," sebagai tempat istirahat bagi makhluk, yang bisa ditempati sebagai tempat tinggal mereka, dan mengambil manfaat dari segala yang ada padanya, serta menjadi pelajaran, yang semua itu menunjuk-kan pada keesaan Allah تعالى dalam penciptaan dan pengaturan, juga penjelasan akan keagungan Kuasa Allah yang dengannya Dia menciptakan bumi tersebut, juga hikmahNya yang dengannya Dia mengokohkan, memperindah dan merapikannya, ilmu dan rahmat-Nya yang dengannya Dia menyimpan berbagai macam manfaat bagi makhluk, kemaslahatan, keperluan, dan kebutuhan-kebutuhan mereka, dalam hal tersebut maka ayat itu adalah ayat yang paling kuat dalam menunjukkan kesempurnaan Allah dan hakNya untuk diesakan dalam hal ibadah, karena keesaanNya dalam mencipta, mengatur, dan mengurus hamba-hambaNya. Dan dalam ﴾ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ ﴿ "silih bergantinya malam dan siang," maksudnya, saling susul menyusul secara kontinu, apabila salah satunya berlalu, maka yang lain akan menggantikannya, dan pada keadaan silih berganti antara keduanya dalam hal panas, dingin, dan normal, panjang, pendek dan pertengahan, serta apa pun yang diakibatkan olehnya seperti musim-musim yang menjadi bagian dalam keteraturan kemaslahatan anak cucu Adam, hewan-hewan dan seluruh yang berada di atas muka bumi ini dari pepo-honan dan tumbuh-tumbuhan, semua itu dengan teratur, tersusun, dan terlaksana dengan rapi yang dikagumi oleh akal manusia, yang tidak mampu dijangkau oleh orang-orang yang perkasa; semua itu menunjukkan Kuasa Pengaturnya, ilmuNya, hikmahNya, rahmat-Nya yang luas, kelembutanNya yang sempurna, pengaturan dan penertibanNya yang dilakukanNya sendiri, keagunganNya dan keagungan kerajaanNya serta kekuasaanNya, itu semua mengha-ruskan agar Dia diesakan, disembah, dicintai, diagungkan, ditakuti, diharap, serta segala usaha dikerahkan untuk mendapatkan kecin-taan dan keridhaanNya. Dan d a l a m ﴾ وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ ﴿ "bahtera yang berlayar di laut," maksudnya perahu dan kapal atau semacamnya dari benda-benda yang diberikan petunjuk oleh Allah kepada manusia dalam men-ciptakannya, Dia menciptakan buat mereka sarana-sarana bagian dalam maupun bagian luar yang mampu mereka lakukan, kemu-dian Dia menyiapkan untuk mereka lautan yang luas, angin yang membawa kapal mereka dan segala yang ada di dalamnya seperti para penumpang, harta benda, dan barang-barang yang merupa-kan manfaat bagi manusia, dan dengan suatu hal yang tegak di atasnya kemaslahatan mereka dan teraturnya kehidupan mereka. Oleh karena itu, siapakah yang mengilhami mereka untuk membuat kapal, dan membuat mereka mampu menciptakannya? Siapa yang menciptakan untuk mereka alat-alat tersebut yang meru-pakan sarana mereka dalam membuat kapal? Atau siapakah yang menundukkan lautan itu hingga kapal mereka berlayar di atasnya dengan izinNya dan penyiapan lautan serta angin? Atau siapakah yang menciptakan bagi kendaraan laut maupun darat bahan bakar dan pertambangan yang diperuntukkan membawanya dan mem-bawa segala isinya dari harta benda? Apakah perkara-perkara itu semua terjadi dengan suatu kesepakatan? Ataukah dikerjakan sendiri oleh makhluk yang lemah lagi tak berdaya ini, yang keluar dari perut ibunya dengan tidak berilmu dan tidak pula kuasa atas apa pun, kemudian Rabbnya menciptakan untuknya kekuatan dan ilmu sesuai dengan kehendakNya? Ataukah yang melakukan itu adalah Tuhan Yang Satu, Yang Mahabijaksana lagi Maha Me-ngetahui, yang tidak lemah atas segala sesuatu dan tidak terhalang bagiNya sesuatu pun, akan tetapi segala sesuatu itu tunduk di bawah kerububiyahan DiriNya, pasrah dalam keagunganNya, dan patuh terhadap kekuasaanNya? Peran paling tinggi seorang hamba yang lemah adalah bahwa Allah menjadikan dirinya sebagai suatu bagian dari bagian-bagian penyebab yang dengannya terwujudlah perkara-perkara yang besar tersebut. Ini semua menunjukkan rahmat Allah dan perhatianNya kepada makhlukNya. Yang demikian itu mengharuskan agar kecintaan, takut, harap, segala macam ketaatan, ketundukan, dan pengagungan hanyalah untukNya semata. ﴾ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ ﴿ "Dan apa yang diturunkan oleh Allah dari langit berupa air," yaitu hujan yang turun dari awan,﴾ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا ﴿ "lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya," lalu terlihatlah berbagai macam makanan pokok, berbagai bentuk tumbuh-tumbuhan yang menjadi kebutuhan dasar makhluk, di mana mereka tidak akan hidup tanpanya, bukankah hal itu adalah dalil atas Kuasa Dzat yang menurunkannya, yang mengeluarkan dengannya segala yang tumbuh dan dalil atas rahmatNya, kelem-butanNya terhadap hamba-hambaNya, perhatianNya terhadap kemaslahatan mereka, serta besarnya kebutuhan dan keperluan mereka kepadaNya dari segala aspek? Bukankah konsekuensi dari itu semua adalah wajibnya Dia menjadi Dzat yang mereka sembah dan menjadi Rabb mereka? Tidakkah itu adalah sebuah dalil tentang (kekuasaan Allah dalam) menghidupkan yang sudah meninggal dan membalas semua amal-amal mereka? ﴾ وَبَثَّ فِيهَا ﴿ "Dan Dia sebarkan di bumi itu," maksudnya, di muka bumi ﴾ مِن كُلِّ دَآبَّةٖ ﴿ "segala jenis hewan," maksudnya, Dia sebarkan pada segala penjuru bumi, bermacam-macam hewan yang menjadi dalil atas kekuatan besar, keagungan, keesaan, dan kekuasaanNya yang agung, dan Dia menundukkannya untuk manusia agar me-reka manfaatkan dalam segala bentuk pemanfaatan, di antaranya adalah apa yang mereka makan dagingnya, mereka minum air susunya, memakainya sebagai kendaraan, menjadikannya sebagai penolong dalam kemaslahatan dan penjagaan mereka, atau seba-gai pelajaran. Dan Allah تعالى menyebarkan padanya hewan-hewan dan bertanggung jawab atas rizki mereka dan menjamin makanan mereka, karena tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat ditambatkannya. Dan dalam ﴾ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ ﴿ "pengisaran angin," baik yang dingin, panas, selatan, utara, timur, barat dan di antara itu semua, terka-dang menggiring awan, dan terkadang pula mengumpulkannya, terkadang membawa penyemai tanaman dan terkadang mencurah-kannya, terkadang memisahkannya, menghilangkan bahayanya, terkadang menjadi rahmat dan terkadang pula menjadi azab. Siapa-kah yang mengatur semua kejadian-kejadian seperti itu dan yang menyimpan padanya manfaat bagi hamba yang sangat mereka butuhkan? Dia kemudian menundukkannya agar seluruh makhluk dapat hidup di dalamnya, maka berkembanglah manusia, hewan, pepohonan, biji-bijian, dan tumbuh-tumbuhan, tidak ada yang melakukan semua itu melainkan Allah, Dzat yang Mahaperkasa, Mahabijaksana lagi Maha Penyayang dan Lemah Lembut terhadap hamba-hambaNya, yang berhak dihadapkan kepadaNya segala ketundukan, ketaatan, kecintaan, kepasrahan, dan ibadah. Dan dalam menundukkan awan antara langit dan bumi dengan segala kelembutan dan keringanannya tetapi mampu membawa air banyak yang digiring oleh Allah ke tempat yang dikehendakiNya, hingga hiduplah dengannya suatu negeri dan manusia, menyirami pegunungan dan dataran-dataran rendah, menurunkannya bagi manusia saat mereka membutuhkannya, lalu apabila dengan ba-nyaknya yang turun akan membahayakan mereka, pastilah akan Dia tahan untuk mereka, kemudian menurunkannya sebagai rahmat dan kasih sayang, Dia mengaturnya sebagai perlindungan dan penjagaan, juga menunjukkan betapa agung kekuasaan Allah itu, betapa melimpah kebaikanNya, dan betapa kasih karuniaNya. Oleh karena itu, bukankah suatu yang tercela bila hamba menikmati rizkiNya, hidup dengan kebaikanNya, sedang mereka menggunakan semua itu dalam rangka bermaksiat kepadaNya dan dalam kemurkaanNya? Bukankah itu adalah dalil atas kepe-murahan, kesabaran, maaf, pengampunan, dan keagungan kasih sayangNya? Segala puji hanya milikNya, yang pertama dan yang terakhir, lahir maupun batin. Kesimpulannya, bahwa setiap kali seorang yang berakal me-renungkan makhluk-makhluk itu, pikirannya berkonsentrasi pada indahnya penciptaan, lalu semakin jauh ia merenungkan hasil-hasil ciptaan itu dan segala yang dikandungnya dari kebaikan dan hikmah yang dalam, niscaya ia akan mengetahui bahwa mereka itu diciptakan untuk sesuatu yang benar dan dengan sesuatu yang benar, dan bahwasanya semua itu adalah lembaran-lembaran ayat, kitab-kitab, dan dalil-dalil atas apa yang dikabarkan oleh Allah tentang diriNya dan keesaanNya, dan apa yang dikabarkan oleh para Rasul tentang Hari Kiamat, dan bahwasanya semua itu ada-lah hal-hal yang ditundukkan, yang tidak sulit bagi Dzat yang me-ngatur dan mengelolanya. Akhirnya dapat engkau ketahui bahwa alam atas maupun alam bawah, semuanya membutuhkanNya dan bergantung kepadaNya, dan bahwa Dia adalah Dzat yang Maha-kaya secara pribadi dari seluruh makhluk. Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada Rabb selainNya.
Kemudian Allah تعالى berfirman;
Ayah: 165 - 167 #
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ (165) إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ (166) وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ (167)}.
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah selain Allah sebagai tandingan-tandingan; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu ber-lepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti, 'Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.' Demikian-lah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (Al-Baqarah: 165-167).
#
{165 ـ 166 ـ 167} ما أحسن اتصال هذه الآية بالتي قبلها، فغنه تعالى لما بين وحدانيته وأدلتها القاطعة وبراهينها الساطعة الموصولة إل علم اليقين المزيلة لكل شك ذر هنا أن {من الناس}، مع هذا البيان التام {من يتخذ} من المخلوقين {أنداداً} لله؛ أي: نظراء ومثلاء يساويهم في الله بالعبادة والمحبة والتعظيم والطاعة، ومن كان بهذه الحالة ـ بعد إقامة الحجة وبيان التوحيد ـ علم أنه معاند لله، مشاق له، أو معرض عن تدبر آياته، والتفكر في مخلوقاته فليس له أدنى عذر في ذلك، بل قد حقت عليه كلمة العذاب، وهؤلاء الذين يتخذون الأنداد مع الله لا يسوونهم بالله في الخلق والرزق والتدبير، وإنما يسوونهم به في العبادة فيعبدونهم ليقربوهم إليه، وفي قوله اتخذوا دليل على أنه ليس لله ندٌّ وإنما المشركون جعلوا بعض المخلوقات أنداداً له تسمية مجردة ولفظاً فارغاً من المعنى؛ كما قال تعالى: {وجعلوا لله شركاء قل سموهم أم تنبئونه بما لا يعلم في الأرض أم بظاهر من القول}؛ {إن هي إلاَّ أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن يتبعون إلاَّ الظن}. فالمخلوق ليس ندًّا لله لأن الله هو الخالق وغيره مخلوق والرب الرازق ومن عداه مرزوق، والله هو الغني وأنتم الفقراء وهو الكامل من كل الوجوه، والعبيد ناقصون من جميع الوجوه، والله هو النافع الضار، والمخلوق ليس له من النفع والضر والأمر شيء، فعلم علماً يقيناً بطلان قول من اتخذ من دون الله آلهة وأنداداً سواء كان ملكاً أو نبيًّا أو صالحاً أو صنماً أو غير ذلك وإن الله هو المستحق للمحبة الكاملة والذل التام، فلهذا مدح الله المؤمنين بقوله: {والذين آمنوا أشد حبًّا لله}؛ أي: من أهل الأنداد لأندادهم لأنهم أخلصوا محبتهم له وهؤلاء أشركوا بها، ولأنهم أحبوا من يستحق المحبة على الحقيقة الذي محبته هي عين صلاح العبد وسعادته وفوزه. والمشركون أحبوا من لا يستحق من الحب شيئاً ومحبته عين شقاء العبد وفساده وتشتت أمره. فلهذا توعدهم الله بقوله: {ولو يرى الذين ظلموا}؛ باتخاذ الأنداد والانقياد لغير رب العباد وظلموا الخلق بصدهم عن سبيل الله وسعيهم فيما يضرهم {إذ يرون العذاب}؛ أي: يوم القيامة عياناً بأبصارهم {أن القوة لله جميعاً وأن الله شديد العذاب}؛ أي: لعلموا علماً جازماً أن القوة والقدرة لله كلها وأن أندادهم ليس فيها من القوة شيء، فتبين لهم في ذلك اليوم ضعفها وعجزها لا كما اشتبه عليهم في الدنيا، وظنوا أن لها من الأمر شيئاً وأنها تقربهم إليه وتوصلهم إليه فخاب ظنهم، وبطل سعيهم، وحق عليهم شدة العذاب ولم تدفع عنهم أندادهم شيئاً، ولم تغن عنهم مثقال ذرة من النفع، بل يحصل لهم الضرر منها من حيث ظنوا نفعها. وتبرأ المتبعون من التابعين، وتقطعت بينهم الوصل التي كانت في الدنيا لأنها كانت لغير الله وعلى غير أمر الله، ومتعلقة بالباطل الذي لا حقيقة له فاضمحلت أعمالهم، وتلاشت أحوالهم، وتبين لهم أنهم كانوا كاذبين وأن أعمالهم التي يؤملون نفعها وحصول نتيجتها انقلبت عليهم حسرة وندامة وأنهم خالدون في النار لا يخرجون منها أبداً، فهل بعد هذا الخسران خسران؟ ذلك بأنهم اتبعوا الباطل فعملوا العمل الباطل ورجوا غير مرجوٍ وتعلقوا بغير متعلق فبطلت الأعمال ببطلان متعلقها ولما بطلت وقعت الحسرة بما فاتهم من الأمل فيها فضرتهم غاية الضرر، وهذا بخلاف من تعلق بالله الملك الحق المبين، وأخلص العمل لوجهه، ورجا نفعه فهذا قد وضع الحق في موضعه، فكانت أعماله حقًّا لتعلقها بالحق ففاز بنتيجة عمله ووجد جزاءه عند ربه غير منقطع كما قال تعالى: {الذين كفروا وصدوا عن سبيل الله أضل أعمالهم، والذين آمنوا وعملوا الصالحات وآمنوا بما نزل على محمد وهو الحق من ربهم كفر عنهم سيئاتهم وأصلح بالهم، ذلك بأن الذين كفروا اتبعوا الباطل وأن الذين آمنوا اتبعوا الحق من ربهم كذلك يضرب الله للناس أمثالهم}. وحينئذ يتمنى التابعون أن يردوا إلى الدنيا فيتبرؤوا من متبوعهم بأن يتركوا الشرك بالله ويقبلوا على إخلاص العمل لله، وهيهات فات الأمر وليس الوقت وقت إمهال وإنظار، ومع هذا فهم كذبة فلو ردوا لعادوا لما نهوا عنه وإنما هو قول يقولونه وأماني يتمنونها حنقاً وغيظاً على المتبوعين لما تبرؤوا منهم والذنب ذنبهم فرأس المتبوعين على الشر إبليس ومع هذا يقول لأتباعه: {لما قضي الأمر إن الله وعدكم وعد الحق ووعدتكم فأخلفتكم، وما كان لي عليكم من سلطان إلا أن دعوتكم فاستجبتم لي فلا تلوموني ولوموا أنفسكم}.
(165-167) Alangkah tepatnya keterkaitan ayat-ayat ini dengan ayat sebelumnya, di mana setelah Allah تعالى menjelaskan keesaanNya dan dalil-dalil yang pasti atas hal itu serta keterangan-keterangan tajam yang menyampaikan kepada keyakinan hati yang menghilangkan setiap keraguan, Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa ﴾ وَمِنَ ٱلنَّاسِ ﴿ "di antara manusia" dengan adanya semua penjelasan yang sempurna itu, ﴾ مَن يَتَّخِذُ ﴿ "ada orang-orang yang me-nyembah" sebagian dari makhluk-makhluk, ﴾ أَندَادٗا ﴿ "sebagai tanding-an-tandingan" bagi Allah, yakni para sekutu yang mereka samakan dengan Allah dalam ibadah, kecintaan, pengagungan, dan ketaatan. Dan orang yang dalam kondisi seperti ini -setelah penegakan hujjah dan penjelasan tauhid- dapat dipastikan bahwa ia adalah seseorang yang durhaka terhadap Allah تعالى, menentangNya, berpaling dari merenungi ayat-ayatNya dan memikirkan makhluk-makhlukNya, maka ia tidak punya alasan sama sekali dalam hal itu, bahkan pantaslah ia mendapatkan siksaan. Orang-orang yang membuat tandingan-tandingan bagi Allah tersebut, tidaklah menyejajarkan mereka dengan Allah dalam hal mencipta, mengatur (alam), dan memberi rizki, akan tetapi mereka menyamakannya dengan Allah dalam ibadah, hingga mereka me-nyembah tandingan-tandingan tersebut agar dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Pada FirmanNya, ﴾ يَتَّخِذُ ﴿ "Menjadikan," me-rupakan sebuah dalil bahwa Allah tidak memiliki tandingan, akan tetapi kaum musyrikin hanya menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan dari beberapa makhluk hanya sebatas penamaan saja dan kata-kata yang tak berarti, sebagaimana Allah تعالى berfirman, ﴾ وَجَعَلُواْ لِلَّهِ شُرَكَآءَ قُلۡ سَمُّوهُمۡۚ أَمۡ تُنَبِّـُٔونَهُۥ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَم بِظَٰهِرٖ مِّنَ ٱلۡقَوۡلِۗ ﴿ "Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, 'Se-butkanlah sifat-sifat mereka itu.' Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya di bumi, atau kamu mengata-kan (tentang hal itu) sekadar perkataan pada lahirnya saja?" (Ar-Ra'd: 33), dan FirmanNya, ﴾ إِنۡ هِيَ إِلَّآ أَسۡمَآءٞ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ 23 ﴿ "Itu semua tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan." (An-Najm: 23). Oleh karena itu, makhluk bukanlah tandingan bagi Allah تعالى, karena Allah adalah pencipta dan selainNya adalah makhluk, Rabb yang Memberikan rizki, adapun selainNya adalah yang diberi rizki, Allah adalah Mahakaya sedang kalian adalah fakir, Dia Maha-sempurna dari segala aspeknya, sedang hamba serba kekurangan dalam segala aspeknya, Allah-lah yang memberikan manfaat dan mudarat, sedang makhluk tidak memiliki apa-apa dari manfaat, mudarat maupun urusan seperti itu. Maka sangatlah diketahui dengan yakin akan kebatilan perkataan orang-orang yang men-jadikan dari selain Allah sebagai tuhan-tuhan dan tandingan-tan-dingan, baik dari para malaikat, para nabi, orang-orang shalih, patung ataupun yang lainnya, dan bahwasanya Allah-lah yang berhak untuk dicintai secara penuh dan ditaati secara total. Oleh karena itu Allah memuji kaum Mukminin dengan Fir-manNya, ﴾ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ ﴿ "Adapun orang-orang yang beriman, sangat cinta kepada Allah," maksudnya, daripada orang-orang yang membuat tandingan bagi Allah itu kepada tandingan-tandingan tersebut, karena mereka, kaum Mukminin tulus dalam mencintai Allah, sedang mereka menyekutukan Allah dengan tandingan-tandingan tersebut, dan karena mereka (orang-orang beriman) mencintai Dzat yang berhak untuk dicintai secara hakiki yang mana mencintaiNya adalah inti dari segala kebaikan seorang hamba, kebahagiaannya dan keselamatannya, sedang kaum musyrikin mencintai sesuatu yang sama sekali tidak pantas untuk diberikan cinta dan mencintainya adalah inti dari kesengsaraan seorang hamba, kerusakannya, dan kekacauan urusan dirinya. Oleh karena itu, Allah mengancam mereka dengan Firman-Nya, ﴾ وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ ﴿ "Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui" (akibat buruk) dari menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah dan tunduk kepada selain Rabb seluruh makhluk, dan mereka berlaku zhalim terhadap hamba-hambaNya dari jalan Allah serta usaha mereka dalam memudaratkan hamba-hambaNya dengan menghalangi mereka, ﴾ إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ ﴿ "ketika me-reka melihat siksa," yaitu pada Hari Kiamat secara jelas dengan mata mereka sendiri, ﴾ أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ ﴿ "bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal)." Maksudnya, mereka akan mengetahui secara benar dan yakin bahwa kekuatan dan kekuasaan hanya milik Allah semuanya dan bahwasanya tandingan-tandingan mereka itu tidak memiliki kekuatan sedikit pun, maka jelaslah bagi mereka pada saat itu kelemahan dan ketidakmampuannya, tidak seperti apa yang mereka duga saat di dunia, bahkan mereka berpikir bahwa tandingan-tandingan itu memiliki peran dalam hal itu, dan bahwa itu semua akan mendekatkan mereka kepada Allah, serta menyampaikan mereka kepadaNya. Maka sia-sialah dugaan me-reka tersebut, hilanglah usaha mereka, dan patutlah mereka men-dapat azab yang pedih, sedang tandingan-tandingan yang mereka buat itu tidak dapat menolong mereka, dan tidak dapat memberi-kan manfaat sedikit pun, bahkan mereka akan mendapatkan bahaya dari arah yang mulanya mereka sangka ada manfaatnya. Orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari mereka yang mengikutinya dan terputuslah hubungan yang terjalin di antara mereka saat mereka masih di dunia dahulu, sebab hubungan itu terjalin karena selain Allah, dan atas perintah selain Allah, serta berkaitan dengan perkara kebatilan yang tidak ada hakikatnya, yang akhirnya pupuslah amalan mereka, hancurlah kondisi mereka, dan jelaslah bahwa mereka itu adalah orang-orang yang dusta dan bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka yang mereka harapkan manfaatnya dan hasilnya namun terbalik menjadi penyesalan dan kerugian, dan bahwa mereka kekal dalam neraka, tidak akan keluar darinya selamanya, maka adakah kerugian setelah kerugian seperti ini? Yang demikian itu karena mereka mengikuti kebatilan lalu mereka beramal dengan perbuatan yang batil pula. Mereka meng-harapkan perkara yang tidak bisa diharapkan dan bergantung ke-pada sesuatu yang tidak ada gunanya bergantung padanya. Akhir-nya batillah perbuatan-perbuatan mereka karena batilnya tempat mereka bergantung. Dan ketika perbuatan-perbuatan mereka batil, terjadilah kerugian dengan lenyapnya harapan dan malah mem-bahayakan mereka dengan bahaya yang besar. Hal ini sangatlah berbeda jauh dengan orang yang bergantung hanya kepada Allah yang Maha Memiliki kebenaran yang nyata, mengikhlaskan per-buatan hanya karenaNya dan mengharap manfaatnya. Orang yang seperti inilah yang telah meletakkan kebenaran pada tempatnya, di mana perbuatan-perbuatannya adalah benar karena bergantung kepada yang benar, hingga dia berhasil mendapatkan buah dari perbuatannya dan merasakan balasannya pada sisi Rabbnya tanpa terputus, sebagaimana Allah تعالى berfirman, ﴾ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ أَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ 1 وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَءَامَنُواْ بِمَا نُزِّلَ عَلَىٰ مُحَمَّدٖ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡ كَفَّرَ عَنۡهُمۡ سَيِّـَٔاتِهِمۡ وَأَصۡلَحَ بَالَهُمۡ 2 ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱتَّبَعُواْ ٱلۡبَٰطِلَ وَأَنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّبَعُواْ ٱلۡحَقَّ مِن رَّبِّهِمۡۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ أَمۡثَٰلَهُمۡ 3 ﴿ "Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang shalih serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Rabb mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang Mukmin mengikuti yang haq dari Rabb mereka. Demikian-lah Allah membuat untuk manusia permisalan-permisalan bagi mereka." (Muhammad: 1-3). Di saat itu orang-orang yang mengikuti, akan berangan-angan agar dikembalikan lagi ke dunia hingga mereka bisa berlepas diri dari makhluk-makhluk yang mereka ikuti tersebut yaitu dengan meninggalkan kesyirikan terhadap Allah dan kembali beramal dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Namun itu sangatlah mustahil dan telah pupuslah harapan, karena saat itu bukanlah lagi masa penangguhan dan penundaan. Walaupun demikian juga mereka itu adalah orang-orang yang dusta, karena bila pun mereka dikembalikan ke dunia, pastilah mereka akan kembali kepada hal yang telah dilarang bagi mereka, dan apa yang mereka katakan itu hanyalah sebatas angan-angan belaka yang mereka angan-angan-kan dengan rasa jengkel dan marah terhadap orang-orang yang mereka ikuti tersebut ketika berlepas diri dari mereka dan dosa yang telah nyata itu adalah dosa mereka sendiri. Dan pemimpin dari tandingan-tandingan yang diikuti dalam kejahatan itu adalah iblis. Walaupun demikian ia berkata kepada para pengikutnya ﴾ لَمَّا قُضِيَ ٱلۡأَمۡرُ إِنَّ ٱللَّهَ وَعَدَكُمۡ وَعۡدَ ٱلۡحَقِّ وَوَعَدتُّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُكُمۡۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيۡكُم مِّن سُلۡطَٰنٍ إِلَّآ أَن دَعَوۡتُكُمۡ فَٱسۡتَجَبۡتُمۡ لِيۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوٓاْ أَنفُسَكُمۖ ﴿ "tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, 'Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah men-janjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekua-saan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyerumu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencercaku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri'." (Ibrahim: 22).
Ayah: 168 - 170 #
{يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ (170)}
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti lang-kah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Ikuti-lah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab, '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.' (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?" (Al-Baqarah: 168-170).
#
{168} هذا خطاب للناس كلهم مؤمنهم وكافرهم، فامتن عليهم بأن أمرهم أن يأكلوا من جميع ما في الأرض من حبوب وثمار وفواكه وحيوانات حالة كونها {حلالاً}؛ أي: محللاً لكم تناوله ليس بغصب ولا سرقة ولا محصلاً بمعاملة محرمة أو على وجه محرم أو معيناً على محرم {طيباً}؛ أي: ليس بخبيث كالميتة والدم ولحم الخنزير والخبائث كلها. ففي هذه الآية دليل على أن الأصل في الأعيان الإباحة أكلاً وانتفاعاً وأن المحرم نوعان: إما محرم لذاته وهو الخبيث الذي هو ضد الطيب، وإما محرم لما عرض له وهو المحرم لتعلق حق الله أو حق عباده به، وهو ضد الحلال. وفيه دليل على أن الأكل بقدر ما يقيم البنية واجب يأثم تاركه لظاهر الأمر، ولما أمرهم باتباع ما أمرهم به إذ هو عين صلاحهم نهاهم عن اتباع {خطوات الشيطان}؛ أي: طرقه التي يأمر بها، وهي جميع المعاصي من كفر وفسوق وظلم، ويدخل في ذلك تحريم السوائب والحام ونحو ذلك، ويدخل فيه [أيضاً] تناول المأكولات المحرمة. {إنه لكم عدو مبين}؛ أي: ظاهر العداوة فلا يريد بأمركم إلا غشكم وأن تكونوا من أصحاب السعير، فلم يكتف ربنا بنهينا عن اتباع خطواته حتى أخبرنا وهو أصدق القائلين بعداوته الداعية للحذر منه، ثم لم يكتف بذلك حتى أخبرنا بتفصيل ما يأمر به، وأنه أقبح الأشياء، وأعظمها مفسدة، فقال:
(168) Ayat ini dialamatkan kepada seluruh manusia, baik yang Mukmin maupun yang kafir. Allah telah memberikan karunia kepada mereka dengan memerintahkan kepada mereka untuk makan dari seluruh yang ada di bumi seperti biji-bijian, hasil ta-naman, buah-buahan, dan hewan dalam keadaan ﴾ حَلَٰلٗا ﴿ "yang halal," yaitu yang telah dihalalkan buat kalian untuk dikonsumsi, yang bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh dari hasil transaksi bisnis yang diharamkan, atau dalam bentuk yang diharamkan, atau dalam hal yang membawa kepada yang diharamkan, ﴾ طَيِّبٗا ﴿ "lagi baik," maksudnya, bukan yang kotor se-perti bangkai, darah, daging babi, dan seluruh hal-hal yang kotor dan jorok. Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa pada asalnya seluruh benda yang ada itu adalah boleh, hukumnya baik untuk dimakan maupun dimanfaatkan, dan bahwa hal-hal yang diharam-kan darinya itu ada dua macam; pertama, yang diharamkan karena dzatnya yaitu yang kotor yang merupakan lawan dari yang baik (thayyib), kedua, diharamkan karena dikaitkan dengan sesuatu, yaitu yang diharamkan karena bersangkutan dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia, yaitu yang merupakan lawan dari yang halal. Ayat ini juga sebagai dalil bahwa makan dengan kadar untuk memenuhi fitrah adalah wajib, dan akan berdosa orang yang me-ninggalkannya dengan dasar makna perintah yang jelas dari ayat tersebut. Lalu ketika Dia memerintahkan untuk mengikuti apa yang telah diperintahkan kepadanya yang merupakan inti dari kemaslahatan mereka, maka Dia melarang mereka untuk mengikuti, ﴾ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ ﴿ "langkah-langkah setan," maksudnya jalan-jalan yang ia perintahkan, yaitu seluruh kemaksiatan, baik kekufuran, kefa-sikan, dan kezhaliman, dan termasuk dalam hal itu juga adalah pengharaman unta yang diharamkan oleh kaum jahiliyah untuk mereka, demikian juga (sebaliknya) menikmati makanan-makanan yang diharamkan. ﴾ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ ﴿ "Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." Maksud dari permusuhan itu adalah tidaklah ia meme-rintahkan kalian kecuali untuk mencurangi kalian dan agar kalian menjadi penghuni-penghuni neraka. Rabb kita tidak hanya cukup dengan melarang mengikuti langkah-langkah setan, hingga Dia mengabarkan, dan Dia adalah yang paling benar perkataanNya tentang permusuhannya yang harus diwaspadai, kemudian Allah juga tidak cukup sampai di situ saja, Dia mengabarkan tentang pe-rincian perkara yang menjadi target setan dalam godaannya, dan bahwasanya hal itu adalah perkara yang paling buruk dan paling besar kerusakannya, Allah berfirman,
#
{169} {إنما يأمركم بالسوء}؛ أي: الشر الذي يسوء صاحبه، فيدخل في ذلك جميع المعاصي فيكون قوله، {والفحشاء}؛ من باب عطف الخاص على العام لأن الفحشاء من المعاصي ما تناهى قبحه كالزنا وشرب الخمر والقتل والقذف والبخل ونحو ذلك مما يستفحشه من له عقل {وأن تقولوا على الله مالا تعلمون}؛ فيدخل في ذلك القول على الله بلا علم في شرعه وقدره، فمن وصف الله بغير ما وصف به نفسه، أو وصفه به رسوله، أو نفى عنه ما أثبته لنفسه، أو أثبت له ما نفاه عن نفسه؛ فقد قال على الله بلا علم، ومن زعم أن لله ندًّا وأوثاناً تقرب مَنْ عَبَدَها من الله فقد قال على الله تعالى بلا علم، ومن قال: إن الله أحل كذا، أو حرم كذا، أو أمر بكذا، أو نهى عن كذا بغير بصيرة، فقد قال على الله بلا علم، ومن قال: إنَّ الله خلق هذا الصنف من المخلوقات للعلة الفلانية بلا برهان له بذلك؛ فقد قال على الله بلا علم. ومن أعظم القول على الله بلا علم أن يتأول المتأول كلامه أو كلام رسوله على معاني اصطلح عليها طائفة من طوائف الضلال ثم يقول إن الله أرادها، فالقول على الله بلا علم من أكبر المحرمات وأشملها وأكبر طرق الشيطان التي يدعو إليها، فهذه طرق الشيطان التي يدعو إليها هو وجنوده، ويبذلون مكرهم وخداعهم على إغواء الخلق بما يقدرون عليه، وأما الله تعالى فإنه يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي. فلينظر العبد نفسه مع أي الداعيَيْنِ [هو] ومن أي الحِزْبَيْنِ؟ أتتبع داعي الله الذي يريد لك الخير والسعادة الدنيوية والأخروية الذي كل الفلاح بطاعته وكل الفوز في خدمته وجميع الأرباح في معاملة المنعم بالنعم الظاهرة والباطنة، الذي لا يأمر إلا بالخير ولا ينهى إلا عن الشرِّ، أم تتبع داعي الشيطان الذي هو عدو الإنسان الذي يريد لك الشرَّ ويسعى بجهده على إهلاكك في الدنيا والآخرة؟ الذي كل الشرِّ في طاعته وكل الخسران في ولايته، الذي لا يأمر إلا بشرٍّ ولا ينهى إلا عن خير.
(169) ﴾ إِنَّمَا يَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ ﴿ "Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat", yaitu keburukan yang merusak pelakunya. De-ngan demikian, termasuk dalam hal itu adalah seluruh kemaksiatan, sehingga FirmanNya, ﴾ وَٱلۡفَحۡشَآءِ ﴿ "Dan keji," dalam bentuk menyam-bung yang khusus kepada yang umum, karena perbuatan yang keji itu termasuk kemaksiatan yang sangat besar keburukannya seperti perzinaan, meminum khamar, pembunuhan, menuduh orang-orang baik-baik berbuat zina, kebakhilan, dan lain sebagainya dari hal-hal yang dianggap keji oleh orang yang berakal. ﴾ وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." Termasuk dalam hal ini adalah mengatakan se-suatu terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu dalam syariat dan ketentuanNya. Maka, barangsiapa menyifati Allah تعالى dengan selain dari sifat-sifat yang Dia tetapkan untuk DiriNya, atau ditetapkan oleh RasulNya untuk DiriNya, atau menafikan sifat-sifat yang telah Dia sifatkan untuk DiriNya, atau menetapkan sifat-sifat yang telah Dia nafikan dari DiriNya, maka sesungguhnya ia telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu. Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah memiliki tanding-an dan patung-patung yang akan mendekatkan orang-orang yang menyembahnya kepada Allah, sesungguhnya ia telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu. Barangsiapa yang berkata; sesungguhnya Allah telah menghalalkan ini, atau mengharamkan yang itu, atau memerintahkan kepada ini, atau melarang dari yang itu tanpa ilmu (padahal tidak demikian), maka sesungguhnya ia telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu, dan barangsiapa yang berkata, bahwa sesungguhnya Allah telah men-ciptakan kelompok tersebut dari makhluk karena maksud kepen-tingan si fulan tanpa keterangan yang jelas tentang hal itu, sesung-guhnya ia juga telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu. Dan di antara hal yang paling besar dalam mengatakan terha-dap Allah tanpa dasar ilmu adalah, seorang mentakwilkan Firman Allah atau sabda Rasulullah ﷺ terhadap beberapa arti yang dijadi-kan sebagai makna istilah bagi sekelompok orang dari kelompok-kelompok yang sesat kemudian ia berkata bahwa Allah menghen-daki makna tersebut. Oleh karena itu, mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu adalah termasuk dosa yang paling besar dan paling menyeluruh keharamannya, dan jalan setan yang paling jitu yang diserukan kepadanya. Inilah jalan-jalan setan dan para bala tentaranya yang menjadi sasaran seruannya. Mereka berusaha mengerahkan segala makar dan tipu daya mereka dalam memper-dayai makhluk terhadap apa yang telah ditetapkan atasnya. Ada-pun Allah تعالى, sesungguhnya Dia memerintahkan kepada keadilan, kebajikan, memberi nafkah sanak famili, dan melarang dari keke-jian, kemungkaran, dan kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, seorang hamba perlu memperhatikan, seruan dan kelompok mana yang ia pilih? Apakah engkau akan mengikuti seruan Allah yang hanya menghendaki kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat bagimu, di mana segala keberhasilan adalah dengan menaatinya, seluruh kemenangan adalah dalam melayani-Nya, dan semua keuntungan adalah dalam bermuamalah terhadap Dzat yang memberikan rizki dengan rizki-rizki yang lahir maupun yang batin, Dzat yang tidak memerintahkan kecuali kepada kebaik-an, tidak melarang kecuali dari kejahatan? Ataukah engkau meng-ikuti seruan setan yang merupakan musuh dari manusia yang hanya menghendaki keburukan bagimu, yang berusaha dengan segala upayanya dalam menghancurkan dirimu di dunia maupun di akhirat, di mana segala keburukan adalah dalam menaatinya, dan segala kerugian adalah dalam sikap loyal terhadapnya, yang tidak memerintah kecuali kepada keburukan dan tidak melarang kecuali dari kebaikan?
Kemudian Allah تعالى mengabarkan tentang kondisi orang-orang musyrik apabila mereka diperintahkan untuk mengikuti apa yang telah diturunkan oleh Allah terhadap RasulNya dari penje-lasan yang telah berlalu, niscaya mereka akan membenci hal itu dan mereka akan berkata,
#
{170} {بل نتبع ما ألفينا عليه آباءنا} فاكتفوا بتقليد الآباء، وزهدوا في الإيمان بالأنبياء، ومع هذا فآباؤهم أجهل الناس وأشدهم ضلالاً. وهذه شبهة لرد الحق واهية، فهذا دليل على إعراضهم عن الحق ورغبتهم عنه وعدم إنصافهم، فلو هدوا لرشدهم وحسن قصدهم لكان الحق هو القصد، ومن جعل الحق قصده، ووازن بينه وبين غيره، تبين له الحق قطعاً واتبعه إن كان منصفاً. ثم قال تعالى:
(170) ﴾ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ ﴿ "(Tidak), tetapi kami hanya meng-ikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." Mereka merasa cukup hanya mengikuti nenek moyang mereka, dan mereka tidak membutuhkan untuk beriman kepada para Nabi, padahal nenek moyang mereka itu adalah orang-orang yang paling bodoh dan paling sesat. Syubhat ini sangatlah lemah untuk menolak kebenaran. Ini semua adalah tanda tentang berpalingnya mereka dari kebenaran dan kebencian mereka terhadapnya, serta tidak adanya sikap adil pada mereka, sekiranya mereka diberikan hidayah dan kehendak yang tulus, pasti kebenaran itulah yang menjadi target, karena barangsiapa yang menjadikan kebenaran itu sebagai targetnya lalu menimbang-nimbang kebenaran itu dengan yang lainnya, akan jelaslah baginya kebenaran itu secara pasti, lalu ia akan mengikutinya bila ia bersikap adil.
Ayah: 171 #
{وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (171)}
"Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (Al-Baqarah: 171).
#
{171} لما بين تعالى عدم انقيادهم لما جاءت به الرسل وردهم لذلك بالتقليد علم من ذلك أنهم غير قابلين للحق ولا مستجيبين له، بل كان معلوماً لكل أحد أنهم لن يزولوا عن عنادهم، أخبر تعالى أن مثلهم عند دعاء الداعي لهم إلى الإيمان كمثل البهائم التي ينعق لها راعيها وليس لها علم بما يقول داعيها ومناديها، فهم يسمعون مجرد الصوت الذي تقوم به عليهم الحجة، ولكنهم لا يفقهونه فقهاً ينفعهم، فلهذا كانوا صمًّاً لا يسمعون الحق سماع فهم وقبول، عمياً لا ينظرون نظر اعتبار، بُكماً فلا ينطقون بما فيه خير لهم، والسبب الموجب لذلك كله أنه ليس لهم عقل صحيح بل هم أسفه السفهاء وأجهل الجهلاء. فهل يستريب العاقل أن من دُعِيَ إلى الرشاد وذيد عن الفساد، ونُهِيَ عن اقتحام العذاب، وأُمِرَ بما فيه صلاحه وفلاحه وفوزه ونعيمه، فعصى الناصح، وتولى عن أمر ربه، واقتحم النار على بصيرة واتبع الباطل ونبذ الحق أن هذا ليس له مسكة من عقل، وأنه لو اتصف بالمكر والخديعة والدهاء فإنه من أسفه السفهاء.
(171) Ketika Allah تعالى menjelaskan tentang ketidaktaatan mereka terhadap apa yang dibawa oleh para Rasul dan bantahan terhadap mereka atas hal itu dengan menyatakan bahwa itu adalah taklid, maka diketahui dari itu semua bahwa mereka tidak mene-rima kebenaran dan tidak meresponnya, bahkan telah diketahui oleh setiap orang bahwa mereka akan selalu berada pada kedurha-kaan mereka. Kemudian Allah تعالى mengabarkan bahwa perumpa-maan mereka ketika ada orang yang mendakwahi mereka kepada keimanan adalah seperti binatang ternak yang dipanggil oleh pe-nggembalanya dan ia tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh penyeru dan pemanggilnya itu, mereka itu hanya mendengar suara saja yang hujjah itu akan tegak dengannya, akan tetapi mereka tidak memahaminya dengan pemahaman yang bermanfaat bagi mereka. Oleh karena itu, mereka adalah tuli yang tidak mende-ngar kebenaran dengan pendengaran kepahaman dan penerimaan, mereka itu buta, yang tidak melihat dalam rangka mengambil pelajaran, mereka itu bisu, yang tidak dapat berbicara dengan hal yang baik bagi mereka. Dan penyebab dari semua itu adalah karena mereka tidak memiliki akal yang sehat, akan tetapi mereka adalah sebodoh-bodohnya manusia dan sedungu-dungunya orang. Apakah seseorang yang berakal akan ragu bahwa orang yang diserukan kepada petunjuk dan menjauh dari kerusakan, dilarang terjun ke dalam siksaan, ia diperintahkan kepada kebaikan, keber-hasilan, kemenangan dan kenikmatan untuknya, lalu ia bermaksiat kepada orang yang menasihatinya, berpaling dari perintah Rabb-nya, menerobos ke dalam api neraka meski ia tahu dan mengikuti kebatilan serta membuang kebenaran, bahwa yang seperti inilah yang tidak memiliki pegangan akal? Dan bahwasanya bila disertai dengan sifat makar, tipu daya, dan penipuan, maka sesungguhnya ia adalah manusia yang paling dungu.
Ayah: 172 - 173 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (172) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)}
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah. Se-sungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (mema-kannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) me-lampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah: 172-173).
#
{172} هذا أمر للمؤمنين خاصة بعد الأمر العام، وذلك أنهم هم المنتفعون على الحقيقة بالأوامر والنواهي بسبب إيمانهم، فأمرهم بأكل الطيبات من الرزق والشكر لله على إنعامه باستعمالها بطاعته والتقوي بها على ما يوصل إليه، فأمرهم بما أمر به المرسلين في قوله: {يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً}؛ فالشكر في هذه الآية هو العمل الصالح، وهنا لم يقل حلالاً لأن المؤمن أباح الله له الطيبات من الرزق خالصة من التبعة، ولأن إيمانه يحجزه عن تناول ما ليس له. وقوله: {إن كنتم إياه تعبدون}؛ أي: فاشكروه فدل على أن من لم يشكر الله لم يعبده وحده، كما أن من شكره فقد عبده وأتى بما أمر به، ويدل أيضاً على أن أكل الطيب سبب للعمل الصالح وقبوله. والأمر بالشكر عقيب النعم، لأن الشكر يحفظ النعم الموجودة، ويجلب النعم المفقودة، كما أن الكفر ينفر النعم المفقودة، ويزيل النعم الموجودة.
(172) Ayat ini adalah perintah kepada kaum Muslimin secara khusus setelah perintah kepada manusia umumnya. Yang demikian itu karena pada dasarnya merekalah yang mengambil manfaat dari perintah-perintah dan larangan-larangan, disebabkan keimanan mereka, perintah Allah untuk makan hal-hal yang baik dari rizki dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-nikmat-Nya dengan menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan takwa dengan nikmat-nikmat tersebut yang dapat menyampaikan kepada hakikat syukur. Maka Allah memerintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan kepada para Nabi dalam FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًاۖ ﴿ "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerja-kanlah amal yang shalih." (Al-Mu`minun: 51). Bersyukur dalam ayat ini adalah beramal yang shalih. Di sini Allah tidak berkata yang halal, karena seorang Mukmin itu Allah bolehkan baginya hal-hal yang baik dari rizki yang terlepas dari akibat buruk, dan juga karena keimanan seorang Mukmin itu menghalangi dirinya dari menikmati apa yang bukan miliknya. Dan FirmanNya, ﴾ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ﴿ "Jika benar-benar kepadaNya kamu menyembah." Maknanya, maka bersyukurlah kepadaNya. Hal ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak bersyukur kepada Allah, berarti ia tidak menyembah semata-mata hanya kepadaNya, sebagaimana orang yang bersyukur kepadaNya, berarti ia telah beribadah kepadaNya dan menunaikan apa yang telah Dia perin-tahkan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa memakan hal-hal yang baik adalah penyebab amal shalih dan diterimanya amal tersebut. Allah memerintahkan untuk bersyukur setelah mendapatkan kenikmatan, karena dengan bersyukur akan memelihara kenik-matan yang ada tersebut, dan akan memunculkan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sikap kufur nikmat akan menjauhkan kenikmatan yang tidak ada dan meng-hilangkan kenikmatan yang telah ada.
#
{173} ولما ذكر تعالى إباحة الطيبات ذكر تحريم الخبائث فقال: {إنما حرم عليكم الميتة}؛ وهي: ما مات بغير تذكية شرعية؛ لأن الميتة خبيثة مضرة لرداءتها في نفسها ولأن الأغلب أن تكون عن مرض فيكون زيادة مرض ، واستثنى الشارع من هذا العموم ميتة الجراد وسمك البحر فإنه حلال طيب {والدم}؛ أي: المسفوح كما قيد في الآية الأخرى {وما أهل به لغير الله}؛ أي ذبح لغير الله كالذي يذبح للأصنام والأوثان من الأحجار والقبور ونحوها، وهذا المذكور غير حاصر للمحرمات، وجيء به لبيان أجناس الخبائث المدلول عليه بمفهوم قوله: {طيبات}؛ فعموم المحرمات تستفاد من الآية السابقة من قوله: {حلالاً طيباً}؛ كما تقدم وإنما حرم علينا هذه الخبائث ونحوها لطفاً بنا وتنزيهاً عن المضر، ومع هذا {فمن اضطر}؛ أي ألجئ إلى المحرم بجوع وعدم أو إكراه {غير باغ}؛ أي: غير طالب للمحرم مع قدرته على الحلال أو مع عدم جوعه {ولا عاد}؛ أي: متجاوز الحد في تناول ما أبيح له اضطراراً فمن اضطر وهو غير قادر على الحلال، وأكل بقدر الضرورة فلا يزيد عليها {فلا إثم}؛ أي: جناح {عليه}؛ وإذا ارتفع الإثم رجع الأمر إلى ما كان عليه، والإنسان بهذه الحالة مأمور بالأكل بل منهيٌّ أن يلقي بيده إلى التهلكة وأن يقتل نفسه، فيجب إذاً عليه الأكل ويأثم إن ترك الأكل حتى مات فيكون قاتلاً لنفسه، وهذه الإباحة والتوسعة من رحمته تعالى بعباده، فلهذا ختمها بهذين الاسمين الكريمين المناسبين غاية المناسبة فقال: {إن الله غفورٌ رحيم}. ولما كان الحل مشروطاً بهذين الشرطين، وكان الإنسان في هذه الحالة ربما لا يستقصي تمام الاستقصاء في تحقيقها، أخبر [تعالى] أنه غفور، فيغفر [له] ما أخطأ فيه في هذه الحال خصوصاً، وقد غلبته الضرورة، وأذهبت حواسه المشقة. وفي هذه الآية دليل على القاعدة المشهورة «الضرورات تبيح المحظورات»، فكل محظور اضطر له الإنسان فقد أباحه له الملك الرحمن، فله الحمد والشكر أولاً وآخراً وظاهراً وباطناً.
(173) Dan ketika Allah تعالى menyebutkan bolehnya hal-hal yang baik, Dia sebutkan juga haramnya hal-hal yang kotor (keji), melalui FirmanNya, ﴾ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ ﴿ "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai," yaitu binatang yang mati tanpa disembelih secara syar'i, karena bangkai itu kotor lagi berbahaya, karena kejelekan dzatnya, dan karena mayoritas bangkai itu adalah dari penyakit, sehingga menambah penyakitnya. Namun Pembuat syariat mengecualikan dari keumuman tersebut, bangkai belalang dan ikan, karena kedua bangkai itu halal lagi baik. Juga ﴾ وَٱلدَّمَ ﴿ "darah", yaitu yang mengalir (mengucur) sebagaimana yang telah dibatasi oleh ayat yang lain, ﴾ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيۡرِ ٱللَّهِۖ ﴿ "dan binatang yang ketika disembelih disebutkan nama selain Allah," yakni, disembelih untuk selain Allah seperti hewan yang disembelih untuk patung, berhala dari batu, kuburan, dan sebagainya. Hal-hal yang telah disebutkan di atas tidaklah membatasi bagi hal-hal yang diharam-kan. Hal-hal tersebut disebutkan dalam ayat ini hanya untuk men-jelaskan jenis dari hal-hal yang kotor tersebut yang dimaksudkan dari pemahaman terbalik dalam FirmanNya, ﴾ طَيِّبَٰتِ ﴿ "Hal-hal yang baik." Keumuman apa-apa yang diharamkan dapat dipahami dari ayat terdahulu dari FirmanNya, ﴾ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا ﴿ "Halal lagi baik" sebagai-mana yang telah berlalu. Sesungguhnya hal-hal yang kotor itu atau yang semacamnya diharamkan untuk kita, sebagai bentuk kasih sayangNya kepada kita dan pemeliharaan diri dari hal-hal yang berbahaya. Walaupun demikian, ﴾ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ ﴿ "barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya," maksudnya, terpaksa beralih kepada yang haram karena lapar dan tidak punya apa-apa, atau dipaksa, ﴾ غَيۡرَ بَاغٖ ﴿ "sedang dia tidak menginginkannya," yakni, tidak mencari yang haram padahal dia mampu mendapatkan yang halal atau karena tidak adanya rasa lapar, ﴾ وَلَا عَادٖ ﴿ "dan tidak pula melampaui batas," yakni kelewat batas dalam menikmati apa yang telah diharamkan terse-but karena keterpaksaan tadi, maka barangsiapa yang terpaksa dan ia tidak mampu mendapatkan yang halal dan ia makan menurut batas kebutuhan mendasar saja dan tidak lebih dari itu, ﴾ فَلَآ إِثۡمَ ﴿ "maka tidak ada dosa," yakni kesalahan, ﴾ عَلَيۡهِۚ ﴿ "baginya," dan apabila dosa telah dihilangkan, maka perkara itu kembali kepada asal-muasalnya. Dan manusia dalam kondisi seperti ini diperintahkan untuk makan, bahkan ia dilarang untuk mencelakakan dirinya atau membunuh dirinya, maka wajiblah atasnya untuk makan, bahkan ia berdosa jika tidak makan hingga ia meninggal, yang akhirnya dia telah membunuh dirinya sendiri. Pembolehan dan keringanan ini adalah rahmat dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Allah menutup ayat ini dengan dua namaNya yang Mulia lagi sangat sesuai tersebut, seraya berfirman,﴾ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ketika kehalalan itu disyaratkan dengan dua hal tersebut dan manusia dalam kondisi seperti ini kemungkinan tidak mengerah-kan segala upayanya dalam merealisasikannya, maka Allah تعالى mengabarkan bahwasanya Dia adalah Maha Pengampun, Dia akan mengampuninya dari kesalahan yang terjadi dalam kondisi seperti ini khususnya, yang sesungguhnya keterpaksaan itu telah mende-saknya dan kesulitan itu telah menghilangkan segala perasaannya. Ayat ini adalah dalil untuk sebuah kaidah yang terkenal yaitu, اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ. "Kedaruratan membolehkan hal-hal yang diharamkan." Setiap hal yang telah diharamkan sedang manusia sangat membutuhkannya (karena darurat), maka hal itu telah dibolehkan oleh Dzat yang Maha Memiliki lagi Maha Penyayang, karena itu segala pujian hanya bagiNya dan juga rasa syukur yang pertama dan yang terakhir, yang lahir maupun yang batin.
Ayah: 174 - 176 #
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (174) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (175) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (176)}.
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Me-reka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka me-nentang api neraka. Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesung-guhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh." (Al-Baqarah: 174-176).
#
{174 ـ 175} هذا وعيد شديد لمن كتم ما أنزل الله على رسله من العلم الذي أخذ الله الميثاق على أهله أن يبينوه للناس ولا يكتموه، فمن تعوض عنه بالحطام الدنيوي ونبذ أمر الله فأولئك {ما يأكلون في بطونهم إلا النار}؛ لأن هذا الثمن الذي اكتسبوه إنما حصل لهم بأقبح المكاسب وأعظم المحرمات، فكان جزاؤهم من جنس عملهم، {ولا يكلمهم الله يوم القيامة}؛ بل قد سخط عليهم وأعرض عنهم، فهذا أعظم عليهم من عذاب النار، {ولا يزكيهم}؛ أي: لا يطهرهم من الأخلاق الرذيلة، وليس لهم أعمال تصلح للمدح والرضا والجزاء عليها، وإنما لم يزكهم لأنهم فعلوا أسباب عدم التزكية التي أعظم أسبابها العمل بكتاب الله والاهتداء به والدعوة إليه، فهؤلاء نبذوا كتاب الله وأعرضوا عنه واختاروا الضلالة على الهدى والعذاب على المغفرة فهؤلاء لا يصلح لهم إلا النار، فكيف يصبرون عليها؟ وأنَّى لهم الجلد عليها؟
(174-175) Ini merupakan ancaman keras terhadap orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-rasulNya dari ilmu yang telah diambil ikatan janji oleh Allah atas para ulama agar menjelaskan ilmu itu kepada manusia dan tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang menggantinya dengan tujuan-tujuan duniawi lalu mencampakkan perintah Allah, maka orang-orang itu ﴾ مَا يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ إِلَّا ٱلنَّارَ ﴿ "sebe-narnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api," karena harga yang mereka dapatkan itu mereka peroleh dengan jalan pencaharian yang paling jelek dan paling diharamkan, maka balasan mereka adalah sejenis dengan perbuatan mereka, ﴾ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ ﴿ "dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat," bahkan Allah murka kepada mereka dan berpaling dari mereka, dan ini lebih besar bagi mereka daripada siksa neraka, ﴾ وَلَا يُزَكِّيهِمۡ ﴿ "dan tidak menyucikan mereka," maksudnya, tidak me-nyucikan mereka dari akhlak-akhlak yang hina, mereka tidak me-miliki perbuatan-perbuatan yang pantas untuk dipuji, diridhai dan diberi pahala, mereka tidak disucikan karena mereka melakukan perbuatan yang menjadi sebab tidak adanya penyucian, yang mana penyebab-penyebab paling besarnya adalah mengamalkan kitabullah, mengambil petunjuk darinya dan berdakwah kepada-nya, namun mereka malah mencampakkan Kitabullah, berpaling darinya, dan mereka lebih memilih kesesatan daripada petunjuk dan lebih memilih azab daripada ampunan. Maka tidaklah patut bagi mereka kecuali neraka, lalu bagaimana mereka dapat bersabar padanya? Dan bagaimanakah ketegaran mereka di dalamnya?
#
{176} {ذلك}؛ المذكور وهو مجازاته بالعدل ومنعه أسباب الهداية ممن أباها واختار سواها {بأن الله نزل الكتاب بالحق}؛ ومن الحق مجازاة المحسن بإحسانه والمسيء بإساءته، وأيضاً ففي قوله: {نزل الكتاب بالحق}؛ ما يدل على أن الله أنزله لهداية خلقه وتبيين الحق من الباطل والهدى من الضلال، فمن صرفه عن مقصوده فهو حقيق بأن يجازَى بأعظم العقوبة، {وإن الذين اختلفوا في الكتاب لفي شقاق بعيد}؛ أي: وإن الذين اختلفوا في الكتاب فآمنوا ببعضه وكفروا ببعضه والذين حرفوه وصرفوه على أهوائهم ومراداتهم {لفي شقاق}؛ أي: محادة {بعيد}؛ من الحق، لأنهم قد خالفوا الكتاب الذي جاء بالحق الموجب للاتفاق وعدم التناقض، فمرج أمرهم، وكثر شقاقهم، وترتب على ذلك افتراقهم، بخلاف أهل الكتاب الذين آمنوا به، وحكموه في كل شيء، فإنهم اتفقوا، وارتفقوا بالمحبة والاجتماع عليه. وقد تضمنت هذه الآيات الوعيد للكاتمين لما أنزل الله المؤثرين عليه عرض الدنيا بالعذاب والسخط، وأن الله لا يطهرهم بالتوفيق ولا بالمغفرة. وذكر السبب في ذلك بإيثارهم الضلالة على الهدى، فترتب على ذلك اختيار العذاب على المغفرة ثم توجع لهم بشدة صبرهم على النار لعملهم بالأسباب التي يعلمون أنها موصلة لها، وأن الكتاب مشتمل على الحق الموجب للاتفاق عليه وعدم الافتراق، وأن كل من خالفه فهو في غاية البعد عن الحق والمنازعة والمخاصمة. والله أعلم.
(176) ﴾ ذَٰلِكَ ﴿ "Yang demikian itu," yakni yang telah disebut-kan, yaitu pembalasannya dengan adil dan pencegahan Allah dari sebab-sebab hidayah bagi orang yang enggan memilihnya dan lebih memilih selain darinya, ﴾ بِأَنَّ ٱللَّهَ نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّۗ ﴿ "adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran," dan termasuk kebenaran adalah membalas orang yang berbuat baik dengan kebaikan dan membalas orang yang berbuat buruk dengan keburukan. Demikian juga dalam FirmanNya, ﴾ نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّۗ ﴿ "Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran" terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Allah menurunkannya untuk memberi-kan hidayah kepada makhlukNya dan menerangkan kebenaran dari kebatilan dan petunjuk dari kesesatan, dan barangsiapa yang menyimpangkan dari maksud awalnya, maka pantaslah atasnya hukuman yang paling keras. ﴾ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِي ٱلۡكِتَٰبِ لَفِي شِقَاقِۭ بَعِيدٖ ﴿ "Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh," maksudnya, bahwa orang-orang yang berselisih tentang al-Kitab, beriman dengan se-bagiannya, dan ingkar kepada sebagiannya dan orang-orang yang merubahnya serta menyelewengkannya menurut hawa nafsu dan tujuan mereka, ﴾ لَفِي شِقَاقِۭ ﴿ "benar-benar dalam penyimpangan," yakni penyelewengan ﴾ بَعِيدٖ ﴿ "yang jauh" dari kebenaran, karena mereka telah menyelisihi al-Kitab yang datang dengan kebenaran dan pasti serasi dan tidak bertolak belakang, lalu kacaulah kondisi mereka dan banyaklah perselisihan mereka, yang akhirnya mengakibatkan perpecahan. Berbeda dengan ahli Kitab yang beriman kepadanya dan menjadikannya sebagai hakim dalam segala urusan, mereka saling sepakat dan mereka memiliki kebersamaan dengan cinta, serta berkumpul di atasnya. Ayat ini mengandung ancaman bagi orang-orang yang me-nyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan orang-orang yang mendahulukan tujuan-tujuan duniawi dengan siksaan dan kemurkaan, dan bahwasanya Allah تعالى tidak menyucikan mereka dengan taufikNya dan tidak pula dengan ampunanNya. Ayat ini juga menyebutkan sebab kenapa mereka mendahu-lukan kesesatan daripada petunjuk, yang mengakibatkan mereka memilih siksaan daripada ampunan, kemudian ungkapan iba untuk mereka dengan keberanian mereka yang besar terhadap api neraka karena pengetahuan mereka tentang penyebab yang mereka laku-kan yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka tersebut, dan bahwa al-Kitab meliputi kebenaran yang mengharuskan untuk disepakati dan tidak diperselisihkan, dan bahwa setiap orang yang menyelisihinya, maka ia berada jauh sekali dari kebenaran, perten-tangan, dan perseteruan. Wallahu a'lam.
Ayah: 177 #
{لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)}
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan me-nunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, pen-deritaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah: 177).
#
{177} يقول تعالى: {ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب}؛ أي: ليس هذا هو البر المقصود من العباد فيكون كثرة البحث فيه والجدال من العناء الذي ليس تحته إلا الشقاق والخلاف، وهذا نظير قوله - صلى الله عليه وسلم -: «ليس الشديد بالصرعة إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب» ، ونحو ذلك، {ولكن البر من آمن بالله}؛ أي: بأنه إله واحد موصوف بكل صفة كمال منزَّه عن كلِّ نقص {واليوم الآخر}؛ وهو كل ما أخبر الله به في كتابه أو أخبر به الرسول مما يكون بعد الموت {والملائكة}؛ الذين وصفهم الله لنا في كتابه ووصفهم رسوله - صلى الله عليه وسلم -، {والكتاب}؛ أي: جنس الكتب التي أنزلها الله على رسله وأعظمها القرآن فيؤمن بما تضمنه من الأخبار والأحكام. {والنبيين}؛ عموماً، خصوصاً خاتمهم وأفضلهم محمد - صلى الله عليه وسلم - {وآتى المال}؛ وهو كل ما يتمول الإنسان من مال قليلاً كان أو كثيراً أي أعطى المال {على حبه}؛ أي: حب المال بين به أن المال محبوب للنفوس فلا يكاد يخرجه العبد، فمن أخرجه مع حبه له تقرباً إلى الله تعالى كان هذا برهاناً لإيمانه، ومن إيتاء المال على حبه أن يتصدق وهو صحيح شحيح يأمل الغنى ويخشى الفقر، وكذلك إذا كانت الصدقة عن قلة كان أفضل لأنه في هذه الحال يحب إمساكه لما يتوهمه من العُدْم والفقر، وكذلك إخراج النفيس من المال وما يحبه من ماله كما قال تعالى: {لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون}؛ فكل هؤلاء ممن آتى المال على حبه. ثم ذكر المنفق عليه وهم أولى الناس ببرِّك وإحسانك من الأقارب؛ الذين تتوجع لمصابهم وتفرح بسرورهم الذين يتناصرون ويتعاقلون، فمن أحسن البر وأوفقه تعاهد الأقارب بالإحسان المالي والقولي على حسب قربهم وحاجتهم، ومن {اليتامى}؛ الذين لا كاسب لهم وليس لهم قوة يستغنون بها، وهذا من رحمته تعالى بالعباد الدالة على أنه تعالى أرحم بهم من الوالد بولده، فالله قد أوصى العباد وفرض عليهم في أموالهم الإحسان إلى من فقد آباؤهم ليصيروا كمن لم يفقد والديه، ولأن الجزاء من جنس العمل فمن رحم يتيمَ غيره رُحِم يتيمه. {والمساكين}؛ وهم الذين أسكنتهم الحاجة وأذلهم الفقر فلهم حق على الأغنياء بما يدفع مسكنتهم أو يخففها بما يقدرون عليه وبما يتيسر. {وابن السبيل}؛ وهو الغريب المنقطع به في غير بلده. فحث الله عباده على إعطائه من المال ما يعينه على سفره لكونه مظنة الحاجة وكثرة المصارف، فعلى من أنعم الله عليه بوطنه وراحته وخوَّله من نعمته أن يرحم أخاه الغريب الذي بهذه الصفة على حسب استطاعته ولو بتزويده أو إعطائه آلة لسفره أو دفع ما ينوبه من المظالم وغيرها. {والسائلين}؛ أي: الذين تعرض لهم حاجة من الحوائج توجب السؤال، كمن ابتلي بأرش جناية أو ضريبة عليه من ولاة الأمور أو يسأل الناس لتعمير المصالح العامة كالمساجد والمدارس والقناطر ونحو ذلك فهذا له الحق وإن كان غنياً. {وفي الرقاب}؛ فيدخل فيه العتق والإعانة عليه وبذل مال للمكاتَب ليوفي سيده وفداء الأسراء عند الكفار أو عند الظلمة. {وأقام الصلاة وآتى الزكاة}؛ قد تقدم مراراً أن الله تعالى يقرن بين الصلاة والزكاة لكونهما أفضل العبادات، وأكمل القربات عبادات قلبية وبدنية ومالية، وبهما يوزن الإيمان ويعرف ما مع صاحبه من الإيقان، {والموفون بعهدهم إذا عاهدوا}؛ والعهد هو الالتزام بإلزام الله أو إلزام العبد لنفسه فدخل في ذلك حقوق الله كلها، لكون الله ألزم بها عباده والتزموها، ودخلوا تحت عهدتها ووجب عليهم أداؤها، وحقوق العباد التي أوجبها الله عليهم والحقوق التي التزمها العبد كالأيمان والنذور ونحو ذلك. {والصابرين في البأساء}؛ أي: الفقر لأن الفقير يحتاج إلى الصبر من وجوه كثيرة لكونه يحصل له من الآلام القلبية والبدنية المستمرة ما لا يحصل لغيره، فإن تنعم الأغنياء بما لا يقدر عليه تألم وإن جاع أو جاعت عياله تألم، وإن أكل طعاماً غير موافق لهواه تألم، وإن عري أو كاد تألم، وإن نظر إلى ما بين يديه وما يتوهمه من المستقبل الذي يستعد له تألم، وإن أصابه البرد الذي لا يقدر على دفعه تألم، فكل هذه ونحوها مصائب يؤمر بالصبر عليها والاحتساب ورجاء الثواب من الله عليها {والضراء}؛ أي: المرض على اختلاف أنواعه من حمى وقروح ورياح ووجع عضو حتى الضرس والإصبع ونحو ذلك فإنه يحتاج إلى الصبر على ذلك، لأن النفس تضعف والبدنَ يألم وذلك في غاية المشقة على النفوس، خصوصاً مع تطاول ذلك، فإنه يؤمر بالصبر احتساباً لثواب الله تعالى {وحين البأس}؛ أي: وقت القتال للأعداء المأمور بقتالهم، لأن الجلاد يشق غاية المشقة على النفس ويجزع الإنسان من القتل أو الجراح أو الأسر، فاحتيج إلى الصبر في ذلك احتساباً ورجاء لثواب الله تعالى الذي منه النصر والمعونة التي وعدها الصابرين. {أولئك}؛ أي: المتصفون بما ذكر من العقائد الحسنة والأعمال التي هي آثار الإيمان وبرهانه ونوره والأخلاق التي هي جمال الإنسان وحقيقة الإنسانية فأولئك {الذين صدقوا}؛ في إيمانهم لأن أعمالهم صدقت إيمانهم {وأولئك هم المتقون}؛ لأنهم تركوا المحظور وفعلوا المأمور، لأن هذه الأمور مشتملة على كل خصال الخير تضمناً ولزوماً لأن الوفاء بالعهد يدخل فيه الدين كله، ولأن العبادات المنصوص عليها في هذه الآية أكبر العبادات، ومن قام بها كان بما سواها أقوم، فهؤلاء [هم] الأبرار الصادقون المتقون. وقد علم ما رتب الله على هذه الأمور الثلاثة من الثواب الدنيوي والأخروي مما لا يمكن تفصيله في مثل هذا الموضع.
(177) Allah تعالى berfirman, ﴾ لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ ﴿ "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan," maksudnya, hal itu bukanlah suatu kebajikan yang dimaksudkan dari hamba, sehingga banyaknya pembahasan dan perdebatan tentangnya adalah merupakan usaha yang melelahkan yang tidak menghasilkan kecuali perpecahan dan perselisihan. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ, لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ. "Bukanlah orang yang perkasa itu adalah dengan perkelahian, akan tetapi orang yang perkasa itu adalah orang yang mampu menahan dirinya di saat marah,"[5] dan hadits-hadits yang semacamnya, ﴾ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ ﴿ "akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah," maksudnya, bahwa Dia adalah Tuhan yang Esa yang memiliki sifat dengan segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari segala kekurangan, ﴾ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ ﴿ "dan Hari Akhir," yaitu segala hal yang dikabarkan oleh Allah tentangnya dalam kitabNya, atau apa yang telah dikabarkan oleh RasulNya dari hal-hal yang terjadi setelah kematian, ﴾ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ ﴿ "dan para malaikat," yang dijelaskan sifat mereka oleh Allah kepada kita dalam kitabNya dan dijelaskan juga oleh RasulNya ﷺ, ﴾ وَٱلۡكِتَٰبِ ﴿ "dan al-Kitab," yaitu jenis kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-rasulNya, dan yang paling agung adalah al-Qur`an. Maka ia beriman kepada hal-hal yang dikandung olehnya dari kabar maupun hukum. ﴾ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ ﴿ "Dan para Nabi" secara umum, dan khususnya penutup mereka dan paling mulia dari mereka, yaitu Muhammad ﷺ, ﴾ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ ﴿ "dan memberikan harta," yaitu selu-ruh harta yang dikumpulkan oleh manusia sedikit maupun banyak, maksudnya ia memberikan harta ﴾ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ﴿ "yang dicintainya," yaitu cinta harta. Allah تعالى menjelaskan dengan hal ini bahwa harta itu sangat dicintai oleh jiwa dan sebenarnya seorang hamba tidak mau menge-luarkannya, barangsiapa yang mengeluarkannya padahal ia sangat mencintainya dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah, maka hal ini adalah sebagai tanda bagi keimanannya, dan di antara memberikan harta yang dicintainya adalah bersedekah saat dia dalam kondisi sehat lagi kikir yang mana ia sangat mengharapkan kekayaan dan takut dari kemiskinan. Demikian juga bila sedekah dikeluarkan ketika dalam kondisi kekurangan, niscaya itu lebih utama, karena dalam kondisi seperti ini, ia lebih suka menyimpan-nya, ketika ia mencemaskan akan terjadinya kefakiran dan kepapa-an. Demikian pula mengeluarkan barang yang paling berharga dari hartanya dan apa yang ia cintai dari hartanya tersebut sebagaimana Allah berfirman, ﴾ لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ ﴿ "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (Ali Imran: 92). Setiap mereka itu adalah di antara orang-orang yang mem-berikan harta yang ia cintai. Kemudian Allah menjelaskan tentang orang-orang yang ber-hak menerima infak, yaitu orang-orang yang paling utama untuk diberikan kebajikan dan bakti dari kerabat, yang menyentuh hati-mu karena musibah mereka dan membahagiakanmu dengan keba-hagiaan mereka, yaitu yang saling menolong dan saling bersekutu. Maka di antara kebajikan yang paling baik dan paling tepat adalah mengadakan kebajikan terhadap karib kerabat, baik dengan harta maupun perkataan menurut kedekatan dan kebutuhan mereka. Dan di antara mereka adalah ﴾ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ ﴿ "anak-anak yatim" yang tidak memiliki orang yang mencarikan harta untuk mereka dan tidak memiliki kemampuan yang dapat dijadikan sandaran. Ini adalah di antara rahmat Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya yang me-nunjukkan bahwasanya Allah تعالى sangat sayang kepada mereka daripada sayangnya seorang ayah kepada anaknya. Allah telah mewasiatkan kepada hamba-hambaNya, lalu mewajibkan mereka untuk berbuat kebajikan dengan hartanya kepada orang-orang yang kehilangan ayah mereka, agar anak-anak itu seperti anak-anak yang tidak kehilangan kedua orang tuanya, dan karena balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya, yakni barangsiapa yang menya-yangi seorang anak yatim orang lain, niscaya anak yatimnya akan disayangi oleh orang lain. ﴾ وَٱلۡمَسَٰكِينَ ﴿ "Dan orang-orang miskin," yaitu mereka yang dililit kebutuhan dan dihinakan oleh kemiskinan, maka mereka memiliki hak atas orang-orang kaya dalam mencukupi kebutuhan mereka atau meringankannya, sesuai dengan kemampuan dan kelapangan mereka. ﴾ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ ﴿ "Dan musafir (yang memerlukan pertolongan)," yaitu orang asing yang kehabisan bekal di luar negerinya sendiri. Allah menganjurkan hamba-hambaNya untuk memberikan kepadanya beberapa harta yang dapat membantunya dalam perjalanannya, karena perjalanan itu merupakan kondisi yang membutuhkan bantuan dan banyaknya pengeluaran. Oleh karena itu, wajiblah atas orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah pada negerinya dengan segala kemakmurannya dan Allah karuniakan nikmatNya kepadanya agar dia juga bersikap rahmat kepada saudaranya yang asing tersebut menurut kadar kemampuannya, walaupun hanya membekalinya sedikit atau memberikannya sebuah alat perjalanan atau sebuah alat yang dapat menghindarkan dirinya dari kesewe-nang-wenangan, dan lain sebagainya. ﴾ وَٱلسَّآئِلِينَ ﴿ "Dan orang-orang yang meminta-minta," yakni orang-orang yang meminta-minta karena suatu kebutuhan mendesak yang menyebabkan mereka melakukannya, seperti seorang yang diuji dengan denda suatu kejahatan atau beban pajak dari peme-rintah, atau dia meminta-minta kepada manusia untuk memajukan kemaslahatan umum seperti masjid, sekolah, jembatan, dan sema-camnya. Maka yang seperti ini memiliki hak walaupun ia adalah orang kaya. ﴾ وَفِي ٱلرِّقَابِ ﴿ "Dan (memerdekakan) hamba sahaya," termasuk di dalamnya adalah pembebasan budak dan membantunya serta mengusahakan harta untuk seorang budak yang membayar kebe-basannya agar ia mampu menunaikan bayaran kepada tuannya, atau menebus tawanan Muslimin dari kaum kafir atau kaum zhalim. ﴾ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ ﴿ "Dan mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat." Telah sering diterangkan bahwa Allah تعالى menyatukan antara Shalat dan Zakat, karena kedua hal itu adalah sebaik-baik ibadah dan pendekatan diri kepada Allah yang paling sempurna karena memuat ibadah hati, tubuh, dan harta. Dan dengan kedua-nya iman seseorang ditakar dan keyakinan yang ada pada pelaku-nya dapat diukur. ﴾ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ ﴿ "Dan orang-orang yang menepati janjinya bila berjanji." Janji adalah komitmen terhadap apa yang telah diwa-jibkan oleh Allah atau diwajibkan oleh hamba itu sendiri, maka termasuk dalam hal itu adalah seluruh hak-hak Allah, karena Allah telah mewajibkan semuanya atas hamba-hambaNya dan mereka berkomitmen terhadapnya, di mana mereka masuk dalam janji tersebut dan wajib atas mereka untuk menunaikannya, dan juga hak-hak hamba yang telah diwajibkan oleh Allah atas mereka dan hak-hak yang telah diwajibkan oleh seorang hamba sendiri, seperti sumpah dan nadzar atau semacamnya. ﴾ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ ﴿ "Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan," yakni, kemiskinan, karena orang yang miskin membutuhkan kesa-baran dalam banyak aspek, dari apa yang didapatkannya berupa kepedihan hati dan tubuh, yang berkesinambungan yang tidak dirasakan oleh selainnya; apabila seorang kaya menikmati apa yang tidak mampu dinikmatinya, ia akan bersedih, dan apabila ia lapar atau keluarganya lapar, ia pun bersedih, apabila ia makan suatu makanan yang tidak sesuai dengan seleranya, ia bersedih, apabila ia tanpa busana atau hampir tanpa busana ia bersedih, apabila ia melihat apa yang ada pada dirinya dan apa yang ia pre-diksikan pada masa mendatang yang harus dipersiapkan olehnya ia akan bersedih, apabila ia merasa dingin yang tidak mampu ia kendalikan ia bersedih. Seluruh hal tersebut dan yang semacamnya adalah musibah-musibah yang ia diperintahkan untuk bersabar atasnya, berangan akhirat, mengharap pahala dari Allah terhadapnya, ﴾ وَٱلضَّرَّآءِ ﴿ "dan penderitaan," yaitu penyakit dalam berbagai macamnya seperti demam, luka, masuk angin, atau sakit pada suatu anggota tubuh hingga gigi, jari jemari, dan yang semacamnya, di mana dibutuh-kan untuk bersabar atas semua itu, karena jiwa itu lemah dan tubuh merasakan sakit, dan hal itu adalah suatu yang paling sulit bagi jiwa. Terlebih ketika hal itu terjadi lebih lama, maka diperintahkan untuk bersabar atasnya dengan mengharap pahala dari Allah تعالى. ﴾ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ ﴿ "Dan dalam peperangan," yakni saat berperang mengha-dapi musuh-musuh yang diperintahkan untuk diperangi, karena ketegaran itu sangatlah sulit sekali bagi jiwa, dan manusia akan mengalami kegoncangan dari pembunuhan, luka, atau tertawan, maka dibutuhkan kesabaran atas semua itu dengan maksud meng-harap pahala dari Allah تعالى yang dariNya-lah pertolongan dan bantuan yang telah dijanjikan didapatkan bagi orang-orang yang bersabar. ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ﴿ "Mereka itulah," yaitu orang-orang yang memiliki sifat sebagaimana yang telah disebutkan dari keyakinan-keyakinan yang baik, perbuatan yang merupakan pengaruh dari keimanan, bukti nyata dan cahayanya, dan akhlak yang merupakan keindahan dan hakikat kemanusiaan; mereka itulah ﴾ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ ﴿ "orang-orang yang benar" dalam keimanan mereka, karena perbuatan-perbuatan me-reka membenarkan keimanan mereka, ﴾ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ﴿ "dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa," karena mereka meninggalkan hal-hal yang dilarang dan mengerjakan yang diperintahkan, karena perkara-perkara itu meliputi segala unsur-unsur kebaikan, baik secara prediksi maupun yang pasti. Menunaikan janji termasuk menunaikan seluruh ajaran agama, dan karena ibadah-ibadah yang telah ditetapkan oleh nash-nash dalam ayat ini merupakan ibadah yang paling besar, dan barangsiapa yang menunaikannya, niscaya ia akan lebih mampu menunaikan ibadah-ibadah mereka, mereka itulah orang-orang yang baik, benar, dan bertakwa. Sesungguhnya telah diketahui bahwa apa yang akan diberikan oleh Allah atas ketiga perkara tersebut dari pahala duniawi mau-pun ukhrawi tidak mungkin dapat dirinci dalam pembahasan ini.
Ayah: 178 - 179 #
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (178) وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (179)}.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang mer-deka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu ada (ja-minan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 178-179).
#
{178} يَمْتَنُّ تعالى على عباده المؤمنين بأنه فرض عليهم {القصاص في القتلى}؛ أي: المساواة فيه، وأن يقتل القاتل على الصفة التي قتل عليها المقتول، إقامة للعدل والقسط بين العباد، وتوجيه الخطاب لعموم المؤمنين فيه دليل على أنه يجب عليهم كلهم حتى أولياء القاتل حتى القاتل بنفسه إعانة ولي المقتول إذا طلب القصاص، ويمكنه من القاتل، وأنه لا يجوز لهم أن يحولوا بين هذا الحد، ويمنعوا الولي من الاقتصاص كما عليه عادة الجاهلية ومن أشبههم من إيواء المحدِثين. ثم بين تفصيل ذلك فقال: {الحر بالحر}؛ يدخل بمنطوقها الذكر بالذكر، والأنثى بالأنثى؛ والأنثى بالذكر والذكر بالأنثى، فيكون منطوقها مقدماً على مفهوم قوله الأنثى بالأنثى مع دلالة السنة على أن الذكر يقتل بالأنثى، وخرج من عموم هذا الأبوان وإن علوا فلا يقتلان بالولد لورود السنة بذلك مع أن في قوله: {القصاص}؛ ما يدل على أنه ليس من العدل أن يقتل الوالد بولده ولأن ما في قلب الوالد من الشفقة والرحمة ما يمنعه من القتل لولده إلا بسبب اختلال في عقله أو أذية شديدة جدًّا من الولد له، وخرج من العموم أيضاً الكافر بالسنة مع أن الآية في خطاب المؤمنين خاصة، وأيضاً فليس من العدل أن يقتل ولي الله بعدوه، {والعبد بالعبد}؛ ذكراً كان أو أنثى تساوت قيمهما أو اختلفت، ودل بمفهومها على أن الحر لا يقتل بالعبد لكونه غير مساوٍ له، {والأنثى بالأنثى}؛ أخذ بمفهومها بعض أهل العلم فلم يجز قتل الرجل بالمرأة، وتقدم وجه ذلك. وفي هذه الآية دليل على أن الأصل وجوب القود في القتل وأن الدية بدل عنه، فلهذا قال: {فمن عفي له من أخيه شيء}؛ أي: عفا ولي المقتول عن القاتل إلى الدية أو عفا بعض الأولياء فإنه يسقط القصاص وتجب الدية وتكون الخيرة في القود واختيار الدية إلى الولي، فإذا عفا عنه، وجب على الولي؛ أي ولي المقتول أن يتبع القاتل، {بالمعروف}؛ من غير أن يشق عليه ولا يحمله ما لا يطيق، بل يحسن الاقتضاء والطلب ولا يحرجه. وعلى القاتل {أداء إليه بإحسان}؛ من غير مطلٍ ولا نقص ولا إساءة فعلية أو قولية، فهل جزاء الإحسان إليه بالعفو إلا الإحسان بحسن القضاء، وهذا مأمور به في كل ما ثبت في ذمم الناس للإنسان مأمور من له الحق بالاتباع بالمعروف ومن عليه الحق بالأداء بالإحسان ، وفي قوله: {فمن عفي له من أخيه}؛ ترقيق وحث على العفو إلى الدية وأحسن من ذلك العفو مجاناً. وفي قوله: {أخيه}؛ دليل على أن القاتل لا يكفر لأن المراد بالأخوة هنا أخوة الإيمان فلم يخرج بالقتل منها ومن باب أولى أن سائر المعاصي التي هي دون الكفر لا يكفر بها فاعلها وإنما ينقص بذلك إيمانه، وإذا عفا أولياء المقتول أو عفا بعضهم احتقن دم القاتل وصار معصوماً منهم ومن غيرهم، ولهذا قال: {فمن اعتدى بعد ذلك}؛ أي: بعد العفو، {فله عذاب أليم}؛ أي في الآخرة، وأما قتله وعدمه فيؤخذ مما تقدم لأنه قتل مكافئاً له فيجب قتله بذلك، وأما من فسر العذاب الأليم بالقتل، وأن الآية تدل على أنه يتعين قتله ولا يجوز العفو عنه، وبذلك قال بعض العلماء، والصحيح الأول لأن جنايته لا تزيد على جناية غيره.
(178) Allah تعالى memberikan karunia kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dengan mewajibkan atas mereka menegakkan ﴾ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ﴿ "qishash berkenaan dengan orang-orang yang terbunuh," yakni memberikan hukuman yang sama, di mana pelaku pembu-nuhan dibunuh dengan model pembunuhan yang ia lakukan ter-hadap orang yang dibunuhnya, sebagai penegakan keadilan dan kesetaraan antara manusia. Diarahkannya kalimat ini kepada kaum Muslimin secara umum adalah dalil yang menunjukkan bahwa hal itu wajib atas mereka semua -hingga keluarga pelaku pembunuhan atau bahkan hingga pelaku pembunuhan itu sendiri- sebagai bentuk pertolongan bagi keluarga orang yang terbunuh apabila mereka memilih qishash dan memungkinkannya menuntut hal tersebut dari pihak pelaku tersebut, dan tidak dibolehkan bagi mereka untuk merubah hukum tersebut dan menghalangi keluarganya dalam memilih hukum qishash sebagaimana kebiasaan orang-orang jahi-liyah atau orang-orang yang semisalnya dari orang-orang yang melindungi pelaku kezhaliman. Kemudian Allah menjelaskan rincian hal tersebut seraya ber-firman, ﴾ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ ﴿ "Orang merdeka dengan orang merdeka." Menurut makna lafazhnya, termasuk di dalamnya adalah laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, perempuan dengan laki-laki, dan laki-laki dengan perempuan. Maka makna tersurat dari lafazhnya itu lebih didahulukan daripada makna yang terpahami dari FirmanNya, ﴾ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ ﴿ "dan perempuan dengan perempuan," disertai dengan adanya dalil dari as-Sunnah, yaitu bahwa laki-laki juga dibunuh dengan perempuan. Namun kedua orang tua dan seterusnya ke atas tidak termasuk dalam makna yang umum ini, artinya bahwa mereka tidak dibunuh karena membunuh anak, di-sebabkan adanya as-Sunnah yang menjelaskan akan hal tersebut.[6] Padahal dalam FirmanNya, ﴾ ٱلۡقِصَاصُ ﴿ "Hukum qishash," terkandung apa yang menunjukkan bahwa bukanlah suatu keadilan jika se-orang ayah dibunuh karena membunuh anaknya, dan karena dalam hati seorang ayah ada rasa kasih sayang dan rahmat (yang begitu kuat) yang akan menghalanginya dari tindakan membunuh anak-nya sendiri kecuali dengan sebab adanya gangguan pada akalnya atau kedurhakaan yang besar dari anaknya terhadap dirinya. Dan termasuk yang tidak terkait dalam keumuman tersebut adalah seorang kafir, berdasarkan dalil dari as-Sunnah, padahal ayat ini diarahkan khusus untuk kaum Mukminin. Dan juga bukanlah suatu keadilan bila seorang wali Allah dibunuh karena membunuh seorang musuh Allah. ﴾ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ ﴿ "Dan hamba dengan hamba," perempuan ataupun laki-laki, yang sama maupun berbeda kadar harganya. Ayat ini menurut pemahaman terbaliknya menunjukkan bahwa seorang yang merdeka tidak dibunuh karena membunuh hamba, karena tidak sama derajatnya. ﴾ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ ﴿ "Dan wanita dengan wanita." Sebagian ulama mengambil dari pemahaman terbaliknya adalah bahwa laki-laki tidak dibunuh karena membunuh perempuan, dan hal ini telah dibahas sebelumnya. Ayat ini menunjukkan bahwa pada dasarnya hukum qishash adalah wajib dalam masalah pembunuhan, dan bahwa membayar diyat itu adalah sebagai penggantinya. Oleh karena itu Allah ber-firman, ﴾ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ ﴿ "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya," maksudnya, keluarga orang yang terbu-nuh memaafkan pembunuhnya untuk diganti dengan membayar diyat saja atau sebagian keluarga terbunuh memaafkan, maka gugurlah hukum qishash dan wajiblah hukum membayar diyat atas si pembunuh. Penentuan pilihan pada tuntutan qishash dan pilihan membayar diyat, kembali kepada wali yang terbunuh. Apabila dia memaafkan pembunuhnya, maka wajiblah atas wali itu hukum tersebut, yakni wali si terbunuh, untuk mengikuti (kesanggupan) si pembunuh ﴾ بِٱلۡمَعۡرُوفِ ﴿ "dengan cara yang baik," tanpa memberatkan-nya dan membebaninya dengan suatu yang tidak mampu dipikul-nya, akan tetapi hendaknya ia menuntut dan meminta dengan baik serta tidak menyusahkannya, dan hendaklah si pembunuh juga ﴾ وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖۗ ﴿ "membayar diyat kepada yang memaafkan dengan cara yang baik (pula)," dengan tidak menunda-nunda, tidak kurang dan tidak berbuat kejelekan, baik perkataan maupun perbuatan. Dan tidak ada balasan kebaikan dengan pemaafan itu, kecuali kebaikan (pula) dengan menunaikannya dengan baik. Ini sangat diperintahkan dalam segala hal yang bersangkutan dengan hak-hak manusia, yaitu seseorang yang memiliki hak dipe-rintahkan untuk menuntut dengan cara yang baik, dan orang yang diwajibkan untuk menunaikan hak orang lain, juga harus menunai-kannya dengan cara yang baik pula. Dan dalam FirmanNya,﴾ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ ﴿ "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya," terkandung sikap kelembutan hati dan anjuran kepada tindakan memaafkan dengan berpindah kepada mengambil bayaran diyat, dan tentunya yang lebih baik dari itu adalah tindakan me-maafkan tanpa bayaran. Dalam FirmanNya, ﴾ أَخِيهِ ﴿ "Saudaranya," terkandung dalil yang menunjukkan bahwa pelaku pembunuhan itu bukanlah kafir, karena yang dimaksud dengan persaudaraan di sini adalah per-saudaraan dengan ikatan keimanan, dan dia tidak akan dikatakan terlepas dari ikatan itu dengan pembunuhan tersebut, maka lebih patut lagi hal seperti itu berlaku pada masalah kemaksiatan yang tidak menyebabkan kekufuran, pelakunya tidaklah dikafirkan karena melakukan kemaksiatan tersebut, hanya saja keimanannya berkurang. Apabila keluarga orang yang terbunuh atau sebagian dari mereka memaafkan, maka darah pembunuhnya haram ditum-pahkan oleh mereka maupun oleh selain mereka. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ ﴿ "Barangsiapa yang melampaui batas setelah itu," yakni, setelah adanya pemaafan, ﴾ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ ﴿ "maka baginya siksa yang pedih," maksudnya, di akhirat. Adapun membunuhnya ataupun tidak membunuhnya, maka diambil dari yang sebelumnya karena ia telah membunuh yang sederajat de-ngannya, maka ia pun harus dibunuh karenanya. Adapun orang yang menafsirkan siksa yang pedih itu dengan membunuh dan bahwa ayat ini menunjukkan wajibnya membunuh si pembunuh serta tidak bolehnya dimaafkan, maka pendapat seperti ini telah dikatakan oleh sebagian ulama, tetapi yang lebih benar adalah yang pertama, karena pelanggarannya tidak lebih dari pelanggaran yang lainnya.
Kemudian Allah تعالى menjelaskan hikmah yang agung dari syariat hukum qishash seraya berfirman,
#
{179} {ولكم في القصاص حياة}؛ أي: تنحقن بذلك ال