Ayah:
TAFSIR SURAT ATH-THALAQ ( Talak )
TAFSIR SURAT ATH-THALAQ ( Talak )
Madaniyah
"Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang."
Ayah: 1 - 3 #
{يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (1) فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)}.
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (di-izinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui, barang-kali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah sampai masa (akhir iddah)nya, maka rujukilah me-reka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan per-saksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikian-lah diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, nis-caya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 1-3).
#
{1} يقول تعالى مخاطباً لنبيِّه [محمد]- صلى الله عليه وسلم - وللمؤمنين: {يا أيُّها النبيُّ إذا طلَّقْتُم النساءَ}؛ أي: [إذا] أردتم طلاقهنَّ، {فـ}: التمسوا لطلاقهنَّ الأمر المشروع، ولا تبادروا بالطَّلاق من حين يوجد سببه من غير مراعاةٍ لأمر الله، بل {طلِّقوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ}؛ أي: لأجل عدَّتهن؛ بأن يطلِّقَها زوجها وهي طاهرٌ في طهرٍ لم يجامِعْها فيه؛ فهذا الطلاق هو الذي تكون العدَّة فيه واضحةً بيِّنة؛ بخلاف ما لو طلَّقَها وهي حائضٌ؛ فإنَّها لا تحتسب تلك الحيضة التي وقع فيها الطلاق، وتطول عليها العدَّة بسبب ذلك، وكذلك لو طلَّقَها في طهرٍ وطئ فيه؛ فإنَّه لا يؤمَن حملها، فلا يتبيَّن ولا يتَّضح بأيِّ عدَّةٍ تعتدُّ، وأمر تعالى بإحصاء العدَّة، أي: ضبطها بالحيض إن كانت تحيض، أو بالأشهر إن لم تكن تحيضُ وليست حاملاً؛ فإنَّ في إحصائها أداءً لحقِّ الله، وحق الزوج المطلِّق، وحقِّ من سيتزوجها بعد، وحقِّها في النفقة ونحوها؛ فإذا ضبطت عدَّتها؛ علمت حالها على بصيرةٍ، وعلم ما يترتّب عليها من الحقوق وما لها منها، وهذا الأمر بإحصاء العدَّة يتوجَّه للزوج وللمرأة إن كانت مكلَّفة، وإلاَّ؛ فلوليِّها. وقوله: {واتَّقوا الله ربَّكم}؛ أي: في جميع أموركم، وخافوه في حقِّ الزوجات المطلَّقات. فـ {لا تخرجوهنَّ من بيوتهنَّ}: مدة العدَّة، بل تلزم بيتها الذي طلَّقها زوجها وهي فيه. {ولا يَخْرُجْنَ}؛ أي: لا يجوز لهنَّ الخروج منها، أما النَّهي عن إخراجها؛ فلأنَّ المسكن يجب على الزوج للزوجة لتستكمل فيه عدَّتها التي هي حقٌّ من حقوقه، وأما النهي عن خروجها؛ فلما في خروجها من إضاعة حقِّ الزوج وعدم صونه، ويستمرُّ هذا النهي عن الخروج من البيوت والإخراج إلى تمام العدَّة. {إلاَّ أن يأتينَ بفاحشةٍ مُبَيِّنَةٍ}؛ أي: بأمر قبيح واضح موجبٍ لإخراجها؛ بحيث يُدْخِلُ على أهل البيت الضَّرر من عدم إخراجها؛ كالأذى بالأقوال والأفعال الفاحشة؛ ففي هذه الحال يجوز لهم إخراجُها؛ لأنَّها هي التي تسبَّبت لإخراج نفسها، والإسكانُ فيه جبرٌ لخاطرها ورفقٌ بها؛ فهي التي أدخلت الضرر عليها. وهذا في المعتدَّة الرجعيَّة، وأمَّا البائن؛ فليس لها سكنى واجبةٌ؛ لأنَّ السكنى تبعٌ للنفقة، والنفقة تجب للرجعيَّة دون البائن. {وتلك حدودُ الله}؛ أي: التي حدَّها لعباده وشرعها لهم وأمرهم بلزومها والوقوف معها، {ومن يتعدَّ حدودَ الله}: بأن لم يقف معها، بل تجاوَزها أو قصَّر عنها، {فقد ظلم نفسَه}؛ أي: بخسها حقَّها ، وأضاع نصيبه من اتِّباع حدود الله التي هي الصلاحُ في الدُّنيا والآخرة. {لاتَدْري لعلَّ الله يحدِثُ بعد ذلك أمراً}؛ أي: شرع الله العدَّة، وحدَّد الطلاق بها لحِكَم عظيمةٍ: فمنها: أنَّه لعلَّ الله يحدِثُ في قلب المطلِّق الرحمة والمودَّة، فيراجع من طلَّقها، ويستأنف عشرتها، فيتمكَّن من ذلك مدَّة العدة، أو لعلَّه يطلِّقها لسبب منها، فيزول ذلك السبب في مدَّة العدَّة، فيراجعها؛ لانتفاء سبب الطلاق. ومن الحِكَم أنَّها مدة التربُّص يُعلم براءة رحمها من زوجها.
(1) Allah سبحانه وتعالى berfirman mengajak bicara Nabi Muhammad a dan kaum Mukminin, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ ﴿ "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu," maksudnya, jika engkau ingin menceraikan mereka, ﴾ ف َ ـ ﴿ "maka," carilah alasan syar'i ketika mencerai mereka, jangan langsung mencerai hanya disebabkan tidak mengindahkan perintah Allah سبحانه وتعالى, tapi ﴾ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ ﴿ "hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya," maksudnya, pada waktu iddah mereka, yaitu, dengan cara menceraikan istri ketika ia sedang suci dan belum dicampuri selama masa suci itu. Talak inilah yang iddahnya dapat diketahui dengan jelas. Lain hal-nya ketika dicerai pada waktu haid. Haid tersebut tidak terhitung dalam masa talak sehingga masa iddahnya memanjang karenanya. Begitu juga jika dicerai ketika istri sedang suci namun sudah di-campuri, sebab dimungkinkan istrinya hamil. Di samping itu tidak jelas dari manakah ia mulai masa iddah. Dan Allah سبحانه وتعالى memerintah-kan untuk menghitung masa iddah. Patokannya adalah haid jika wanita yang dicerai dalam keadaan haid. Karena menghitung iddah dalam masa itu merupakan penunaian hak Allah سبحانه وتعالى, hak suami yang menceraikan, hak lelaki lain yang akan menikahinya, hak wanita yang dicerai untuk mendapatkan nafkah dan hak-hak lain-nya. Jika iddahnya telah diketahui secara pasti, maka keadaannya juga bisa diketahui, serta hak-hak yang akan didapatkan si wanita yang dicerai serta apa yang akan didapatkan dari mantan suaminya. Perintah untuk menghitung iddah ini ditujukan pada suami dan istri jika memang termasuk mukallaf (sudah terbebani kewajiban beribadah), jika belum baligh, maka yang bertugas menghitung iddah adalah walinya. Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ رَبَّكُمۡۖ ﴿ "Serta bertakwalah kepada Allah, Rabbmu," di segala urusan kalian dan takutlah padaNya dalam hak istri yang dicerai. Maka ﴾ لَا تُخۡرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ ﴿ "janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka," selama masa iddah, tapi biarkan ia berada di rumah tempat suaminya menceraikannya. ﴾ وَلَا يَخۡرُجۡنَ ﴿ "Dan janganlah mereka (diizinkan) keluar," maksudnya, mereka tidak boleh keluar dari rumahnya. Berkaitan dengan la-rangan mengeluarkan wanita yang dicerai dari rumahnya, karena hak menempati merupakan kewajiban yang harus ditanggung suami hingga masa iddahnya selesai. Hak menempati rumah meru-pakan salah satu dari beberapa haknya. Sedangkan larangan bagi wanita yang dicerai untuk keluar rumah adalah karena hal itu menyia-nyiakan hak suami dan tidak adanya tanggungjawab pihak suami. Larangan untuk mengeluarkan istri yang dicerai dari rumah dan larangan bagi istri yang dicerai keluar rumah ini berlaku hingga masa iddah selesai. ﴾ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ ﴿ "Kecuali kalau mereka menger-jakan perbuatan keji yang terang." Maksudnya, dengan sesuatu yang tercela dan jelas yang mengharuskannya untuk diusir karena kebe-radaannya di dalam rumah menimbulkan dampak berbahaya bagi keluarga seperti mengeluarkan kata-kata dan perbuatan keji. Dalam kondisi seperti ini, suami dibolehkan mengusir istri yang dicerai itu karena dia sendirilah yang menyebabkannya diusir. Adapun tujuan dari penempatan istri yang dicerai di dalam rumah suami yang menceraikannya selama masa iddah adalah sebagai pelipur lara dan sebagai tindakan lemah lembut baginya. Dia sendirilah yang menimbulkan dampak berbahaya bagi dirinya sendiri. Hukum ini berlaku bagi wanita yang cerai raj'i (yang boleh rujuk) selama masa iddah. Adapun wanita yang dicerai ba`in (yang tidak boleh rujuk), maka tidak ada hak tinggal yang wajib. Karena hak tinggal itu berkaitan dengan hak nafkah. Dan nafkah itu hanya wajib dibe-rikan pada wanita yang dicerai raj'i, bukan ba`in. ﴾ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ ﴿ "Itulah hukum-hukum Allah," yang ditentukan pada hamba-hambaNya, disyariatkan untuk mereka, diperintahkan agar dilaksanakan dan diindahkan. ﴾ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ ﴿ "Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah," dengan tidak diindahkan tapi malah diterjang atau tidak ditunaikan secara baik, ﴾ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ ﴿ "maka sungguh dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri." Me-rugikan haknya dan menyia-nyiakan bagiannya dengan tidak me-nuruti hukum-hukum Allah سبحانه وتعالى yang merupakan kebaikan dunia akhirat. ﴾ لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرٗا ﴿ "Kamu tidak mengetahui, barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى mensyariatkan iddah dan membatasi talak dengan iddah tersebut karena beberapa hikmah besar, di antaranya agar Allah سبحانه وتعالى memberikan rasa kasih sayang dan cinta dalam hati suami yang menceraikan istrinya sehingga ia menarik kembali talaknya kemu-dian melanjutkan lagi kehidupan bersama. Hal ini bisa terjadi selama masa iddah. Atau bisa jadi karena si suami mentalaknya karena suatu sebab kemudian sebab itu hilang selama masa iddah kemu-dian rujuk kembali, karena sebab talak sudah tidak ada. Di antara hikmah iddah lainnya adalah diketahuinya kekosongan rahim istri yang dicerai dari bibit suaminya.
#
{2} وقوله: {فإذا بَلَغْنَ أجَلَهُنَّ}؛ أي: [إذا] قاربن انقضاء العدَّة؛ لأنهنَّ لو خرجنَ من العدَّة؛ لم يكن الزوج مخيَّراً بين الإمساك والفراق، {فأمسكوهنَّ بمعروفٍ}؛ أي: على وجه المعاشرة الحسنة والصحبة الجميلة، لا على وجه الضِّرار وإرادة الشرِّ والحبس؛ فإنَّ إمساكها على هذا الوجه لا يجوز، {أو فارِقوهنَّ بمعروفٍ}؛ أي: فراقاً لا محذور فيه، من غير تشاتُم ولا تخاصُم ولا قهرٍ لها على أخذ شيءٍ من مالها، {وأشهدوا}: على طلاقها ورجعتها، {ذَوَيْ عدلٍ منكم}؛ أي: رجلين مسلميْنِ عَدْلَيْنِ؛ لأنَّ في الإشهاد المذكور سدًّا لباب المخاصمة وكتمان كلٍّ منهما ما يلزم بيانه، {وأقيموا}: أيُّها الشهداء {الشهادةَ لله}؛ أي: ائتوا بها على وجهها من غير زيادةٍ ولا نقصٍ، واقصدوا بإقامتها وجهَ الله تعالى ، ولا تُراعوا بها قريباً لقرابته ولا صاحباً لمحبَّته. {ذلكم}: الذي ذكَرنا لكم من الأحكام والحدود، {يوعَظُ به مَن كان يؤمنُ باللهِ واليوم الآخر}: فإنَّ الإيمان بالله واليوم الآخر يوجِبُ لصاحبه أن يتَّعِظَ بمواعظ الله وأن يقدِّم لآخرته من الأعمال الصالحة ما يتمكَّن منها ؛ بخلاف من ترحَّل الإيمان من قلبه؛ فإنَّه لا يبالي بما أقدم عليه من الشرِّ، ولا يعظِّم مواعظ الله؛ لعدم الموجب لذلك. ولما كان الطلاق قد يوقع في الضيق والكرب والغمِّ؛ أمر تعالى بتقواه، ووعد مَنْ اتَّقاه في الطلاق وغيره بأن يجعل له فرجاً ومخرجاً. فإذا أراد العبد الطلاق، ففعله على الوجه الشرعيِّ، بأن أوقعه طلقةً واحدةً في غير حيضٍ ولا طهرٍ أصابها فيه ؛ فإنه لا يضيق عليه الأمر، بل جعل الله له فرجاً وسعةً يتمكَّن بها من الرجوع إلى النّكاح إذا ندم على الطلاق. والآية وإن كانت في سياق الطلاق والرجعة؛ فإنَّ العبرة بعموم اللفظ فكل من اتقى الله [تعالى] ولازم مرضاته في جميع أحواله؛ فإنَّ الله يثيبه في الدُّنيا والآخرة، ومن جملة ثوابه أن يجعل له فرجاً ومخرجاً من كلِّ شدَّة ومشقَّة، وكما أنَّ من اتَّقى الله؛ جعل له فرجاً ومخرجاً؛ فمن لم يتَّق الله؛ يقع في الآصار والأغلال التي لا يقدر على التخلُّص منها والخروج من تَبِعَتها، واعتبرْ ذلك في الطلاق ؛ فإنَّ العبد إذا لم يَتَّق الله فيه، بل أوقعه على الوجه المحرَّم؛ كالثلاث ونحوها؛ فإنَّه لا بدَّ أن يندم ندامةً لا يتمكَّن من استدراكها والخروج منها.
(2) Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ ﴿ "Apabila mereka telah sampai masa (akhir iddah)nya," maksudnya, jika mereka telah men-dekati akhir iddahnya karena seandainya ketika iddah mereka telah usai, tentu suaminya tidak lagi memiliki pilihan antara merujuk atau melepas, ﴾ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ ﴿ "maka rujukilah mereka dengan baik," dengan cara pergaulan yang baik dan indah, bukan dengan cara yang membahayakan atau menghendaki keburukan dan ingin me-nahannya, karena merujuk dengan cara seperti ini tidak dibolehkan, ﴾ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖ ﴿ "atau lepaskanlah mereka dengan baik," perpisahan yang tidak terlarang, tanpa adanya celaan, permusuhan, intimidasi atas pihak wanita agar sebagian hartanya bisa diambil, ﴾ وَأَشۡهِدُواْ ﴿ "dan persaksikanlah," atas talak dan rujuk tersebut, ﴾ ذَوَيۡ عَدۡلٖ مِّنكُمۡ ﴿ "dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu," yaitu dua lelaki Muslim yang adil. Karena dalam persaksian yang disebutkan bisa menutup pintu sengketa kedua belah pihak, serta bisa menghindari adanya sesuatu yang disembunyikan yang seharusnya diberitahu-kan. ﴾ وَأَقِيمُواْ ﴿ "Dan hendaklah kamu tegakkan," wahai para saksi, ﴾ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِۚ ﴿ "kesaksian itu karena Allah." Maksudnya, tunaikan kesak-sian itu dengan benar, tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Niatkanlah karena Allah سبحانه وتعالى ketika menunaikan kesaksian jangan bertendensi kekeluargaan terhadap keluarga atau faktor persaha-batan terhadap teman. ﴾ ذَٰلِكُمۡ ﴿ "Demikianlah," hukum dan batasan-batasan yang Kami sebutkan pada kalian, ﴾ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ﴿ "diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat." Karena iman kepada Allah سبحانه وتعالى dan Hari Akhir meng-haruskan orangnya untuk mengindahkan arahan dan nasihat-nasi-hat Allah سبحانه وتعالى serta lebih mengedepankan akhirat dengan melakukan amalan-amalan shalih sebisa mungkin. Lain halnya dengan orang yang tidak memiliki keimanan di hatinya; ia tidak mempedulikan keburukan yang dilakukan dan tidak mengagungkan nasihat-nasi-hat Allah سبحانه وتعالى, karena tidak adanya keimanan (dalam hatinya) yang mendorong kepada hal itu. Karena talak kadang terjadi dalam situasi sulit, bencana, dan kekacauan, maka Allah سبحانه وتعالى memerintahkan agar bertakwa kepada-Nya. Allah سبحانه وتعالى berjanji bagi siapa saja yang bertakwa padaNya dalam hal talak atau lainnya akan diberi solusi. Jika seseorang mentalak istrinya, maka harus dilakukan sesuai peraturan syariat, yaitu de-ngan cara menjatuhkan satu talak ketika istri tidak dalam keadaan haid dan tidak dalam keadaan suci namun telah dicampuri. Hal itu tidaklah mempersempit masalahnya, namun Allah سبحانه وتعالى justru akan memberi kelapangan dan keleluasaan, seperti rujuk kembali ketika sang suami menyesal telah mentalak istrinya. Ayat di atas meski dalam tekstual talak dan cerai, namun kontekstual berlaku secara umum. Maksudnya, siapa pun yang bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى dan meniti ridhaNya dalam berbagai kondisi, maka Allah سبحانه وتعالى akan memberinya balasan pahala di dunia dan di akhirat. Di antara balasanNya secara garis besar adalah diberikannya pintu keluar dari berbagai kondisi sulit dan susah. Sebagaimana orang yang bertakwa pada Allah سبحانه وتعالى akan diberikan celah dan pintu keluar, sebaliknya, siapa pun yang tidak bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى akan jatuh dalam rantai dan belenggu yang tidak akan mampu terlepas dan keluar dari ikatannya. Mari terapkan hal ini dalam masalah talak. Seseorang yang tidak bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى akan menjatuhkan talak yang diharamkan seperti talak tiga sekaligus dan lainnya. Karena itu, ia pasti akan sangat menye-sal dan tidak mungkin bisa didapat kembali dan tidak bisa keluar dari permasalahannya.
#
{3} وقوله: {ويرزُقْه من حيث لا يحتسِبُ}؛ أي: يسوق الله الرزق للمتَّقي من وجه لا يحتسبه ولا يشعر به، {ومن يَتَوَكَّلْ على الله}: في أمر دينه ودنياه؛ بأن يعتمد على الله في جلب ما ينفعه ودفع ما يضرُّه ويثق به في تسهيل ذلك {فهو حسبُه}؛ أي: كافيه الأمر الذي توكَّل عليه فيه ، وإذا كان الأمرُ في كفالة الغنيِّ القويِّ العزيز الرحيم؛ فهو أقرب إلى العبد من كل شيء، ولكن ربَّما أن الحكمة الإلهيَّة اقتضت تأخيره إلى الوقت المناسب له؛ فلهذا قال تعالى: {إنَّ الله بالغُ أمرِه}؛ أي: لا بدَّ من نفوذ قضائه وقدره، ولكنه قد جعل {لكلِّ شيءٍ قَدْرَاً}؛ أي: وقتاً ومقداراً لا يتعدَّاه ولا يقصر عنه.
(3) Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ ﴿ "Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى memberi rizki bagi orang yang bertakwa dari arah yang tidak di-sangka dan dirasa. ﴾ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ ﴿ "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah," dalam urusan agama dan dunianya dengan bergan-tung sepenuhnya kepada Allah سبحانه وتعالى dengan maksud untuk menda-patkan apa-apa yang bermanfaat dan menghindari apa-apa yang mudarat, serta percaya sepenuhnya kepada Allah سبحانه وتعالى, bahwa ia akan diberi kemudahan, ﴾ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ ﴿ "niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى akan mencukupi keperluan yang disandarkannya kepada Allah سبحانه وتعالى. Dan ketika suatu urusan berada dalam tanggungan Yang Mahakaya, Mahakuat, Mahaper-kasa lagi Penyayang, maka Dia paling dekat dengan hambaNya melebihi segala sesuatu. Hanya saja mungkin hikmah ilahi meng-haruskan pemberian itu ditunda sampai waktu yang tepat bagi hamba yang bersangkutan. Karena itu Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ ﴿ "Sesungguhnya Allah pasti mewujudkan urusan (yang dikehendaki)-Nya." Maksudnya, keputusan dan ketetapanNya pasti berlaku, hanya saja Allah سبحانه وتعالى menciptakan ﴾ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ﴿ "ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." Yaitu, waktu dan ketentuan yang tidak akan terlam-paui dan kurang darinya.
Ayah: 4 - 5 #
{وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا (4) ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا (5)}.
"Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di an-tara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perem-puan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa ke-pada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Itulah perintah Allah yang diturunkanNya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatganda-kan pahala baginya." (Ath-Thalaq: 4-5).
#
{4} لمَّا ذكر تعالى أن الطلاق المأمور به يكون لعدَّة النساء؛ ذكر العدَّة، فقال: {واللاَّئي يَئِسْنَ من المحيض من نسائِكُم}: بأن كنَّ يَحِضْنَ ثم ارتفع حيضُهُنَّ لكبرٍ أو غيره ولم يُرْجَ رجوعُه؛ فإنَّ عدَّتها ثلاثة أشهر، جعل كلَّ شهرٍ مقابلة حيضة. {واللاَّئي لم يَحِضْنَ}؛ أي: الصغار اللائي لم يأتهنَّ الحيضُ بعدُ أو البالغات اللاتي لم يأتهنَّ حيضٌ بالكلِّيَّة؛ فإنَّهنَّ كالآيسات، عدَّتهنَّ ثلاثة أشهر، وأمَّا اللائي يحِضْنَ؛ فذكر الله عدَّتهنَّ في قوله: {والمطلَّقاتُ يتربَّصْنَّ بأنفسهنَّ ثلاثةَ قروءٍ}. وقوله: {وأولاتُ الأحمال أجَلُهُنَّ}؛ أي: عدَّتُهنَّ {أن يَضَعْنَ حملَهُنَّ}؛ أي: جميع ما في بطونهنَّ من واحدٍ ومتعددٍ، ولا عبرة حينئدٍ بالأشهر ولا غيرها. {ومن يتَّقِ اللهَ يجعلْ له من أمره يُسراً}؛ أي: من اتَّقى الله يَسَّرَ له الأمور، وسهَّل عليه كلَّ عسير.
(4) Setelah Allah سبحانه وتعالى menyebutkan bahwa talak yang diperin-tahkan menjadi iddah bagi wanita, Allah سبحانه وتعالى kemudian menyebutkan masa iddah seraya berfirman, ﴾ وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ ﴿ "Dan perem-puan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-perem-puanmu," karena sudah tidak haid lagi disebabkan usia tua atau lainnya yang tidak bisa diharapkan kembali lagi haidnya, maka iddah wanita seperti ini adalah tiga bulan, satu bulannya dijadikan sebagai padanan satu kali masa haid. ﴾ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ ﴿ "Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid," yakni wanita-wanita kecil yang belum haid atau wanita-wanita baligh yang sama sekali tidak haid, mereka sama seperti wanita-wanita yang sudah menopause, masa iddah mereka selama tiga bulan. Adapun wanita-wanita yang haid, maka masa iddahnya adalah sebagaimana yang disebutkan Allah سبحانه وتعالى dalam FirmanNya, ﴾ وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ ﴿ "Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru`." (Al-Baqarah: 228). Dan Firman Allah سبحانه وتعالى, ﴾ وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ ﴿ "Dan perem-puan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai me-reka melahirkan kandungannya," yakni sampai melahirkan bayi yang ada dalam kandungannya, baik yang berisi satu bayi atau lebih. Dalam hal ini, bulan dan lainnya tidak menjadi patokan. ﴾ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا ﴿ "Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." Maksudnya, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى, maka urusannya akan dipermudah dan segala yang sulit akan digam-pangkan.
#
{5} {ذلك}؛ أي: الحكم الذي بيَّنه الله لكم {أمرُ الله أنزلَه إليكم}: لتمشوا عليه وتأتمُّوا به وتُعظموه. {ومَن يتَّقِ الله يُكَفِّرْ عنه سيئاتِهِ ويُعْظِمْ له أجراً}؛ أي: يندفع عنه المحذور ويحصل له المطلوب.
(5) ﴾ ذَٰلِكَ ﴿ "Itulah," maksudnya, hukum yang dijelaskan oleh Allah سبحانه وتعالى kepada kalian itu merupakan ﴾ أَمۡرُ ٱللَّهِ أَنزَلَهُۥٓ إِلَيۡكُمۡۚ ﴿ "perintah Allah yang diturunkanNya kepada kamu," agar kalian mencontohnya dan mengagungkannya. ﴾ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يُكَفِّرۡ عَنۡهُ سَيِّـَٔاتِهِۦ وَيُعۡظِمۡ لَهُۥٓ أَجۡرًا ﴿ "Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." Maksudnya, terhindar dari marabahaya dan mendapatkan apa yang diinginkan.
Ayah: 6 - 7 #
{أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (6) لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (7)}.
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikan-lah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui ke-sulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuk-nya. Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (Ath-Thalaq: 6-7).
#
{6} تقدَّم أنَّ الله نهى عن إخراج المطلَّقات عن البيوت، وهنا أمر بإسكانهنَّ وقدر إسكانهنَّ بالمعروف، وهو البيت الذي يسكنه مثلُه ومثلُها؛ بحسب وُجْد الزوج وعسره، {ولا تُضارُّوهنَّ لِتُضَيِّقوا عليهنَّ}؛ أي: لا تضاروهنَّ عند سكناهنَّ بالقول أو الفعل؛ لأجل أن يمللنَ فيخرجنَ من البيوت قبل تمام العدة، فتكونوا أنتم المخرِجين لهنَّ. وحاصل هذا أنَّه نهى عن إخراجهنَّ ونهاهنَّ عن الخروج، وأمر بسكناهنَّ على وجهٍ لا يحصلُ عليهن ضررٌ ولا مشقَّة، وذلك راجعٌ إلى العرف. {وإن كنَّ}؛ أي: المطلَّقات {أولاتِ حَمْلٍ فأنفقوا عليهنَّ حتى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ}: وذلك لأجل الحمل الذي في بطنها إن كانت بائناً، ولها ولحملها إن كانت رجعيةً، ومنتهى النَّفقة إلى وضع الحمل ؛ فإذا وضَعْنَ حملَهُنَّ؛ فإمَّا أن يرضِعْن أولادهنَّ أو لا، {فإنْ أرْضَعْنَ لكم فآتوهنَّ أجورهنَّ}: المسمَّاة لهنَّ إن كان مسمًّى، وإلاَّ؛ فأجر المثل، {وائْتَمِروا بينكم بمعروفٍ}؛ أي: ليأمر كلُّ واحدٍ من الزوجين وغيرهما الآخر بالمعروف، وهو كلُّ ما فيه منفعةٌ ومصلحةٌ في الدُّنيا والآخرة؛ فإنَّ الغفلة عن الائتمار بالمعروف يحصُلُ فيها من الضَّرر والشرِّ ما لا يعلمه إلاَّ الله، وفي الائتمار تعاونٌ على البرِّ والتَّقوى. ومما يناسب هذا المقام أنَّ الزوجين عند الفراق وقت العدَّة، خصوصاً إذا ولد بينهما ولدٌ، في الغالب يحصُلُ من التنازع والتشاجر لأجل النفقة عليها وعلى الولد مع الفراق الذي لا يحصُلُ في الغالب إلاَّ مقروناً بالبغض، فيتأثَّر من ذلك شيءٌ كثيرٌ، فكلٌّ منهما يؤمر بالمعروف والمعاشرة الحسنة وعدم المشاقَّة والمنازعة وينصحُ على ذلك، {وإن تعاسَرْتُم}: بأن لم يتَّفق الزوجان على إرضاعها لولدها، {فسترضِعُ له أخرى}: غيرها، و {لا جُناح عليكم إذا سلَّمتم ما آتيتم بالمعروف}، وهذا حيثُ كان الولد يقبلُ ثدي غير أمِّه؛ فإنْ لم يقبلْ إلاَّ ثدي أمِّه؛ تعينتْ لإرضاعه، ووجب عليها، وأجْبِرَتْ إن امتنعتْ، وكان لها أجرة المثل إن لم يتَّفقا على مسمًّى. وهذا مأخوذ من الآية الكريمة من حيث المعنى؛ فإنَّ الولد لمَّا كان في بطن أمِّه مدةَ الحمل لا خروج له منه ؛ عيَّن تعالى على وليِّه النفقة، فلما ولد وكان يتمكَّن أن يتقوَّت من أمِّه ومن غيرها؛ أباح تعالى الأمرين؛ فإذا كان بحالة لا يمكن أن يتقوَّت إلاَّ من أمِّه؛ كان بمنزلة الحمل، وتعينت أمُّه طريقاً لِقُوتِه.
(6) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah سبحانه وتعالى melarang mengusir wanita-wanita yang dicerai dari rumah. Dalam ayat ini terdapat perintah untuk menempatkan mereka di tempat-tempat tinggal (yang layak) dengan cara yang baik, yaitu tempat yang mirip dengan rumah yang pernah ditinggali sesuai dengan ukuran kondisi suami. ﴾ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ عَلَيۡهِنَّۚ ﴿ "Dan janganlah kamu menyusah-kan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka," maksudnya, jangan menyakiti mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan ketika kalian menempatkan mereka di rumah yang membuat mereka jemu sehingga mereka keluar dari rumah sebelum masa iddah selesai, karena dengan demikian, kalian sama saja dengan meng-usir mereka. Kesimpulannya, tidak boleh mengeluarkan (mengusir) me-reka dan mereka juga dilarang keluar meninggalkan rumah. Allah سبحانه وتعالى juga memerintahkan para suami yang menceraikan istrinya agar menempatkan mereka di rumah dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan dampak mudarat maupun memberatkan. Masalah ini sepenuhnya dikembalikan pada kebiasaan (suatu masyarakat). ﴾ وَإِن كُنَّ أُوْلَٰتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ ﴿ "Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin." Hal itu dikarenakan janin yang ada di dalam kandungannya, jika yang bersangkutan dicerai ba`in. Dan nafkah berlaku untuknya dan untuk janinnya jika yang ber-sangkutan dicerai raj'i. Batas memberikan nafkah adalah sampai melahirkan. Jika wanita-wanita yang dicerai telah melahirkan, maka apa-kah harus menyusui atau tidak, ﴾ فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ﴿ "kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah ke-pada mereka upahnya," dengan menyebutkan bilangan nafkah untuk mereka jika memang disebutkan, dan jika tidak disebutkan, maka disesuaikan dengan upah umum yang berlaku. ﴾ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ ﴿ "Dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik," maksudnya, hendaklah masing-masing dari pasangan suami-istri dan lainnya menyuruh dengan cara yang baik, yaitu semua hal yang terdapat maslahat dan manfaatnya di dunia dan di akhirat. Karena melalaikan hal ini (yaitu memerintah dengan cara yang baik) berdampak bahaya yang hanya diketahui oleh Allah سبحانه وتعالى. Di samping itu, dalam hal memerintah dengan cara yang baik juga terkandung prinsip saling membantu dalam kebaik-an dan takwa. Sehubungan dengan hal ini, pasangan suami istri yang berpisah pada masa iddah khususnya bagi yang sudah mem-punyai anak pada umumnya disertai pertengkaran tentang nafkah untuk pihak istri yang dicerai dan juga nafkah untuk anaknya di samping perceraian yang umumnya terjadi dengan disertai keben-cian. Pertengkaran akan amat dipengaruhi oleh sikap benci masing-masing pihak. Oleh karena itu, masing-masing dari suami maupun istri diperintahkan untuk saling bergaul dengan cara yang baik serta menjauhi pertentangan dan perpecahan, Allah سبحانه وتعالى memberi nasihat demikian. ﴾ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ ﴿ "Dan jika kamu menemui kesulitan," karena kedua suami-istri tidak sepakat untuk menyusukan anak, ﴾ فَسَتُرۡضِعُ لَهُۥٓ أُخۡرَىٰ ﴿ "maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya," yakni selain istrinya yang dicerai. ﴾ وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ ﴿ "Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut." (Al-Baqarah: 233). Hal ini berlaku jika si anak mau disusui oleh wanita lain. Dan jika si anak hanya mau disusui oleh ibunya, maka ia mau tidak mau harus menyusuinya. Ia wajib menyusuinya dan boleh dipaksa jika enggan dan berhak mendapatkan upah umumnya jika kedua belah pihak (suami istri) tidak sepakat menentukan upah penyusuannya. Ketetapan ini bersumber dari ayat ini secara kontekstual (makna). Seorang anak ketika masih berada di dalam perut ibunya selama masa hamil tidak bisa keluar dari perut. Pada masa ini Allah سبحانه وتعالى menentukan nafkahnya wajib ditanggung oleh ayah si anak. Ketika lahir dan bisa mendapatkan makanan dari ibunya (melalui air susunya) atau dari wanita lain, Allah سبحانه وتعالى memberikan dua alternatif; jika si anak hanya mau menyusu dari air susu ibunya, maka keten-tuannya seperti yang berlaku ketika masih hamil dan ibunya wajib menyusui agar bayinya kuat.
#
{7} ثم قدَّر تعالى النفقة بحسب حال الزوج، فقال: {لِيُنفِقْ ذو سَعةٍ من سعتِهِ}؛ أي: لينفق الغنيُّ من غناه؛ فلا ينفق نفقة الفقراء، {ومن قُدِرَ عليه رزقُه}؛ أي: ضيِّق عليه، {فلينفِقْ ممَّا آتاه الله}: من الرزق. {لا يكلِّفُ الله نفساً إلاَّ ما آتاها}: وهذا مناسبٌ للحكمة والرحمة الإلهية؛ حيث جعل كلاًّ بحسبه، وخفَّف عن المعسر، وأنَّه لا يكلِّفه إلاَّ ما آتاه؛ فلا يكلِّف الله نفساً إلا وسعها في باب النفقة وغيرها، {سيجعلُ الله بعد عسرٍ يُسْراً}: وهذه بشارةٌ للمعسرين أنَّ الله تعالى سيزيلُ عنهم الشدَّة ويرفع عنهم المشقَّة؛ فإنَّ مع العسر يسراً، إنَّ مع العسر يسراً.
(7) Kemudian Allah سبحانه وتعالى menentukan nafkah berdasarkan kondisi suami seraya berfirman, ﴾ لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ ﴿ "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya." Maksud-nya, orang yang kaya harus memberi nafkah sesuai ukuran kesang-gupannya, dan bukan memberi nafkah layaknya orang miskin. ﴾ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ ﴿ "Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya," yakni rizkinya disusahkan. ﴾ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ ﴿ "Allah tidak memi-kulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah beri-kan kepadanya." Ini sesuai dengan hikmah dan rahmat ilahi, karena menempatkan sesuatu sesuai ukurannya dan memberi keringanan bagi orang yang tidak punya. Allah سبحانه وتعالى tidak membebankan apa pun melainkan sesuai dengan rizki yang diberikan. Allah سبحانه وتعالى tidak membebankan kepada jiwa kecuali sebatas kesanggupannya dalam hal nafkah dan lainnya. ﴾ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا ﴿ "Allah kelak akan memberikan kelapangan se-sudah kesempitan." Ini adalah kabar gembira bagi mereka yang ku-rang mampu. Allah سبحانه وتعالى akan menghilangkan kesukaran dan beban berat mereka, karena dalam setiap kesusahan itu pasti terdapat kemudahan dan kesulitan itu pasti dibarengi kemudahan.
Ayah: 8 - 12 #
{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُكْرًا (8) فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا (9) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا (10) رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا (11) اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (12)}.
"Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurha-kai perintah Rabb mereka dan Rasul-rasulNya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan me-reka adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Se-sungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu, (dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shalih, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh Allah memberikan rizki yang baik kepadanya. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa-sanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu." (Ath-Thalaq: 8-12).
#
{8 ـ 10} يخبر تعالى عن إهلاكه الأمم العاتية والقرونَ المكذِّبة للرُّسل، وأنَّ كثرتهم وقوَّتهم لم تُغْنِ عنهم شيئاً حين جاءهم الحساب الشديد والعذاب الأليم، وأنَّ الله أذاقَهم من العذاب ما هو موجبُ أعمالهم السيَّئة، ومع عذاب الدُّنيا؛ فإنَّ الله أعدَّ لهم في الآخرة عذاباً شديداً، {فاتَّقوا اللهَ يا أولي الألبابِ}؛ أي: يا ذوي العقول التي تفهم عن الله آياته وعبره، وأنَّ الذي أهلك القرون الماضية بتكذيبهم؛ أنَّ مَنْ بعدَهم مثلهم، لا فرق بين الطائفتين.
(8-10) Allah سبحانه وتعالى mengabarkan bahwa Dia membinasakan umat-umat yang mendurhakai para rasul. Banyaknya jumlah me-reka dan besarnya kekuatan mereka sama sekali tidak berguna bagi mereka ketika perhitungan amal yang amat dahsyat dan siksaan yang pedih datang. Allah سبحانه وتعالى menyiksa mereka karena perbuatan mereka yang buruk. Di samping siksaan dunia, Allah سبحانه وتعالى juga me-nyiapkan siksa yang dahsyat bagi mereka kelak di Hari Akhir. ﴾ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴿ "Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal," maksudnya, wahai orang-orang yang berakal yang bisa memahami tanda-tanda kebesaran Allah سبحانه وتعالى, dan Dia-lah yang telah membinasakan umat-umat terdahulu karena mereka mendustakan para rasul. Orang-orang setelah mereka juga sama. Tidak ada perbedaan antara kedua golongan tersebut.
#
{11} ثم ذكَّر عباده المؤمنين بما أنزل عليهم من كتابه الذي أنزله على رسوله محمدٍ - صلى الله عليه وسلم -؛ ليخرج الخلق من ظُلُمات الجهل والكفر والمعصية إلى نور العلم والإيمان والطاعة؛ فمن الناس من آمن به، ومنهم مَنْ لم يؤمنْ به، {ومَن يؤمِن بالله ويعملْ صالحاً}: من الواجبات والمستحبَّات، {يُدْخِلْهُ جناتٍ تجري من تحتِها الأنهارُ}: فيها من النعيم المقيم ما لا عينٌ رأتْ ولا أذنٌ سمعتْ ولا خطر على قلبِ بشرٍ. {خالدين فيها أبداً قد أحسنَ اللهُ له رِزْقاً}؛ أي: ومن لم يؤمن بالله ورسوله؛ فأولئك أصحابُ النار هم فيها خالدون.
(11) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengingatkan hamba-hambaNya yang beriman dengan kitabNya yang diturunkan kepada RasulNya, Muhammad a, agar mengeluarkan manusia dari gelapnya kebo-dohan, kekufuran, dan kemaksiatan menuju cahaya ilmu, iman, dan ketaatan. Di antara manusia ada yang beriman kepadanya dan ada juga yang tidak beriman. ﴾ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ وَيَعۡمَلۡ صَٰلِحٗا ﴿ "Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shalih," baik yang wajib maupun yang sunnah, ﴾ يُدۡخِلۡهُ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ ﴿ "niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai," yang di dalamnya terdapat kenikmatan abadi yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di benak manusia. ﴾ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ قَدۡ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ لَهُۥ رِزۡقًا ﴿ "Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sungguh Allah mem-berikan rizki yang baik kepadanya." Maksudnya, siapa pun yang tidak beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, maka mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
#
{12} ثم أخبر تعالى أنَّه خلق السماوات والأرض ومن فيهنَّ والأرضين السبع ومن فيهنَّ وما بينهنَّ، وأنزل الأمر، وهو الشرائع والأحكام الدينيَّة، التي أوحاها إلى رسله لتذكير العباد ووعظهم، وكذلك الأوامر الكونيَّة والقدريَّة التي يدبِّر بها الخلق؛ كلُّ ذلك لأجل أن يعرِفَه العباد ويعلموا إحاطةَ قدرته بالأشياء كلِّها وإحاطة علمِهِ بجميع الأشياء؛ فإذا عَرَفوه بأسمائه الحسنى وأوصافه المقدَّسة ؛ عبدوه وأحبُّوه وقاموا بحقِّه؛ فهذه الغاية المقصودة من الخلق والأمْر؛ معرفة الله وعبادته، فقام بذلك الموفَّقون من عباد الله الصالحين، وأعرض عن ذلك الظالمون المعرضون.
(12) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengabarkan bahwa Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh yang ada pada kedua-nya, tujuh bumi dan apa saja yang ada padanya dan yang ada di antara masing-masing tingkatannya. Allah سبحانه وتعالى menurunkan perintah yang berupa syariat dan hukum-hukum duniawi yang diwahyu-kan kepada para rasulNya sebagai peringatan dan nasihat untuk manusia. Begitu juga dengan undang-undang alam dan takdir yang mengatur seluruh makhluk. Semua itu bertujuan agar manusia mengetahui keluasan KuasaNya atas segala sesuatu. Semuanya berada dalam jangkauan ilmuNya. Jika manusia mengetahui nama-namaNya yang indah dan sifat-sifatNya yang suci, mereka akan menyembah, mencintai, dan menunaikan hakNya. Dan inilah tujuan yang dimaksudkan dari penciptaan dan diturunkannya perintah (syariat dan hukum); yaitu mengenal dan menyembah Allah سبحانه وتعالى. Hamba-hamba Allah سبحانه وتعالى yang shalih yang mendapatkan taufik menunaikannya, sedangkan orang-orang zhalim berpaling darinya.
Selesai tafsir Surat ath-Thalaq. Segala puji hanya bagi Allah سبحانه وتعالى semata.